Hukum Menikah dalam Keadaan Haid

Di antara sebagian perkara yang kadang ditanyakan oleh sebagian orang adalah mengenai hukum menikah dalam keadaan haid. Pasalnya, tidak sedikit perempuan yang menikah dengan suaminya dalam keadaan dia sedang haid. Sebenarnya, bagaimana hukum menikah atau mengadakan akad bagi perempuan dalam keadaan haid ini, apakah boleh?

Menikah atau mengadakan akad nikah bagi perempuan pada saat haid hukumnya adalah boleh. Tidak masalah bagi perempuan mengadakan akad nikah dengan suaminya pada saat haid, karena mengadakan akad nikah tidak termasuk perkara yang dilarang bagi perempuan haid.

Menurut para ulama, terdapat tujuh hal yang dilarang bagi perempuan haid, dan menikah tidak termasuk di dalamnya. Yaitu, shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Quran meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di masjid, puasa dan berjima’ dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.

Ini sebagaimana disebutkan dalam Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

يحرم على كل من الحائض والنفساء الأمور التالية: الصلاة، حمل المصحف ومسه، قراءة القرآن ولو غيباً، الطواف، المكث في المسجد، الصوم، ووطء زوجها لها، ومباشرته لها فيما بين السرة والركبة ( لمس ما بين السرة والركبة) بدون حائل

Haram bagi perempuan haid dan nifas hal-hal berikut; shalat, membawa mushaf dan menyentuhnya, membaca Al-Quran meskipun dengan hafalan, thawaf, berdiam di masjid, puasa dan berjima’ dengan suaminya, juga bersenang-senang di antara pusar dan lutut tanpa ada penghalang.

Meski mengadakan akad nikah boleh dan tidak dilarang bagi perempuan haid, namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai melakukan hubungan badan dan bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya. Jika melakukan hubungan badan atau bersenang-senang antara pusar dan lutut dengan suaminya, meskipun masih berstatus sebagai penganten baru, maka hukumnya haram.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Malik dari Zaid bin Aslam, dia berkata;

أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا يَحِلُّ لِي مِنَ امْرَأَتِي وَهِيَ حَائِضٌ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ: لِتَشُدَّ عَلَيْهَا إِزَارَهَا ثُمَّ شَأْنَكَ بِأَعْلَاهَا

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw seraya berkata; Apakah yang dihalalkan bagiku dari istriku yang sedang haid? Beliau bersabda; Hendaklah kamu kencangkan sarungnya, kemudian dibolehkan bagimu bagian atasnya.

BINCANG SYARIAH

Istri Hendak Puasa Arafah, Apa Harus Izin Suaminya Dulu?

Di antara puasa sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan di bulan Dzulhijjah adalah puasa Arafah. Puasa ini dianjurkan kepada seluruh kaum muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Namun bagaimana jika seorang perempuan yang sudah berstatus sebagai istri hendak melaksanakan puasa Arafah, apakah dia harus minta izin suaminya terlebih dahulu?

Menurut ulama Syafiiyah, ketika seorang istri hendak melakukan puasa Arafah, maka dia boleh melakukannya tanpa harus minta izin suaminya terlebih dahulu. Tidak masalah baginya melakukan puasa Arafah meskipun tanpa minta izin pada suaminya terlebih dahulu, puasanya tetap dinilai sah dan tidak haram.

Hal ini karena puasa Arafah tidak termasuk puasa sunnah yang harus minta izin suami terlebih dulu saat istri hendak melakukannya. Menurut ulama Syafiiyah, puasa Arafah hanya terjadi sekali dalam setahun sehingga jika seorang istri hendak melakukannya, maka dia tidak perlu minta izin pada suaminya.

Ini berbeda jika puasa sunnah tersebut terjadi berulang-ulang dalam setahun, seperti puasa Senin dan Kamis. Dalam puasa sunnah yang terjadi berulang-ulang ini, maka seorang istri harus minta izin suaminya terlebih dahulu ketika hendak melakukannya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Hasyiatul Jamal berikut;

أما ما لا يتكرر كعرفة وعاشوراء فلها صومها إلا إن منعها

Adapun puasa sunnah yang tidak terjadi berulang-ulang, seperti puasa Arafah dan Asyura, maka istri boleh mempuasainya kecuali jika suaminya melarangnya.

