Coba kita lihat hari ini, banyak yang disebut ustadz/ustadzah di TV ucapin selamat natal dan katakan ini khilaf, ada perselisihan di antara para ulama.
Coba bandingkan saja keilmuan dan kewara’an ulama dahulu dan ulama saat ini. Yang disebut ulama di masa kini, mereka berkata bahwa dalam ucapan selamat natal bagi musim terdapat khilaf (ada beda pendapat). Namun ulama di masa silam katakan tidak ada beda pendapat sama sekali atau itu adalah Ijma’ (kesepakatan ulama).
Coba lihat saja perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah,
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.”
Bahkan jauh-jauh hari saja para sahabat Nabi sudah katakan jauhilah perayaan non-muslim, bukan malah dekati.
Umar berkata,
اجتنبوا أعداء الله في أعيادهم
“Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم
“Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”
Yang disebut ulama saat ini malah ada yang turut masuk gereja untuk merayakan natal dan ucapkan selamat natal.
Kami lebih tentram dengan pendapat ulama masa silam. Mereka berpendapat di atas ilmu, di atas kewara’an dan bukan ingin cari simpati orang. Kalau mau bandingkan ilmunya pun bagaikan langit dan …. .
Tapi itulah musibah di akhir zaman, banyak muncul ustadz-ustadz selebriti yang asal berfatwa.
Hamdun bin Ahmad pernah ditanya, ” Mengapa ucapan ulama salaf lebih berkesan dibanding ucapan kita?” Jawabnya,
لأنهم تكلموالعز الإسلام ونجاة النفوس ورضا الرحمن ، ونحن نتكلم لعزالنفوس وطلب الدنيا ورضا الخلق
“Karena mereka berbicara untuk kemuliaan Islam, keselamatan jiwa manusia dan keridhaan Ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara untuk kemuliaan diri sendiri, mencari dunia dan keridhaan manusia.” (Shifatush Shafwah, 4: 122)
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
إنما الفقيه من يخشى الله
“Orang yang faqih (berilmu) adalah yang takut pada Allah.” Dinukil dari Talbisul Iblis karya Ibnul Jauzi. Cukup nasehat ini menjadi isyarat bagi kita manakah orang yang berilmu dan manakah orang yang cuma cari kemasyhuran dan ketenaran.
Wallahu waliyyut taufiq.
—
Disusun di pagi di Panggang, Gunungkidul, 22 Safar 1435 H
Mengucapkan selamat Natal kepada kaum Nasrani adalah sebuah kesalahan dan merupakan perbuatan yang terlarang dengan kata sepakat dari para ulama. Karena hari Natal dan juga keyakinan-keyakinan yang terkait dengannya, yaitu bahwa Isa ‘alaihissalam adalah anak Tuhan, bahwa ia adalah salah satu tiga Tuhan, bahwa ia disalib selama dua hari dua malam, dan sebagainya adalah hal-hal yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Maka bagaimana mungkin kita ucapkan selamat atas hal itu?
Namun sebagian orang yang dengan hawa nafsunya berpendapat bahwa boleh mengucapkan selamat Natal, mereka beralasan dengan satu ayat dalam surat Maryam. Yaitu ayat:
“Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa ‘alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS. Maryam: 33).
Sehingga mereka mengatakan boleh mengucapkan selamat Natal asalkan ucapan selamat tersebut diniatkan untuk Nabi Isa, atau ucapan semisal. Benarkah alasan ini?
Tafsiran para ulama
Mari kita lihat pemahaman para ahli tafsir mengenai ayat ini:
Imam Ath Thabari menjelaskan: “Maksud salam dalam ayat ini adalah keamanan dari Allah terhadap gangguan setan dan tentaranya pada hari beliau (Nabi Isa) dilahirkan yang hal ini tidak didapatkan orang lain selain beliau. Juga keselamatan dari celaan terhadapnya selama hidupnya. Juga keselamatan dari rasa sakit ketika menghadapi kematian. Juga keselamatan dari kepanikan dan kebingungan ketika dibangkitkan pada hari kiamat sementara orang-orang lain mengalami hal tersebut ketika melihat keadaan yang mengerikan pada hari itu” (Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, 18/193).
Al Qurthubi menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku] maksudnya keselamatan dari Allah kepadaku -Isa-. [pada hari aku dilahirkan] yaitu ketika di dunia (dari gangguan setan, ini pendapat sebagian ulama, sebagaimana di surat Al Imran). [pada hari aku meninggal] maksudnya di alam kubur. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] maksudnya di akhirat. karena beliau pasti akan melewati tiga fase ini, yaitu hidup di dunia, mati di alam kubur, lalu dibangkitkan lagi menuju akhirat. Dan Allah memberikan keselamatan kepada beliau di semua fase ini, demikian yang dikemukakan oleh Al Kalbi” (Al Jami Li Ahkamil Qur’an, 11/105).
Dalam Tafsir Al Jalalain (1/399) disebutkan: “[Dan keselamatan] dari Allah [semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali]”.
Al Baghawi menjelaskan: “[Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan] maksudnya keselamatan dari gangguan setan ketika beliau lahir. [pada hari aku meninggal] maksudnya keselamatan dari syirik ketika beliau wafat. [dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali] yaitu keselamatan dari rasa panik” (Ma’alimut Tanzil Fi Tafsiril Qur’an, 5/231).
As Sa’di menjelaskan: “Maksudnya, atas karunia dan kemuliaan Rabb-nya, beliau dilimpahkan keselamatan pada hari dilahirkan, pada hari diwafatkan, pada hari dibangkitkan dari kejelekan, dari gangguan setan dan dari dosa. Ini berkonsekuensi beliau juga selamat dari kepanikan menghadapi kematian, selamat dari sumber kemaksiatan, dan beliau termasuk dalam daarus salam. Ini adalah mu’jizat yang agung dan bukti yang jelas bahwa beliau adalah Rasul Allah, hamba Allah yang sejati” (Taisir Kariimirrahman, 1/492).
Dan yang paling istimewa adalah penjelasan Ibnu Katsir tentang ayat ini. Beliau menjelaskan: “Dalam ayat ini ada penetapan ubudiyah Isa kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah makhluk Allah yang hidup dan bisa mati dan beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana makhluk yang lain. Namun Allah memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi (dihidupkan, dimatikan, dibangkitkan) yang merupakan kondisi-kondisi paling sulit bagi para hamba. Semoga keselamatan senantiasa terlimpah kepada beliau” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 5-230).
