Masuk Surga dan Neraka karena Seekor Lalat

IMAM Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya yang berjudul Az Zuhud, menuliskan sebuah riwayat yang sampai kepada sahabat Salman Al Farisi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.”

Mereka, para sahabat, bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?”

“Ada dua orang lelaki,” jawab Rasulullah, “yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala.”

Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah!”

Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.”

Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat!”

Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka.

Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah!” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah azza wa jalla.”

Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.

Demikianlah keadaan dua orang manusia yang nasibnya berbeda karena salah satunya berujung di neraka selama-lamanya, dan yang lainnya berujung di surga selama-lamanya. Padahal, keduanya sebelumnya adalah sama-sama seorang Muslim.

Manusia, seringkali menganggap remeh masalah bahaya syirik. Padahal seseorang bisa saja terjerumus dalam kesyirikan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut syirik yang menyebabkan dia terjerumus dalam neraka nantinya.

Oleh karena itu, sahabat Anas berpitawat, “Kalian mengamalkan suatu amalan yang disangka ringan, namun kami yang hidup di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menganggapnya sebagai suatu petaka yang amat besar.” []

 

 

Bertemu Dajjal

Ombak besar tiba-tiba menggulung dengan dahsyatnya. Langit amat suram karena awan mendung menutupinya. Angin bertiup amat kencang hingga para pelaut kewalahan menangani layar kapal mereka. Jika mereka selamat, itu takdir Tuhan.

Begitulah mereka hanya bisa pasrah meski terus mencoba bertahan untuk tetap hidup. Mereka berjumlah 30 orang dari Bangsa Arab, tepatnya dari Kabilah Lakhm dan Judzam. Tamim Ad-Dari, nama pemimpin mereka.

Saat sinar mentari menerpa, betapa tak terkira kebahagian yang mereka dapat. Kapal masih utuh meski banyak kayu yang rompal. Layar pun tetap berkibar meski telah banyak robekan. Yang paling membahagiakan, mereka semua selamat. Namun, kebahagiaan itu hanya sekejap ketika mereka menyadari bahwa di sekeliling mereka sejauh mata memandang hanyalah air, air, dan air.

Setelah satu bulan terombang ambing di tengah lautan, betapa girang hati mereka melihat sebuah pulau. Mereka pun segera merapat ke satu-satunya daratan di luasnya samudra biru. Saat senja mulai tenggelam ditelan laut, mereka pun telah mencapai daratan tersebut.

Mengejutkan, Tamim dan kawan-kawan disambut binatang mengerikan yang bulunya sangat lebat. Kepala dan ekornya tak jelas karena saking lebatnya bulu yag menutupi seluruh tubuh binatang itu. “Binatang apa kamu ini?” tanya Tamim ketakutan.

Binatang itu pun ternyata mampu berbicara, “Aku adalah al-Jassasah,” jawabnya. Semakin ngerilah Tamim dan kawanannya. Mereka pun berbisik-bisik apa itu al-Jassasah. Belum terjawab pertanyaan itu, binatang tersebut berkata lagi. “Kalian pergilah ke kuil di sana, temuilah seorang pria karena sungguh ia sangat menanti berita dari kalian,” ujar al-Jassasah sembari menunjukkan arah.

Rombongan Tamim pun tak kuasa menolak. Meski bulu kuduk mereka berdiri, mereka tetap melangkahkan kaki menuju kuil yang dimaksud. “Bagaimana jika yang akan kita temui adalah setan?” ujar seorang rombongan. Namun, Tamim tetap menuju kuil itu.

Betapa terkejut mereka, ternyata di dalamnya terdapat seorang laki-laki super besar yang dibelenggu. Kedua tangannya diikat dengan lehernya, lutut dan pergelangan kakinya juga diikat. Bukan ikatan biasa, ikatan itu terbuat dari besi yang sangat kuat, mustahil menghancurkannya, kecuali atas izin Allah. Laki-laki raksasa itu berambut keriting dengan mata kiri buta. Di dahinya tertulis abjad arab “kaf”, “fa”, dan “ra”, atau jika disambung menjadi “kafir”.

“Sungguh betapa celaka kamu, makhluk macam apakah kamu ini?” tanya Tamim. Laki-laki bertubuh sangat besar itu pun menjawab, “Kalian sesungguhnya telah tahu tentang aku maka beritakanlah kepadaku siapa kalian ini?” ujarnya.

“Kami adalah orang-orang Arab, kami menaiki kapal, namun mendapati gelombang luar biasa sehingga kami terdampar di pulaumu ini. Kami pun bertemu Al-Jassasah, lalu hewan itu meminta kami menuju kemari,” kata Tamim secara ringkas.

Pria itu pun kembali bertanya, “Kabarkan kepadaku mengenai pohon-pohon kurma di Baisan!” Tamim dan rombongan pun bertanya tak mengerti, “Tentang apa kau bertanya pohon di sana?”

Pria terbelenggu itu menjawab, “Tentang pohon kurmanya, apakah masih berbuah?”

Mereka pun menjawab, “Ya.”

Pria itu pun menjawab, “Sungguh sebentar lagi pohon-pohon itu tak akan lagi berbuah. Lalu, kabarkanlah kepadaku tentang Danau Thabariyyah (Tiberia)!”