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah juga disebutkan sebagai berikut;

 ولو صامت المرأة بغير إذن زوجها صح مع الحرمة عند جمهور الفقهاء ، والكراهة التحريمية عند الحنفية ، إلا أن الشافعية خصوا الحرمة بما يتكرر صومه ، أما ما لا يتكرر صومه كعرفة وعاشوراء وستة من شوال فلها صومها بغير إذنه ، إلا إن منعها

Jika seorang istri menjalankan puasa tanpa izin suaminya, maka puasanya tetap sah, namun ia telah melakukan keharaman. Demikian pendapat kebanyakan ulama fiqih. Ulama Hanafiyah menganggapnya makruh tahrim. Hanya saja ulama Syafiiyah mengkhususkan keharaman jika puasa tersebut terjadi berulang kali. Adapun jika puasa tersebut tidak terjadi berulang-ulang, seperti puasa Arafah, puasa Asyura, puasa enam hari di bulan Syawal, maka dia boleh melakukannya tanpa izin suaminya, kecuali jika memang suaminya melarangnya.

BINCANG SYARIAH

Mufti Zimbabwe Sebut Penceramah Agama Tak Seharusnya Menyebut Covid-19 Hoaks

Pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum usai. Justru hari-hari terakhir ini kian bertambah orang positif—terjangkit Covid-19. Pada sisi lain, korban yang meninggal akibat Covid-19, sepanjang bulan Juni-Juli terus bertambah. Total angka kematian mencapai 69.210 jiwa. Belum lagi kondisi rumah sakit yang full pasien. Dan juga kelangkaan oksigen untuk  mereka korban sesak pernapasan.

Meski sudah ribuan nyawa yang melayang. Jutaan orang yang positif. Dan jutaan pula yang dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri, tapi masih ada saja orang yang tak percaya Covid-19 ini. Tak sedikit jumlahnya orang yang denial atas Covid-19. Mereka menyangkal keberadaan SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19.

Mereka yang denial itu datang dari latar belakang berbeda-beda. Ada dari kalangan dokter. Ada karwayan. Kelompok penceramah agama, juga banyak yang menyangkal Covid-19. Terlebih masyarakat umum, tak sedikit yang menafikan keberadaan Covid-19 ini.

Untuk mereka yang tak denial terhadap Covid-19— terutama penceramah agama dan orang-orang yang membawa motif agama—, saya harapkan Anda untuk sudi mendengarkan dan membaca nasihat dari ulama besar, Mufti Ismael Menk. Seorang mufti agung dari Zimbabwe.

Ismail Menk termasuk orang yang pada awalnya denial  terhadap Covid-19.  Mufti Agung yang berasal dari Zimbabwe ini mengira bahwa  Covid-19 adalah hoaks yang besar. Pun ia sempat berpikir bahwa Covid-19 adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan.

Namun, mufti agung ini mulai berpikir secara mendalam. Apa penyebabnya? Syekh Ismael Menk sadar posisinya sebagai seorang tokoh agama. Yang memiliki jutaan pengikut. Umat yang senantiasa menunggu pelbagai fatwanya. Ia merasa iba hati bila umat salah tafsir terhadap Covid-19 ini.

Kemudian di tahun 2020 itu—awal-awal  kemunculan Covid-19—, ulama besar ini mulai melaksanakan observasi terkait virus Corona itu. Di tahun itu juga  ia juga melakukan sedikit riset. Agar memperoleh fakta valid terkait pandemi ini.

Langkah itu ternyata memberikan hasil. Setelah melakukan observasi, penelitian, dan berbicara dengan epidemolog, Ia meyakini  bahwa Covid-19 itu nyata dan berbahaya. Dalam sekejap mengubah pemikirannya. Yang awalnya ragu dan menganggap bohong, kini ia telah mantap membenarkan keberadaa Covid-19.

Lebih lanjut, Syekh Ismael Menk juga menyesalkan tindakan kaum agamawan, terutama yang menyebarkan Covid-19 sebagai hoaks. Padahal mereka belum melaksanakan observasi dan riset mendalam.”Sebagai pemimpin (pemimpin umat) Anda seharusnya jangan mengeluarkan kata kata itu, “ katanya menyesalkan perbuatan itu.

Teruntuk para  kaum agamawan dan siapapun yang menganggap Covid-19 konspirasi, Ismael Menk memberikan pesan. Mungkin saja ada teori konspirasi di balik Covid-19. Mungkin saja ada motif yang bertujuan ekonomi dan politik, tetapi itu bukan bidang Anda. Yang harus diperhatikan oleh seorang ulama dan penceramah agama adalah fakta di lapangan.

