Jika Ragu Akan Kehalalan Sembelihan, Apa Hukumnya?

Halal atau Haram?

Apakah hukum asal sembelihan yang meragukan, halal atau haram?

Maksud pertanyaan di atas adalah jika kita meragukan status suatu sembelihan, apakah telah disembelih sesuai ketentuan agama atau tidak, maka apa status sembelihan itu, halal atau haram?

Status sembelihan yang meragukan = haram!

Ketentuan yang termaktub dalam hadits shahih adalah kaidah yang berbunyi “hukum asal sembelihan adalah haram” (الأصل في الذبائح التحريم), sehingga apabila status suatu sembelihan diragukan, apakah telah memenuhi syarat sembelihan yang benar atau tidak, maka haram mengonsumsinya.

Adanya kesepakatan akan hal tersebut disampaikan oleh an-Nawawi rahimahullah,

فيه بيان قاعدة مهمة وهي أنه إذا حصل الشك في الذكاة المبيحة للحيوان : لم يحل؛ لأن الأصل تحريمه، وهذا لا خلاف فيه

“Ada penjelasan terhadap kaidah penting yang termuat dalam hadits di atas, yaitu apabila muncul keraguan terhadap keabsahan proses penyembelihan, maka status sembelihan tidaklah halal karena hukum asal sembelihan adalah haram. Tidak ada yang menyelisihi ketentuan ini.” [Syarh Shahih Muslim, 13/116].

Ibnu al-Qayyim rahimahullah menuturkan,

لمَّا كان الأصل في الذبائح : التحريم ، وشك : هل وجد الشرط المبيح أم لا ؟ بقي الصيد على أصله في التحريم

“Mengingat hukum asal sembelihan adalah haram, dan diragukan apakah sembelihan telah memenuhi syarat ataukah tidak, maka status binatang buruan tetap pada hukum asalnya, yaitu haram.” [I’lam al-Muwaqqi’in, 1/340]

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,

وما أصله الحظر، كالأبضاع ولحوم الحيوان: فلا يحل إلا بيقين حله من التذكية والعقد، فإن تردد في شيء من ذلك لظهور سبب آخر: رجع إلى الأصل، فبنى عليه

“Segala sesuatu yang asalnya haram dikonsumsi seperti anggota tubuh dan daging hewan, maka tidaklah halal dikonsumsi kecuali telah kehalalannya telah diyakini dengan penyembelihan dan akad yang tepat. Apabila diragukan karena adanya sebab yang lain, maka statusnya kembali pada hukum asal dan itulah yang berlaku.” [Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam hlm. 93]

Ini Dalilnya!

Dalil ketentuan di atas adalah sebagai berikut:

  • Perihal hewan buruan yang terkena anak panah dalam hadits ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَإِنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْبًا غَيْرَهُ وَقَدْ قَتَلَ فَلَا تَأْكُلْ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي أَيُّهُمَا قَتَلَهُ

“Apabila ada anjing lain yang menyertai anjingmu, lalu hewan buruan tersebut kamu temukan dalam keadaan terbunuh, maka janganlah kamu memakannya. Karena kamu tidak tahu apakah anjingmu atau ataukah anjing lain tersebut yang membunuhnya.” [HR. al-Bukhari: 5484 dan Muslim: 1929].

dalam riwayat yang lain tercantum redaksi,

إذا أرسلتَ كلبَكَ فوجدتَ معهُ غيرَهُ فلا تأكُلْ، فإنكَ إنما سمَّيتَ على كلبِكَ ولم تُسمِّ على غيرِهِ

“Apabila engkau melepas anjing pemburumu, kemudian ternyata engkau menjumpai anjing lain bersama anjingmu di samping hewan buruan, maka janganlah kamu memakannya. Karena engkau hanya menyebutkan nama Allah pada anjing buruanmu dan bukan pada anjing lain.” [Shahih Sunan an-Nasaai : 4283]

  • Dalam hadits yang sama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنْ رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَاذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ فَإِنْ غَابَ عَنْكَ يَوْمًا فَلَمْ تَجِدْ فِيهِ إِلَّا أَثَرَ سَهْمِكَ فَكُلْ إِنْ شِئْتَ وَإِنْ وَجَدْتَهُ غَرِيقًا فِي الْمَاءِ فَلَا تَأْكُلْ

“Apabila kamu membidikkan panah, maka sebutlah nama Allah. Jika hewan yang telah kamu panah tersebut baru kamu temukan setelah satu hari sedangkan di tubuhnnya tidak ada luka lain kecuali luka akibat anak panahmu, maka makanlah. Apabila kamu menemukan tenggelam di dalam air, maka jangan kamu makan.” [HR. al-Bukhari : 5484 dan Muslim : 1929]

Hadits-hadits di atas secara tegas menyatakan bahwa jika kita meragukan apakah syarat penyembelihan telah terpenuhi atau tidak pada hewan, maka status hewan itu tidak halal dikonsumsi.

Impor sembelihan dari negara non-muslim

Berdasarkan uraian di atas maka ketetapan yang telah disepakati di atas menunjukkan bahwa daging sembelihan yang diimpor dari negara non-muslim tidaklah halal karena proses penyembelihannya diragukan. Itu alasan minimalnya, apatah lagi jika sebagian orang yakin bahwa sembelihan dari negara non-muslim tersebut memang tidak disembelih dengan proses yang benar berdasarkan fakta. Ketentuan yang bisa disimpulkan dari uraian sebelumnya adalah jika kita meragukan keberadaan syarat penyembelihan yang benar pada suatu sembelihan, maka sembelihan itu tidak boleh dikonsumsi.

Bagaimana dengan sembelihan ahli kitab, bukankah dihalalkan?

Hal ini dijawab oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah,

إن باب الذبائح على التحريم، إلا ما أباحه الله ورسوله، فلو قدر تعارض دليلي الحظر والإباحة، لكان العمل بدليل الحظر أولى لثلاثة أوجه:

أحدها: تأييده الأصل الحاظر.

الثاني: أنه أحوط.

الثالث: أن الدليلين إذا تعارضا تساقطا ورجعا إلى أصل التحريم” انتهى من أحكام أهل الذمة

“Bab sembelihan terbangun di atas hukum asal haram kecuali yang diperbolehkan Allah dan rasul-Nya. apabila ternyata terdapat dua dalil bertentangan, antara yang melarang dan yang membolehkan, maka yang menjadi pilihan adalah mengamalkan dalil yang melarang karena tiga alasan berikut:

Pertama, dalil yang melarang menguatkan hukum asal yang mengharamkan.

Kedua, mengamalkan dalil yang melarang termasuk tindakan yang lebih hati-hati.

Ketiga, apabila terdapat dua dalil yang bertentangan dan tidak bisa dikompromikan, maka keduanya dikembalikan pada hukum asal, yaitu haram.” [Ahkam Ahli adz-Dzimmah 1/538, 539]

Ucapan Ibnu al-Qayyim di atas terdapat dalam uraian beliau yang menetapkan hukum asal sembelihan adalah haram hingga terbukti halal.

Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha

Aisyah radhiallahu ‘anha menyampaikan,

أَنَّ قَوْمًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ قَوْمًا يَأْتُونَنَا بِاللَّحْمِ لا نَدْرِي أَذَكَرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ أَمْ لا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ

“Wahai Rasulullah, ada suatu kaum yang mendatangi kami dengan daging yang kami tidak tahu apakah mereka menyebutkan nama Allah ketika menyembelihnya atau tidak”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebutlah nama Allah, lalu makanlah”.” [HR. al-Bukhari : 2057]

Bagaimana dengan hadits ‘Aisyah ini?

Hadist ‘Aisyah di atas berlaku apabila seorang tidak mengetahui apakah penyembelih mengucapkan nama Allah atau tidak ketika menyembelih. Maka dalam kasus tersebut sembelihannya diperbolehkan untuk dikonsumsi karena hukum asal sembelihan muslim dan ahli kitab adalah sah dan halal. Dengan demikian tidak perlu memastikan apakah syarat penyembelihan telah dilakukan dengan benar atau tidak. Hal ini berbeda dengan kasus yang ditunjukkan dalam hadits-hadits di atas, dimana muncul keraguan karena adanya sebab. Itulah maksud dari perkataan Ibnu Rajab rahimahullah,

فإن تردد في شيء من ذلك لظهور سبب آخر: رجع إلى الأصل، فبنى عليه

“Apabila diragukan karena adanya sebab yang lain, maka statusnya kembali pada hukum asal dan itulah yang berlaku.” [Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam hlm. 93]

Terkait hadits hewan buruan yang statusnya diragukan, Ibnu al-Qayyim mengomentari,

وأما تحريم أكل الصيد إذا شك صاحبه: هل مات بالجرح أو بالماء؟ وتحريم أكله إذا خالط كلابه كلبا من غيره، فهو الذى أمر به رسول الله صلى الله تعالى عليه وآله وسلم، لأنه قد شك فى سبب الحل، والأصل فى الحيوان التحريم. فلا يستباح بالشك فى شرط حله، بخلاف ما إذا كان الأصل فيه الحل. فإنه لا يحرم بالشك فى سبب تحريمه كما لو اشترى ماء أو طعاماً، أو ثوباً لا يعلم حاله، جاز شربه وأكله ولبسه

“Apabila pemburu meragukan status hewan buruannya, apakah ia mati karena luka gigitan anjing buruannya atau tenggelam dalam air. Atau apakah ia mati karena gigitan anjing buruannya atau gigitan anjing yang lain, maka haram mengonsumsi daging hewan buruan itu. Itulah yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena pemilik anjing buruan tidak bisa memastikan (ragu) terhadap sebab kehalalan hewan buruan. Hukum asal hewan sembelihan adalah haram dikonsumsi, adanya keraguan terhadap sebab kehalalan hewan buruan tidak lantas membolehkannya untuk dikonsumsi. Berbeda halnya dengan sesuatu yang hukum asalnya halal, adanya keraguan terhadap sebab pengharamannya tidak lantas menjadikannya haram. Hal ini seperti orang yang membeli air, makanan, atau pakaian yang tidak diketahui kehalalannya, dalam hal ini ia boleh meminum, memakan, dan memakainya.” [Ighatsah al-Lahafan 1/180]

Perhatikan pembedaan yang dilakukan beliau antara keraguan terhadap sesuatu yang hukum asalnya haram dan keraguan terhadap sesuatu yang hukum asalnya halal.

Kesimpulan

Uraian di atas memberikan kesimpulan berikut:

  1. Apabila muslim tidak mengetahui pasti proses penyembelihan hewan dengan sempurna, maka ia tidak berkewajiban memastikan dan mencari tahu kehalalan proses penyembelihan hewan tersebut, karena hukum asalnya sembelihan itu halal dikonsumsi.
  2. Apabila muslim mengetahui syarat penyembelihan pada hewan tidak terpenuhi atau ia ragu yang didasari fakta, maka hukum asalnya adalah syarat penyembelihan pada hewan itu tidak terpenuhi sehingga haram dikonsumsi.

Demikianlah yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Artikel: Muslim.or.id

Ilmui Dulu, Baru Usaha

Konsep keliru yang banyak diterapkan oleh sebagian pengusaha Muslim adalah: jalan dulu, ilmunya nanti sambil jalan. Atau kata orang Jawa: “dipikir karo mlaku”.

Kalau urusannya dengan ilmu agama, atau lebih tepatnya masalah: fikih muamalah, maka ini keliru.

Ilmu sebelum berkata dan berbuat

Dalam masalah agama, masalah halal-haram, tidak boleh berkata dan berbuat tanpa ilmu. Allah ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan-jawabnya” (QS. Al-Isra’ : 36).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

أن الله تعالى نهى عن القول بلا علم بل بالظن الذي هو التوهم والخيال

“Allah Ta’ala melarang untuk bicara tanpa ilmu, yaitu bicara dengan sekedar sangkaan yang merupakan kerancuan dan khayalan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Oleh karena itu para ulama mengatakan:

العلم قبل القول والعمل

“Ilmu harus ada sebelum berkata dan berbuat”.

Berilmu sebelum memulai usaha

Oleh karena itu, tidak boleh seseorang belum paham ilmu fikih muamalah terkait usahanya, lalu dia sudah menjalankan dan mengeksekusi usahanya.

Padahal dia belum mengetahui:

  • Apa saja syarat dan rukun jual beli?
  • Apa jenis akad yang ia lakukan dalam usahanya?
  • Apa saja syarat-syarat akad tersebut?
  • Apa itu khiyar?
  • Apa saja hak dan kewajiban penjual serta pembeli?
  • Apa itu riba dan apa saja jenisnya? Dan adakah riba dalam usahanya?
  • Apa itu gharar? Bagaimana bentuknya? Dan adakah gharar dalam usahanya?
  • dll.

Maka sikap yang benar adalah: ilmui dulu fikih muamalahnya, baru setelah itu mengeksekusi usaha sesuai dengan tuntunan agama.

Sahabat Nabi yang mulia, Umar bin Khathab radhiallahu’anhu, bahkan mengatakan:

لاْ يَبِعْ فِيْ سُوْقِنَا إِلاْ مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِيْ الدِّيْنِ

“Tidak boleh berjual-beli di pasar kami, kecuali orang yang paham fikih (dalam jual-beli)” (HR. At Tirmidzi no. 487, ia mengatakan: “hasan gharib”, dihasankan Al Albani dalam Shahih at Tirmidzi).

Imam An Nawawi mengatakan:

وأمّا البيعُ والنّكاحُ وشبههُما – ممّا لا يجبُ أصلُه – فيحرُمُ الإقدامُ عليه إلاّ بعدَ معرفةِ شرطِه

“Adapun masalah jual beli, nikah dan yang mirip dengan keduanya, yang hukum asalnya tidak wajib, maka haram melakukannya kecuali setelah mengetahui syarat-syaratnya” (dari Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 30/293).