Mereka pun kembali bertanya, “Tentang apa kau bertanya danau itu?”

Pria buta sebelah itu menjawab, “Apakah danau itu masih berair?”

Tamim dan kawan-kawan menjawab, “Ya, danau itu memiliki banyak air.

Lagi-lagi si pria menjawab tentang masa depan. “Sungguh sebentar lagi danau itu akan kering. Lalu, kabarkanlah kepadaku tentang mata air Zugharl!”

Mereka bertanya lagi rinciannya, “Tentang apa kau bertanya mata air Zugharl?”

Pria besar namun pendek itu menjawab, “Apakah mata air itu masih mengalirkan air? Dan, apakah penduduknya masih bertani dengan memanfaatkan air itu?”

Rombongan Tamim menjawab, “Ya, mata air itu sangat deras dan penduduk bertani dengannya.”

Tiga pertanyaan belum membuat pria itu puas. Rupanya, ia telah terbelenggu ratusan tahun sehingga tak tahu lagi kabar perkembangan zaman. Ia pun melanjutkan pertanyaan meminta kabar dari Tamim dan pengikutnya. “Kabarkan kepadaku tentang nabi yang ummi, apa yang ia lakukan?” tanya pria besar jelek itu.

Mereka pun memahami bahwa yang ditanyakannya adalah perihal Nabi Muhammad yang saat itu tengah diutus. Tamim merupakan seorang Nasrani. Saat itu, ia belum mendapatkan hidayah menuju Islam. Ia pun menjawab, “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib (Madinah),” ujarnya.

“Apakah orang-orang Arab memeranginya?” tanya laki-laki raksasa tanpa daya dengan tangan kaki terikat kencang.

“Ya,” jawab Tamim dan teman-temannya.

“Apa yang ia (Muhammad) lakukan terhadap orang Arab? Apakah ia telah menang atas mereka dan membuat mereka taat? Apakah itu telah terjadi?” tanya pria “kafir” itu lagi.

“Ya,” ujar mereka.

Pria besar itu pun mengakhiri pertanyaan. Ia kemudian memberikan kabar mengejutkan, “Sungguh baik bagi mereka yang taat kepadanya (Rasulullah). Aku beritakan kepada kalian siapa aku. Aku adalah al-Masih (ad-Dajjal). Sebentar lagi aku akan mendapat izin keluar dan berjalan di muka bumi. Tidak akan kutinggalkan satu negeri pun, kecuali aku lewati dalam waktu 40 malam, kecuali Makkah dan Tha’ibah (Madinah), dua kota itu haram bagiku memasukinya. Setiap kali aku ingin memasuki dua kota itu, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus. Mereka menghalangiku masuk ke dua kota itu. Sungguh di setiap celah dua kota tersebut ada para malaikat yang menjaganya,” ujar pria besar yang ternyata Dajjal ini.

Usailah pertemuan rombongan Tamim dengan Dajjal. Mereka tak percaya bertemu dengan pria mengerikan itu. Apalagi, telah banyak berita Rasulullah yang mengabarkan bahwa salah satu tanda hari kiamat, yakni munculnya Dajjal.

Sepulang di tanah Arab, Tamim segera bertemu Rasulullah dan mengisahkan perjalanannya. Ia pun segera menyatakan diri memeluk Islam. Rasulullah sangat gembira mendengar pengalaman Tamim yang luar biasa. Pengalaman itu pun segera dikabarkan Rasulullah. Ia mengumpulkan umatnya di dalam masjid. Rasulullah kemudian mengisahkan perjalanan Tamim.

Kisah Masyithah, Tukang Sisir Putri Firaun

Mesir ribuan abad silam menjadi saksi sejarah kehidupan seorang wanita yang hatinya dipenuhi keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Saat itu tanah piramida dikuasai Firaun yang bengis. Ia memaksa seluruh rakyat Mesir menyembahnya.

Allah telah mengutus Nabi Musa untuk menyelamatkan Bani Israil dari kekejaman sang raja. Namun, Firaun teramat kejam hingga mereka yang beriman begitu takut untuk memperlihatkan keimanannya kepada Allah. Salah satu yang menyembunyikan keimanan tersebut yakni seorang wanita bernama Masyithah beserta keluarganya.

Masyithah merupakan salah satu pelayan istana Firaun. Ia bertugas sebagai tukang sisir putri Firaun. Sejak bertahun-tahun silam, keluarga Masyithah setia melayani istana. Ketika agama Ibrahim disampaikan Musa di tanah Mesir, mereka mengimaninya. Namun, tak ada yang tahu keimanan Masyithah, termasuk sang majikan.

Hingga suatu hari, tibalah saat Allah menguji keimanan Masyithah dan keluarganya. Saat itu Masyithah tengah menyisir rambut putri Firaun. Tiba-tiba sisir di tangannya jatuh dan tanpa sadar asma Allah keluar dari lisan Masyithah. “Allah!” seru Masyithah spontan.

Mendengarnya, putri Firaun sontak kaget. Ia pun segera menginterogasi Mayithah, siapakah Allah itu. Jika Allah itu Tuhan, maka berarti Masyithah siap dihukum mati karena telah menentang Firaun, ayahnya.