Demikianlah penjelasan para ahli tafsir, yang semuanya menjelaskan makna yang sama garis besarnya. Tidak ada dari mereka yang memahami ayat ini sebagai dari bolehnya mengucapkan selamat kepada hari raya orang nasrani apalagi memahami bahwa ayat ini dalil disyariatkannya memperingati hari lahir Nabi Isa ‘alaihis salam.
Sanggahan
Oleh karena itu, kepada orang yang mengatakan bolehnya ucapan selamat natal atau bolehnya natalan dengan ayat ini, kita katakan:
Pertama: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menerima ayat ini dari Allah tidak pernah memahami bahwa ayat ini membolehkan ucapkan selamat kepada hari raya orang nasrani atau bolehnya merayakan hari lahir Nabi Isa ‘alahissalam. Dan beliau juga tidak pernah melakukannya, padahal ada kaum Nasrani yang hidup di masa beliau. Namun tidak pernah diriwayatkan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengucapkan atau mengirim ucapan selamat natal kepada mereka.
Kedua: para sahabat Nabi ridwanullah ‘alaihim, generasi terbaik umat Islam, yang ada ketika Nabi menerima ayat ini dari Allah, mereka memahami isi dan penerapan ayat ini, pun tidak pernah mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani. Bahkan Umar bin Khathab radhiallahu’anhu mengatakan:
“jauhilah perayaan-perayaan kaum musuh Allah yaitu Yahudi dan Nasrani. Karena kemurkaan Allah turun atas mereka ketika itu, maka aku khawatir kemurkaan tersebut akan menimpa kalian” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, sanadnya hasan).
Ketiga: Ayat ini bukti penetapan ubudiyah Isa ‘alaihis salam kepada Allah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir. Karena beliau hidup sebagaimana manusia biasa, bisa mati, dan akan dibangkitkan pula di hari kiamat sebagaimana makhluk yang lain. Dan beliau mengharap serta mendapat keselamatan semata-mata hanya dari Allah Ta’ala. Ini semua bukti bahwa beliau adalah hamba Allah, tidak berhak disembah. Sehingga ayat ini justru bertentangan dengan esensi ucapan selamat natal dan ritual natalan itu sendiri, yang merupakan ritual penghambaan dan penyembahan terhadap Isa ‘alaihissalam. Jadi tidak mungkin ayat ini menjadi dalil ucapan selamat natal atau natalan.
Keempat: ulama menafsirkan السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya adalah ‘keselamatan dari Allah‘, bukan ucapan selamat. Andai kita terima bahwa السَّلامُ (as salaam) di sini maknanya adalah ucapan selamat, lalu kepada siapa ucapan selamatnya? Ayat menyebutkan السَّلامُ عَلَيَّ ‘as salaam alayya (kepadaku)’, berarti ucapan selamat seharusnya kepada Nabi Isa ‘alaihissalam. Bukan kepada orang Nasrani. Dan andai kita ingin mendoakan keselamatan kepada Nabi Isa ‘alaihissalam, maka waktunya luas, bisa kapan saja dan di mana saja tanpa harus dikhususkan pada perayaan Natal dan di depan orang Nasrani.
Kelima: jika ada yang mengatakan “biarlah mereka memahami bahwa kita mengucapkan selamat Natal kepada mereka, namun niat kita di dalam hati ingin mendoakan Nabi Isa“. Maka kita katakan:
Ini adalah tauriyah. Tauriyah adalah seseorang meniatkan perkataannya berbeda dengan ucapan zahirnya. Kata para ulama tauriyah itu termasuk dusta, dibolehkan jika ada kebutuhan dan tidak mengandung kezaliman. Sedangkan dalam kasus ini tidak ada kebutuhan bagi seorang Muslim untuk mengucapkan selamat Natal dan juga terdapat kezaliman di dalamnya. Karena kezaliman yang terbesar adalah mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya.
Dengan melakukan tauriyah demikian, maka di dalam anggapan orang Nasrani, Muslim yang mengucapkan selamat natal telah menyetujui esensi dari perayaan natal dan akidah-akidah yang batil di dalamnya.
Keenam: andai kita terima “tafsiran” mereka bahwa dari ayat ini dibolehkan mengucapkan selamat natal pada hari lahir Nabi Isa. Maka pertanyaannya adalah, mana bukti otentik bahwa Nabi Isa lahir tanggal 25 Desember?? Para ahli perbandingan agama menyatakan tidak ada bukti otentik dan dalil landasan bahwa perayaan hari lahir Isa ‘alaihissalam adalah tanggal 25 Desember.
Andrew McGowan, seorang pendeta Nasrani dekan di Yale Divinity School, dalam tulisan ilmiah berjudul “How December 25 Became Christmas” mengatakan: “Celebrations of Jesus’ Nativity are not mentioned in the Gospels or Acts; the date is not given, not even the time of year. The biblical reference to shepherds tending their flocks at night when they hear the news of Jesus’ birth (Luke 2:8) might suggest the spring lambing season; in the cold month of December … The extrabiblical evidence from the first and second century is equally spare: There is no mention of birth celebrations in the writings of early Christian writers such as Irenaeus (c. 130–200) or Tertullian (c. 160–225)”
Artinya: “Perayaan kelahiran Yesus tidak disebutkan di dalam kitab Gospel dan kitab Acts. Tidak ada tanggal yang disebutkan di situ, bahkan tahun lahir saja tidak ada. Referensi yang ada adalah mengenai pengembala yang mengembalakan ternak mereka di malam hari ketika mereka mendengar Yesus lahir (Luke 2:8), ini mungkin menjadi ide awal dimunculkannya sangkaan waktu musim semi masa-masa beternak kambing di bulan Desember… Dan bukti-bukti di luar injil di abad pertama dan kedua menyimpulkan hal yang serupa: bahwa tidak disebutkan mengenai perayaan kelahiran dari tulisan-tulisan para penulis kristen terdahulu seperti Irenaus (130-220M) atau Tertullian (160-225M)”
Beliau juga mengatakan sebagai kesimpulan tulisannya: “In the end we are left with a question: How did December 25 become Christmas? We cannot be entirely sure. Elements of the festival that developed from the fourth century until modern times may well derive from pagan traditions. Yet the actual date might really derive more from Judaism“.