Ibnu ‘Abidin juga mengatakan:

وفرضٌ على كلِّ مكلّفٍ ومكلّفةٍ بعدَ تعلّمِه علمَ الدينِ والهدايةِ ، تعلُّمُ علمِ الوضوءِ والغسلِ والصلاةِ الصومِ وعلم الزكاة لمن له نصاب ، والحجّ لمن وجب عليه .والبيوعِ على التّجّارِ ليحترزوا عن الشّبهاتِ والمكروهاتِ في سائرِ المعاملاتِ ، وكذا أهلِ الحِرَفِ

“Bagi setiap mukallaf laki-laki maupun wanita setelah ia belajar tentang ilmu agama dan hidayah (baca: akidah), wajib bagi mereka untuk belajar ilmu tentang wudhu, mandi, shalat, puasa zakat, nisab-nisabnya. Juga belajar tentang haji dan siapa yang wajib haji. Juga bagi para pedagang, wajib belajar tentang jual-beli, agar mereka terhindar dari syubhat dan perkara-perkara yang makruh dalam semua muamalah. Demikian juga para pekerja” (dari Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 30/293).

Mengapa harus berilmu dulu?

Para pengusaha dan para praktisi usaha harus berilmu tentang fikih muamalah sebelum menjalankannya, agar terhindar dari riba dan muamalah-muamalah yang diharamkan.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu mengatakan:

مَنِ اتَّجَرَ قبلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِيْ الرِّبَا ، ثُمَّ ارْتَطَمَ ، ثُمَّ ارْتَطَمَ . أي : وقع في الربا

“Siapa saja yang berjual-beli sebelum mengilmui fikih jual-beli, maka ia akan terjerumus dalam riba, semakin terjerumus, dan semakin terjerumus”.

Kata “irtathoma” artinya: terjerumus dalam riba” (Mughnil Muhtaaj [2/22] karya Al Khathib Asy Syarbini).

Demikian juga, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abidin di atas, agar terhindar dari perkara-perkara yang syubhat dan dimakruhkan dalam jual-beli.

Apa harus mempelajari semua bab fikih muamalah?

Jawabnya: tidak harus. Namun yang wajib dipelajari adalah bab-bab fikih jual beli yang terkait dengan usahanya. Sampai ia bisa menjalankan hal-hal yang wajib dan terhindar dari perkara-perkara yang haram dalam usahanya.

Al Ghazali rahimahullah berkata:

لو كان هذا المسلمُ تاجرًا وقد شاعَ في البلدِ معاملةُ الربا ، وجبَ عليهِ تعلُّمُ الحذرِ من الربا ، وهذا هو الحقُّ في العلمِ الذي هو فرضُ عينٍ ، ومعناه العلمُ بكيفيةِ العملِ الواجب

“Andaikan seorang Muslim hidup di negeri yang tersebar riba di dalamnya, maka wajib baginya mempelajari ilmu yang menghindarkan dirinya dari riba. Inilah pendapat yang tepat tentang ilmu apa yang termasuk fardhu ‘ain. Yaitu, ilmu yang cukup untuk membuat ia menjalankan kewajiban (agama)” (Ihya Ulumiddin, 1/33).

Jika ada yang berkata, “wah kelamaan… pusing dan repot belajar fikih dulu, nanti usaha ngga jalan-jalan”.

Ya terserah anda. Tapi, lebih baik menelan pahitnya belajar, dari pada merasakan pahitnya harta haram.

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

__

Penulis: Yulian Purnama

Muslim.or.id

Orang Merugi Yang Tak Pernah Untung!

Allah Swt Berfirman :

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِينَ أَعۡمَٰلًا – ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا

Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatan-perbuata nya?” (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya. (QS.Al-Kahfi:103-104)

Ayat ini mengandung banyak pelajaran indah di dalamnya, namun kali ini kita akan mengutip satu sisi saja dari beragam keindahannya.

Kita akan berhenti pada kata أَعمَالًا. Sebuah kata yang berbentuk Jama’ (lebih dari satu) yang memiliki arti “perbuatan”.

Uniknya, ayat ini tidak menyebutkan الأخسرين عملاً (orang yang paling merugi “perbuatannya”) namun menggunakan bentuk Jama’ yakni الأخسرين أعمالاً (yang paling merugi “perbuatan-perbuatannya”).

Dari pilihan kata ini kita akan mengambil beberapa pelajaran indah, yaitu :

1. Nilai amal manusia bergantung pada kata “diterima” atau “ditolak”. Sebesar apapun dan sebanyak apapun amal seseorang tak akan berarti bila tidak diterima oleh Allah Swt.

Nah diterimanya amal perbuatan seseorang bergantung pada kadar keimanan dan sejauh mana keikhlasannya. Karenanya, Allah Swt Berfirman :

ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS.Al-Mulk:2)

Maka tolok ukurnya adalah amal yang terbaik, bukan amal yang terbanyak. Walaupun kita selalu ingin melalukan yang terbaik dengan jumlah yang banyak pula. Namun kita harus lebih fokus pada kualitas amal, bukan jumlahnya!

2. Dari kata أعمالا ini kita juga belajar bahwa orang yang disebut merugi dalam ayat ini bukan hanya merugi karena satu perbuatan. Namun kebodohan mereka menjadikan seluruh perbuatan mereka tidak bernilai bahkan membawa kerugian.

Seorang pengusaha terkadang merugi dalam berdagang namun di waktu yang lain ia bisa mendapat keuntungan yang menutup semua kerugian sebelumnya. Dan hasil akhirnya ia masih mendapat banyak untung.

Namun hal ini berbeda dengan orang-orang yang dimaksud oleh ayat ini. Semakin banyak amal yang dilakukan mereka semakin merugi, karena mereka pikir banyaknya amal mereka membawa kebaikan namun malah membawa kerugian.

وَهُمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ يُحۡسِنُونَ صُنۡعًا

“Sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.”

3. Waspadalah selalu dengan amal perbuatan yang tidak diterima oleh Allah Swt.

Seringkali manusia sibuk melakukan banyak amal namun melupakan pentingnya menjaga amal tersebut agar diterima.

Terkadang di awal ia melakukannya dengan penuh keikhlasan, namun di tengah jalan hatinya mulai dikuasai perasaan Ujub, Riya’ atau Hasud. Karenanya dalam salah satu petikan doa disebutkan :

وَأَستَغفِرُكَ لِمَا أَرَدْتُ بِهِ وَجهَك فَخَالَطَنِي مَا ليسَ لَك

“Dan aku memohon ampunan kepada-Mu ketika aku menginginkan sesuatu hanya untuk-Mu kemudian (hatiku) tercampuri dengan selain-Mu.”

