Memahami Psikologi Calon Haji Tahun 2020

Menteri Agama, Fachrul Razi (2/6) mengumumkan pembatalan haji tahun 2020. Ratusan ribu jemaah yang sudah melakukan pelunasan, dipastikan batal berangkat tahun ini. Mereka akan diberangkatkan pada penyelenggaraan haji 1442H/2021M.

Lantas, bagaimana kita bisa memahami psikologi calon haji yang batal berangkat? Jangan kita menambah beban mereka dengan komentar yang kurang proporsional. Ingat, haji adalah rukun Islam kelima. Semua muslim menginginkannya. Bertahun-tahun nabung uang hanya untuk haji. Pak haji dan bu hajjah adalah titel sosial yang unik. Ada kebanggaan tersendiri. Rasanya tidak sempurna kalau mati belum haji. Dalam beberapa tradisi, status haji malah menjadi “tujuan” hidup. Akhirnya segala hal dilakukan untuknya. Termasuk menjual properti pokok.

Saat pembatalan, wajar kalau para calon haji sedih mendalam. Tentu bukan karena pengumuman Menag semata, tapi lebih menyesali keadaan pandemi yang belum membaik. Meski faktor utamanya bisa dibenarkan secara syar’i, namun ada saja yang belum terima.

Pembatalan haji pasti akan dicatat dalam sejarah modern. Ya, ibadah haji memang punya “maqam” khusus dalam Islam. Apalagi dalam budaya tertentu. Dengan segala tafsirnya, haji menjadi sub kultur. Bahkan haji sebagai wahana konsolidasi umat Islam dunia.

Ya, efek psikologis calon haji yang batal tahun ini sangat dirasakan. Untuk mengetahui secara lebih detail memang diperlukan survey. Namun, gambaran umumnya bisa diprediksi. Terutama bagi calon haji yang sudah berusia sepuh. Mereka pasti sangat sedih. Ada asumsi, usia tua mendapat prioritas. Semakin bertambah usia, kualitas kesehatan semakin menurun. Walaupun usia tidak berbanding lurus dengan ajal.

Tentu rasa sedih calon haji yang jumlahnya sekitar 200 ribuan orang itu berbeda-beda. Secara prinsip, rasa sedih bisa menimbulkan kekecewaan. Bahkan bisa mencapai frustasi. Ibadah haji memiliki syarat istitha’ah (kemampuan) yang sangat luas. Syarat satu terhubung dengan yang lain. Tali temali, termasuk keamanan jiwa. Sehingga,  syarat haji bukan syarat tunggal.

Hal yang perlu diketahui, setiap individu memiliki gambaran kesedihan yang berbeda. Semua tergantung dari faktor yang melingkupinya. Yang paling mempengaruhi adalah faktor “kemembalan” jiwa (resiliensi). Setiap calon haji punya daya tahan psikologis masing-masing dalam menghadapi masalah. Nah, gambaran kesedihan calon haji batal tahun ini bisa dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, denial (penyangkalan). Saat mendengar pengumuman batal haji, sadar atau tidak, ada penyangkalan dalam hati. Itu wajar. Denial merupakan tahapan rasa kecewa. Ada rasa “tidak terima” karena kehilangan kesempatan naik haji tahun ini. Penyangkalan biasanya diikuti kalimat misalnya: “seharusnya pemerintah bisa mengusahakan”. “Jika waktu persiapan kurang, kan sudah lama berpengalaman”, dan seterusnya. Pernyataan yang bisa disebut standar atas pembatalan haji di era teknologi ini.

Kedua, ungkapan kemarahan. Dari sikap menyangkal atas fakta, merembet ke ungkapan marah yang membuncah. Mungkin ada calon haji yang berpikir, hidup terasa tidak adil. Sudah lama menunggu antrian, pada tahun berangkat justru batal. Umumnya, marahnya dilampiaskan pada suatu obyek. Dalam konteks ini pemerintah. Di zaman Medsos seperti ini ada yang disalurkan melalui status atau postingan yang tidak layak. Mereka lupa bahwa haji adalah panggilan. Ada koneksi ketuhanan (QS: Ali Imran: 97). Saatnya nanti Allah akan panggil kembali.

