Ramuan dari Nabi Muhammad Bagi Penderita Penyakit Jantung

Nabi Muhammad meletakkan tangannya ke dada penderita penyakit jantung.

Banyak sekali hadits yang menceritakan tentang masalah pengobatan dari Nabi Muhamad SAW. Di antara hadits tersebut, Nabi memberikan rekomendasi obat dari pelbagai jenis tumbuhan, hewan, madu, bekam, kay, dan lainnya.

Nabi juga selalu menggunakan obat-obatan sesuai takarannya maupun dosisnya. Yang paling utama adalah mengidentifikasi penyakit serta penyebabnya. Bahkan, dalam sebuah hadits, Nabi diceritakan pernah memberikan ramuan kepada sahabat yang menderita penyakit jantung.

Dari Sa’ad mengisahkan, “Pada suatu hari aku menderita sakit, kemudian Rasulullah SAW menjengukku. Beliau meletakkan tangannya di tengah dadaku, sampai-sampai jantungku merasakan sejuknya tangan beliau. Kemudian, beliau bersabda, ‘Kamu menderita penyakit jantung. Temuilah al-Harits bin Kaladah dari Bani Tsaqif karena sesungguhnya dia adalah seorang tabib (dokter), dan hendaknya dia (al-Harits bin Kaladah) mengambil tujuh buah kurma ‘ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.’” (HR Abu Daud).

Dalam bukunya yang berjudul Islam & Teknologi, Ustaz Ahmad Sarwat menjelaskan, dalam hadits tersebut Rasulullah mengetahui ramuan obat apa yang sebaiknya diminum oleh penderta penyakit jantung.

Namun, Nabi Muhammad tetap meminta Sa’ad untuk menemui seorang dokter bernama al-Harits bin Kaladah. Hal ini karena Rasulullah hanya mengetahui ramuan obat secara umum. Sementara itu, al-Harits dianggap mengetahui lebih detail terkait komposisi, cara meracik, kombinasi, dan indikasinya.

Menurut Ustaz Sarwat, pengobatan ala Nabi SAW itu juga tidak seperti kisah Nabi Isa Alaihissalam dalam mengobati orang sakit. Sebab, Nabi Isa hanya dengan mengusap orang sakit, orang sakit itu langsung sembuh. Bahkan, yang mati pun bisa hidup lagi. Sebagaimana dikatakan dalam Alquran:

“Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah”. (QS Ali Imran: 49)

Ustaz Sarwat mengatakan, proses penyembuhan yang dilakukan oleh Nabi Isa itu memang semata-mata mukjizat kenabian. Karena itu, boleh jadi Nabi Isa sama sekali tidak tahu teknis sesungguhnya dalam urusan pengobatan. Sementara itu, pengobatan ala Rasulullah ini, menurut dia, 100 persen murni ilmu pengetahuan, bukan mukjizat.

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Sembarang Share Berita Dan Wacana Yang Membuat Resah

Diantara adab Islam yang sudah mulai luntur di zaman media sosial ini adalah sikap al hilm dan al ‘anahAl hilm adalah bersikap tenang adapun al anah adalah bersikap hati-hati dalam bertindak. Termasuk dalam masalah menyebarkan dan menyampaikan berita. Hendaknya seorang Muslim tenang dan bersikap tenang dan hati-hati dalam menyebarkan dan menyampaikan berita. Karena andaikan berita itu benar pun, tidak boleh sembarang menyampaikan dan menyebarkan berita yang menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Ini perkara yang dilarang dalam syariat. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)” (QS. An Nisa: 83).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan: “Ini adalah bimbingan Allah kepada para hambanya agar tidak melakukan hal yang tidak layak. Yaitu bahwasanya jika datang suatu perkara yang terkait dengan suatu hal yang urgen dan merupakan urusan banyak orang, atau yang terkait dengan keamanan atau kebahagiaan kaum Mu’minin, atau bisa menimbulkan ketakutan karena di dalamnya terdapat musibah bagi kaum Mu’minin, hendaknya mereka timbang dengan matang terlebih dahulu dan tidak tergesa-gesa dalam menyebarkan khabar tersebut. Bahkan yang benar adalah mengembalikannya kepada Rasulullah dan kepada ulil amri di antara mereka, yaitu para ulama. Yang mereka memahami duduk permasalahan dan memahami apa yang maslahah dan apa yang mafsadah. Jika mereka memandang bahwa menyebarkannya itu baik dan bisa memotivasi kaum Mu’minin dan membuat mereka bahagia, membuat mereka kuat menghadapi musuh, maka silakan dilakukan. Jika para ulama memandang bahwa perkara tersebut tidak ada maslahahnya atau ada maslahah namun lebih besar mudharatnya, maka jangan disebarkan” (Tafsir As Sa’di, 1/190).