Artinya: “Akhir kata, kita masih meninggalkan pertanyaan: mengapa tanggal 25 Desember bisa menjadi hati perayaan natal? Kita belum yakin secara pasti. Elemen dari festival yang berkembang mulai dari abad ke 4 hingga sekarang bisa jadi merupakan turunan dari tradisi kaum pagan. Bahkan yang ada pada masa ini bisa jadi merupakan turunan dari tradisi Judaisme (Yahudi)” [1. Dari web http://www.biblicalarchaeology.org/daily/biblical-topics/new-testament/how-december-25-became-christmas/].
Jadi perayaan ini sebenarnya tidak ada asalnya! Nabi Isa ‘alaihissalam pun ternyata tidak pernah memerintahkan umatnya untuk mengadakan ritual demikian. Mengapa sebagian kaum muslimin malah membela bahwa ritual natalan itu ada dalilnya dari Al Qur’an, dengan pendalilan yang terlalu memaksakan diri?
Penutup
Pembahasan ini semata-mata dalam rangka nasehat kepada saudara sesama muslim. Kami meyakini sebagai muslim harus berakhlak mulia bahkan kepada non-muslim. Dan untuk berakhlak yang baik itu tidak harus dengan ikut-ikut mengucapkan selamat natal atau selamat pada hari raya mereka yang lain. Akhlak yang baik dengan berkata yang baik, lemah lembut, tidak menzhalimi mereka, tidak mengganggu mereka, menunaikan hak-hak tetangga jika mereka jadi tetangga kita, bermuamalah dengan profesional dalam pekerjaan, dll. Karena harapan kita, mereka mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam. Dengan ikut mengucapkan selamat natal, justru membuat mereka bangga dan nyaman akan agama mereka karena kita pun jadi dianggap ridha dan fine-fine saja terhadap agama dan keyakinan kufur mereka.
Berbakti kepada kedua orang tua bisa dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai anak, tentunya sudah menjadi kewajiban kita agar berusaha sebaik mungkin memperlakukan orang tua kita dengan baik.
12 Cara Berbakti kepada Orang Tua
Seperti diketahui, orang tua kita pun sangat memperlakukan kita dengan baik bahkan saat kita masih dalam kandungan.
Mereka melakukan itu semua karena kasih sayang yang mereka miliki dan dilimpahkan untuk kita.
Oleh sebab itu, berbakti kepada kedua orang tua bukan sekadar karena diperintah oleh agama, melainkan sebagai wujud kasih sayang kita juga kepada kedua orang tua.
Insya Allah hidup jauh lebih indah ketika orang tua dan anak saling memberi kasih sayang.
Dikutip dari Alfahmu.id, website resmi Ustaz Farid Nu’man, setidaknya ada 12 hak orang tua dari anaknya. Dalam hal ini, kita juga bisa mengibaratkan sebagai cara berbakti kepada kedua orang tua.
1. Mentaatinya dalam hal kebaikan dan menjauhi larangannya
2. Berbuat baik kepadanya
3. Merendahkan diri di hadapannya
4. Menyambut panggilannya
5. Tidak menghardiknya atau berkata keras
6. Mendahulukan hak ibu dibanding ayah
7. Penuh adab saat bersamanya baik duduk, diri, atau jalan
8. Menyayangi mereka
9. Mendoakannya
10. Jangan berdebat dengannya
11. Menyantuni mereka saat mereka sudah tidak produktif
12. Merawat mereka di masa tuanya
Sahabat Muslim, 12 cara di atas bisa terbilang cukup ringan dan mudah dibanding orang tua kita yang mulai merawat kita dari dalam kandungan sampai hidup belasan atau puluhan tahun seperti sekarang ini.
Jadi, jangan ragu untuk menerapkan cara-cara di atas, ya Sahabat Muslim. Semoga kita semua bisa membahagiakan orang tua kita dengan terus berbakti kepadanya. [Cms]
Pepatah mengatakan bahwa seorang istri dan ibu rumah tangga akan bangun paling pagi dan tidur paling malam.
Hal tersebut berarti, seorang ibu jam kerjanya lebih panjang dari anggota keluarga yang lain. Mungkin terlihat sepele dan tak menghasilkan, namun seorang ibu tidak hanya lelah secara fisik namun kadang juga psikis.
Membersihkan rumah, mencuci pakaian dan merapikannya, memasak, menjaga anak-anak dan mendidiknya, mengajak bermain semua harus dilakukan setiap hari.
Lelah? Tentu, terlebih jika anak-anak masih kecil dan tengah masanya berekspolarasi dengan lingkungannya. Rumah yang baru dibersihkan, tak akan bertahan lama, lima menit saja rumah kan kembali seperti kapal pecah.
Saat rasanya ingin istirahat, anak bisa saja meminta ini dan itu yang kadang menimbulkan emosi.
Memiliki asisten rumah tangga menjadi salah satu pilihan, bagi mereka yang mampu. Tetapi terkadang memiliki asisten tidak banyak membantu dan malah menimbulkan masalah baru.
Tak jarang asisten rumah tangga memiliki berbagai karakteristik yang bisa jadi tak sesuai dengan apa yang diharapkan keluarga.
Atau jika asisten rumah tangga masih sangat belia, banyak sekali yang harus diajarkan dan belum lagi misalnya asisten belum memahami mengenai aurat dan mahram, ini tentu akan menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi keluarga muslim.
Ibu, Pekerjaan Rumah Tangga Membuatmu Lelah, Jangan Lupakan Membaca Ini!
Kelelahan dalam pekerjaan rumah tangga pernah juga dikeluhkan oleh putri Rasulullah Fatimah. Mari simak bagaimana Ali bin Abi Thalib menuturkan kisahnya. Ali menuturkan bahwa Fatimah pernah mengeluh kepadanya. Ia merasa bahwa pekerjaan menggiling gandum dengan batu demikian berat baginya. Suatu ketika, Fatimah mendengar bahwa Rasulullah mendapat seorang budak. Fatimah pun mendatangi rumah ayahnya dalam rangka meminta budak tadi sebagai pembantu baginya. Akan tetapi, Rasulullah sedang tidak ada di rumah. Fatimah lantas mendatangi Ummul Mukminin Aisyah dan menyampaikan hajatnya.
Ketika Rasulullah berada di rumah Aisyah, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah. Rasulullah lantas mendatangi kami (Ali dan Fatimah) saat kami telah berbaring di tempat tidur.