Ketiga, rasa penyesalan. Saat situasi mengecewakan, sering muncul rasa menyesal. Apalagi jika kerinduan begitu membuncah. Kenapa begini dan kenapa begitu. Pada titik tertentu, penyesalan diri yang mendalam bisa melemahkan pikiran. Tanpa sadar, muncul penyesalan kenapa tidak daftar lebih awal sehingga bisa berangkat tahun lalu. Tentu tidak semua calon haji begitu. Ekspresi penyesalan berbeda-beda setiap orang. Menyesali karena kebijakan Arab Saudi dan pemerintah Indonesia. Menyesali atas kondisi. Menyesali atas kemungkinan usia belum tentu sampai tahun depan, dan sebagainya. 

Keempat, pada tahap tertentu muncul perasaan depresi. Apalagi jika tujuan hajinya ada muatan “hawa”. Misalnya kebelet ingin menjadi “pak haji” dan bu “hajjah” dalam budaya tertentu. Mungkin ada target-target duniawi lainnya. Tahapan depresi merupakan tahapan paling menyedihkan dalam diri seseorang. Semua terasa berat dan menekan jiwa. Orang yang mengalami depresi muncul ciri seperti sering mengurung diri, murung, atau menarik diri dari lingkungan sosial. Jika ada yang seperti ini, maka seharusnya belum cukup syarat pergi haji. Niatan hajinya tidak murni karena Allah, tapi karena tujuan jangka pendek.

Kelima, keiklasan dan menerima (acceptance). Gambaran psikologis calon haji ini memiliki insight cukup. Mereka menerima dan pasrah atas keputusan pemerintah. Semua sudah ada yang mengatur.  Ketetapan yang sudah ada dalam Lauhul Mahfudz. Ini merupakan tahapan emosi keikhlasan dan kepasrahan. Mereka mencoba menerima segala keputusan, keadaan dan juga kehidupan dengan hati yang lapang. Respon emosi dan spiritual yang paling jernih dan tinggi. Mereka menyadari bahwa haji adalah panggilan Tuhan. Maka tidak yang bisa memaksa kecuali iradah Tuhan. Niat Haji terhubung langsung dengan Sang Pencipta. Meski hampir seluruh amalannya secara fisik, tapi sasaran utamanya adalah pembentukan jiwa.

Intinya, semua kita perlu memahami pembatalan dengan bijak. Situasi global tidak memungkinkan dilaksanakan haji tahun ini. Pelaksanaan haji hampir tidak mungkin “physical distancing”. Tidak cukup pula hanya rajin cuci tangan dan pakai masker. Kenapa? Semua rangkian ibadahnya berkerumun, mulai thawaf, sai, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, stay di Mina, dan lontar Jumrah. Belum termasuk shalat Jumatnya. Mencium Hajar Aswad. Doa-doa di tempat mustajab, seperti Multazam, Hijr Ismail, Raudhah, dan lainnya. 

Pembatalan haji adalah keputusan yang sangat berat. Banyak pertimbangan yang dijadikan dasar. Tentu kritik atas keputusan pemerintah itu wajar. Sebagai negara demokrasi, sekaligus menjalankan mekanisme kontrol. Pemerintah memahami kesedihan jamaah Indonesia. Namun demi kepentingan kemanusiaan, keputusan pembatalan terpaksa dilakukan. Kita semua berharap, seluruh calon haji tahun 2020 akan tetap diberi kesempatan untuk berhaji tahun 2021 dalam kondisi lebih baik, lahir batin. Wallahu a’lam.

Thobib Al-Asyhar (Kabag KLN Kementerian Agama, Dosen Psikologi Islam Program Kajian Timteng dan Islam SKSG Universitas Indonesia)

KEMENAG RI

Wapres Pastikan Jamaah Haji 2020 Prioritas Berangkat 2021

Wakil Presiden Ma’ruf Amin memastikan jamaah haji yang ditunda jadwal keberangkatannya pada tahun ini karena pandemi Covid-19 akan memperoleh hak sama pada musim haji tahun depan. Ma’ruf mengatakan, jamaah haji yang tertunda akan otomatis prioritas berangkat haji tahun depan.

“Soal haji saya kira mereka tidak berangkat karena sesuatu hal, ketika dia ditunda haknya (tahun depan) tetap seperti yang kemarin. Itu sudah konsekuensi, dia pasti otomatis,” ujar Ma’ruf saat konferensi pers virtual dengan wartawan, Senin (8/6).