Sebagian ulama mengatakan, bahwa perbuatan seperti ini adalah tabiat orang-orang munafik. Disebutkan dalam Tafsir Al Qurthubi,

قَالَ الضَّحَّاكُ وَابْنُ زَيْدٍ: هو فِي الْمُنَافِقِينَ فَنُهُوا عَنْ ذَلِكَ لِمَا يَلْحَقُهُمْ مِنَ الْكَذِبِ فِي الْإِرْجَافِ

“Adh Dhahhak dan Ibnu Zaid mengatakan: ayat ini tentang orang munafik. Mereka dilarang melakukan hal tersebut karena mereka biasa berdusta dalam menyebarkan kabar tentang ketakutan dan bahaya” (Tafsir Al Qurthubi, 5/297).

Orang munafik adalah orang yang menampakkan Islam namun dalam hatinya menyimpan kebencian dan permusuhan kepada Islam. Mengapa perbuatan ini disebut sebagai tabiat orang munafik? Karena orang munafik itu senang jika kaum Mu’minin sedih, resah dan takut, dan mereka sedih jika kaum Mu’minin senang. Allah Ta’ala berfirman:

إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ

“Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)” dan mereka berpaling dengan rasa gembira” (QS. At Taubah: 50).

Bersikaplah Tenang Dan Hati-Hati

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang Al Asyaj ‘Abdul Qais:

إن فيكَ خصلتينِ يحبهُما اللهُ : الحلمُ والأناةُ

“sesungguhnya pada dirimu ada 2 hal yang dicintai Allah: sifat al hilm dan al aanah” (HR. Muslim no. 17).

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

التَّأنِّي من اللهِ و العجَلَةُ من الشيطانِ

“berhati-hati itu dari Allah, tergesa-gesa itu dari setan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra [20270], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 1795).

Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

السَّمْتُ الحَسَنُ والتُّؤَدَةُ والاقتصادُ جزءٌ من أربعةٍ وعشرينَ جُزءًا من النبوةِ

“Sikap yang baik, berhati-hati dalam bersikap, dan sederhana adalah bagian dari 24 sifat kenabian” (HR. At Tirmidzi no. 2010, ia berkata: “hadits hasan gharib”, dihasan Al Albani dalam Sunan At Tirmidzi).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:

“Al Hilm adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya ketika marah. Ketika ia marah dan ia mampu memberikan hukuman, ia bersikap hilm dan tidak jadi memberikan hukuman.

Al Aanah adalah berhati-hati dalam bertindak dan tidak tergesa-gesa, serta tidak mengambil kesimpulan dari sekedar yang nampak sekilas saja, lalu serta-merta menghukuminya, padahal yang benar hendaknya ia berhati-hati dan menelitinya.

Adapun Ar Rifq, adalah bermuamalah dengan orang lain dengan lembut dan berusaha memberi kemudahan. Bahkan ketika orang tersebut layak mendapatkan hukuman, tetap disikapi lembut dan diberi kemudahan” (Syarah Riyadhus Shalihin, 3/573).