Mulanya, kami hendak bangun untuk menghampiri beliau, namun beliau menyuruh kami tetap berada di tempat.
“Maukah kutunjukkan kalian kepada sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?” tanya beliau.
“Jika kalian berbaring di atas tempat tidur, maka ucapkanlah takbir (Allahu akbar) 34 kali, tahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan tasbih (subhanallah) 33 kali. Itulah yang lebih baik bagi kalian daripada pembantu yang kalian minta.” lanjut Nabi (HR. Bukhari dan Muslim).
Semenjak mendengar petuah Rasulullah tadi, Ali tak pernah lalai meninggalkan wirid tadi. Ia selalu membacanya, bahkan di malam perang Shiffin; sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu riwayat Imam Bukhari.
Tahukah kamu, apa yang sebenarnya dikeluhkan oleh Fatimah? Beliau mengeluh karena kedua tangannya bengkak akibat terlalu sering memutar batu penggiling gandum yang demikian berat.
Subhanallah, ternyata putri tercinta Rasulullah demikian berat ujiannya. Pun begitu, beliau tak segera memenuhi keinginan puterinya tadi.
Namun beliau mengajarkan sesuatu yang lebih bermanfaat baginya dari seorang pembantu. Sesuatu yang menjadikannya semakin dekat dan bertawakkal kepada Allah. Itulah wirid pelepas lelah.
Mengapa wirid tadi lebih baik dari pembantu? Menurut al-Hafizh Badruddien al-‘Aini, alasannya ialah karena wirid berkaitan dengan akhirat, sedangkan pembantu berkaitan dengan dunia.
Dan tentunya, akhirat lebih kekal dan lebih afdhal dari dunia. Atau, boleh jadi maksudnya ialah bahwa dengan merutinkan bacaan wirid tadi, keduanya akan mendapat kekuatan lebih besar untuk melakukan berbagai pekerjaan; melebihi kekuatan seorang pembantu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat senada. Menurut beliau, siapa yang rajin membaca wirid tadi di waktu malam, niscaya tidak akan kelelahan.
Alasannya karena Fatimah mengeluh kecapaian kepada Rasulullah, lalu Rasulullah mengarahkannya agar membaca wirid tadi.
Akan tetapi, menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, penafsirannya tidak harus seperti itu. Hadis ini tidak berarti bahwa rasa lelah pasti hilang bila seseorang rutin membacanya.
Namun boleh jadi maksudnya ialah bila seseorang rutin mengamalkannya, maka ia tidak akan terkena madharat walaupun banyak bekerja. Pekerjaan itu juga takkan terasa berat walaupun ia merasa lelah karenanya.
Hadis ini juga bisa berarti bahwa orang yang membaca wirid tadi, kelak akan bangun pagi dalam keadaan segar-bugar dan penuh semangat.
Tentunya, ini lebih baik daripada menyewa pembantu yang meringankan pekerjaan, namun tidak menjadikan badan segar-bugar.
Nah, inilah salah satu solusi penghilang lelah yang mendatangkan pahala.
Tentunya jika kita mampu untuk membayar khadimat (asisten rumah tangga) dan mendapatkan khadimat yang amanah, Islam pun tak melarangnya karena bisa manjadi bagian dari ta’awwun (saling tolong menolong).
Jangan lupa untuk selalu membaca dzikir pelepas lelah ini wahai para ibu. [w/ind]
Selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya.
Manusia terbentuk dalam balutan kehangatan rahim seorang ibu. Mulai dari pembuahan sel sperma bertemu ovum yang menjadi segumpal darah, lalu membentuk daging berupa organ anatomi manusia dan berkembang menjadi kerangka tulang belulang yang dibungkus kembali dengan daging.
Demikianlah proses ini menjadi kesatuan fisik dalam wujud bayi. Mahasuci Allah atas segala ciptaan-Nya (QS al-Mukminun: 12-14).
Dalam Alquran, kata “rahim” disebut dengan qararin makin, yaitu tempat yang kokoh. Allah titipkan rahim itu dalam tubuh seorang wanita. Sejatinya organ reproduksi merupakan tempat yang kokoh yang mampu menampung proses terbentuknya manusia sampai sempurna dilahirkan ke muka bumi dengan berat bayi di atas dua sampai empat kilogram atau lebih, ditambah dengan berat plasenta dan air ketuban yang ditampungnya sampai waktu yang Allah tentukan kelahirannya mulai tujuh sampai sembilan bulan (QS al-Mursalat: 21-23).
Pada masa kehamilan ini hanya seorang ibu yang dapat merasakan lelah dan sakitnya. Peran wanita yang tak bisa digantikan oleh seorang laki-laki selain mengandung, yaitu melahirkan dan menyusui. Tiga proses beruntun ini adalah masa-masa kepayahan seorang wanita yang bergelar ibu.
Allah gambarkan lemah dan lelah seorang ibu dalam Alquran, “Dan Kami perintahkan kepada manusia agar (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku kembalimu.” (QS Luqman: 14).
Masa kepayahan seorang ibu melewati fase mengandung selama sembilan bulan, melahirkan dengan pertaruhan nyawanya, juga masa menyusui selama dua tahun. Masa kelekatan seorang anak dengan ibunya yang tak bisa lepas.
Sifat ar-Rahim-Nya, Maha Penyayang-Nya yang Allah titipkan dalam bentuk wujud seorang ibu. Ketika dirinya dan janin di kandungannya dalam satu tubuh, ketika ia meringis kesakitan melahirkan, dan ketika air susunya mengalir menjadi darah daging di tubuh seorang anak, begitu banyak titipan Sang Maha Penyayang yang dititipkan dalam sosok seorang ibu.
Maka ketika seorang sahabat bertanya pada Rasul, “Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak saya hormati di dunia ini?” Rasulullah menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu, lalu ayahmu.” (HR at-Tirmidzi No 1.897).
Teringat kisah Khalifah Umar bin Khattab yang diamanahkan Rasulullah SAW untuk meminta doa kepada seseorang yang dijamin mustajab doanya. Beliau orang biasa yang tak dikenal di bumi tapi masyhur di langit.
Adalah Uwais al-Qarni, seorang penggembala kambing miskin yang tinggal berdua dengan ibunya. Dengan kesabarannya ia merawat ibunya sampai wafat. Bahkan, Uwais rela menggendong ibunda yang tua renta menunaikan ibadah haji dari negeri Yaman ke Makkah al-Mukarramah. Betapa mulia baktinya pada seorang ibu.