Masyithah tak juga menjawab pertanyaan sang putri. Keringat dingin menderas tubuhnya, ketakutan menderu hatinya. “Siapa Allah itu? Mengapa kau tak menjawab! Apakah kau punya Tuhan selain ayahku?” seru sang putri. Masyithah terus bungkam, namun sang putri terus mendesaknya. Hingga keberanian pun datang dari diri Masyithah. Ia tahu betul, inilah saatnya keimanan hendak diuji Allah.

“Allah adalah Tuhanku, Tuhan ayahmu, dan Tuhan seluruh alam,” jawab Mayithah tegas.

Mendengarnya, sang putri pun segera beranjak dari tempat duduknya menuju kediaman sang ayah. Ia segera melaporkan apa yang baru saja didengarnya dari lisan Masyithah. Sementara Masyithah mengabarkan kepada keluarganya untuk bersiap diri mendapat hukuman Firaun.

Firaun marah bukan kepalang ketika mendengar kabar dari sang putri. Ia pun segera memanggil Masyithah ke hadapannya. Tanpa keraguan, Masyithah pun pergi memenuhi panggilan raja.

“Apa kau meyembah sesuatu selain aku?” tanya Firaun dengan suara menggelegar, seluruh istana dibuat takut dengan amarahnya. Namun tanpa gentar, Masyithah menjawab ringan, “Ya, saya menyembah Allah. Allah Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan segala sesuatu,” kata Masyithah.

Geram, Firaun pun menyuruh pengawalnya untuk mengikat Masyithah kemudian menaruh seekor ular besar di hadapannya. Namun, Masyithah tak bergidik.  Bertambah marahlah emosi Firaun. Ia pun segera memanggil tangan kanannya, Hamman, untuk mengeksekusi mati keluarga Masyithah.

Hamman kemudian segera mengumpulkan beberapa pengawal untuk menangkap Masyithah dan keluarganya. Ia pun kemudian memerintahkan pengawal lain untuk membuat lubang besar untuk diisi air panas layaknya kawah bara dari gunung api. Ia bermaksud merebus hingga mati Masyithah dan keluarganya.

Tibalah hari eksekusi, rakyat dikumpulkan untuk menyaksikan peristiwa sadis, hukuman ala Firaun. Masyithah bersama sang suami dan empat orang anak termasuk satu bayi yang digendongnya telah berada di sana, siap menghadapi hukuman keji tersebut.

Mereka melihat kubangan besar berisi air mendidih yang siap melepuhkan tubuh mereka. Namun, hati mereka tak gentar dengan siksaan dari seorang manusia. Mereka memilih beriman kepada Allah, Tuhan seluruh manusia.

Sebelum dilempar ke air mendidih, mereka ditanya oleh Hamman apakah masih akan terus mengimani Allah dan enggan menuhankan Firaun. Namun, jawaban mereka selalu sama acap kali ditanya, “Allah adalah Tuhanku, Tuhan Firaun, dan Tuhan seluruh alam. Kami akan terus beriman kepada Allah sekalipun harus terjun ke kawah mendidih”.

Maka, bulatlah keputusan Hamman untuk memasak mereka hidup-hidup dalam kubangan air yang mendidih. Suami Masyitahlah yang pertama kali mendapat giliran. Tubuhnya langsung dilalap air yang mendidih, tinggal seonggok daging gosong tak bernyawa. Melihat eksekusi keji tersebut, Hamman terbahak-bahak dan terus menghina orang-orang yang beriman kepada Allah.

Masyithah terus di atas ketegarannya mengimani Allah. Setelah sang suami, giliran anak-anaknya. Satu per satu, mereka dipaksa masuk ke air mendidih yang apinya menjilat-jilat. Semuanya dilakukan di hadapan Masyithah. Hingga tinggallah tersisa Masyithah dan seorang anaknya yang masih bayi. Ia menggendong bayi itu erat-erat. Hatinya masih tegar diatas agama Allah. Maka, diseretlah ia dan bayinya mendekati air yang teramat panas itu.

Ketika hampir memasuki kubangan air, tiba-tiba syetan membisikkan keraguan di dalam hatinya. Keraguan dengan merasa sedih dan kasihan pada sang bayi yang belum sempat tumbuh dewasa melihat dunia, bayi yang baru lahir tanpa dosa.

Masyithah pun menghentikan langkahnya menuju ajal, ia terus saja memandangi bayinya yang merah dengan perasaan sedih yang mendalam. Melihatnya, Hamman sempat berpikir Masyithah akan mencabut kata-katanya dan akan kembali menuhankan Firaun. Ia pun girang karena merasa ancamannya pada Masyithah berhasil.

Namun, pikiran Hamman salah. Masyithah tak pernah sedikit pun melepaskan keimanannya pada Allah. Lalu dengan kehendak Allah, sang bayi tiba-tiba berkata kepada ibunya, “Wahai ibu, jangan takut, sesungguhnya Surga menanti kita,” ujar bayi yang digendongnya. Mendengarnya, kembalilah ketegaran dan keberanian Masyithah. Ia pun mencium anaknya. Kemudian, masuklah keduanya ke dalam air yang mendidih. Masyithah dan keluarganya mengakhiri hidup mereka dengan berpegang teguh pada akidah.

Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadis Rasulullah tentang Isra mi’raj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani. Hadis tersebut datang dari Hammad bin Salamah dari Atha’ bin Saib. Dalam perjalanan Isra Mi’raj ke Masjidil al-Aqsa,  Rasulullah melewati sebuah daerah yang aromanya sangat harum semerbak seperti harum kasturi.

Rasulullah pun bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, aroma harum apakah ini?” Jibril pun menjawab, “Ini adalah harum Masyithah, tukang sisir putri Firaun,” Rasulullah pun kembali bertanya, “Apa gerangan kelebihan Masyithah?” maka Jibril pun mengabarkan kisah Masyithah kepada Rasulullah yang kurang lebihnya telah dikisahkan di atas.

Islam Digest Republika

Menjaga Niat dalam Beramal

ORANG yang ikhlas akan tetap bersungguh-sungguh dalam beramal, tidak terpengaruh apakah ia sedang sendirian ataukah sedang berada di keramaian.

Tetapi jikalau amal yang dilakukan secara terang-terangan itu dilandasi niat supaya orang lain mendapatkan hikmah, maka in syaa Allah akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Sahabat yang baik, marilah kita terus melatih diri kita untuk peka membaca perubahan isi hati ketika beramal. Sehingga kita semakin terlatih untuk menjaga keikhlasan kita.

Setiap amal bergantung kepada niatnya. Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah SWT yang senantiasa ikhlas. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*].

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Sebaik-baik Hari yang Matahari Terbit Padanya

“SEBAIK-BAIK hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jumat. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim)

Alhamdulillahkita dipertemukan oleh Allah dengan Hari Jum’at. Hari Jumat adalah penghulu hari dalam satu pekan. Hari Jumat pun sebuah hari istimewa, salah satu hari raya kaum muslimin. Pada hari ini, kaum muslimin menyambut dan mengisinya dengan melakukan rangkaian sunnah (kebiasaan mulia Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam) yang tidak dilakukan pada selain hari Jumat.

Betapa mulianya hari ini, sehingga banyak berlimpah pahala yang bisa kita raup pada hari Jumat dengan melakukan amalan-amalan tertentu. Membaca shalawat untuk Nabi adalah sunnnah dan memperbanyak membacanya dikhususkan pada hari Jumat. Kami akan ulas beberapa amalan lain yang disunnahkan dilakukan pada sebaik-baik hari di mana matahari terbit ini.

Pakailah pakaian terbaik yang kita miliki dan wewangian untuk menuju masjid guna melaksanakan sholat Jumat berjamaah. Pakaian terbaik bukan berarti pakaian yang mahal atau baru. Namun pakaian yang sesuai tuntunan syariat sudah mencukupi.

Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam menyukai pakaian berwarna putih. Tersebut dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda, “Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan kafanilah mayit dengan kain putih pula” (H. Abu Daud no. 4061, Ibnu Majah no. 3566 dan An Nasai no. 5325. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits inihasan). Namun tidak terlarang apabila kita memakai pakaian berwarna lain.

Kita juga disunnahkan bersegera menuju masjid. Tidak mengakhirkan mendatangi masjid untuk sholat Jumat. Karena kebanyakan orang mendatangi masjid jika khatib sudah menaiki mimbar untuk berkhutbah. Maka perhatikanlah hadits Nabi berikut ini, “Apabila hari Jumat tiba maka akan ada para malaikat di setiap pintu-pintu masjid. Mereka akan mencatat setiap orang yang datang dari yang pertama, lalu berikutnya dan berikutnya. Hingga ketika Imam telah naik di mimbarnya para malaikat pun menutup catatan-catatannya, lalu mereka ikut mendengarkan khutbah.”(HR. Bukhari 3211).

Mendengarkan khatib berkhutbah dengan tidak mengadakan kegiatan apa pun meski kecil yang mengalihkan perhatiannya dari khatib. Ini adalah sunnah Nabi yang mulia. Dalam hal ini, yang cocok dan sesuai assunnah bagi takmir masjid adalah tidak mengedarkan kotak infak saat khutbah berlangsung. Hendaknya kotak infak diedarkan sebelum imam atau khatib naik mimbar. Jamaah pun tidak terganggu dan mengadakan kegiatan bila tidak disela kotak infak.

Ada satu waktu pada hari mulia ini yang mustajab untuk berdoa pada saatnya. Dari hadits yang ada, pendapat terkuat adalah bada ashar. Oleh karena itu hendaknya kita memperbanyak memanjatkan ampunan dan permintaan/doa pada hari Jumat bada ashar. Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam bersabda, Pada hari Jumat terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah Ashar. (HR. Abu Dawud).

Mari kita berusaha agar bisa mengamalkan sunnah (kebiasaan) Nabi yang mulia ini. Sehingga kita bisa meraup pahala yang banyak di hari terbaik dalam satu pekan ini. Selamat mengamalkan sunnah Nabi pada hari ini. Semoga Allah memberkahi kita di hari yang penuh berkah ini. [*]

 

 

Beginilah Interaksi Nabi Bersama Keluarga

KETELADAN dalam berinteraksi dengan sanak keluarga dicontohkan dengan sangat baik oleh Rasulullah ﷺ. Dalam sejarah kehidupan beliau ﷺ, hubungan baik beliau bukan saja berhenti pada istri dan anaknya, bahkan kepada sanak keluarganya pun juga sangat perhatian. Pada contoh berikut, akan diungkap betapa piawainya beliau dalam berinteraksi dengan sanak keluarga.