Maka tugas kita adalah selalu :

1. Memperhatikan amal sebelum melakukannya.

2. Berhati-hati ketika melakukannya.

3. Dan selalu mengkoreksi diri setelah melakukannya.

Agar hati kita tenang dan yakin bahwa amal kita diterima oleh Allah Swt. Bila tidak, maka sebesar apapun amal yang kita tumpuk semuanya akan terbang sia-sia bagaikan debu.

وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا

“Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS.Al-Furqan:23)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Naskah Khutbah Idul Adha Hanya 10 Menit, Lima Pelajaran dari Qurban Nabi Ibrahim

Khutbah Idul Adha kali ini dibuat singkat karena kondisi pandemi, tetapi tetap ada pelajaran berharga yang bisa dipetik dari qurbannya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.

Khutbah Pertama

Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Innaa a’thainaakal-kautsar, fashollii li robbika wanhar, innaa syaaniaka huwal abtar.

Jama’ah rahimani wa rahimakumullah, jama’ah yang senantiasa dirahmati dan diberkahi oleh Allah …

Hari Jumat ini bertepatan dengan dua Id.

Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqam, “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua Id (hari Id bertemu dengan hari Jumat) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jumat”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jumat, maka silakan.” (HR. Abu Daud, no. 1070; An-Nasa’i, no. 1592; Ibnu Majah, no. 1310. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dalil di atas menjadi dalil boleh memilih antara shalat Jumat dan shalat Id. Akan tetapi, mengerjakan kedua shalat tersebut lebih baik. Bagi yang memilih tidak shalat Jumat karena di pagi harinya telah shalat Id, maka hendaklah mengganti dengan shalat Zhuhur.

Terkait dengan qurban, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ibadah ini berasal dari kisah Nabi Ibrahim saat ingin menyembelih putranya Ismail. Kisah ini bisa ditelaah lebih jauh dalam surah As-Saffat ayat 99 – 111.

Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail ‘alaihis salam sebagaimana disebutkan dalam ayat,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Ketika Isma’il berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja. Pada usia tersebut, Ibrahim sangat mencintainya dan Nabi Ibrahim merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat. Saat anaknya seperti itulah, Ibrahim mendapatkan ujian berat.

Lihatlah ketika mendengar mimpi ayahnya untuk menyembelihnya, Ismail sangatlah patuh. Ia pun menyatakan dirinya bisa bersabar dan mendorong ayahnya untuk bersabar pula.

Inilah yang seharusnya jadi teladan kita, yaitu patuh, sabar, dan tawakal kepada Allah. Mudah-mudahan kita mendapatkan istri dan anak yang patuh pada Allah, sabar dan benar-benar bertawakal kepada-Nya, begitu pula kita menjadi orang yang demikian.

Lalu dalam lanjutan ayat disebutkan,

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya).” (QS. As-Saffat: 103)

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ

Dan Kami memanggilnya, “Hai Ibrahim.” (QS. As-Saffat: 104)

قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 105)

إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. As-Saffat: 106)

Dengan sikapnya ini, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dipuji,

كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. As-Saffat: 110). Ibrahim termasuk orang yang berbuat baik (berbuat ihsan) dalam ibadah, bermuamalah baik dengan sesama, ia mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang ia hadapi, dan ia mendapatkan balasan yang baik.

Lalu disebutkan,

إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. As-Saffat: 111).

Pelajaran dari kisah Nabi Ibrahim berqurban

  1. Ibrahim adalah orang yang taat pada perintah Allah.
  2. Nabi Ibrahim tidak membantah wahyu, ia sangat patuh pada wahyu.
  3. Kecintaan pada Allah lebih didahulukan oleh Nabi Ibrahim dari kecintaan pada anak.
  4. Sifat anak yang saleh adalah patuh pada orang tua seperti patuhnya Ismail pada ayahnya Ibrahim.
  5. Bersabar di balik kesulitan pasti akan datangkan kemudahan. Termasuk saat ini kita bersabar tanpa batas di masa pandemi.

Semoga jadi pelajaran penuh manfaat. Aquulu qoouli hadza, wastaghfirullaha lii, innahu huwas samii’ul ‘aliim.

Khutbah kedua

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Allahu Akbar. Walillahil hamd.

Alhamdulillahi Robbil ‘aalamiin.

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad.

Wal ‘ashr, Innal insaana lafii khusr, illalladziina aamanuu wa ‘amilush sholihaati wa tawaa-show bil haqqi wa ta-waashow bish shobr.

Ayyuhan naas, ittaqullaha haqqa tuqootih.

Allahummaghfir lil muslimiina wal muslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaat, al-ahyaa’ minhum wal amwaat.

Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirooti hasanah wa qinaa ‘adzaban naar.

Bi rohmatika yaa arhamar roohimiin.

Taqobbalallahu minna wa minkum.

Wassalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.

Referensi Khutbah:

Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Penjelasan Shalat Idul Adha

  1. Shalat Idul Adha terdiri dari dua rakaat.
  2. Shalat Idul Adha dimulai dengan niat (niatan shalat Id, cukup dalam hati) dan takbiratul ihram (ucapan “Allahu Akbar” di awal).
  3. Cara melakukan shalat Idul Adha sama dengan melakukan shalat lainnya.
  4. Setelah takbiratul ihram membaca doa iftitah (istiftah) sebagaimana shalat lainnya.
  5. Setelah membaca doa iftitah, melakukan takbir tambahan (zawaid) sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama (selain takbir untuk takbiratul ihram dan takbir turun rukuk). Sedangkan pada rakaat kedua, melakukan takbir tambahan sebanyak lima kali (selain takbir bangkit dari sujud dan takbir turun rukuk). Jika takbir tambahan (zawaid) ini hanya sunnah, sehingga kalau luput tidak mesti diulangi. Jika ada makmum yang masbuk saat takbir zawaid, cukup mengikuti sisa takbir yang ada tanpa qadha’.
  6. Setiap kali takbir zawaid disunnahkan mengangkat tangan. Setelah itu disunnahkan di antara dua takbir tambahan meletakkan tangan kanan di depan tangan kiri di bawah dada sebagaimana bersedekap setelah takbiratul ihram.
  7. Di antara takbir zawaid (tambahan), disunnahkan berhenti sejenak sekadar membaca satu ayat pertengahan. Saat itu bisa membaca takbir atau mengagungkan Allah. Yang paling bagus di antara takbir zawaid adalah membaca: SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH WA LAA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. Setelah takbir ketujuh pada rakaat pertama dan takbir kelima pada rakaat kedua tidak ada bacaan takbir dan dzikir.
  8. Setelah takbir zawaid, membaca surah Al-Fatihah. Setelah surah Al-Fatihah dianjurkan membaca surah Qaf pada rakaat pertama dan surah Al-Qamar pada rakaat kedua, atau membaca surah Al-A’laa pada rakaat pertama dan surah Al-Ghasyiyah pada rakaat kedua.
  9. Bacaan surah saat shalat Idul Adha dikeraskan (jahr), begitu pula dengan bacaan takbir, sedangkan dzikir-dzikir lainnya dibaca lirih (sirr).