Oleh karena itu, hidup di dunia yang singkat ini, selama ibu kita masih hidup, muliakanlah, bahagiakan hatinya, jenguk dan kabulkan keinginannya selama bukan maksiat. Sebab, ridha Allah bergantung pada ridha orang tua, pun surga-Nya berada di bawah telapak kaki ibu.
Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes Provinsi DKI Jakarta, dr. Ngabila Salama, MKM memberikan kiat kepada masyarakat yang ingin makan bersama di masa pandemi Covid-19.
“Kalau mau makan bersama lepas maksernya bergantian. Kita tetap bisa bercengkerama dengan teman. Saat teman makan, kita bisa pakai masker (bergantian),” kata dia dalam acara daring kesehatan, Senin (13/12).
Ngabila menyarankan orang-orang tetap meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap risiko terkena Covid-19 antara lain dengan menerapkan protokol kesehatan 6M yang meliputi mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitasi dan menghindari makan bersama.
“Menjaga ventilasi, durasi, jarak karena Covid-19 bisa menular secara airborne, lokasi indoor itu menjadi potensi yang cukup besar. Tetapi kita bisa mengantisipasinya dengan 6M,” tutur dia.
Ngabila juga mengingatkan pentingnya mendapatkan vaksinasi bagi mereka yang belum divaksinasi. Saat ini, berbagai merek vaksin yang tersedia aman digunakan termasuk untuk mereka dengan kondisi medis tertentu seperti autoimun. Walau begitu, orang-orang ini tetap disarankan berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan persetujuan agar segera bisa divaksinasi.
“Tetapi harus dibuat terkontrol, tidak ada gejala dulu, tidak muncul reaksi dulu sehingga memang dipastikan lebih aman. Atau dilakukan vaksinasi di tempat yang punya fasilitas emergency yang baik misalnya di rumah sakit,” kata dia.
Terkait makan bersama pada masa pandemi, Ketua departemen kedokteran penyakit menular di Mount Sinai South Nassau di Oceanside, New York Aaron E. Glatt, MD mengatakan, masalah terbesar berkumpul untuk makan yakni setiap orang harus melepas masker mereka. Selain itu, percakapan yang biasanya menyertai makan dapat dengan mudah menyebarkan virus corona ke udara.
Asosiasi medis di The Texas, seperti dikutip dari Everyday Health, menyatakan makan di dalam restoran masuk kategori risiko sedang-tinggi Covid-19, dan makan malam di rumah atau menghadiri barbekyu di luar ruangan termasuk risiko sedang.
Umroh disebut juga sebagai haji kecil. Ibadah ini melibut serangkaian ritual seperti ihram, tawaf, sa’i, dan mencukur atau memotong rambut.
Dilansir di About Islam, ada empat ritual utama umroh. Berikut panduan dan empat ibadah tersebut.
1. Ihram
Langkah pertama dalam umroh adalah mengenakan pakaian ihram dan niat umroh. Setelah niat ihram, luangkan waktu untuk mengingat Allah, membaca Alquran, dan berdoa. Dianjurkan juga untuk sering melantunkan talbiyah.
Kata-kata Talbiyah yang dapat dibaca:
Labbaika Allahumma labbaik. Labbaika la shariika laka labbaik. Inna al-hamda wa-n-ni`mata laka wal-mulk. La shariika lak.
Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”
Jamaah haji laki-laki dianjurkan meninggikan suara mereka ketika mengulangi kata-kata talbiyah. Laki-laki dan perempuan mengulangi talbiyah sampai mereka memulai tawaf.
2. Tawaf
Ritual pertama yang dilakukan setelah tiba di Makkah adalah tawaf. Dibolehkan beristirahat sebelum pergi tawaf jika Anda merasa lelah.
Ketika mencapai Makkah, tinggalkan bagasi Anda di hotel atau di tempat yang aman. Persiapkan diri Anda untuk tawaf dengan melakukan ghusl (mandi ritual), jika memungkinkan, atau setidaknya wudhu.
Ulama memiliki dua pendapat tentang perlunya bersuci untuk tawaf. Beberapa ulama berpendapat harus berwudhu sebelum tawaf dan yang lain menganggapnya tidak perlu.
Pendapat terakhir ini lebih kuat karena Nabi SAW tidak meminta orang-orang yang menemaninya dalam ziarahnya berwudhu untuk tawaf. Menurut pendapat ini, seseorang yang kehilangan wudhu sebelum atau di tengah tawaf tidak perlu memperbaruinya. Mereka dapat melakukan tawaf tanpa wudhu. Terserah Anda untuk memilih salah satu dari pendapat tersebut.
Wanita yang sedang haid tidak dapat melakukan tawaf sampai mereka suci dan telah mandi. Untuk laki-laki, dianjurkan menggantungkan bagian atas ihram di atas bahu kiri dan memperlihatkan yang kanan. Ini disebut idtiba’. Hal ini dipraktikkan oleh Nabi SAW dan para sahabatnya ketika mereka melakukan umroh pada tahun 7 Hijriyah.
Pada saat itu, orang-orang musyrik mengklaim demam Madinah melemahkan umat Islam sehingga Nabi SAW memerintahkan para sahabatnya membuka bahu kanan mereka dan berlari di tiga putaran pertama untuk menunjukkan kekuatan mereka kepada orang-orang musyrik.
Doa Saat Memasuki Masjidil Haram
Saat memasuki Masjidil Haram (Al-Masjid Al-Haram) dianjurkan mengucapkan doa:
A`udzu billahi al-`azheem, wa bi-wajhihi al-kariim, wa sultonihi al-qadiim, mina ash-syaitoni ar-rajiim. Allahumma solli ‘ala Muhammad. Allahumma ighifirli zhunubi waftah li abwaba rohmatik.
Artinya: Aku berlindung kepada Allah Yang Mahakuasa, aku berlindung dengan wajah-Nya yang mulia, dengan kekuasaan-Nya yang kekal, dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah. Ya Allah, berkahilah Muhammad! Ya Allah! Ampunilah dosa-dosaku dan bukakan pintu rahmat-Mu untukku.
Apa Itu Tawaf?
Tawaf adalah berjalan mengelilingi Ka’bah tujuh kali. Setiap putaran dimulai dan diakhiri dengan Hajar Aswad, dengan Ka’bah berada di sisi kiri Anda.