Maka bertaqwalah kepada Allah, jangan sembarang melontarkan suatu perkara ke tengah kaum Mu’minin yang membuat mereka resah, takut dan sedih. Jangan tiru perbuatan kaum munafik. Bersikap tenang dan penuh kehatian-hatian dalam menyebarkan berita. Konsultasikanlah dengan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang paham duduk permasalahannya. Minta pendapat mereka mengenai bagaimana sikap dan solusi yang benar.

Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/44200-jangan-sembarang-share-berita-dan-wacana-yang-membuat-resah.html

Keutamaan Bulan Rajab

Keutamaan Bulan Rajab, ia merupakan salah satu dari bulan haram. Di mana bulan haram ini adalah bulan yang dimuliakan. Bulan ini adalah yang dilarang keras melakukan maksiat, serta diperintahkan bagi kita untuk beramal sholih.

Bulan Rajab adalah Bulan Haram

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadal Akhiroh dan bulan Sya’ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.” (Latho-if Al Ma’arif, 202)

Mengenai empat bulan yang dimaksud disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679). Jadi, empat bulan suci tersebut adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

Apa Maksud Bulan Haram?

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah berkata, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna:

  1. Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.
  2. Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.” (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” Bahkan Ibnu ’Umar, Al Hasan Al Bashri dan Abu Ishaq As Sa’ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya. Lihat Latho-if Al Ma’arif, 214. Ulama Hambali memakruhkan berpuasa pada bulan Rajab saja, tidak pada bulan haram lainya. Lihat Latho-if Al Ma’arif, 215.

Namun sekali lagi, jika dianjurkan, bukan berarti mesti mengkhususkan puasa atau amalan lainnya di hari-hari tertentu dari bulan Rajab karena menganjurkan seperti ini butuh dalil. Sedangkan tidak ada dalil yang mendukungnya.

Ibnu Rajab Al Hambali berkata, ”Hadits yang membicarakan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, begitu pula dari sahabatnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 213).

Hati-Hati dengan Maksiat di Bulan Haram

Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)

Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi’iyah. Namun Imam Nawawi (salah satu ulama besar Syafi’iyah) dan ulama Syafi’iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh penulis Latho-if Al Ma’arif (hal. 203), yaitu Ibnu Rajab Al Hambali.

Semoga bulan Rajab menjadi ladang bagi kita untuk beramal sholih.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/14053-keutamaan-bulan-rajab.html

Edisi Panik: Mencari Pengganti Masker

BETAPA panik orang-orang mendengar berita bahwa virus Corona sudah masuk ke negeri tercinta kita. Masker di berbagai tempat sold out alias laku keras. Harganya pun melonjak tajam. Pedagang masker berkata: “Inilah hukum perputaran dunia. Allah memiliki 1001 cara untuk membuat laku sesuatu yang jarang dibeli kecuali oleh orang sakit atau berkebutuhan khusus.

Semalam saya menyampaikan pengajian di lapangan TNI Kabupaten Gianyar Bali. Ada sekitar 4000 lebih jamaah menghadiri acara bertajuk Munajat Cinta itu. Tak saya lihat walau seorangpun yang memakai masker. Mungkin itu karena mereka tidak paham risiko Corona, mungkin juga karena sangat yakin pada takdir dan kekuasaan Allah, atau juga mungkin karena dana yang ada sudah dialokasikan ke keperluan lain. Namun saat saya mau membeli masker semalam, ternyata juga sold out. Itu pun juga dengan harga tinggi.

Pagi ini saya di bandara internasional I Gusti Ngurah Rai Denpasar. Begitu kagetnya saya melihat mayoritas orang di bandara itu memakai masker. Laki perempuan, anak-anak dan dewasa, memakai masker. Saya agak malu juga karena saya tidak mengikuti kekompakan orang-orang itu. Saya tidak membawa masker.

Teringatlah saya pada kisah Mat Kelor saat di Singapore minggu kemaren. Saat dirinya tak menemukan toko yang menjual masker, maka Mat Kelor mencari pengganti masker. Dia berpikir keras agar dirinya tak tertular penyakit virus Corona itu. Pilihannya adalah jatuh pada membeli CADAR.