[Diringkas dari Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

Aturan Khutbah Idul Adha

  1. Khutbah Idul Adha adalah sunnah setelah shalat Id.
  2. Khutbah Idul Adha ada dua kali khutbah, rukun dan sunnahnya sama dengan khutbah Jumat.
  3. Disunnahkan khutbah dengan mimbar, boleh juga berkhutbah dengan duduk.
  4. Khutbah pertama diawali dengan sembilan kali takbir. Khutbah kedua diawali dengan tujuh kali takbir.
  5. Rukun khutbah: (a) memuji Allah, (b) shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, (c) wasiat takwa kepada Allah, (d) membaca satu ayat, (e) berdoa.
  6. Jamaah disunnahkan mendengarkan khutbah. Akan tetapi, mendengarkan khutbah Idul Adha bukanlah syarat sahnya shalat Id.

[Diringkas dari penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii]

Disusun di Darush Sholihin, 9 Dzulhijjah 1441 H (30 Juli 2020)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumasyho.Com

Mengapa Pantang Memutus Sumsum Tulang Belakang Hewan Kurban?

Sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Ibadah kurban adalah persembahan terbaik kita kepada Allah SWT. Oleh karenanya, ibadah mulia ini dilakukan dengan cara istimewa agar amal kita diterima. Ibadah kurban juga merupakan demonstrasi kesempurnaan adab umat Islam ketika menjalankan ibadah penyembelihan hewan.

Allah SWT dan Rasul-Nya mewajibkan kita untuk berbuat ihsan (baik) saat menyembelih. Maka tidak disebut termasuk dalam kelompok umat Rasulullah SAW jika seseorang tidak mau mengikuti sunnah (tuntunan) Rasulullah SAW.

Dari Syaddad bin Aus RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat baik (ihsan) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya serta senangkan (ringankan beban) hewan yang akan disembelih.” (HR Muslim nomor 1955)

Menurut Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono, ada beberapa cara agar bisa menyembelih hewan kurban secara ahsan atau baik. Pertama, pantang memutus sumsum tulang belakang.

Pada saat menyembelih hewan kurban, jelas Nanung, hanya tiga saluran yang diizinkan untuk diputus, yaitu: hulqum (saluran nafas), mari’ (saluran makanan), dan wadajain (dua pembuluh darah: arteri karotis dan vena jugularis). Spinal cord atau kabel sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Mengapa? Nanung mengungkapkan, pada saat hewan disembelih, maka akan tampak darah memancar sangat kuat, deras keluar, lewat lubang yang terbuka di leher bagian depan. Darah memancar kuat karena jantung berdenyut, menarik darah dari semua bagian organ dan memompanya keluar tubuh. “Jantung memompa darah itu karena perintah otak yang dikirimkan lewat (kabel) sumsum tulang belakang,” kata Nanung.

Maka jika pada saat hewan disembelih (kabel) sumsum tulang belakang tersebut juga diputus, maka akibatnya jantung akan kehilangan kontak dari otak. Jantung pun segera berhenti berdetak atau berdenyut. “Sehingga jantung tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk memompa darah keluar tubuh,” kata Nanung kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Selanjutnya yang terjadi, kata Nanung, akan ada darah dalam jumlah banyak tertahan di jaringan tubuh dan menjadi stok makanan yang berlimpah bagi bakteri pembusuk. “Selanjutnya, pertumbuhan bakteri pembusuk tidak terkendali dan daging menjadi cepat busuk,” papar Nanung.

Cara kedua menyembelih hewan secara baik dengan mengasah pisau setajam mungkin. Syariat Islam tentang penyembelihan hewan mewajibkan pisau diasah super tajam. Hewan tidak boleh disembelih menggunakan pisau yang tumpul, bergerigi, apalagi gergaji. 

Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengasah pisau tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadits lain dari Ibnu ’Abbas RA, beliau berkata: ”Rasulullah SAW mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, ‘Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian? Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau membaringkannya’.” (HR Al Hakim no 4/257, Al Baihaqi no 9/280, ‘Abdur Rozaq no 8608).

Ketiga, hewan jangan dibuat stres dan ketakutan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kita harus berbuat baik (ihsan) ketika menyembelih hewan, termasuk hewan kurban. Hewan tidak boleh dibuat stres dan tidak boleh dibuat ketakutan ketika hendak disembelih. Hewan juga tidak boleh dibuat tersiksa ketika disembelih.

Di antara perbuatan yang dapat membuat hewan ketakutan maupun stres saat akan disembelih adalah memperlihatkan proses pengasahan pisau, membuat suasana sangat gaduh dan ramai, memperlihatkan hewan yang disembelih dan atau dikuliti serta dipotong-potong anggota tubuhnya di hadapan hewan lain yang masih hidup, membiarkan ada genangan darah di area penyembelihan.

Perbuatan membiarkan pelanggaran tersebut terjadi tidak hanya membuat hewan teraniaya saat disembelih, tapi secara ilmiah juga dapat membuat kualitas daging menjadi turun (drop).

Keempat, dilarang menyiksa hewan kurban. Hewan kurban tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, jika ia belum mati secara sempurna. Apabila hewan dipotong kakinya, dipotong ekornya, atau dikuliti ketika masih hidup, maka hewan bisa kesakitan yang luar biasa. Bahkan, dalam keadaan tertentu, hewan bisa mati bukan karena disembelih, tapi karena kesakitan yang luar biasa. Hal ini tentunya diharamkan secara syariat agama.

Selain menyakiti, memotong-motong anggota tubuh hewan ketika masih hidup atau belum mati sempurna juga akan membuat daging hewan tersebut menjadi haram. Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR Ibnu Majah no 2606 dan II/1072, no 3216; Abu Dawud VIII/60, no 2841).

Daging bangkai itu haram dikonsumsi. Di Alquran ada empat ayat di mana Allah Swt mengharamkan kita memakan daging bangkai. “Mari kita sempurnakan amal ibadah kurban dengan memahami dan melakukan proses penyembelihan hewan kurban dengan benar dan sesuai syariat Islam,” kata Nanung.

KHAZANAH REPUBLIKA

Begini Isi Baingkisan Paket Kepada Jamaah Haji 2020

Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci membagikan paket hadiah kepada semua peziarah. Bingkisan ini sebagai bagian dari kampanye “Kami bangga melayani para jamaah haji.”

Hadiah tersebut terdiri dari pembersih, masker wajah, tisu pembersih, sajadah, dan payung. Semua ini  dikemas dalam tas tertutup dan disegel untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para peziarah, seperti Saudi Press Agency melaporkan.

Tindakan ini datang sebagai perpanjangan layanan yang disediakan untuk jamaah haji, yang berasal dari tanggung jawab Presidensi Umum untuk Urusan Masjid Agung dan Masjid Suci Nabi. Dan juga merupakan kelanjutan dari penerapan standar kehati-hatian tertinggi dan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi peziarah dari paparan virus Corona.