Jika mungkin untuk mencapai Hajar Aswad, ciumlah dengan tenang. Jika tidak, Anda dapat menyentuhnya dan mencium tangan Anda atau hanya menghadapnya dan menunjuknya sambil berkata “Bismillah, Allahu Akbar” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar).
Pada tiga putaran pertama, laki-laki dianjurkan berlari dari Hajar Aswad ke miqat Yamani (sepertiga dari sudut Ka`bah dan yang mendahului Hajar Aswad). Saat melakukan tawaf, sibukkan diri Anda dengan dzikir (mengingat Allah) dan permohonan. Anda berada di waktu yang sangat diberkati dan tempat yang sangat diberkati, jadi jangan lewatkan kesempatan ini.
Berdoalah agar Allah mengampuni dosa-dosa, menghilangkan kekhawatiran, memberi Anda manfaat dunia dan akhirat, dan memberi nikmat apa pun yang Anda inginkan. Tunjukkan kerendahan hati dan kebutuhan yang tulus kepada Allah, dan mintalah kepada-Nya Yang Mahakuasa untuk Anda, orang tua, keluarga, dan seluruh umat Islam.
Ketika Anda mencapai sudut Yaman, cobalah untuk menyentuhnya jika memungkinkan. Jika Anda tidak bisa, Anda tidak perlu menunjuknya atau melakukan apa pun. Berdoalah kepada Allah sampai Anda mencapai Hajar Aswad sambil berkata:
“Rabbana a`tina fi ad-dunya hasanatan wa fi al-akhirati hasanatan wa qina `adhaba an-nar.”
Artinya: “Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.”
Setelah selesai tawaf, sholat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim (Mazmur Ibrahim) atau agak jauh darinya. Bacalah Surat Al-Kafirun (Surat 109) pada rakaat pertama dan Surat Al-Ikhlas (Surat 112) pada rakaat kedua. Air zamzam dianjurkan diminum setelah selesai tawaf dan sholat dua rakaat.
Selain itu, berhati-hatilah dengan hal-hal berikut.
Doa-doa yang disebutkan di atas, mencium Hajar Aswad atau menunjuknya, menyentuh sudut Yaman, berdoa dua rakaat setelah tawaf, dan sebagainya dianjurkan. Tawaf Anda tidak rusak jika Anda melewatkan salah satunya.
3. Sa’i
Langkah selanjutnya dalam umroh Anda adalah sa’i antara gunung As-Safa dan Al-Marwah. Jika Anda merasa lelah setelah melakukan tawaf, Anda dapat beristirahat sejenak sebelum menuju As-Safa untuk memulai sa’i. Wudhu tidak diperlukan untuk sa’i.
Saat Anda siap, lakukan langkah-langkah berikut.
Menuju As-Safa
Ketika Anda akan mencapainya, bacalah ayat berikut: “Innas-Safa wal-Marwata min sya`airi-llah.” (Al-Baqarah 2:158)
Artinya: Sesungguhnya As-Safa dan Al-Marwah termasuk di antara tanda-tanda yang ditunjuk oleh Allah
Kemudian katakan, “Saya memulai sa’i saya dari tempat yang disebutkan Allah terlebih dahulu” (yaitu, As-Safa yang disebutkan dalam ayat di atas).
Naik As-Safa
Sangat mudah saat ini untuk naik ke As-Safa dan Al-Marwah karena sudah diaspal dan ditutupi dengan marmer. Anda hanya perlu berjalan bolak-balik dengan jarak penuh antara dua titik ini.
Jika ada bagian dari jarak ini yang tidak dilalui, sa’i tetap tidak lengkap. Ini membutuhkan pendakian sebagian kecil dari kedua gunung, tetapi disarankan agar Anda naik sampai Anda dapat melihat Ka`bah.
Menghadap Ka`bah dan katakan, “La ilaha illa Allah, Allahu Akbar.”
“La ilaha illa Allah wahdahu la shareeka lah, lahu al-mulku wa lahu al-hamdu wa huwa `ala kulli shai’in qadir.”
“La ilaha illa Allah wahdah, anjaz wa`dah, wa nasar `abdah, wa a`az jundah wa hazam al-ahzab wahdah.”
Artinya: Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah. Tiada sekutu bagi-Mu. Kepunyaan-Nya kekuasaan dan segala puji. Dia memiliki kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan selain Allah. Dia telah memenuhi janji-Nya, memberikan kemenangan kepada hamba-Nya, dan Dia sendiri mengalahkan sekutu.
Lalu mulailah melakukan sa’i dengan berjalan kaki dari As-Safa ke Al-Marwah. Jarak antara kedua gunung tersebut sekitar 420 meter.
Jika Anda seorang pria, disarankan Anda berlari kecil di antara dua tanda hijau. Saat mencapai Al-Marwah, naiklah, menghadap Ka`bah, dan ulangi apa yang Anda katakan di As-Safa. Anda sekarang telah menyelesaikan salah satu dari tujuh bagian sa’i.
Teruslah mengingat Allah dan berdoa kepada-Nya saat berada di antara As-Safa dan Al-Marwah. Ulangi langkah yang sama di masing-masing dari tujuh bagian.
Pergi dari As-Safa ke Al-Marwah dihitung sebagai satu bagian, dan kembali ke Al-Safa adalah bagian lain. Sa’i dimulai dengan Al-Safa dan berakhir di Al-Marwah.
4. Mencukur atau memotong rambut
Tinggal satu langkah lagi, yaitu mencukur atau memotong rambut di kepala. Jika Anda seorang pria, Anda harus mencukur habis atau memendekkan rambut.
Anda disarankan memendekkan rambut jika Anda berniat melakukan haji sesaat setelah umroh (tamattu’). Itu karena Anda akan mencukur atau memperpendeknya sebagai bagian dari haji. Jika Anda seorang wanita, Anda harus memotong sedikit rambut Anda.
Utang adalah tanggungan yang wajib dipenuhi. Kewajibannya bahkan mengikat sampai mati. Ketika seseorang punya tanggungan utang, maka hanya ada dua kemungkinan yang bisa menggugurkan tanggungan tersebut: 1) hutangnya sudah terlunasi, atau 2) dibebaskan/direlakan oleh orang yang punya hak (ibrā`)
Bagi banyak orang, memiliki tanggungan utang adalah hal biasa, karena orang tidak selalu memiliki apa yang dia butuhkan. Dalam keadaan yang sama, kadang ia ingin berbagi dan bersedekah kepada sesama, padahal ia punya tanggungan utang yang harus dibayarkan pada orang lain.