Mat Kelor senang dengan idenya itu. “Aman saya,” katanya. Namun semua orang yang berpapasan dengannya pasti tertawa ngakak. Saya pun menuliskan ini sambil tertawa. Bagaimana dengan Anda? Siapa memulai pagi harinya dengan senyum tawa, ada potensi besar senang senyum tawa sepanjang hari. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Salat dengan Sabar Mudahkan Rezeki, Leburkan Dosa

ORANG yang meninggalkan salat telah melakukan dosa yang sangat besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya pembeda antara seseorang dengan kesyirikan atau kekafiran adalah meninggalkan salat.”

Orang yang meninggalkan salat bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah. Allah subhaanahu wa taaala menyebutkan kaitan yang erat antara salat dan rezeki seseorang di dalam ayat berikut, Allah subhaanahu wa taaala berfirman:

“(131) Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (132) Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 131-132).

Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa orang yang mengerjakan salat kemudian memiliki kesabaran yang kuat ketika mengerjakannya, maka dia akan diberikan rezeki oleh Allah tanpa bersusah payah mencarinya. Dan ini adalah ganjaran bagi orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu wa taala.

Di dalam kisah Nabi Syuaib alaihissalaam, Allah subhaanahu wa taaala menyebutkan perkataan Nabi Syuaib setelah kaumnya memahami bahwa salatlah yang menahan diri beliau untuk melakukan perbuatan mungkar:

“Syuaib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika Aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya Aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah Aku menyalahi perintah-Nya)?” (QS Huud: 88).

Nabi Syuaib alaihissalam menjelaskan kepada mereka bahwa dengan salat dan penjelasan yang nyata dari Rabb-nya, maka Allah memberikan kepadanya rezeki yang baik dan halal. Berbeda dengan apa yang mereka lakukan. Mereka sibuk mencari harta-harta haram.

Akan tetapi, sebagian orang tidak mempercayai adanya kaitan yang erat antara salat dengan rezeki seseorang. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh kaum Nabi Syuaib alaihissalaam:

“Wahai Syuaib! Kami tidak paham banyak hal dari apa yang kamu katakan.” (QS Huud: 91).

Hal ini dikarenakan terikatnya hati-hati mereka dengan dunia lebih besar daripada keterikatan mereka dengan salat.

Bertobat dari meninggalkan salat

Orang-orang yang belum bisa mengerjakan salat lima waktu sudah sepantasnya bertobat kepada Allah dengan segera. Sesungguhnya Allah subhaanahu wa taaala Maha Mengampuni hamba-hambanya yang bertobat kepada-Nya.

Di antara hal-hal yang dapat meleburkan dosa adalah mengerjakan salat lima waktu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu bahwasnya dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Bagaimana menurut kalian jika di depan pintu seorang di antara kalian terdapat sungai yang setiap hari dia mandi di dalamnya. Apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?” Para sahabat menjawab, “Tidak tersisa kotoran sedikit pun di tubuhnya.” Beliau berkata, “Seperti itulah shalat lima waktu, Allah bisa menghapuskan dosa-dosa dengannya.”

Allah subhaanahu wa taaala menjanjikan rezeki yang berlimpah untuk orang-orang yang mau bertobat kepada Allah subhanahu wa taala. Allah subhaanahu wa taaala berfirman:

“(10) Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun, (11). Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, (12) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS Nuuh: 10-12). []

INILAH MOZAIK

Virus Jangan Menjadikanmu Rakus

Corona tak cukup hanya dilawan dengan ketakutan berlebihan.