Ia menerangkan, penundaan keberangkatan jamaah haji Indonesia demi alasan keamanan dari virus Covid-19. Meskipun, Pemerintah Arab Saudi belum mengumumkan secara resmi mengenai kebijakan ibadah haji, Pemerintah RI harus mengeluarkan keputusan.

Sebab, persiapan pemberangkatan jamaah haji membutuhkan waktu yang cukup agar pelaksanaan berjalan lancar. Di tambah, adanya pandemi Covid-19 membuat persiapan tentu harus lebih siap, khususnya di bidang kesehatan dan keselamatan jamaah.

“Kan tidak mungkin (menunggu keputusan Arab) jaraknya kan pendek, memberangkatkan 210 ribu lebih jamaah dengan persiapan yang pendek itu tidak mungkin,” ujar Ma’ruf.

Apalagi, kata Ma’ruf, Pemerintah harus memastikan perjalanan jamaah dari daerahnya ke ke Arab Saudi  hingga kembali ke wilayah asal harus aman dari Covid-19.

“Disamping itu keamanan di jalan tidak terjamin tidak terjadi penularan, semua pesawat harus masuk karantina maka itu justru akan menyulitkan, sehingga di dalam perjalanan pun tidak aman, belum lagi tawaf. itu akan menyulitkan. karena itu yang paling maslahat tahun ini ditiadakan,” ujarnya.

IHRAM

Sejumlah Pertanyaan tentang Badal Haji

Badal haji adalah menghajikan orang lain dan hukumnya boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar’i) yang menghilangkan istitha’ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal dunia setelah dia berniat haji.

Orang laki-laki boleh mengerjakan untuk laki-laki dan perempuan, demikian pula sebaliknya. Di utamakan yang mengerjakan itu adalah keluarganya.

Apa syarat orang yang melakukan badal haji?

Syarat orang yang  melakukan badal haji  adalah dia  harus memenuhi  syarat  wajib haji  dan  sudah  haji untuk dirinya.

Apakah boleh laki-laki membadalkan perempuan atau sebaliknya? 

Boleh, laki-laki boleh membadalkan perempuan dan sebaliknya.

Apakah yang  menjadi  wakil  dalam  badal haji  harus keluarga?

Orang yang menjadi wakil badal haji diutamakan adalah keluarga yang  berangkat dari  tempat tinggal orang  yang  dibadali.  Namun  juga bisa dilakukan  oleh  orang  lain  dengan  cara  keluarganya melakukan perjanjian sesuai kesepakatan dengan orang tersebut.

Sumber: Tuntunan Manasik Haji dan Umrah 2020 Kemenag / Kemenag.go.id

Sekarang saatnya kita lebih memperhatikan ibu dan bapak kita

Idul Fitri 1441 H, pemerintah pusat mapun pemerintah daerah   melarang masyarakat  mudik guna mencegah penularan Covid-19. Bahkan ada orang  yang tetap ngotot mudik namun di tengah perjalanan bahkan sudah hampir sampai di kampung halaman, namun disuruh putar balik.

Akibatnya, orang tidak bisa berlebaran dan bersilaturahim di kampung halamannya. Lebih khusus lagi, tidak bisa bertemu orang tua, yaitu ayah dan ibu.  Padahal boleh jadi, oramg tuanya  sudah sangat lanjut usia, dan juga sudah sakit-sakitan.

Pengalaman tak bisa/tak boleh mudik pada Idul Fitri 1441 H mengajarkan kepada kita, agar lebih perhatian kepada orang tua terutama ibu. Jangan  menunda-nunda memberikan perhatian kepada ibu. Boleh jadi selama ini kita berhari-hari, berminggu-minggu,  berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun  tidak pernah menyapa ibu kita. Jangankan mengunjunginya, walaupun jarak rumah kita ke rumah beliau di kota yang sama, atau kota sebelah yang hanya berjarak perjalanan 1-2 jam,  bahkan menyapanya lewat  telepon atau WA pun tidak kita lakukan. Kita terlalu disibukkan oleh urusan keluarga, pekerjaan,  bisnis maupun hobi kita.

Padahal ibu kita menunggu telepon ataupun sekadar WA dari kita. Beliau rindu sapaan kita, meski hanya sekadar bertanya “Bagaimana kabarnya, Bu? Ibu sehat?”  Beliau selalu senang kalau kita meneleponnya atau mengiriminya  WA yang isinya kita minta didoakan terkait urusan pekerjaan, usaha/bisnis maupun keluarga kita. Walaupun kita sudah berumah tangga, punya karir yang bagus, bisnis yang sukses, pangkat dan jabatan yang tinggi, bagi ibu, kita tetaplah anak yang selalu disayangi, diperhatikan bahkan dimanjanya, terutama dengan doa-doanya.