Bagaimanakah hukum bersedekah bagi orang yang punya utang, mengingat status hukum membayar utang adalah wajib sedang bersedekah hanyalah sunah? Syaikh Bafadhal al-Hadhrami dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadhramiyah mengatakan,
ولا يحل التصدق بما يحتاج إليه لنفقته أو نفقة من عليه نفقته في يومه وليلته أو لدين لا يرجو له وفاء
“Tidak halal bersedekah menggunakan harta yang dibutuhkan, untuk sehari semalam, guna menafkahi dirinya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya. Atau, dibutuhkan guna membayar utang yang tidak ada harapan bisa dilunasi lain waktu.”
Artinya, bersedekah memang sunah namun jika kita dalam kondisi masih membutuhkan harta tersebut sebagai bagian dari kebutuhan pokok (misal membayar utang), maka bersedekah yang sunah tadi hukumnya menjadi haram. Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim menambahkan soal haramnya menunda membayar utang,
لأن أداءه واجب لحق الآدمي فلا يجوز تفويته أو تأخيره بسبب التطوع بالصدقة، ومحله إن لم يغلب على ظنه وفاؤه من جهة أخرى ظاهرة
“Karena, membayar hutang adalah wajib, sehingga tidak boleh digagalkan atau ditunda karena berbuat sunah dengan bersedekah. Hukumnya demikian ini apabila ia tidak memiliki dugaan kuat dapat membayar hutangnya dari harta lain.”
Dan dalam Tuhfatu al-Muhtaj, al-Haitami berkata,
إن وجب أداؤه فورا لطلب صاحبه له، أو لعصيانه بسببه مع عدم علم رضا صاحبه بالتأخير حرمت الصدقة قبل وفائه مطلقا.
“Apabila hutangnya wajib segera dibayarkan—karena pemilik hak sudah menagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat (karena gasab, dsb)—serta tidak diketahui apakah pemilik hak rela akan penundaan tersebut, maka secara mutlak haram bersedekah sebelum melunasi hutangnya.”
Dari tiga referensi di atas ada beberapa poin yang dapat kita simpulkan:
Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk kebutuhan sendiri dan keluarga di hari tersebut.
Tidak boleh bersedekah menggunakan harta yang diperlukan untuk melunasi tanggungan hutang, kecuali ada dugaan kuat bisa melunasinya dengan harta lain.
Hutang yang wajib segera dilunasi (karena jatuh tempo dan sudah ditagih atau karena tanggungan hutangnya disebabkan maksiat [karena gasab, dsb.]) tidak boleh ditunda (dengan cara apapun, termasuk bersedekah), kecuali jika diketahui bahwa pemilik hak akan merelakan penundaan tersebut. Wallahu A’lam.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Rabiatul Adawiyah (Adawiyah, 2019:129) Islam dicirikan sebagai agama yang memiliki sifat universal, dinamis, dan humanis. Islam juga dipercaya sebagai agama yang akan kekal sepanjang waktu. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada suatu kelompok atau wilayah saja, melainkan ajaran Islam untuk seluruh umat manusia yang berada di alam semesta ini. Islam juga memberikan kemudahan bagi umat Nabi Muhammad dalam beragama.
Dalam uraian yang lain juga disebutkan bahwa Islam is Not Only for Muslim (Islam bukan hanya untuk umat Islam semata), yang terakhir bahkan menjadi judul buku yang ditulis oleh tokoh Islam di Indonesia, KH. Ali Mustafa Yaqub (1952-2016), yang isinya mengandung uraian-uraian bahwa ajaran Islam memiliki spektrum yang luas, yang bukan hanya berisi seruan agar orang lain menikmati Indahnya agama ini, lebih dari itu, ajaran-ajaran yang dikandung Islam mampu diterapkan oleh siapapun yang menginginkan mewujudkan luhurnya peradaban.
Termasuk di antara ciri khas agama Islam adalah karakternya yang mudah untuk dipraktikkan dalam keseharian dan tidak memberatkan.
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari disebutkan oleh Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda,
“Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, dari Rasulullah Saw bahwasanya beliau bersabda : Sesungguhnya agama itu mudah dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlaku luruslah kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira, manfaatkanlah (untuk memohon pertolongan) pada pagi dan sebagian dari malam hari.”
Dalam satu bukunya yang berjudul Khasaish al-Ummat al-Muhammadiyyah (Kekhususan-kekhususan umat nabi Muhammad), Syaikh al-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliky menjelaskan bahwa di antara kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada kita umat Islam adalah ditiadakannya unsur-unsur yang memberatkan dalam beragama. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.,
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka..” (Al-A’raf : 157)
Sayyid Alawi al-Maliky al-Makky memberikan beberapa contoh yang menjadi kekhususan agama Islam dibanding ajaran agama-agama sebelumnya, yang keseluruhnya merupakan bukti peringanan dari syariat-syariat sebelumnya.
Yang pertama adalah dihapuskannya syariat pemotongan baju atau barang yang dikenai najis. Umat-umat terdahulu, manakala pakaian mereka terkena najis, kendati disengaja atau tidak disengaja, maka mereka akan memotongnya dan membersihkannya. Hal ini sebagaimana dinarasikan dalam hadis riwayat Abu Daud bahwasanya Rasulullah Saw menceritakan,
كانوا إذا أصابهم البول قطعوا ما أصابه البول منهم
“Manakala pakaian mereka dikenai air kencing, maka mereka akan memotong bagian yang dikenai najis tersebut.”
Sedangkan jika umat Nabi Muhammad (baca: umat Islam) terkena najis maka cukup dibasuh dan dibersihkan bagian yang kena najis saja, baik itu yang terkena pakaian atau yang lain.
Yang kedua adalah penghapusan aturan dikucilkannya orang yang sedang haid. Hal ini terjadi pada umat Yahudi di mana apabila perempuan-perempuan dari kalangan mereka mengalami haid maka mereka tidak akan mengajaknya makan, tidak mengajaknya berinteraksi, bahkan menjauhi mereka dengan ditinggalkan di rumah secara sendirian. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih riwayat Imam Muslim dan Ahmad.