Saat Abu Thalib kesusahan karena memiliki anak banyak dengan kemampuan finansial yang memprihatinkan, beliau dengan Hamzah berinisiatif membantunya. Waktu itu nabi Muhammad ﷺ membantu pamannya mengurusi salah satu anaknya. Dibawalah Ali bin Abi Thalib  ke rumahnya untuk diasuh supaya meringankan beban beban Abu Thalib.

Menariknya, ketika ikut bersama Nabi ﷺ , Ali deperlakukan seperti anaknya sendiri. Di rumah itu Ali sejak kecil bisa melihat keteladanan Rasulullah dalam bergaul. Tidak mengherankan jika kemudian Ali sangat berkesan dan terpengaruh dengan akhlak Nabi ﷺ. Kelak, ia menjadi yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak. Ini adalah salah satu bentuk bagaimana kepedulian Nabi ﷺ kepada sanak familinya yang perlu diteladani.

Lebih dari itu, sampai pada menjelang kematian pun, beliau ﷺ berusaha dengan keras membantu pamannya agar pengorbanan yang selama ini dilakukan tidak sia-sia. Meski pada akhirnya Abu Thalib mati dalam keadaan kafir. Beliau pun sempat memintakan ampun, sampai pada akhirnya beliau ditegur Allah. Dialah yang memberi petunjuk, Muhammad ﷺ hanya bertugas sebagai penyampai.

Akibat dari kematian pamannya yang meninggal dalam kondisi musyrik pada tahun 10 kenabian, beliau ﷺ kesedihan luar biasa. Dalam Sirah Nabawiyah peristiwa itu biasa disebut dengan “Āmu al-Huzni” (Tahun Duka Cita) yang tiga bulan setelahnya disusul oleh isteri tercintanya: Khadijah binti Khuwailid.

Interaksi beliau ﷺ bukan saja kepada sanak keluarga dekat, di sisi lain beliau juga sangat peduli terhadap kerabat dan teman akrab istri. Setiap kali Rasulullah ﷺ menyembelih kambing, ia berkata: ‘Kirimkan sebagiannya kepada teman-teman Khadijah.’ (HR. Muslim). Padahal, Khadijah sudah meninggal dunia. Tapi, tetap saja Rasulullah ﷺ berbuat baik kepada kerabat dan teman akrabnya. Begitu pedulinya beliau kepada keluarga Khadijah, sampai-sampai ‘Aisyah pernah merasa cemburu dengannya.

Peristiwa menarik lain yang bisa diungkap di sini, selepas perang Badar, ada beberapa sanak keluarga nabi ﷺ (seperti: Abbas bin Abdil Muthalib, Abu `Āsh bin Rabi`), menjadi tawanan perang. Rasulullah ﷺ akhirnya bermusyawarah dengan Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berpendapat lebih baik tawanan itu dibebaskan dengan tebusan, karena di antara mereka adalah masih saudara dan famili. Hal itu dilakukan dengan harapan Allah ﷻ memberi petunjuk mereka pada Islam. Umar berpendapat lain. Menurutnya, orang seperti mereka harus dihabis. Rasul ﷺ pun lebih condong pada pendapat Abu bakar (Maqrezi, Imtā`u al-Asmā`, 344). Ini menunjukkan, bagaimana kepedulian nabi kepada kerabatnya.

Demikian juga pasca Perang Hunain (8 H), Kabilah Hawāzin ada yang menjadi tawanan. Saat Nabi Muhammad ﷺ tahu kalau di antara mereka ada saudari sesusunya (Syaimā` binti Halimah As-Sa`diyah), yang dilakukan nabi adalah: memuliakan, melepaskan, diberikan ghanimah, dan kembali ke kampungnya dengan gembira (An-Nimri, Al-Durar fī Ikhtiṣāri al-Maghāzi wa al-Siyar, 230-231). Bayangkan! Saudara sesusu saja diperlakukan dengan sangat baik oleh Rasulullah ﷺ.

Peristiwa lain yang bisa dicatat ialah ketika nabi ﷺ hendak keluar Mekah (pasca Umrah Qadhā`, 6 H), beliau ﷺ dipanggil anak permpuan Hamzah bin Abdul Muthalib, “Paman, Paman.” (Terenyuhlah hati beliau). Berebutlah Ali, Ja`far dan Zaid bin Haritsah untuk mengasuhnya. Rasul ﷺ pun memutuskan agar ia diasuh oleh bibinya [saudara ibunya] (Abu Hasa al-Nadawi, al-Sirah al-Nabawiah, 433).

Semua itu adalah contoh kecil bagaimana perhatian nabi ﷺ kepada sanak familinya. Sebagai Rasulullah ﷺ –yang akhlaqnya digambarkan Aisyah seperti al-Qur`an—interaksi dengan sanak keluarga telah dilakukan dengan sangat baik oleh beliau. Semoga, umat Islam bisa meneladaninya.*/Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH

Hikmah Sholat Berjamaah di Mesjid

DI ANTARA hikmah diwajibkannya sholat adalah agar tegak syariat agama ini. Di mana sholat adalah syariat yang agung dari agama kita. Bahkan sholat termasuk amalan mulia. Juga, sholat merupakan amalan yang menentukan nilai amalan-amalan lain kita. Siapa yang menjaga sholat, maka ia sedang menjaga agama bagi dirinya.