​Seketika Novel Coronavirus meramaikan jagat dunia nyata terlebih dunia maya. Tak butuh waktu lama, media sosial pun gempar dipenuhi berita-berita baik based on fakta maupun yang belum jelas kesahihannya— pasca presiden Joko Widodo resmi mengumumkan; dua orang WNI Positif Corona! Apa  yang terjadi kemudian? Kurang dari dua jam, jamaah +62 memadati pusat perbelanjaan. Kepanikan maha dahsyat tak mampu terelakkan. Ada yang riuh mencari vitamin dan obat-obatan, hingga rela memenuhi antrian guna menyetok bahan makanan! Ya, hampir semuanya panic buying hingga kalap membeli barang-barang yang semestinya mampu ditahan. Satu hal yang paling mengagetkan; bukan hanya sabun dan cairan pencuci tangan instan yang sangat langka di pasaran— harga masker meroket hingga 10 kali lipat. Sungguh fenomena mencengangkan!

Sebenarnya—mengapa sih Corona menjadi momok yang amat ditakutkan? Apakah ia adalah virus yang sangat berbahaya dan sukar disembuhkan? Atau karena banyak pasien terinfeksi virus ini lantas berakhir dengan kematian? Disinilah keimanan sekaligus kecerdasan emosional kita sedang diuji. Andai mau membaca, menganalisa, menyelidiki dari berbagai sumber, maka sebenarnya, tak perlu ikut-ikutan percaya pada media yang menuliskan berita secara bombastis yang rentan terpapar virus hoax. Virus Corona, menurut berbagai pakar, sama seperti virus lainnya yang mudah menyerang ketika imun seseorang lemah. Tepat, saat seseorang menyikapi kabar ini dengan panik berlebih lantas ikut-ikutan menyetok bahan makanan yang sebenarnya nggak perlu-perlu amat, ia pun terserang rasa letih baik secara fisik juga psikis (pikiran), Nah, tentu saja dalam kondisi tersebut sangat memengaruhi kualitas imun tubuh hingga akhirnya rentan tertular penyakit.

Satu hal penting yang perlu kita telusuri bersama, dalam rilis berita yang bersumber dari Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO), Novel Coronavirus (2019- nCoV) situation reports (2020) per Selasa, 3 Maret 2020 menyebutkan, total kasus CoVid-19 berjumlah 91.347. Kasus yang masih aktif saat ini 39.936. Sebanyak 18% di antaranya dalam kondisi kritis, 82% dalam kondisi ringan. Sementara itu, kasus yang sudah selesai ditangani 51.411, sebanyak 6% di antaranya meninggal  dan 94% diantaranya berhasil sembuh.  

Jika kita melihat analisis data di atas, terbukti bahwa orang yang telah terinfeksi corona berhasil sembuh! Artinya bahwa, Corona tak cukup hanya dilawan dengan ketakutan berlebihan.  Sesungguhnya, ia bisa ‘pamit’ pulang dan tidak menghinggapi kita ketika kita mampu berpikir jernih, tetap tenang, dan mengendalikan diri. Rasa panik dan takut sangat wajar dan manusiawi sebab banyak Negara juga Indonesia dihadapkan mencekam karena wabah virus kian meluas. Namun, jangan sampai rasa ketakutan yang berlebihan menghalangi akal untuk berpikir dengan penuh pertimbangan. Berbelanja dengan berlebihan bahkan tega mendulang rupiah dalam kondisi yang tengah mengkhawatirkan bukanlah tindakan bijak seorang manusia beriman. Sebaliknya, selain tentu kita harus waspada dengan menjaga kesehatan dan berdoa pada Tuhan, rasa empati juga perlu diasah. Saatnya kita saling membantu dan bersedekah dengan apapun yang kita mampu. Sedekah satu masker pada mereka yang tak sanggup membeli karena harga yang meroket naik begitu tingginya, tentu menjadi ladang amal yang insyaAllah berpahala.

Upaya preventif lain dalam menghadapi wabah virus juga telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw memberikan anjuran untuk mengisolasi (karantina) diri ketika situasi tidak memungkinkan untuk banyak beraktivitas di luar.