Allah menegaskan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al Isra: 23).

Suatu hari Rasulullah SAW ditanya Abdullah bin Mas’ud,  “Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi (HR. Bukhari dan Muslim).

“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silakan sia-siakan orang tua kalian.” (HR. Tirmidzi)

Sekarang saatnya kita lebih memperhatikan ibu dan bapak kita.  Pertama, mendoakan  setiap hari, terutama seusai shalat fardhu yang lima waktu mapun shalat sunnah, seperti shalat Dhuha dan shalat Tahajud. Kalau beliau  masih hidup, doakan agar beliau selalu diberi kesehatan, umur yang panjang dalam taat kepada Allah, rezeki yang halal berkah dan melimpah, serta kemudahan dalam segala urusannya.

Kalau beliau sudah meninggal, doakan ampunan untuknya dan semoga Allah jadikan kuburnya taman dari taman surga.

Kedua, kalau ibu dan bapak  masih hidup, menyapanya setiap hari. Minimal menyapanya  melalui WA, dan juga sesering mungkin menelepon beliau. Mengingat moment-moment spesial beliau, misalnya hari ulang tahunnya.

Ketiga, memberikan perhatian kepadanya dalam bentuk materi, sesuai kemampuan. Memberikan atau mengirimkan uang bulanan kepadanya, maupun bantuan lain yang beliau perlukan. Misalnya membantu biaya untuk  memperbaiki rumahnya yang bocor/rusak dan mengganti peralatan masaknya yang rusak. Kalau kita bisa membeli pulsa setiap bulan, langganan TV berbayar, makan di restoran, dan bagi yang merokok membeli rokok setiap hari, mengapa untuk ibu dan bapak, kita merasa berat untuk  mengirimkan bantuan rutin tiap bulan?

Keempat, kalau rumah kita tidak jauh dari rumah  ibu, sering-seringlah mengunjunginya. Bawakalanlah sekadar oleh-oleh untuk ibu, misalnya makanan kesukaannya.

Kelima, perhatikan perlengkapan shalat ibu, seperti mukena dan  sajadah. Pada waktu-waktu tertentu, belikanlah mukena dan sajadah yang baru. Misalnya tiap menjelang Ramadhan. Begitu kain sarung dan sajadah untuk bapak.

Keenam, perhatikan pula Alquran punya ibu dan bapak. Kalau sudah lusuh, belikan Alquran yang baru.

Ketujuh, pada waktu-waktu tertentu, ajaklah ibu dan bapak  makan di restoran dengan niat untuk menyenangkannya.

Kedelapan, kalau ada rezeki, umrahkan, bahkan hajikan ibu dan bapak.

Kesembilan, kalau ibu dan bapak sudah uzur, atau bahkan sudah wafat, dan belum sempat umrah dan haji, maka umrahkan dan hajikan ibu dan bapak.

Hal ini sesuai dengan hadis  yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas  ra bahwa seorang wanita dari Bani Khas’am berkata, “Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib  untuk melaksanakan haji, sedangkan ia sudah renta  sehingga tidak mampu menaiki kendaraan. Apakah aku boleh menghajikan untuknya?” Rasulullah menjawab, “Laksanakanlah haji untuknya.”  (HR Bukhari dan Muslim)

Kesepuluh, kalau ibu sudah wafat, sering-seringlah bersedekah dan  beramal jariyah dengan niat pahalanya untuk ibu. Nabi mengemukakan, sedekah untuk orang yang sudah wafat itu sampai.

Menurut hadis yang diriwayatkan Buraidah RA ketika sedang bersama Rasulullah SAW, Buraidah berkata, “Saat itu aku sedang bersama dengan Rasulullah lalu datang seorang perempuan. Dia berkata, ‘Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat.’ Lantas, Rasulullah menjawab, ‘Kamu pasti mendapat pahala dan warisnya diberikan kepadamu.’