IHRAM

Di Hari Arafah Merenungkan Isi Khutbah Sang Rasul

SEMPATKAN membaca lengkap isi khutbah Arafah Rasulullah saat beliau berhaji. Baca lagi dengan akal kita dan dengan perasaan kita. Cobalah membuat kesimpulan singkat yang paling membuat kita terkesan sekali. Apakah itu? Mungkin kesimpulan kita berbeda seberbeda latar belakang kita.

Bagi saya, khutbah beliau adalah potret ketulusan cinta beliau kepada ummatnya, beliau ingin semua umatnya selamat dan bahagia. Beliau memiliki kemampuan empati yang luar biasa. Bukan fokus untuk kebahagiaan diri, namun kebahagiaan semuanya. Tak banyak lahir tokoh berkarakter seperti beliau. Sungguh sempurna. Mari kita bershalawat untuk beliau.

Manusia mulia adalah manusia yang mampu memanusiakan manusia, memiliki kepekaan rasa untuk berbahagia bersama, bukan berbahagia di atas derita orang lain. Kalaulah kita bertemu dengan orang tertindas yang menderita, upayakan supaya mereka kembali merdeka dan ceria, bukan justru membuat mereka semakin berat dan menderita.

Kita harus berjuang untuk memiliki hati yang tulus mulia, yang mampu memahami rasa orang laindan mampu merespon dengan respon terbaik yang paling bermanfaat dan membahagiakan. Sehatkan hati kita dan bersihkan dari tamak, rakus, iri hati dan dengki serta benci.

Jangan kalah peka dengan anak kecil dalam foto berikut ini. Seorang kakak berempati kepada adik perempuannya yang harja gundul karena kanker ganas. Sang kakak minta kepalanya juga digundul kepada adiknya. Ketika orang-orang bertanya mengapa dia minta digundul padahal tidak sakit, sang kakak menjawab: “Aku tak ingin adikku merasa sendirian dalam derita hidupnya.” Saya terharu. Bagaimana dengan kita? Adakah empati dan kasih sayang tulus dalam hati kita? Salam Arafah, AIM. [*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Ciri-ciri Orang Ikhlas

JIKA ikhlas ialah rahasia, bagaimanakah kita bisa mengenalinya? Bagaimanakah ciri-cirinya?

Syekh al-Anquri menguaknya dalam salah satu abab pada kitab Munyat al-Waizhin wa Ghunyat al- Muttaizhzhin.

Diriwayatkan dari seorang ahli hikmah: sesungguhnya perumpamaan orang yang beramal karena ria dan sumah adalah seperti orang yang pergi ke pasar, namun memenuhi saku bajunya dengan kerikil.

Orangorang mengatakan, kerikil itu tak dapat memenuhi kebutuhan orang itu. Ia tak dapat apa-apa selain ocehan dari orang lain. Jika ia ingin membeli sesuatu, maka ia tidak bisa membelinya dengan kerikil.

Demikian pula halnya dengan amalan yang dilakukan karena ria dan sumah; tidak ada manfaat amalnya, kecuali sanjungan dari manusia, dan tidak ada pahala sedikit pun baginya di akhirat nanti. Ini ditegaskan dalam firman Allah.

“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)

Allah swt akan menggugurkan pahala amalan-amalan mereka yang bukan karena mengharapkan rida Allah. Lalu Allah jadikan amalan-amalan itu seperti debu yang beterbangan.

Seorang ahli hikmah pernah ditanya, “Siapakah orang yang ikhlas itu?” Jawabnya, Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan amal kebaikannya sebagaimana ia menutupi amal keburukannya.

Ali ibn Abi Thalib berkata, “Ada empat tanda orang yang ria dalam beramal, yaitu malas beramal jika sendirian, rajin beramal jika banyak orang, semakin rajin beramal jika mendapat pujian, dan semakin malas jika mendapat celaan.”

Seorang ahli hikmah berpendapat, orang yang beramal hendaknya meniru adab beramal yang dipraktikkan penggembala kambing. Jika si penggembala melakukan salat di samping gembalaannya, maka salatnya tak akan pernah dipuji oleh kambing-kambingnya. Demikian pula beramal, hendaknya tidak pernah memerhatikan pandangan manusia terhadap amalnya. Sebaliknya, ia harus mampu beramal secara konsisten, baik dikala ramai maupun sepi-beramal tanpa mengharapkan pujian manusia. [Chairunnisa Dhiee]

Sumber buku ” Ikhlas Tanpa Batas”

INILAH MOZAIK

Inilah Lafaz Takbir Hari Raya (Tinjauan Madzhab Syafii)

Bagaimana lafaz takbir hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Berikut keterangan tentang takbir hari raya berdasarkan tinjauan dalam madzhab Syafii.

Pertama: Takbir pada hari Id adalah sunnah.

Kedua: Takbir ini adalah syiar kaum muslimin dengan mengeraskan suara.

Ketiga: Ada perincian untuk takbir Idul Fitri dan Idul Adha.

Keempat: Ada yang disebut takbir muqayyad, yaitu takbir yang diucapkan selesai shalat.

Kelima: Ada juga yang disebut takbir mutlak atau takbir mursal, yaitu takbir yang diucapkan di rumah, masjid, jalan, pada waktu malam, siang, dan waktu lainnya.

Keenam: Takbir mutlak disunnahkan diucapkan pada Idul Fitri dan Idul Adha. Awal waktu takbir mutlak adalah dari tenggelamnya matahari pada malam Id, kemudian berakhir saat imam memulai shalat Id. Sedangkan orang yang berhaji, syiarnya adalah membaca talbiyah pada malam Idul Adha.

Dalil bertakbir pada malam Idul Fitri adalah firman Allah Ta’ala,

وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Takbir pada malam Idul Adha disamakan dengan takbir Idul Fitri. Namun, takbir malam Idul Fitri lebih ditekankan daripada malam Idul Adha.

Ketujuh: Takbir muqayyad (setiap bakda shalat) tidak disunnahkan untuk Idul Fitri, menurut pendapat paling kuat dalam madzhab Syafii. Karena tidak ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal ini.

Kedelapan: Takbir muqayyad disunnahkan setelah shalat terkait Idul Adha, ada ijmak (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Takbir muqayyad ini dimulai dari Shubuh hari Arafah hingga Ashar hari tasyrik terakhir. Ada dalil dari ‘Umar, ‘Ali, dan Ibnu ‘Abbas tentang hal ini.

Kesembilan: Takbir muqayyad disunnahkan diucapkan setelah selesai shalat, baik shalat ada-an (shalat yang dikerjakan pada waktunya), maupun shalat yang luput, baik shalat fardhu maupun nadzar, baik shalat sunnah rawatib, shalat sunnah mutlak, shalat sunnah muqayyad, atau shalat sunnah yang punya sebab. Karena takbir itu syiar yang terkait dengan waktu.