Ada umat di sana. Jutaan pasien terjangkit Covid-19. Ribuan nyawa melayang. Orang tua kehilangan anaknya. Ibu berpisah dari buah ahtinya. Anak kehilangan bapak dan ibunya. Virus semakin menggila. Itulah fakta ril di lapangan.

Anologi sederhana. Ketika terjadi kebakaran besar di semak-belukar di Australia. Pihak Australia bisa saja menyalahkan siapa saja, dan menganggap ada konspirasi besar.Pun misalnya, di Indonesia ada kebakaran besar, siapa saja silahkan menyebutkan ada konspirasi besar di balik itu semua.

Tetapi penting dicatat, kebakaran itu kemudian jadi bencana bagi kemanusiaan. Bukan hanya bencana bagi Australia dan Indonesia. Tapi  bencana kemanusiaan bagi dunia. Yang terpenting bagi kita adalah untuk menyelamatkan nyawa. Menjaga lisan agar tak memberikan nasihat yang keliru.

Dan untuk Penceramah agama yang menakutkan orang lain menggunakan dalil agama. Menyebutkan Covid-19 konspirasi, lantas mengutip ayat dan hadis yang keliru. Itu sungguh perbuatan tak terpuji. Bagaimana mungkin seorang paham agama melakukan perbuatan itu?

Pada masyarakat umum, Covid-19 ini adalah urusan ahli medis dan kesehatan. Mereka orang yang berwenang bicara dan memiliki otoritas. Maka dengarkanlah dan ikuti perintah mereka. Merekalah pemimpin kita di tengah pandemi Covid-19.

Pada umat Islam, Mufti  Ismael Menk berpesan. Jaga jarak ketika berbicara. Agar manusia lain tidak tertular virus. Sembari itu, jangan lupa memakai masker. Pasalnya, masker menurut pakar kesehatan, itu akan bermanfaat  bagi Anda.

Saban orang pasti ingin sakit. Meskipun seseorang menjadi direktur di 12 rumah sakit, lengkap dengan ICU nya. Tetapi si direktur itu pasti tidak ingin masuk rumah sakit, bukan? Nah Anda pun yang sehat, jangan sekali-kali menimbulakn penyakit pada orang lain.

Terutama pada mereka yang rentan, karena ada komorbid. Pun orang yang lanjut usia.  Jangan sekali-kali membuat mudharat bagi makhluk Allah lain. Pasalnya, itu perbuatan terkutuk. Nasihat dan petuah bijak ini diutarakan oleh Mufti Zimbabwe, Ismail ibn Musa Menk, yang dinukil dari video Youtube Cordova Media. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Ketika Malaikat Ingin Tahu Hikmah Penciptaan Nabi Adam

Allah SWT mengabarkan kepada para malaikat dengan berbicara langsung kepada mereka untuk menarik perhatian mereka, bahwa Allah akan menciptakan Adam dan keturunannya. Penyampaian kabar itu dengan cara seperti penyampaian akan adanya perkara besar sebelum kejadiannya.

Kabar tersebut membuat para malaikat ingin tahu hikmah penciptaan Adam sehingga mereka bertanya kepada Allah SWT.

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam bukunya Al-Bidayah Wan-Nihayah yang diringkas Ahmad Al Khani menerangkan, para malaikat bertanya tentang hikmah penciptaan Adam, tujuannya ingin mengetahui lebih banyak tentang hikmah penciptaan Adam.

Dalam hal ini para malaikat bertanya kepada Allah bukan sebagai tanda sikap anti, merendahkan atau rasa dengki kepada bani Adam.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)

Dalam buku Al-Bidayah Wan-Nihayah dijelaskan, hikmah yang paling jelas dari penciptaan bani Adam adalah sesuatu yang tidak diketahui malaikat. Maksud dari hikmah yang tidak diketahui itu adalah, di antara bani Adam akan ada para Nabi, para Rasul, orang-orang jujur, dan para syuhada.

Kemudian Allah menjelaskan kepada para malaikat tentang kehormatan Adam di atas kehormatan mereka. Karena ilmu yang dimiliki Adam.

Dan Dia (Allah) ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar.” (QS Al-Baqarah: 31)

Mengenai hal ini, Ibnu Abbas mengatakan, nama-nama tersebut adalah nama-nama yang biasa diketahui oleh manusia. Adam memiliki empat macam kehormatan. Pertama, dia diciptakan langsung dengan tangan Allah yang mulia. Kedua, ditiupkan kepadanya ruh-Nya. Ketiga, perintah Allah kepada para malaikat untuk sujud kepadanya. Keempat, Adam diajari berbagai nama benda.