“Perempuan itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqada puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?’ Lalu, Rasul menjawab, ‘Berpuasalah atas namanya.’ Lalu, perempuan itu bertanya lagi, ‘Ibuku juga belum menunaikan ibadah haji, bolehkan aku berhaji atas namanya?’ Lalu, Rasul menjawab lagi, ‘Berhajilah atas namanya.'” (HR Bukhari-Muslim)

KHAZANAH REPUBLIKA

Tafsir Ayat Tentang “Pohon Kurma” (Bag. 2)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

INILAH POHON IMAN DALAM  SURAT IBRAHIM : 24-25

Dalam surat Ibrahim : 24-25 yang telah disebutkan di atas, Allah Ta’ala membuat perumpamaan berupa sebuah pohon yang diberkahi olehNya. 

Allah Ta’ala memperumpamakan “Kalimatan Thayyibah (kalimat baik)” yang maksudnya adalah kalimat iman atau keimanan sebagai sebuah pohon iman yang merupakan sebaik-baik pohon, akarnya kokoh menghujam kedalam bumi dan dahan rantingnya menjulang tinggi ke langit, buahnya tak terputus, selalu ada di setiap waktu.

Akar pohon iman

Akar pohon iman ini menghujam kedalam bumi, maksudnya adalah dasar keimanan yang kokoh dalam hati seorang mukmin berupa ilmu tentang iman dan keyakinan yang benar.

Dan akar pohon iman ini adalah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir, dan iman terhadap takdir. 

Sedangkan iman kepada Allah adalah dasar dari seluruh rukun iman yang lainnya, dengan demikian Tauhid adalah dasar keimanan, karena iman kepada Allah mencakup mengimani keberadaan Allah dan mengesakan Allah atau tauhidullah!

Dahan dan ranting pohon iman

Sedangkan dahan dan ranting pohon iman adalah seluruh amalan ketaatan kepada Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang diridhoi oleh Allah, baik ucapan dan perbuatan yang lahir maupun batin. 

Jadi dasar keimanan yang kokoh dalam hati menumbuhkan ucapan dan amal sholeh yang diridhoi oleh Allah.

Dahan ranting tersebut menjulang tinggi ke langit, maksudnya ucapan dan perbuatan yang diridhoi Allah tersebut terangkat ke atas, diterima oleh Allah pada setiap waktu, pagi dan sore.

Buah pohon iman

Adapun buah dari pohon iman ini adalah kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.

Jadi seorang mukmin yang memiliki dasar iman yang kokoh dalam hati dan ucapan serta amalnya sholeh, diridhoi oleh Allah itu membuahkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. 

Pohon iman itu membuahkan buah setiap musim, maksudnya buah keimanan yang berupa kebaikan dan kebahagiaan itu dirasakan terus menerus oleh seorang mukmin di setiap waktu selama iman dan tauhid seseorang masih ada dalam hatinya, sebagaimana buah di surga terus ada tak pernah habis dan selalu siap dipetik.

POHOM IMAN DALAM HADITS

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan pohon iman dengan bahasa yang lainnya, beliau bersabda :

الإيمان بضع وسبعون شعبة: أعلاها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من شعب الإيمان

“Iman itu tujuh puluh sekian cabang : paling tingginya adalah ucapan Laa ilaaha illallaah , dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu adalah salah satu cabang keimanan!” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Hadits ini menunjukkan bahwa pohon iman itu terdiri dari cabang-cabang berupa ucapan, contohnya adalah ucapan Laa ilaaha illallaah, dan berupa perbuatan, contohnya  menyingkirkan gangguan dari jalan, serta berupa amalan hati, contohnya malu.

Sehingga profil seorang mukmin adalah orang yang hatinya bersih, ucapannya baik dan perbuatannya sholeh, sosok seorang mukmin adalah sosok orang yang lahir dan batinnya diridhoi oleh Allah, bersih dari segala kotoran  dan perusak keimanan.

PROFIL SEORANG MUKMIN 

Dari penjelasan ayat tentang “Pohon Iman”, maka profil seorang mukmin yang baik adalah 

  • Sosok yang ilmu tentang iman dan keyakinannya benar dan kokoh dalam hatinya sehingga bersih dan baik hatinya.
  • Ucapan dan perbuatannya diridhoi Allah dan terangkat ke atas, diterima oleh Allah Ta’ala.
  • Ia mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat. 

Dengan demikian profil seorang mukmin yang sempurna keimanannya adalah sosok yang lahir dan batinnya diridhoi oleh Allah, bersih dari segala kotoran  dan perusak keimanan, dan bahagia di dunia mapun di akherat.