Bagi seorang muslim laki-laki mukim dan mampu, sholat berjamaah di masjid adalah kewajiban. Pendapat inilah pendapat terkuat dari perbedaan pendapat yang ada. Dan bila kita mau keluar dari khilafiyah tentang hukum sholat berjamaah bagi muslim laki-laki, maka memilih pendapat ini adalah sebaik-baik sikap agar kita keluar dari khilafiyah tersebut dalam kondisi mendekati kebenaran.

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah 43).

Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, kecuali bila ada uzur.” (Hr. Abu Daud dan Ibnu Majah. Hadits ini dinilai shahih oleh Syekh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: 1077 dan Irwa al-Ghalil no. 551)

Sahabat Abdullah bin Masud Radliyallahu Anhuma berkata, “Barangsiapa yang ingin ketika berjumpa dengan Allah esok dalam keadaan sebagai muslim, maka hendaknya dia menjaga shalat 5 waktu di tempat dikumandangkan adzan (yaitu di masjid), karena Allah telah mensyariatkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah petunjuk, dan shalat 5 waktu di masjid adalah salah satu di antara sunnah-sunnah petunjuk. Seandainya kalian shalat di rumah-rumah kalian sebagaimana orang yang tidak ikut berjamaah ini, shalat di rumahnya, maka sungguh kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian, dan jika kalian meninggalkan sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian akan tersesat. Dan sungguh aku melihat dahulu kami para sahabat, tidak ada yang meninggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali orang munafiq yang sudah jelas kemunafikannya, dan sungguh dahulu ada sahabat yang dibopong ke masjid dan ditopang di antara dua lelaki agar bisa berdiri dalam shaf“. (HR. Muslim)

Sholat berjamaah di masjid bagi laki-laki adalah keutamaan yang besar. Di antaranya yang dapat kita lihat dan rasakan langsung adalah keutamaan dari sisi syiar Islam dan ukhuwah islamiyah. Coba lihat dan rasakan bagaimana suasana crowd sholat Jumat di masjid-masjid. Kaum mukminin berduyun-duyun datang ke masjid. Tidak jarang kita temui beberapa jamaah yang tidak mendapatkan shaf untuk sekedar mendengarkan khutbah khatib. Warung, kios, dan toko nyaris semua tutup, kecuali dijaga oleh kaum wanita atau pemiliknya non muslim. Jalanan pun sepi dari lalu lalang laki-laki.

Kalau pemandangan demikian juga dilihat dan dirasakan pada sholat wajib yang lain, niscaya syiar agama akan semakin terang benderang. Setiap adzan berkumandang dari menara masjid-masjid, maka setiap itu pula ratusan kaum muslimin setempat memenuhinya. Masjid ramai karena kaum muslimin yang sholat berjamaah. Masjid ramai tidak sebatas pada perayaan hari besar Islam dan kegiatan tabligh akbar saja.

Tak ayal pula ukhuwwah islamiyah akan semakin nyata, karena diawali dan dibangun dari sholat berjamaah di Masjid. Lihat dan rasakan wahai saudaraku, saat kita berdiri satu shaf padahal mungkin tidak saling kenal. Kita saling merapatkan kaki-kaki kita, kita saling merapatkan bahu-bahu kita, dan kita serempak di bawah satu komando. Apabila ini diamalkan oleh sekian ribu kaum muslimin, niscaya ini adalah awal ukhuwah islamiyah yang kokoh. Dan ini akan membuat orang-orang kafir dan munafik gentar. Karena tiada lain yang tidak mendatangi masjid karena udzur yang dibenarkan syariat, melainkan ia adalah orang kafir atau ia termasuk munafik.

Saudaraku, perhatikan masjidmu. Untuk apa ia dibangun? Untuk apa kalian infak untuk membangunnya? Untuk apa kalian bergotong royong membangunnya? Tidak lain agar kalian dan anak-anak kalian serta tetangga kalian dapat mendirikan sholat berjamaah di masjid. Sebuah masjid dibangun, niscaya diperuntukkan sholat berjamaah. Lalu, di mana akal kita bila kita bersusah payah bersama-sama membangun masjid, namun setelah masjid berdiri kita meninggalkannya? Fatabiru ya ayyuhal muslimun.

Allahu Alam.

 

 

Rasulullah Melarang Memelihara Anjing di Rumah

DARI ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa yang memelihara anjing selain anjing penjaga binatang ternak, atau anjing pemburu maka dikurangi dari pahala kebaikannya dua qirath setiap hari.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selalu saja di dalam ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kita temukan faidah, pencegahan dan penjagaan/perlindungan untuk diri kita, karena beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sangat belas kasihan terhadap kita, sebagaimana dalam firman-Nya tentang sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

” (dia) Amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.” (QS At-Taubah: 128)

Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan untuk kita kebaikan dan menginginkan untuk kita kesehatan. Oleh karena itu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengharamkan memelihara anjing, dan menganggapnya sebagai makhluk yang najis, serta memperingatkan manusia darinya.