IHRAM

Masjidil Haram Siapkan 100 Layar Panduan bagi Jamaah Haji

Kepresidenan Umum untuk Dua Masjid Suci telah memasang 100 layar elektronik di Masjidil Haram. Layar tersebut dimanfaatkan untuk panduan dan meningkatkan kesadaran pelaksanaan haji. 

Dilansir di Saudi Gazette, Jumat (16/7), layar itu digunakan untuk memastikan implementasi komprehensif dari rencana bimbingan bagi jamaah selama musim haji ini. 

Direktur Departemen Umum Kerumunan di Masjidil Haram, Osama Bin Mansour Al Hujaili, mengatakan nantinya informasi ditampilkan dalam tiga bahasa yang berbeda, termasuk bahasa Arab, Inggris, dan Urdu. 

Dia juga mengatakan layar itu akan menyiarkan pesan kesadaran kesehatan berkaitan dengan Covid-19 dan langkah-langkah pencegahan untuk memastikan keselamatan peziarah. 

Dalam rangka menyambut jamaah haji tahun ini, Kepresidenan Umum Urusan Dua Masjid Suci juga telah mengatur ulang jalur khusus untuk melakukan tawaf. 

Mereka menempatkan stiker lantai baru, sebagai tanda jarak pada mataf (area melingkar di sekitar Kabah). 

Upaya Kepresidenan mengatur ulang jalur ini merupakan bagian dari persiapan Arab Saudi dalam menyambut ibadah haji mendatang.  

Penataan kembali ini dilakukan dengan cara memastikan jarak fisik yang diperlukan antara setiap peziarah. Hal ini sesuai dengan langkah-langkah pencegahan dan protokol kesehatan untuk membendung penyebaran Covid-19. 

Total ada 25 lintasan khusus melingkar di mataf. Selain itu, tersedia pula empat lintasan di lantai dasar dan lima lintasan di lantai satu gedung mataf. Upaya ini juga dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah jamaah haji yang diharapkan.

Sumber: saudigazette 

IHRAM

Munafik dalam Tubuh Umat Islam, Ibarat Setan yang Tampak

Rasulullah SAW menyebut munafik Nabtal bin Al Harits ibarat setan tampak

Keberadaan orang munafik dalam tubuh umat Islam diidentikkan dengan setan yang terlihat atau tampak. 

Hal ini disampaikan Syekh Ibnu Hasan Bisry At Turjani dalam bukunya yang telah dialihbahasakan dengan judul “Hamba-hamba yang Selamat Dari Tipu Daya Musuhnya”. 

Setan terlihat ini dinisbatkan kepada Nabtal bin Al Harits seorang munafik yang telah menyakiti hati Rasulullah SAW.

Dia adalah orang munafik dari Bani Laudzan,” kata Syekh Ibnu Hasan Bisry At-Turjani dalam bukunya Hamba-hamba yang Selamat Dari Tipu Daya Musuhnya”. Dia Nabtal inilah yang oleh Rasulullah dikatakan: 

“مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إلَى الشَّيْطَانِ، فَلْيَنْظُرْ إلَى نَبْتَلَ بْنِ الْحَارِثِ“ “Barangsiapa ingin melihat setan, lihatlah Nabtal bin Harits.”

Nabtal memang pernah berdialog dengan Rasulullah SAW, dan setelah dia kembali kepada orang-orang munafik dan Yahudi, lantas berkata Nabtal, “Muhammad itu adalah seorang yang udzun, barangsiapa yang mengajaknya berbicara maka ia akan membenarkanya.” 

Atas apa yang disampaikan Nabtal itulah akhirnya Allah SWT membantahnya melalui firman surat At Taubah ayat 61:

وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ ۚ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ ۚ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ 

“Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.”

Begitulah kemunafikan Nabtal terhadap Nabi SAW, dia mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang udzun yang mendengarkan dan membenarkan apa saja yang dia katakan, baik benar maupun salah. Akan tapi Allah menyuruh Nabi menjawab dengan mengatakan kepada manusia. Mendengar tapi mendengarkan yang baik dan mempercayai karena Allah, mempercayai orang-orang beriman akan kebaikannya. 

Bukankah Muhammad itu diutus sebagai rahmat dan petunjuk bagi orang-orang mukmin. Dan tentu celakalah orang-orang mengatakan bahwa Rasulullah SAW itu udzun  dan pastilah mereka akan mendapat azab yang pedih. “Itu semua sebagai balasan atas perbuatan dan ucapan mereka,” kata Syekh Ibnu Hasan.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Pesan Nabi Muhammad Ke Ali tentang Wudhu

Ali diberi pesan oleh Nabi Muhammad soal wudhu.