Wallahu a’lam bishshawab.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56883-tafsir-ayat-tentang-pohon-kurma-bag-2.html

Wasiat Rasulullah SAW Bahwa Kehidupan Dunia tak Abadi

Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah, mengabarkan bahwa Rasulullah pernah melewati sebuah pasar hingga kemudian banyak orang yang mengelilinginya.

”Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?” Mereka menjawab, ”Demi Allah, seandainya anak kambing ini hidup, maka ia cacat telinganya. Apalagi dalam keadaan mati.”

Mendengar pernyataan mereka, Nabi bersabda, ”Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian.” (HR Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan:

وعن ابن عمر رضي اللَّه عنهما قَالَ: أَخَذ رسولُ اللَّه ﷺ بِمَنْكِبِي فقال: كُنْ في الدُّنْيا كأَنَّكَ غريبٌ، أَوْ عَابِرُ سبيلٍ

Pada suatu waktu, Rasulullah memegang pundak Abdullah bin Umar Beliau berpesan, ”Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekadar melewati jalan (musafir).”

Abdullah menyimak dengan khidmat pesan itu dan memberikan nasihat kepada sahabatnya yang lain:

كَانَ ابنُ عمرَ رضي اللَّه عنهما يقول: “إِذَا أَمْسَيْتَ فَلا تَنْتَظِرِ الصَّباحَ، وإِذَا أَصْبَحْتَ فَلا تَنْتَظِرِ المَساءَ، وخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لمَرَضِكَ، ومِنْ حياتِك لِمَوتِكَ” رواه البخاري

”Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya, bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datangnya kematianmu.” (HR Bukhori).

Allah SWT berpesan pada pelbagai ayat tentang hakikat, kedudukan, dan sifat dunia yang memiliki nilai rendah, hina, dan bersifat fana. Dalam surat Faathir ayat 5, Allah menekankan bahwa janji-Nya adalah benar. Dan, setiap manusia janganlah sekali-kali teperdaya dengan kehidupan dunia dan tertipu oleh pekerjaan setan.

Di ayat lain dalam surat Al-Hadid ayat 20, Allah berfirman: 

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا وَفِى ٱلْاَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ الـلَّـهِ وَرِضْوَٰنٌ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

”Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

وَٱضْرِبْ لَهُم مَّثَلَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ ٱلرِّيَٰحُ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ مُّقْتَدِرً

”Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Kahfi: 45).

KHAZANAH REPUBLIKA

Bosan, Capek, Kehilangan Gairah Hidup?

SALAH satu cara syetan membuat gelisah hamba-hamba Allah adalah dengan menanamkan keputusasaan dalam hatinya. Diyakinkannya bahwa usahanya akan sia-sia, harapannya tak akan menemukan hasil dan bahkan bahwa Allah tak suka padanya atau bebagai alasan lainnya. Sukseskah usaha syetan? Faktanya, lumayan banyak juga orang yang putus asa, bukan? Semoga pembaca tulisan ini tidak termasuk.

Allah mengetahui segala sesuatu yang diciptakan dan ditetapkanNya dengan pengetahuan yang sempurna. Allah mengetahui dengan pengetahuan tanpa cela atas sesuatu yang terbaik untuk kita. Allah, Tuhan kita, adalah Dzat Yang paling sayang kepada hambaNya (Arham al-Rahimin). Yakinkah kita akan statemen ini? Jika tidak, jangan lanjutkan membaca paragraf berikutnya.

Nah, selamat. Ternyata Anda masih terus membaca. Ini bermakna bahwa kita semua insyaAllah termasuk orang-orang yang beriman. Mari sempatkan kita membaca dan merenungkan firman Allah QS Al-Baqarah ayat 216. “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 216).

Pengetahuan Allah sangat sempurna sementara pengetahuan kita sangat terbatas. Karena itu, ikuti saja kehendak Allah dengan penuh ridla, berhentilah menuhankan kehendak kita sendiri, agar tak terjebak dalam kecewa yang sangat mendalam. Meski demikian, jangan pernah berhenti berusaha dan berdoa karena Allah senang sekali dengan hambaNya yang optimis dalam hidup. Allah sungguh akan memberikan sesuatu yang istimewa kepada hambaNya yang memiliki keimanan kuat dan kokoh.