Para ilmuwan telah mengungkapkan banyak hal tentang anjing, dan ini adalah hal paling akhir yang dicapai oleh ilmu pengetahuan. Dalam sebuah penelitian terbaru yang pertama, yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University of Munich terbukti bahwa memelihara anjing di rumah meningkatkan kemungkinan terkena kanker payudara. Studi ini menemukan bahwa 80 persen wanita yang menderita kanker payudara ini adalah mereka yang memelihara anjing di rumah mereka dan melakukan kontak secara terus-menerus dengan anjing-anjing tersebut.

Sementara mereka menemukan bahwa orang-orang yang memelihara kucing tidak terinfeksi jenis kanker tersebut! Dan itu disebabkan karena sisi kesamaan yang besar antara kanker payudara pada anjing dan manusia. Mereka telah menemukan suatu virus yang menyerang manusia dan anjing secara bersamaan, dan terkadang ia berpindah (menular) dari anjing ke manusia. Virus ini memiliki peran yang utama dalam proses terjangkitnya kanker tersebut.

Mereka menemukan bahwa para wanita di negara-negara Barat lebih besar kemungkinannya untuk terjangkit kanker payudara dibandingkan para wanita di negara-negara Timur. Dan ketika mereka mengkaji tentang perbedaan mendasar antara kedua kelompok wanita ini, mereka menemukan bahwa para wanita di Barat terbiasa memelihara anjing “manja” di rumah mereka. Sementara di negeri Timur jarang ditemukan seorang wanita yang memelihara anjing!

Dalam studi lain, para ilmuwan menemukan bahwa anjing menyimpan virus-virus penyebab kanker payudara, yang namanya MMTV (mouse mammary tumour virus). Dan tatkala bersinggungan dan berinteraksi dengan anjing, virus-virus ini akan berpindah ke tubuh manusia dengan mudah.

Ini baru sedikit yang diketahui oleh manusia, sesungguhnya dampak buruk yang disebabkan karena bersinggungan dengan anjing adalah sangat besar. Para ilmuwan telah mengungkapkan “sesuatu” yang banyak di dalam air liur anjing, darah dan bulunya, semuanya adalah sarang bagi bakteri-bakteri dan virus. Dan yang perlu diketahui bahwa di dalam kucing tidak terkandung virus-virus tersebut!

Dari sini, wahai pembaca yang budiman mungkin kita dapat mengetahui mengapa Nabiyurrahmah (Nabi yang penuh kasih sayang) shallallahu ‘alaihi wasallam melarang ummatnya memelihara anjing di rumah, dan membatasi perannya (peran anjing) hanya pada penjaga di luar rumah. Bahkan beliau shallallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan ummatnya agar mencuci wadah air tujuh kali, dan salah satunya dengan tanah jika ada seekor anjing yang minum air dari wadah tersebut. Subhanallahu.

[Abduddaim Kaheel/diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono]

INILAH MOZAIK

Bukti-Bukti Rasulullah Terjaga dari Dosa

Muhammad bin Abdullah lahir sebagai seorang yatim. Ayahnya meninggal saat ia masih dalam kandungan ibunya, Aminah. Muhammad menghabiskan empat tahun pertamanya bersama ibu susuannya, Halimah Sa’diyah di dusun Bani Sa’ad, jauh dari hiruk-pikuk Makkah. Kampung Bani Sa’ad itu sekarang terletak di desa Asy-Syuhbah sekitar 100 km dari Thaif ke arah barat daya.

Akademisi Ilmu Alquran dan Tafsir, Muhammad Hariyadi dalam tulisan berjudul “Kemaksuman Nabi Muhammad SAW” yang diterbitkan Republikamenjelaskan, Allah SWT menjaga Nabi dan Rasul dari kesalahan dan dosa (maksum), termasuk Nabi Muhammad shalallahu alahi wassalam.

Allah menjaga kemaksuman Rasulullah secara fisik dan nonfisik. Muhammad bin Abdullah terlahir dalam keadaan tersunat, penjagaan atas keterbukaan auratnya di mata masyarakat, terlindungi dari kemaksiatan dan keburukan perilaku kaumnya, dan terjaga fisiknya terjatuh dalam kemungkaran. Itu beberapa bentuk penjagaan Allah secara fisik pada Muhammad.

Sedangkan penjagaan nonfisik dianugerahkan Allah dalam bentuk ketundukan hawa nafsu pada bimbingan illahi, pembersihan hatinya dari sifat tercela melalui pembedahan dadanya, dan kegemaran hatinya pada tradisi khalwat (menyepi), sebagai bentuk persiapan hati dan ibadah sebelum datangnya wahyu pertama.

Sejak kecil, Allah memasukkan jiwa keadilan pada diri Muhammad. Dia tidak ingin mengambil bagian yang bukan haknya. Salah satu contohnya, saat ibu susuan Muhammad, Halimah Sa’diyah ingin memberi air susu dari payudara sebelahnya, Muhammad menutup mulut rapat-rapat. Halimah paham, Muhammad ingin susu yang sebelah untuk saudara sesusuannya, Damrah.

Muhammad kecil tidak pernah menangis, seperti anak kecil lainnya. Dalam buku The Life of Prophet Muhammad karya Abdul Waheed Khan menyebut, tingkah laku dan perbuatan Muhammad sedikit berbeda dari anak seusianya. Muhammad tidak seperti anak seusianya. Dia membenci ketidaktahuan dari kedunguan. Allah menjauhkan Muhammad dari segala kejahatan dan tingkah laku yang tidak pantas.