Nabi Muhammad pernah berwasiat kepada Ali bin Abi Thalib tentang beberapa hal. Salah satunya mengenai perkara wudhu. Wasiat Rasulullah ini dapat ditemukan dalam  kitab Wasiyatul Mustofa sebuah kitab turats berisi wasiat-wasiat Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib yang dihimpun Syekh Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali bin Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Musa Asy Syarani Al Anshari Asy Syafi’i Asy Syadzili Al Mishri atau dikenal sebagai Imam Asy Syarani. Berikut wasiat Rasulullah tentang wudhu.


Menyempurnakan Wudhu

يا علي، استقص إسباغ الوضوء فإنه شطر الإيمان. فإذا توضأت فلا تسرف فى الماء. فإذا فرغت من طهرك فاقرأ: انا انزلناه فى ليلة القدر من بعد غسل القدمين عشر مرات يفرج الله همك.

Wahai Ali, sempurnakanlah wudhu dengan sebaik-baiknya, karena sesungguhnya wudhu itu sebagian dari iman. Maka jika kamu berwudhu, maka jangan berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Maka jika engkau selesai dari berwudhu, bacalah: inna anzalnahu fi lailatil qadr (surat Al qadar) sepuluh kali setelah membasuh dua telapak kaki. Maka Allah akan mengeluarkanmu dari kesulitanmu.

Berdoa Setelah Wudhu

يا علي، إذا فرغت من الطهارة فخذ ماء وامسح بيديك رقبتك وقل : سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لاإله إلا أنت وحدك لا شريك لك أستغفرك و أتوب إليك. ثم انظر إلى الأرض وقل: أشهد أن محمدا عبدك ورسولك، فان من قال هذا غفر الله له كل صغيرة وكبيرة.

Wahai Ali, ketika engkau selesai berwudhu maka ambillah air dan usapkanlah ke leher dengan kedua tangannu, dan bacalah: 

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لاإله إلا أنت وحدك لا شريك لك أستغفرك و أتوب إليك.

Subhaanaka Allahumma wa bihamdika asyhadu an la ilaha illa anta wahdaka la syarikalaka astaghfiruka wa atuubu ilaika.

(Maha suci Engkau Ya Allah dan segala puji untukMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiMu, Aku mohon ampun kepadaMu dan aku bertaubat kepadaMu). 

kemudian lihatlah ke tanah dan bacalah: 

أشهد أن محمدا عبدك ورسولك

Asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasukuka 

(Aku bersaksi nabi Muhammad adalah hambaMu dan utusanMu)

Sesungguhnya orang yang mengucapkan doa di atas, maka allah akan mengampuni dosanya yang kecil dan yang besar.

Permohonan Malaikat untuk Orang yang Berwudhu

يا على، إن الملائكة يستغفرون للإنسان مادام على طهارة ولم يحدث

Wahai Ali, sesungguhnya para malaikat memohonkan ampunan untuk orang-orang selama orang tersebut memiliki wudhu dan tidak punya hadats. 

Keutamaan Mandi Jumat

ياعلى، من اغتسل يوم الجمعة غفر الله له ما بين الجمعة إلى الجمعة. وجعل ذلك ثوابا فى قبره وثقلا على ميزانه. 

Wahai Ali, barang siapa yang mandi pada hari jumat (untuk melaksanakan sholat Jumat) maka Allah mengampuni dosa orang tersebut dari Jumat ke Jumat berikutnya. Dan menjadikan pahala dalam alam kuburnya serta memberatkan timbangan amal baiknya di mizan.

Keutamaan Bersiwak

ياعلى، عليك بالسواك ففيه أربعة وعشرون فضيلة فى الدين والبدن

Wahai Ali, kamu harus bersiwak karena di dalam bersiwak terdapat keutamaan untuk agama dan badan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ada Apa dengan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah?

Sebentar lagi musim haji akan tiba. Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya – pen). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah,  Al Muharram, (dan yang terakhir –pen) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari)

Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

والفجر وليال عشر

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

Yang pertama: 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Yang kedua: 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Yang ketiga: 10 hari pertama bulan Al Muharram.

Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:

  1. Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah –pen), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

  1. Konteks ayat dalam surat Al Fajr. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “al fajr” dalam ayat tersebut adalah fajar pada hari raya Idul Adh-ha. Oleh karena itu yang dimaksudkan dengan “10 malam” yang termaktub dalam ayat kedua surat tersebut adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Ini lebih sesuai dengan konteks antar ayat. Wallaahu a’lam.

Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

Berikut ini di antara keutamaan bulan Dzulhijjah:

1. Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah

Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.”  (Qs. Al Maidah: 3)

Para ulama sepakat bahwa ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’ di hari Arafah.

Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Al Khaththaab radhiyallaahi ‘anhu, bahwasanya seorang ulama Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amiirul Mu’miniin, tahukah engkau satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian baca, yang jika seandainya ayat itu turun kepada kami maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.”

Umar berkata, “Ayat apakah itu?”

Yahudi itu membacakan ayat tersebut, “Al yauma akmaltu lakum….”

Umar pun berkata, “Sungguh kami telah mengetahui di mana dan kapan ayat itu turun. Ayat itu turun pada saat Nabi sedang berada di padang Arafah di hari Jum’at.” (HR. Al Bukhari)

2. Puasa Arafah adalah di antara kekhususan umat Islam

Di dalam bulan Dzulhijjah ada sebuah hari yang sangat agung, yaitu hari Arafah. Pada hari tersebut disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji untuk melakukan puasa. Puasa Arafah dapat menggugurkan dosa-dosa selama dua tahun. Pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) lebih afdhal daripada pahala puasa Asyura (10 Al Muharram).

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة (رواه النسائي)

“Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. An Nasaa’i)

Puasa Arafah termasuk keistimewaan ummat Islam, berbeda halnya dengan puasa Asyura. Oleh karena berkahnya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allah melipatgandakan penghapusan dosa dalam puasa Arafah dua kali lipat lebih besar daripada puasa Asyura. Walillaahil hamd.

3. Darah-darah hewan kurban ditumpahkan terbanyak di bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الحج العج والثج

“Sebaik-baik pelaksanaan haji adalah yang paling banyak bertalbiyah dan yang paling banyak berhadyu (menyembelih hewan sebagai hadiah untuk fuqara’ Makkah -pen).” (HR. Abu Ya’la, An Nasaa’i, Al Haakim, dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albaani menilai hadits ini hasan)

Bulan Dzulhijjah selain sebagai bulan haji juga disebut sebagai bulan kurban, karena banyaknya hewan kurban yang disembelih pada bulan tersebut.

4. Dzulhijjah adalah bulan muktamar umat Islam tingkat dunia

Di hari Arafah, umat Islam yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk melaksanakan haji berkumpul di padang Arafah, demi melakukan prosesi puncak pelaksanaan manasik haji, yaitu wukuf di Arafah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحج عرفة (رواه الجماعة)

“Haji itu (wukuf –pen) di Arafah.” (HR. Al Jama’ah)

Amalan-amalan di bulan Dzulhijjah

Karena keutamaan yang banyak inilah, maka disyari’atkanlah amal-amal shalih dan diberi ganjaran yang luar biasa. Di antara amal-amal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dzikir

Allah berfirman:

ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.”

Berdzikir yang lebih diutamakan di hari-hari yang sepuluh ini adalah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad, Shahih)

Bukan hanya dilakukan di masjid atau di rumah, namun berdzikir ini bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Bahkan para Sahabat Nabi sengaja melakukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar.

Al Bukhari berkata:

وكان ابن عمر، وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah senantiasa keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua.

2. Puasa

Tidak syak lagi kalau berpuasa termasuk amal shalih yang sangat disukai oleh Allah. Di samping anjuran melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka disukai juga untuk memperbanyak puasa di hari-hari sebelumnya (dari tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijjah) berdasarkan keumuman nash-nash hadits tentang keutamaan berpuasa.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kasturi.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Tilawah Al Qur’an

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

القرآن أفضل الذكر

“Al Qur’an adalah sebaik-baik dzikir.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih)

Adalah hal yang sangat baik jika dalam waktu 10 hari tersebut, kita dapat mengkhatamkan bacaan Al Qur’an dengan membaca 3 juz setiap harinya. Hal ini sebenarnya mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan waktu sebelum dan sesudah shalat fardhu. Dengan membaca 3 lembar sebelum shalat dan 3 lembar sesudah shalat, insyaAllah dalam 10 hari kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an. Intinya adalah mujaahadah (bersungguh-sungguh).

4. Sedekah

Di antara yang menunjukkan keutamaan bersedekah adalah cita-cita seorang yang sudah melihat ajalnya di depan mata, bahwa jika ajalnya ditangguhkan sebentar saja, maka kesempatan itu akan digunakan untuk bersedekah.