عن أنس -رضي الله عنه-: أن اليَهُود كانوا إذا حَاضَت المرأة فيهم لم يؤَاكِلُوها، ولم يُجَامِعُوهُن في البيوت فسأل أصحاب النبي -صلى الله عليه وسلم- النبي -صلى الله عليه وسلم- فأنزل الله تعالى: {ويسألونك عن المحيض قل هو أذى فاعتزلوا النساء في المحيض} [البقرة: 222] إلى آخر الآية، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «اصْنَعُوا كلَّ شيء إلا النكاح»
”Dari Anas radiyallahu anhu bahwasanya dahulu jika perempuan dari kalangan Yahudi mengalami haid maka mereka tidak akan mengajaknya makan dan tidak akan menggaulinya di rumah. Kemudia para sahabat bertanya kepada Nabi Saw mengenai hal ini, maka turunlah ayat (Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid, maka katakanlah bahwa haid itu merupakan penyakit, maka jauhilah mereka selagi mereka dalam kondisi haid). Maka kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Lakukan segala sesuatu (pada isteri-isterimu) kecuali nikah (yakni berhubungan intim.”
Sedangkan dalam Islam jika ada perempuan yang mengalami haid maka diperbolehkan bagi seorang suami untuk berinteraksi terhadapnya, mengajaknya makan dan santai-santai bahkan dalam melakukan hubungan badan (asal tidak melakukan tindakan intim). Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam hadis yang disebutkan di awal.
Yang ketiga adalah ditiadakannya kewajiban penetapan qisash bagi seorang yang melakukan kesalahan, baik disengaja atau tidak. Jika umat sebelum Nabi Muhammad (baik itu Yahudi ataupun Nasrani) melakukan sebuah kesalahan seperti membunuh maka ia wajib dibalas dengan dibunuh juga, baik ia melakukan hal tersebut secara sengaja atau tidak. Hal ini berbeda dengan umat Islam yang melakukan kesalahan, jika ia melakukannya secara khilaf maka hanya dikenai diyat (denda atas perbuatannya) sedanhkan jika ia melakukannya secara sengaja maka ia bisa dikenakan qishosh (pembalasan dengan hal setimpal) atau bisa dikenakan diyat (denda sebagai ganti dari qishosh, hal ini jika pihak korban memaafkan pelaku).
Demikianlah, Islam dengan syariatnya, menjaga dan melindungi hak asasi manusia dan segala fitrahnya, menggabungkan antara kebutuhan basyariyah (kemanusiaan) dengan hakikat ruh dan tujuan beragama. Hal ini merupakan metode kehidupan yang agung dalam hal interaksi sosial manusia, sesuai dengan jalannya fitrah. Demikian tulis Sayyid Alawi al-Maliky al-Makky mengenai kekhususan umat Muhammad Saw.
Maryam adalah sosok perempuan yang dipuji di bumi. Pun dicintai di langit. Kemasyhuran namanya diabadikan dalam Al-Qur’an yang mulia. Ia digambarkan sebagai perempuan mulia, terbaik, suci, dan taat beribadah.
Sebagai bukti, dalam Q.S Ali Imran/3;42, dijelaskan secara gamblang bahwa Maryam tergolong perempuan yang terpilih. Putri dari Imran ini merupakan perempuan yang mampu menjaga diri dan kehormatannya dari keburukan. Sehingga Allah menyematkan titel sebagai perempuan suci. Allah berfirman;
Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, menyucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala perempuan di seluruh alam (pada masa itu).
Pada sisi lain, Maryam merupakan seorang ibu. Orang tua dari seorang lelaki yang mulia pula. Dinobatkan sebagai utusan Tuhan, Isa alaihi salam. Yang keagungannya diakui di agama Kristen, pun diagungkan dalam agama Islam.
Sebagai seorang ibu, Maryam merupakan sosok ibu yang baik. Taat beribadah pada Tuhan. Pun menyayangi anaknya. Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan bahwa kemuliaan akhlak dari Maryam sudah terbentuk sejak belia.
Dalam sejarah dikatakan, sejak awal Maryam sudah dididik langsung oleh seorang guru yang mulia, Nabi Zakaria. Pasalnya, sejak mengandung Hannah, ibunda dari Maryam sudah bernadzar, bahwa jika anaknya lahir akan dikirimnya ke Rumah Suci (Baitul Muqaddas) agar menjadi penjaga rumah tempat beribadah kepada Allah.
Akhirnya nadzar itu ditunaikan, kendatipun anak tersebut bukan laki-laki. Penjaga rumah suci itu, yaitu Nabi Zakariya. Nabi Zakariya itulah yang mengasuh dan mendidiknya di rumah suci sejak dia lahir sampai dewasa. Berkat itu, Maryam senantiasa terpelihara kesuciannya, dari kejahatan manusia dan setan yang terkutuk.
Wajar saja, ketika ia mempunyai anak—dari rahim yang suci itu—, lahir anak yang shaleh juga. Yang ia didik dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tak lupa ia ajarkan, akhlak dan norma kebajikan. Terlebih untuk taat dan beribadah pada Allah, yang menciptakan dirinya, kendatipun tak memiliki seorang ayah.
Dia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.”
Pada sisi lain, Maryam merupakan seorang ibu yang pembarani. Jamak diketahui, ia hamil tanpa seorang suami, sehingga marak isu ia perempuan tak benar. Sebab mengandung tanpa seorang suami yang sah. Sehingga ia dikucilkan dan dihujat secara brutal oleh kaumnya.
Pada suatu hari, sebagaimana dijelaskan dalam Tafsir Al Misbah, Volume VII, halaman 435, Maryam datang menemui kaumnya. Setelah 40 hari pasca melahirkan, Ia mengendong anaknya, Isa yang masih bayi. Ia datang dengan berani, tanpa ada rasa malu, dan percaya diri.
Dalam forum itu, kaumnya memburunya dengan pelbagai pertanyaan.Yang tidak beraturan, dan penuh penghakiman. Tetapi ia tetap diam. Quraish Shihab menyebutkan, diamnya Maryam sebagai nadzar yang jamak dijumpai pada masa lalu. Kendati demikian, Allah menurunkan mukjizat—Bayi, Nabi Isa menjelaskan pada kaummya tentang identitas dirinya.
Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Dengan demikian, di era sekarang, kisah Maryam tersebut dapat diambil ikhibar dan manfaat. Ia adalah orang tua yang menyayangi anaknya. Momentum hari iu ini, seyogianya sosok Maryam mampu dijadikan sebagai suri teladan bagi generasi hari ini.