Perhatikan kisah Ibunda Hajar, istri Nabiyullah Ibrahim, dan putera bayinya yang bernama Ismail. Saya yakin para pembaca sangat hapal kisah ini. Ringkas kisah dari satu episode kehidupannya adalah sebagai berikut: “Siti Hajar naik turun bukit Shafa dan Marwa berusaha penuh harap dan doa demi mendapatkan air. Lalu Allah berikan kepadanya AIR ZAMZAM yang penuh berkah dan tak habis-habis hingga kini.”

Sahabat dan saudaraku, jangan bosan berusaha dan berdoa. Jangan larut dalam resah, gelisah, bosan dan kecewa dengan takdir yang dirasa tak nyaman kini. Optimislah. “AIR ZAMZAM KEHIDUPAN” kan datang jua pada akhirnya. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

INILAH MOZAIK

Ketika Berdoa Yakinlah Allah Akan Mengabulkan

DOA adalah sebab terkuat dalam menolak perkara-perkara yang tidak disukai (seperti musibah dan bencana), dan doa juga merupakan sebab terkuat dalam usaha meraih cita-cita. Namun pengaruh yang dihasilkan dari kekuatan doa setiap hamba, berbeda-beda.

Berikut ini adalah beberapa perkara yang sepatutnya diilmui oleh setiap mukmin dalam berdoa kepada Allah, agar doa yang dipanjatkannya memberikan pengaruh yang luar biasa ampuhnya baik di kehidupan dunia maupun di akhirat.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam bersabda:

“Berdoalah kepada Allah, disertai keyakinan kalian akan ijabah (terkabulnya doa), dan ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah tidak menerima doa dari hati yang lupa lagi lalai” (Hadits Hasan, lihat ash-Shahihah: 596)

Doa yang dipanjatkan seorang hamba tidak akan memberikan pengaruh apa-apa baginya, selama hatinya hampa dari mengingat Allah. Lalai dari Allah (sebagai Dzat yang menjadi tujuan doanya), justru akan membatalkan dan melemahkan kekuatan doanya. [al-Hujjah]

INILAH MOZAIK

Tafsir Ayat Tentang “Pohon Kurma”? (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

AYAT TENTANG “POHON IMAN”

Sobat, tahukah anda bahwa Allah Ta’ala telah membuat perumpamaan tentang pohon iman di dalam Alquran?

Simaklah firman Allah Ta’ala berikut ini :

{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ}

(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan dahannya (menjulang) ke langit,

{تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ}

(25) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS.Ibrahim : 24-25).  

TAFSIR SURAT AYAT TENTANG “POHON IMAN”

Berikut ini tafsiran pakar tafsir dari kalangan Salaf Sholeh rahimahumullah :

Tafsir {كَلِمَةً طَيِّبَةً} =  “kalimat yang baik”

Pakar tafsir dari kalangan sahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan dengan :

 شهادة أن لا إله إلا الله 

“Syahadat La ilaha illallah”

Ar-Rabi’ bin Anas radhiyallahu anhu menafsirkan dengan :

هذا مَثَلُ الإيمان

Ini adalah perumpamaan iman

Tafsir {كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ} =  “seperti pohon yang baik”

Dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim (lafazh Muslim), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 أَخْبِرُونِى عَنْ شَجَرَةٍ مَثَلُهَا مَثَلُ الْمُؤْمِنِ  

“Kabarkanlah kepadaku tentang sebuah pohon yang perumpamaannya seperti seorang mukmin ?”

Di akhir hadits , beliau menyebutkan pohon tersebut dengan sabdanya :

هي النخلة

“Pohon itu adalah pohon kurma”

Pakar tafsir dari kalangan tabi’in, Mujahid rahimahullah menafsirkan dengan :

 كنخلة 

“seperti pohon kurma”

Sahabat yang mulia, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menafsirkan dengan :

هي النخلة

“Pohon tersebut adalah pohon kurma”

Tafsiran Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :

“Pohon tersebut adalah pohon di surga”

هي شجرة في الجنة

Tafsiran pakar tafsir dari kalangan tabi’in, Qotadah rahimahullah :

كنا نُحَدَّث أنها النخلة

“Dahulu kami membicarakan tentangnya, bahwa pohon tersebut adalah pohon kurma”

Tafsiran pakar tafsir dari kalangan tabi’in, Ikrimah rahimahullah :

هي النخلة

“Pohon tersebut adalah pohon kurma”

Tafsir {تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا } = “pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan dengan :