Ibunda Muhammad, Aminah meninggal saat putranya berusia enam tahun. Kemudian, Muhammad berada di bawah asuhan kakeknya, Abdul Muthalib hingga berusia delapan tahun. Kemudian kakeknya meninggal dunia. Muhammad diasuh paman dari pihak ayahnya, Abu Thalib.

Saat berusia 13 tahun, Muhammad ikut bersama pamannya ke peternakan unta dan untuk berniaga di Syria. Dalam berjalanan, di suatu tempat bernama Busra, kepala suku Kristen melihat tanda-tanda tak biasa dalam diri Muhammad. Dia memberi tahu sukunya ihwal masa depan kenabian Muhammad itu.

Selama berada di bawah pengawasan pamannya, Muhammad mendapat pengetahuan tentang keadilan dalam berbisnis. Sikapnya itu menjadi pembicaraan banyak orang. Beberapa pedagang melibatkan Muhammad sebagai wakil dalam urusan bisnis penting. Karena itu, orang-orang sangat menghormati Muhammad dan biasa memanggilnya Sidiq (yang jujur) dan Al-Amin (yang dapat dipercaya).

Sejak masa kecilnya, Muhammad tidak pernah ambil bagian dalam ritual penyembahan berhala. Dia juga tidak pernah berbohong. Muhammad memiliki kebiasaan yang sangat baik dan karakter yang tidak tercela.

Prof Terry Mart: Alquran Petunjuk untuk Sains

Seorang pembicara dalam semiar Alquran Before Technologies di Universitas Indonesia Islamic Book Fair (UIIBF) 2018. Prof Terry Mart mengatakan Alquran merupakan panduan dan petunjuk bagi sains, bukan buku sains.  “Di dalam Alquran terdapat tanda-tanda sunnatullah, hukum alam yang mengajak orang untuk berpikir,” jelas dia di Balairung UI, Depok, Rabu (21/11).

Misalnya, dahulu guru mengajarkan bahwa babi haram dengan alasan sains. Bahwa di dalam daging babi banyak mengandung cacing pita. Tetapi ternyata dibuktikan cacing pita dapat dibersihkan.

Saat ini penelitian membuktikan bahwa DNA babi dekat dengan DNA manusia, meski DNA paling dekat dengan manusia adalah simpanse. Sehingga banyak eksperimen transplantasi pun banyak dilakukan menggunakan DNA babi. “Pemikiran saya, ketika seseorang memakan sesuatu yang memiliki DNA yang mirip dengan dirinya, maka dapat dianggap sebagai kanibal,”jelas dia.

Dampak dari kanibal secara teori evolusi adalah sulitnya mereka untuk berkembang sehingga mengakibatkan kepunahan pada akhirnya. Terry juga menjelaskan contoh lain dari Alquran yang menjadi petunjuk bagi orang yang berpikir. Di dalam Alquran terdapat ayat sunnatullah, hukum alam tetang pergantian siang dan malam.

Bagi orang yang berpikir, tentu mereka akan mencari secara logis bagaimana siang dan malam dapat muncul bergantian. Tentu mereka akan mengamati benda-benda langit yang menjadi petunjuk tanda-tanda alam tersebut.

Sebagai peneliti Fisika nuklir, Terry berusaha untuk menjadi ilmuwan yang sejalan dengan keyakinannya sebagai Muslim. Banyak buku-buku yang dipelajarinya untuk menambah keimanannya sebagai seorang ilmuwan.

Tiga buku yang menjadi favoritnya adalah buku //Bible, Quran and Sains Modern tulisan Maurice Bucaille. Buku ini menjelaskan bahwa tidak ada kontradiksi antara Islam dan ilmu pengetahuan modern.

Kedua, buku Perjuangan Melawan Ortodhoksi dalam Islam karangan Abdus Salam. Dia menyebut rel agama dan rel sains berjalan di jalan berbeda.

Abdus Salam bersama Steven Weinberg merupakan penerima nobel Fisika. Karya sumbangsihnya pada penemuan persatuan lemah dan interaksi elektromagnetik antara unsur dasar, termasuk, inter alia, perkiraan arus netral lemah.

Abdus Salam merupakan seorang Muslim yang semakin bertambahnya usia semakin bertambah keimanannya. Namun Weinberg fisikawan Amerika yang sebenarnya Yahudi, menjadi Atheis karena pemikirannya.

Ini membuktikan bahwa agama apapun, sains terlepas dari agama. “Rel mereka terpisah meskipun satu kali dapat bertemu, tetapi jika bercampur maka akan ada masalah,” ujarnya.

Tetapi Terry tidak berhenti dalam kedua buku tersebut. Dia melanjutkan perjalanan membaca pada buku ketiga dari seorang ilmuwan Timur Tengah, yang menyebut bahwa dalam menginterpretasikan Alquran itu berlapis-lapis. Lapis pertama dilakukan oleh orang awam secara harfiah. Sedangkan lapis kedua dilakukan oleh peneliti yang menggiatkan pada aktivitas ilmuwan.

“Buku ketiga inilah yang membuat saya yakin, bahwa sains dan agama dapat berjalan beriringan, karena Alquran merupakan sebuah panduan untuk sains,” jelas dia.