Allah berfirman menceritakan saat-saat seseorang menjelang ajalnya:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkanku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.” (Qs. Al Munaafiquun: 10).

5. Kurban

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فصل لربك وانحر

“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)

Kurban adalah ibadah yang disyari’atkan setahun sekali dan dilaksanakan di bulan Dzulhijjah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك. ومن نسك قبل الصلاة فلا نسك له

“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” (HR. Al Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah.

6. Haji

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الحج أشهر معلومات

“Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu.” (Qs. Al Baqarah: 197)

Yang dimaksudkan dengan haji dalam ayat di atas adalah ihram untuk haji bisa dilaksanakan dalam bulan-bulan yang sudah ditentukan, yaitu: Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Selain bulan-bulan tersebut, maka ihram seseorang untuk haji tidak sah.

Bahkan hampir sebagian semua prosesi manasik haji dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan taufiq-Nya agar kita bisa mengisi sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah dengan amal-amal shalih, dan diterima oleh Allah sebagai pemberat timbangan kebaikan kita di yaumil hisaab kelak.

Washallallaahu ‘ala nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Ditulis oleh Al Faqiir ilaa ‘afwi Rabbihi –l Majiid

Penulis: Teuku Muhammad Nurdin Abu Yazid

Sumber: https://muslim.or.id/31753-ada-apa-dengan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Sebaiknya Mendahulukan Nafkah Keluarga Atau Berkurban?

Di musim kurban, terdapat sebagian orang yang bisa dikakatakan memaksakan diri untuk berkurban. Ada sebagian yang berkurban dengan cara berhutang, bahkan sebagian ada yang sampai mengorbankan nafkah keluarga. Ia lebih mendahulukan berkurban dibanding mencukupi nafkah keluarganya. Alasannya karena kurban hanya setahun sekali sementara nafkah kelurga bisa dilakukan setiap hari. Dalam Islam, sebenarnya lebih baik mana antara mendahulukan kebutuhan nafkah keluarga atau berkurban?

Dalam Islam, mendahulukan nafkah keluarga lebih baik dibanding berkurban. Bahkan bukan hanya lebih baik dan lebih utama, namun wajib. Hal ini karena mencukupi nafkah keluarga, baik nafkah istri dan anak-anak, adalah wajib dalam Islam. Sementara berkurban adalah sunnah. Perbuatan wajib tidak boleh ditinggalkan dan dikalahkan oleh perbuatan sunnah.

Selain itu, di antara syarat seseorang dianjurkan untuk berkurban adalah dia memiliki kelapangan harta. Menurut ulama Syafiiyah, seseorang telah dinilai memiliki kelapangan harta jika dia mampu membeli hewan kurban dengan harta yang lebih dari kebutuhan dirinya dan kelurganya pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq. Namun jika harta yang dimiliki tidak lebih dari kebutuhan dirinya dan kelurganya pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyriq, maka dia tidak dianjurkan berkurban.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;

وَقَال الشَّافِعِيَّةُ: إِنَّمَا تُسَنُّ لِلْقَادِرِ عَلَيْهَا، وَهُوَ مَنْ مَلَكَ مَا يَحْصُل بِهِ الأْضْحِيَّةُ، فَاضِلاً عَمَّا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمِ الْعِيدِ وَلَيْلَتِهِ وَأَيَّامِ التَّشْرِيقِ الثَّلاَثَةِ وَلَيَالِيِهَا.

Ulama Syafiiyah berkata; Kurban hanya disunnahkan bagi orang yang mampu, yaitu orang memiliki harta lebih untuk membeli hewan kurban, lebih dari kebutuhan dirinya pada hari dan malam Idul Adha dan hari-hari tasyrik.

Dalil yang dijadikan dasar adalah hadis riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, Nabi Saw bersabda;

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.

Oleh karena itu, jika seseorang hanya memiliki harta yang hanya cukup digunakan untuk menafkahi keluarganya, maka dia harus mendahulukan nafkah keluarganya dan tidak boleh digunakan untuk berkurban. Meski kurban hanya setahun sekali, namun hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mendahulukan kurban dibanding nafkah keluarga.