Hal ini dipraktikkan langsung oleh Rasul dan para sahabat ketika wabah pes/ lepra menimpa kota Madinah. Rasulullah menganjurkan untuk tetap bertahan dan tidak mengunjungi daerah yang terindikasi wabah tersebut.

Upaya pencegahan ala Rasulullah Saw agar wabah virus tak meluas adalah suatu bentuk ikhtiar yang sangat bermanfaat bukan hanya untuk mencegah diri dari virus mematikan, namun juga melatih keimanan untuk lebih mendekat, berdoa, tawakkal dan memasrahkan hidup hanya kepada Allah, tentu dengan didahului oleh ikhtiar jasmani lainnya.

Semestinya, virus tak menjadikan iman kita melemah hingga rakus menimbun bahan makanan dan menaikkan harga kebutuhan padahal masih sangat banyak orang yang lebih membutuhkan.

Mari tetap tenang, jaga kesehatan, rajin mencuci tangan, berolahraga, berjemur dan makan makanan dengan gizi seimbang, ya! Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua. Aamiin.  

Oleh: Ina Salma Febriany

KHAZANAH REPUBLIKA

Virus Wahn versus Virus Corona Wuhan

Memang dalam dunia kedokteran tak ada istilah wahn. Penyakit wahn menjangkiti manusia setiap saat. Dokter mana pun tak sanggup mengobatinya.

DALAM beberapa bulan ini dunia dihebohkan dengan menyebarnya virus corona jenis baru (2019-nCoV) asal Kota Wuhan, Hubei, China. Menurut data yang dilaporkan otoritas setempat, korban hingga Selasa (11/02/2020) berjumlah lebih dari 1.000 orang tewas di seluruh dunia, belum termasuk penderita yang butuh perawatan serius.

Melihat banyaknya korban yang terjangkit virus ini, tentu kita berharap angka dari korban tidak terus bertambah, dan virus ini segera bisa dicari solusinya oleh pakar kesehatan.

Dalam sejarah Islam, wabah virus seperti ini juga muncul pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam, walaupun bukan virus corona. Wabah yang muncul saat itu adalah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda, “Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” Hadits ini dinilai hasan dan sesuai dengan wabah kusta yang menular.

Dalam menangani wabah virus, Nabi punya cara yang sangat efektif serta relevan dengan zaman dan diterapkan oleh dunia kedokteran modern. Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda : “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” Hadits dari sosok manusia mulia ini diucapkan belasan abad yang lalu dan sama persisnya dengan metode karantina yang digunakan dalam penanganan wabah virus.

Wahn Lebih Bahaya Dari Corona

Bukannya kita ingin mengerdilkan musibah dan peringatan dari Allah Subhanahu Wata’ala atas virus corona yang telah menimpa banyak orang. Virus seperti kusta, corona, dan lainnya adalah virus yang hanya menyerang fisik dan bisa saja ditangani dampak penyebarannya.

Ada salah satu virus yang sangat dan lebih berbahaya daripada corona. Dalam Islam dikenal dengan sebutan Wahn. Memang dalam dunia kedokteran tak ada istilah wahn. Penyakit wahn menjangkiti manusia setiap saat. Dokter mana pun tak sanggup mengobatinya. Karena kebanyakan dokter pun saat ini terserang penyakit wahn.

Mereka berusaha mencari obatnya tapi tak pernah ketemu. Bahkan kalau Anda mencari istilah penyakit wahn di kamus kedokteran mana pun tak akan ketemu. Padahal penyakit wahn ini sudah diidentifikasi oleh manusia yang paling berpengaruh di muka bumi ini belasan abad yang lalu. Beliau adalah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.

Apakah penyakit wahn itu? Wahn adalah penyakit cinta dunia dan takut mati. Ini adalah dua jenis penyakit dalam satu nama. Siapa saja yang terjangkit penyakit ini dia akan menjadi pribadi yang lemah dan rusak. Semisal kemampuan diri yang harusnya 100%, hanya mampu digunakan 5% saja jika seseorang terjangkit virus ini.