غُدْوةً وعشيّةً

“pagi dan sore”

 يذكر الله كلّ ساعة من الليل والنهار

“Mengingat Allah setiap saat, malam dan siang”

Adh-dhahhak rahimahullah berkata :

المؤمن يطيع الله بالليل والنهار وفي كل حينٍ

“Seorang mukmin taat kepada Allah pada malam dan siang hari serta setiap saat”

تخرج ثمرتها كُلَّ حين. وهذا مثلُ المؤمن يعمل كل حين ، كل ساعة مِن النهار ، وكل ساعة من الليل ، وبالشتاء والصيف ، بطاعة الله

“Keluar buahnya setiap saat. Ini perumpamaan seorang mukmin yang beramal sholeh setiap saat, tiap waktu siang dan malam, baik di saat musim dingin maupun musim panas dengan taat kepada Allah”

Ar-Rabi’ bin Anas radhiyallahu anhu menafsirkan dengan :

 يصعَدُ عمله أولَ النهار وآخره

“Naik amalnya di awah hari dan diakhir hari”

Tafisr firman Allah Ta’ala :

{أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ}

(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan dahannya (menjulang) ke langit.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan firman-Nya :

{ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً }

“Syahadat La ilaha illallah”

{ كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ }

“yaitu seorang yang beriman”

{ أَصْلُهَا ثَابِتٌ }

“La ilaha illallah dalam hati seorang mukmin”

{ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ }

“amal seorang mukmin diangkat ke langit dengan sebabnya (La ilaha illallah)” 

Dalam ucapan beliau yang lainnya :

“Yang dimaksud dengan pohon yang baik adalah seorang mukmin, dan maksud dari akarnya teguh di bumi dan cabangnya (menjulang) ke langit adalah seorang mukmin beramal sholeh dan berbicara di bumi , lalu amal dan ucapannya sampai di langit sedangkan ia tetap di bumi”

Ar-Rabi’ bin Anas radhiyallahu anhu menafsirkan firman Allah :

{ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً }

beliau berkata : “Ini adalah perumpamaan iman. Iman diperumpamakan sebagai pohon yang baik, akarnya kokoh yang tidak hilang, yaitu : ikhlash lillah, dan dahannya ke langit, yaitu cabang keimanan berupa takut kepada Allah yang didasari ilmu

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Artikel: Muslim.or.id

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56879-tafsir-ayat-tentang-pohon-kurma-bag-1.html

Bolehkah Berdagang Sambil Berhaji?

Berhaji bagi yang mampu melaksanakannya adalah kewajiban yang ditentukan agama. Namun bolehkah kita berhaji sambil berniaga atau berdagang?

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau menceritakan tentang Ukazh, Majinnah, Dzul Majaz dahulu merupakan pasar-pasar di masa jahiliah. Dan saat Islam datang, para pedagangnya merasa berdosa jika melakukan perniagaan dalam musim-musim haji.

Untuk itu, mereka pun bertanya kepada Rasulullah SAW. Rasul tidak langsung menjawab, maka turunlah firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 198:

“Laysa alaikum junahun an tabtaghu fadhlan min Rabbikum. Fa idza afadhtum min arafatin fadzkurullaha indal-masy’aril harami, Wadzkuruhu kama hadakum wa in kuntum min qablihi lamina-dholin,”.

Yang artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikir kepada Allah di Masya’aril Haram. Dan berdzikirlah dengan menyebut Allah sebagaimana yang ditujukanNya kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat,”.

Dalam kitab Asbabun Nuzul karya Imam As-Suyuthi dijelaskan, seseorang berkata pada Ibnu Umar tentang boleh tidaknya menyewakan tanah pada waktu yang sama dalam berhaji. Mendengar hal itu, Ibnu Umar pun menjelaskan.

Dia berkata: “Telah datang seseorang kepada Nabi SAW dan bertanya hal yang sedang engkau tanyakan kepadaku sekarang. Tetapi Rasulullah SAW tidak langsung menjawab. Hingga turun Jibril menyampaikan kepadanya perihal ayat (Al-Baqarah ayat 198).
Bahwa sejatinya, tidak ada dosa untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan dari Tuhanmu). Kemudian, kata Ibnu Umar, Rasulullah SAW memanggil orang yang bertanya padanya itu dan bersabda: “Kalian dapat menunaikan haji,”.

IHRAM