BINCANG SYARIAH

Membedakan Antara Qa’idah dan Waqi’atu ‘Ain

Salah satu prinsip dalam mengamalkan sunnah Nabi adalah membedakan sunnah yang rutin dengan yang kadang-kadang. Karena di antara sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ada yang Nabi jadikan sebagai qa’idah (قاعدة) atau hal yang dilakukan secara umum, konsisten, rutin dan jadi pegangan utama. Dan ada sunnah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang Nabi lakukan karena waqi’atu ‘ain (واقعة عين) atau perkara yang insidental, hanya kondisi atau waktu tertentu, atau hanya kadang-kadang saja.

Dua hal ini harus dibedakan dan ditempatkan sesuai tempatnya. Syaikh Mustafa al ‘Adawi menerangkan:

هناك أحاديث تقعد قواعد, وأحاديث واقعة عين. لا يعدى إلى ما سواها. أو أحاديث يكون العمل بها باطراد و أحاديث يجوز العمل بها أحيانا

“Ada hadits-hadits yang dijadikan Nabi sebagai kaidah. Dan ada hadits-hadits yang waqi’atu ‘ain (insidental), tidak bisa diterapkan pada kondisi-kondisi lainnya. Dan ada hadits yang diamalkan secara menyeluruh (rutin) serta ada hadits yang pengamalannya kadang-kadang” (Mafatih Al Fiqhi fid Diin, hal. 77).

Contohnya, Abu Hurairah radhiallahu’anhu pernah diminta untuk meminum susu oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sampai kekenyangan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اقْعُدْ فَاشْرَبْ، فَقَعَدْتُ فَشَرِبْتُ، فَقالَ: اشْرَبْ، فَشَرِبْتُ، فَما زَالَ يقولُ: اشْرَبْ حتَّى قُلتُ: لا، والَّذي بَعَثَكَ بالحَقِّ، ما أجِدُ له مَسْلَكًا، قالَ: فأرِنِي، فأعْطَيْتُهُ القَدَحَ، فَحَمِدَ اللَّهَ وسَمَّى وشَرِبَ الفَضْلَةَ

“Duduklah Abu Hurairah dan minumlah!”. Maka aku pun duduk dan minum susu. Nabi terus berkata: “Minum lagi …”. Sampai akhirnya aku katakan: “Tidak Rasulullah, demi Allah, sudah tidak ada lagi tempat dalam perutku”. Nabi berkata: “Kalau demikian, berikan padaku susu tersebut”. Aku pun berikan wadah susu kepada beliau, lalu beliau memuji Allah dan menyebut nama-Nya, lalu meminum sisa susu yang ada. (HR. Bukhari no.6452).

Bukan berarti hadits ini bermakna kita dianjurkan untuk makan sampai kekenyangan setiap saat. Karena ini bersifat waqi’atu ‘ain, hanya insidental dan sesekali saja.

Yang Nabi jadikan kaidah dalam masalah makan adalah hadits Al Miqdam bin Ma’di Karib radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطنِه ، بحسْبِ ابنِ آدمَ أُكُلاتٌ يُقِمْنَ صُلبَه ، فإن كان لا محالةَ ، فثُلُثٌ لطعامِه ، و ثُلُثٌ لشرابِه ، و ثُلُثٌ لنفَسِه

“Tidak ada wadah yang lebih buruk daripada perut manusia yang kepenuhan. Hendaknya seseorang mengonsumsi apa yang dapat membuat tulang punggungnya tegak. Jika tidak bisa menahan diri, maka hendaknya 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 untuk nafas” (HR. At Tirmidzi no. 2380, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Inilah yang hendaknya senantiasa diamalkan, dirutinkan dan dijadikan pegangan. Yaitu makan secukupnya, tidak sampai kekenyangan. Namun berdasarkan hadits Abu Hurairah di atas, makan kekenyangan itu boleh saja jika kadang-kadang. Semisal ketika sedang dijamu oleh orang lain, sehingga membahagiakan yang menjamunya.

Syaikh Mustafa al ‘Adawi hafizhahullah menjelaskan:

أما أن نجعل النادر من فعله صلى الله عليه وسلم هو الغالب من أفعالنا, ونجعل الغالب من فعله هو النادر من أفعالنا فهذا خلل واضح وجهل في التشريع

“Adapun menjadikan perbuatan Nabi yang Nabi lakukan kadang-kadang sebagai perbuatan yang kita lakukan secara rutin dan sering, lalu menjadikan perbuatan Nabi yang sering Nabi lakukan menjadi perbuatan yang jarang kita lakukan, ini adalah kesalahan yang nyata dan kejahilan terhadap syariat” (Mafatih Al Fiqhi fid Diin, hal. 81).

Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/67395-membedakan-antara-qaidah-dan-waqiatu-ain.html