Cinta dunia berarti lebih mementingkan kehidupan dunia dan kenikmatannya daripada kehidupan akhirat dan keabadiannya. Orang yang sudah terlalu gandrung dengan hal-hal duniawi akan berat memandang akhirat. Antara Allah dan dirinya terdapat penutup yang tebal.

Sehingga segala perbuatannya sulit untuk bertujuan mencari ridha Allah.

Lantas apa obatnya? Semua penyakit tentu ada obatnya, pun dengan penyakit wahn. Obatnya ya kebalikan dari cinta dunia. Yaitu cinta akhirat. Orang yang mencintai kehidupan akhirat dan mengingat hari pembalasan akan hidup jauh lebih hati-hati. Saat ada bisikan untuk berbuat dzalim dia ingat akhirat. Saat berpikir hendak menipu, dia ingat neraka. Saat berpikir hendak membunuh, maka ingat perihnya gebukan malaikat penyiksa.

Orang yang cinta dunia hidupnya layaknya sebatang kayu yang terombang-ambing di laut lepas, hatinya cinta pada dunia seluas lautan. Namun dirinya tak sadar sedang terhanyut sendiri sebatang kara, tergulung ombak, dan tak mungkin berlabuh di tepian pantai. Wallahu a’lam bisshawwab.*

Supriyanto Refra | Mahasiswa STAIL Surabaya

HIDAYATULLAH


Awas! Tak Ada Jin yang Gratis

BAGI anda yang tinggal di dataran ganas ibukota, mungkin istilah ini sangat akrab di telinga anda. Semua butuh duit, semua tidak ada yang gratis. Semua orang rebutan untuk hidup, bila perlu harus saling menipu, saling menguasai. Jika ini yang terjadi antar-sesama manusia, sangat mungkin terjadi antara jin dan manusia ketika mereka saling melakukan kerja sama.

Kita kembali pada jin khodam. Orang menyebut jin ini pembantu manusia. Benarkah anggapan ini? Siapa yang sejatinya dibantu, si jin ataukah manusia? Siapa yang sejatinya lebih berkuasa, si jin ataukah manusia?

Tidak ada yang gratis, apalagi ketika berhadapan dengan karakter penipu. Mustahil si jin ini mau membantu secara cuma-cuma. Pasti ada batu dibalik udang. Jin ini mau membantu, karena manusia mau mengabdi kepada jin. Sehingga siapa yang sejatinya diuntungkan? Jawabannya si jin. Dia yang lebih berkuasa, sementara manusia selalu bergantung kepada jin.

Tidak Ada Manusia yang Menguasai Jin, selain Sulaiman

Allah kisahkan dalam Al-Quran, salah satu doa Sulaiman. Sulaiman berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi”. (QS. Shad: 35)

Salah satu diantara kekuasaan Sulaiman, yang tidak mungkin dimiliki orang lain adalah bisa mengendalikan dan menguasai jin. Sehingga semua jin menjadi tunduk dan patuh kepada Sulaiman. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sendiri tidak mau melangkahi doa Sulaiman ini. Suatu ketika, pada saat mengimami shalat, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan gerakan yang berbeda di luar kebiasaannya. Pagi harinya, Beliau menceritakan,

Sesungguhnya jin ifrit menampakkan diri kepadaku tadi malam, untuk mengganggu shalatku. Kemudian Allah memberikan kemampuan kepadaku untuk memegangnya. Aku ingin untuk mengikatnya di salah satu tiang masjid, sehingga pagi harinya kalian semua bisa melihatnya. Namun saya teringat doa saudaraku Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku.” Kemudian beliau melepaskan jin itu dalam keadaan terhina. (HR. Bukhari 461 & Muslim 541).

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak mau mengikat jin itu di tiang masjid, karena itu beliau lakukan berarti beliau telah menguasai jin, yang itu menjadi keistimewaan Sulaiman. Karena teringat doa Sulaiman, Nabi shallallahu alaihi wa sallam melepaskan jin itu, padahal jika beliau mau, beliau mampu.