Kesepuluh: Lafaz takbir yang disunnahkan adalah:

  1. ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, ALLAHU AKBAR, LAA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR, WA LILLAHIL HAMD.
  2. Imam Syafii rahimahullah berkata jika takbir di atas sudah diucapkan tiga kali, maka ada tambahan: ALLAHU AKBAR KABIIRO, WALHAMDULILLAHI KATSIIRO, WA SUBHAANALLAHI BUKROTAW-WA-ASHIILAA. LAA ILAHA ILLALLAH. WA LAA NA’BUDU ILLAA IYYAH, MUKHLISHIINAA LAHUD DIIN WA LAW KARIHAL KAAFIRUUN. LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAH, SHODAQO WA’DAH, WA NASHORO ‘ABDAH, WA HAZAMAL AHZAABA WAHDAH. LAA ILAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR. Ada riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan tadi saat berada di bukit Shafa.

Kesebelas: Ketika bertakbir disunnahkan mengeraskan suara. Karena jika ia mengeraskan suara, yang tidak bertakbir jadi ikut bertakbir.

Kedua belas: Ulama Syafiiyah menyatakan bahwa disunnahkan pada malam Id dengan ibadah, yaitu menyibukkan diri dengan shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, bertasbih, berdoa, beristighfar, dan ibadah semisalnya.

Yang dijadikan dalil adalah hadits dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَتَىِ الْعِيدَيْنِ لِلَّهِ مُحْتَسِبًا لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

Siapa yang menghidupkan malam Idul Fitri dan Idul Adha karena mengharap pahala dari Allah, hatinya akan mati pada hari semua hati itu mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 1782. Al-Hafizh Abu Thahir, Al-Bushiri, dan Al-‘Iraqi dalam takhrij Al-Ihya’ mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Semua hadits tentang hal ini dhaif. Imam Syafi dan ulama Syafiiyah tetap menganjurkan menghidupkan malam Id, walaupun hadits ini dhaif karena hadits ini seputar fadhilah amal sehingga tidaklah masalah.” (Al-Majmu’, 5:43)

Imam Syafii rahimahullah berkata, “Doa itu dianjurkan pada lima waktu: (1) malam Jumat, (2) malam Idul Adha, (3) malam Idul Fitri, (4) malam pertama Rajab, (5) malam nisfu Syakban.” (Al-Majmu’, 5:43)

Semoga bermanfaat.

Referensi:

Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam. 1:558-565.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Khutbah Idul Adha 2020 tentang Hikmah Qurban

Sholat Idul Adha 10 Dzulhijjah 1441 akan dilangsungkan pada 31 Juli 2020. Anggota Lembaga Dakwah NU (LDNU) KH A Muzaini Aziz, Lc, MA merilis naskah khutbah Idul Adha 2020. Berikut ini naskah khutbahnya:

الله أكبر (9 مرات) و لله الحمد.

 الحمد لله الذي شرع لعباده التقرب اليه بذبح القربان, وقرن النحر بالصلاة في محكم القرآن. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ذو الفضل والإمتنان, وأشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله أفضل من قام بشرائع الإسلام و حقق الإيمان. صلى اللهعلىسيدنا محمد و سلم عليه و على آله و أصحابه و من تبعهم بإحسان.

فيأيها الناس, أوصيكم وإيّاي نفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون.

قال الله تعالى فى مُحكم تنزيله:ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وابتغوا إليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلكم تُفلحون.

أما بعد…

Zumratalmuwahhidînrahimakumullâh.

Hari ini kita merayakan IdulAdha, Hari Raya Kurban 1441 H. Syari’at kurban telah dimulai pada generasi pertama umat manusia, anak Adam as.. Allah berfirman dalam Surah Al-Mâ`idahayat 27: 

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua anak Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima (kurban itu oleh Allah) dari salah seorang dari keduanya (kurban milik Habil) dan tidak diterima (kurban) dari yang lain (milik Qabil). Ia (Qabil berkata: Aku pasti akan membunuhmu. Berkatalah (Habil): Sesungguhnya Allah (hanya) menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa.

Syari’at kurban ini kemudian dilestarikan di dalam syari’at Nabi Ibrahim as, sebagaimana dapat kita lihat pada Surah as-Shâffâtayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى. قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: Maka tatkala anak itu (Ismail) telah sampai (pada  usiasanggup) berusaha bersama-sama (Ibrahim), (Ibrahim) berkata: Wahai puteraku, sesungguhnya aku melihat dalammimpi bahwa akumenyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?. (Ismail) menjawab: Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar.

Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa berkurban merupakan ujian Allah atas kesabaran kita. Apakah kita bersabar ketika Allah menuntut kita untuk mengorbankan sebagian harta yang kita cintai, sebagaimana Ibrahim dapat bersabar saat Allah menuntutnya mengorbankan harta kecintaannya, yaitu puteranya sendiri. Beruntunglah kita yang hanya diperintahkan untuk berqurban dengan hewan, dan bukan dengan menyembelih  darah daging sendiri. Malulah kita terhadap Ibrahim yang rela menyembelih puteranya, jika kita mampu namun enggan untukmenyembelih sekadar seekor hewan qurban yang tiada berharga sedikitpun dibanding nyawa Ismail.

Dan lihatlah!…Allah tidak akan pernah mensia-siakan kesabaran, ketaatan dan pengorbanan hamba-hambanya. Allah SWT pun berfirman Surah as-Shâffâtayat 107-111:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ. سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ. كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ

Artinya: Dan kami tebus anakitu (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di kalangan kaum-kaum sesudahnya. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

Betapamulia, Allah SWT sendiri yang menyematkan predikat-predikat  keagungan dan kemuliaan kepada Ibrahim dan Ismail ‘alayhimassalâm: as-Shâbirîn (hamba yang senantiasa bersabar), al-Muhsinîn (hamba yang senantiasa berbuat baik) danal-Mu`minîn (hamba yang senantiasa kokoh danteguh  dalam keimanannya).

Sidang IdulAdha   yang dirahmati Allah SWT.

Dalam  syariatNabi kita Muhammad Saw., tradisi kurban para nabi di atas kemudian dilestarikan melaluifirman Allah SWT dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرِبِّكَ وَ انْحَرْ

Artinya: Maka shalat (IedulAdha)-lah kamu kemudian berkurbanlah.

Perintah Allah tersebutkemudiandipertegasolehsabdaRasulullah Saw:

عن أبى هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من وجد سعة و لم يضحّ فلا يقربنّ مصلانا (رواه ابن ماجه و أحمد)

Artinnya: Dari AbiHurayrahra, Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang mampu namun tidakberkurban, maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat shalat (Iedul Adha) kami (HR. IbnuMajahdan Ahmad).

Dari hadits di atas, madzhab Hanafi berpendapat bahwa berkurban wajib hukumnya bagi yang mampu. Adapun madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbalimenyatakan bahwa berkurban adalah sunnah mu’akkadah (sunnah yang sangat ditekankan).