INILAH MOZAIK

Yakinlah Semua Kesulitan akan Berlalu

MENGELUH. Bisa berbentuk ucapan ataupun perbuatan. Yang tanpa kita sadari sering lakukan. Yang hampir setiap hari kita ungkapkan. Tapi bukankah ini sia-sia kawan? Lebih baik untuk hal lain kita manfaatkan.

Sia-sia karena tidak ada hal yang bisa didapatkan selain ketenangan yang hampa. Semu dan sementara. Padahal Allah akan menepati janjinya. Terutama bagi orang yang sabar dan percaya.

Keluhan. Hal yang sering kita ungkapkan ke orang lain maupun ke teman. Dan kadang kala kita merasa lega setelah melakukan. Walaupun tidak selalu memberikan jalan akan sebuah permasalahan. Namun bagaimana jika orang atau teman tersebut menghilang? Mau kemana keluhan ini dilepaskan?

Maka luapkan keluhanmu kepada Allah semata. Ingatlah selalu, bahwa Dia akan datang. Menerima setiap keluhan yang kamu tumpahkan. Yang pasti akan memberikan jawaban. Tentu dengan cara-Nya yang tak disangka. Meskipun kita tidak tahu kapan waktu tepatnya.

Namun, selalu ingat bahwa janji-Nya sungguh nyata. Seperti pada surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6 yang artinya: (5) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Memang dalam kehidupan pasti kita melewati suatu cobaan maupun tantangan. Karena di dunia ini tidak ada yang kekal selain Allah. Yakinlah semua itu akan berlalu. Percayalah semuanya pasti ada jalan untuk terus maju. Seperti kita yang merindukan pelangi, namun hujan haruslah kita nikmati. Karena jika tidak ada hujan, maka tidak ada pelangi.

Allah mengetahui yang terbaik bagi kita, lantas mengapa harus mengeluhkan derita? Sering kali kita selalu menginginkan datangnya pelangi, tapi Dia tahu bahwa hujan harus turun tuk membasahi. Memang rencana-Nya sungguh lah indah untuk dinanti.

Datang dengan cara yang tak terduga. Tiba di saat yang tak disangka. Cukuplah bagi kita untuk selalu percaya. [inspirasi-islami]

INILAH MOZAIK

Sabar dan Tawakal, Dua Tiang Keimanan

Allah swt berfirman :

ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ

“(yaitu) orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS.An-Nahl:42)

Dalam ayat ini Allah swt menggandengkan antara sabar dan tawakal. Sabar adalah tawakal adalah tiang yang mengokohkan keimanan kita.

Dalam beribadah perlu kesabaran, dalam berbuat baik perlu kesabaran bahkan dalam meninggalkan dosa dan rayuan setan juga perlu kesabaran.

Di sisi lain kita juga memerlukan tawakal dalam menghadapi berbagai problem kehidupan. Sehingga kita selalu menatap hari dengan penuh optimis, karena kita selalu bersandar kepada Yang Maha Kuat.

Tawakal menumbuhkan harapan dan membuang rasa takut. Karena kita sedang bergantung pada Yang Maha Kuasa, kita sedang berharap kepada Yang Maha Perkasa, sehingga tiada sesuatu yang mustahil bagi-Nya. Kita sedang bersandar kepada Yang Maha Hidup, Yang Tidak Pernah Mati.

وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱلۡحَيِّ ٱلَّذِي لَا يَمُوتُ

“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati.” (QS.Al-Furqan, Ayat 58)

Nampaknya ketika Allah swt menggandengkan sabar dan tawakal seakan memberikan isyarat bahwa dunia ini dipenuhi cobaan dan ujian dan agar kita mampu melewati semua ini dan meraih Kerelaan Allah swt di surga, maka jangan pernah lepas dari dua senjata ini, yaitu sabar dan tawakal.

Semoga bermanfaat.