Ma’âsyiralmu’minînrahimakumullâh.

Tentang syariat qurban, beberapa hal perlu kita garis bawahi dan perhatikan, antara lain:

Pertama, sebagaimana semua amal ibadah lainnya, ibadah qurban ada yang diterima oleh Allah SWT, adajuga yang tidak diterima. Sebagaimana telah dikisahkan di dalam Surah Al-Mai`idahayat 27 di awal khutbah ini, bahwa Allah menerima qurban dari Habil dan tidak menerima kurban dariQabil. Ayat di atas diakhiri dengan firman Allah:

إنما يتقبلُ الله من المتقين

Artinya: Sesunggunya Allah hanyamenerima (kurbannya) orang-orang yang bertaqwa.

Prinsip taqwa dalam berkurban inikembali dipertegas di dalam Surah Al-Hajj ayat 37:

لَنْ يَنَالَ اللّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُم…

Artinya: Daging hewan kurban  dandarahnya itusekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kalian…

Qurbannya orang bertaqwa antara lain dan yang terpenting adalah ditandai dengan landasan niat untuk mentaati perintah Allah semata, bukan untuk menaikkan gengsi atau status sosial da nniat-niat duniawi lainnya. Maka ketikakita berqurban, pastikan bahwa hanya keikhlasan yang ada di hati kita, hanya demi menggapai ridha Allah SWT. Taqwa di sini juga berarti bahwa hewan qurban tersebut berasal dariharta yang halal. Karena, ibadah apapun yang dibiayai dari harta yang haram pasti tertolak, sebagaimana sabdaRasulullah Saw.:

لا يقبل الله عز و جل صدقة من غلول و لا صلاة بغير طهور (رواه ابو داود)

Artinya: Allah AzzawaJalla tidak menerima shadaqah dariharta yang haram dan (tidak menerima) sholat tanpa bersuci (HR. Abu Daud)

JugasabdaRasulallah Saw.:

أيها الناس! إن الله طيب لا يقبل إلا طيبا…

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Suci dan tidak menerima kecuali yang suci… (HR. Muslim)

Kedua, tentang distribusi dagingkurban, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 28:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِير

Artinya: (Tujuan ibadah haji dan kurban itua dalah) agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan, atas rizki yang telah Allah berikan kepada mereka, yaitu berupa binatang ternak, maka makanlah sebagian darinya dan berikanla hsebagian lainnya untuk dimakan oleh orang-orang yang papa lagi fakir.

Dari ayat di atas dapat kita ambil sebuah tuntunan bahwa orang-orang yang berqurban atau panitia qurban harus memastikan bahwa qurban tersebut didistribusikan secara baik dengan prioritas pembagian hasil qurban untuk para fakir miskin, di samping si empu qurban juga memiliki hak untuk menikmati sebagian daging qurbannya.

Ini adalah bentuk solidaritas sosial, agar pada Idul Adha kali ini, terlebih di masa pandemi Covid-19 yang memprihatinkan ini, kita semua, tanpa terkecuali, betul-betul dapat merayakannya dengan riang gembira dan penuh suka cita.

Jangan sampai pada Idul Adha nantia daperut-perut lapar yang berangan-angan tentang nikmatnya daging qurban, sementara perut kita kekenyangan setelah menyantap hidangan lezat hasil qurban.

Hal ketiga yang kiranya perlu kitaketahui adalah tentang wasiat Rasulullah Saw:

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من باع جلد أضحيته فلا أضحية له (رواه الحاكم و البيهقي)

Artinya: Diriwayatkan oleh AbiHurayrah ra, bahwaRasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka sesunggungnya dia tidak berqurban (HR. Al-Hakim dan Al-Bayhaqiy).

Wejangan Rasulullah di atas adalah sebuah tuntunan agar dalam berqurban kita harus total, optimal dan sempurna, tidak setengah-setengah. Dengan demikian, ganjaran baik yang kita peroleh dari Allah pun menjadi sempurna pula. Maka, tidak sah qurban seseorang yang kulit qurbannya dijadikan upah untuk si tukang sembelih atau tukang jagal qurbannya.

Ikhwânîfillâha’âdzaniyallâhuwaiyyâkumajma’în.

Akhirnya, khatib berharap, semoga khutbah ini dapat membangkitkan kesadaran dan keinginan kita untukberlomba-lomba mempersembahkan qurban terbaik.

Semoga di Idul Adha ini semakin banyak saudara kita yang tersenyum bahagia karena menikmati hidangan daging qurban yang kita sembelih, hanya untuk menggapai ridha Allah SWT. Amin yâRabbal ’âlamîn.

بارك الله لى و لكم فى القرآن الكريم. و نفعنى و إيّاكم بما فيه من الآيات و الذّكر الحكيم. و تقبّل منّى و منكم تلاوته, إنّه هو السّميع العليم. أقول قولى هذا فأستغفر الله لي و لكم و لسائر المؤمنين من كل ذنب, فاستغفروه…. إنّه هو الغفور الرّحيم.

الله أكبر (7 مرات)و لله الحمد.

اللهُ أكبر ما حنّ لبيت الله مؤمنٌ مشتاقٌ, الله أكبر ما أتى الحجّاج لأداء الحجِ من الآفاق, اللهُ أكبر ما تعارفَ الواقفون بعرفةَ باتِحادٍ و وفاقٍ.

أشهد ان لا إله إلا الله الملك العلاّم, و أشهد أنسيدنا محمدا عبده و رسوله سيد الأنام.

أللهم صل و سلم على سيدنا محمد و على آله و أصحابه صلاةً و سلاما دائمين متلازمين على ممرّ الدّهور و اْلأيّام.

أيها النَاس, إتقوا الله حقّ تقواه, و راقبوه مراقبة من يعلم أنه يراه.

فقال الله تعالى: يا أَيها الذين آمنوا اتّقوا الله حقّ تُقاته و لا تموتنّ إلا و أنتم مسلمون.

أللهم صل و سلم و بارك على سيدنا محمد, و على آل سيدنا محمد, كما صليت و سلّمت و باركت على سيدنا إبراهيم, و على آل سيدنا إبراهيم, فى العالمين إنك حميد مجيد.

أللهم اغفر للمسلمين و المسلمات, و المؤمنين و المؤمنات, ألأحياءِ منهم و الأموات, إنك سميع قريب مجيب الدعوات, يا قاضي الحاجات.

رَبَّنَا ءَاتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً, وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

رَبَّناَ تَقَبَّلْ مِناَّ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ, وَ تُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً, وَ فِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عباد الله, إن الله يأمر بالعدل و الإحسان, و إيتاء ذى القربى و ينهى عن الفخشاء و المنكر و البغي, يعظكم لعلكم تذكرون.

فاذكروا الله العظيم يذكركم, و اشكروه على نعمه يزدْكم, و اسئلوه من فضله يعطِكم, و لذكر الله أكبر, والله يعلم ما تصنعون.

IHRAM