Ini Penjelasan Komnas HAM Soal Banyaknya Simbol Bintang Daud di Tolikara

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai memang membenarkan bila banyak simbol negara Israel di Papua, khususnya di Tolikara. Namun, simbol bintang Daud tersebut, bukan untuk merepresentasikan negara Israel.

Menurutnya, hal itu melainkan sebagai penanda Raja Daud. Karena Yesus, selalu diagungkan berasal dari keturunan dari Raja Daud. Ia mengatakan beberapa penganut Kristen di Papua memang mendambakan lambang bintang Daud.

“Karena itu untuk mengenang Yesus Kristus,” katanya kepada Republika, Jumat (24/7).

Ia melanjutkan, sepegetahuannya tidak ada gereja yang menganjurkan jemaatnya untuk menggunakan lambang tersebut. Penggunaan dan pengecatan simbol bintang Daud, murni inisiatif dan keinginan warga secara pribadi.

“Itu (penggunaan lambang bintang Daud) hanya keinginan pribadi masing-masing,” ujarnya.

Natalius juga merasa aneh jika simbol bintang Daud itu dianggap menggambarkan hubungan masyarakat Papua, terutama Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dengan Israel. Karena, ujar Natalius, Israel adalah Yahudi.

“Dan Yahudi sering dianggap musuh oleh Kristen. Karena dalam sejarah, mereka yang membunuh dan menyalib Yesus Kristus,” katanya lagi.

Dan terkait adanya seminar GIDI yang mengundang pendeta asal Israel, Ia menilai hubungan itu hanya kerjasama dalam bidang agama. Tidak ada sangkutannya dengan Israel sebagai negara.

Sebelumnya diberitakan sebelumnya, GIDI mengenakan sanksi denda Rp 500 ribu bagi warga Tolikara jika tidak mengecat kediamannya dengan simbol bintang Daud. “Kami didenda Rp 500 ribu jika tidak cat kios, itu kami punya kios,” kata seorang pedagang asal Bone, Agil Paweloi (34), saat ditemui Republika.co.id di tempat pengungsian di Tolikara, Papua, Jumat (24/7) dini hari.

Agil menuturkan pengecatan ruko, rumah, dan trotoar jalan diwajibkan dengan warna biru dan putih. Dalam kegiatan itu, lanjutnya, pihak GIDI menjelaskan kepada warga bahwa instruksi pengecatan tersebut dalam rangka menyambut kedatangan pendeta dari Israel.

sumber: Republika Online

GIDI Denda Warga yang tak Mengecat Rumah dengan Warna Israel

Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) mengenakan sanksi denda Rp 500 ribu bagi warga Tolikara jika tidak mengecat kediamannya dengan bendera Israel.

“Kami didenda Rp 500 ribu jika tidak cat kios, itu kami punya kios,” kata seorang pedagang asal Bone, Agil Paweloi (34), saat ditemui Republika.co.id di tempat pengungsian di Tolikara, Papua, Jumat (24/7) dini hari.

Agil menuturkan pengecatan ruko, rumah, dan trotoar jalan diwajibkan dengan warna biru dan putih. Dalam kegiatan itu, lanjutnya, pihak GIDI menjelaskan kepada warga bahwa instruksi pengecatan tersebut dalam rangka menyambut kedatangan pendeta dari Israel.

Berdasarkan spanduk yang dipampang di halaman kantor Pusat GIDI di Jayapura, acara seminar KKR Internasional GIDI yang berlangsung pada 15 Juli-19 Juli di Kabupaten Tolikara dihadiri pendeta asal Israel, yakni Benjamin Berger.

Tidak hanya penduduk Muslim, seluruh masyarakat Tolikara ikut diwajibkan mengecat rumah mereka dengan warna bendera Israel. Pantauan Republika.co.id ruas jalan dan ruko-ruko pedagang dicat berwarna biru putih. “Saya ikut cat saja daripada harus bayar Rp 500 ribu,” ujarnya.

 

Sumber: Republika Online

PBNU Dukung Insiden di Tolikara Diselesaikan Secara Damai

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk tidak mudah terpancing dengan adanya insiden di Tolikara, Papua.

“Umat Islam jangan terpengaruh dan tidak melakukan aksi anarkis terkait bentrokan Tolikara,” ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj melalui siaran pers, Jumat (24/7).

Hal ini perlu dilakukan, kata dia, agar kerukunan antar umat beragama tetap terjaga.  Mengenai insiden yang menggemparkan umat Islam Indonesia ini, ia berharap bentrokan yang terjadi di Kecamatan Karubaga itu tidak terulang kembali di kemudian hari.

Karena jika terulang, menurutnya, bentrokan semacam itu akan merusak persatuan Indonesia. Terutama, lanjut dia, di saat masyarakat Indonesia dalam menghadapi era globalisasi saat ini.

Said Aqil juga berharap agar tidak ada aktor intelektual di balik kejadian ini. Jika ada, kata dia, hal itu jelas akan sangat jahat sekali. Sebab sesungguhnya bangsa ini merupakan bangsa yang berbudaya. Oleh sebab itu, ia menegaksan semua pihak perlu sepakat untuk  merangkul semua komponen yang ada di bangsa ini.

“Saya berharap pemerintah, melalui aparat penegak hukumnya untuk segera mengungkap kejadian ini dan menindak pelakunya,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PBNU mengaku sangat  mendukung adanya penyelesaian dengan cara damai tanpa upaya balas dendam. Menurutnya, cara ini  efektif meredam konflik yang berkepanjangan. Untuk itu, ia mengungkapkan penolakannya jika ada pihak yang melalukan cara penyelesaiannya dengan kekerasan.

 

sumber: Republika Online

Tolikara Diminta Teladani Masyarakat Aceh

Kerusuhan yang terjadi di Tolikara menimbulkan kekecewaan dari banyak pihak. Wakil Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Ghazali Abbas Adan mengatakan, salah satu faktor pemicu konflik itu adalah minimnya toleransi dalam masyarakat.

Karena itu, Ghazali meminta agar masyarakat Tolikara mencontoh Aceh. “Masyarkat Tolikara harus teladani masyarkat Aceh,” katanya kepada Republika, Kamis (30/7).

Menurut senator dari Aceh itu, salah satu aspek yang dapat dijadikan teladan dari masyarakat Aceh adalah tingginya toleransi dalam masyarakat.

Aceh merupakan daerah yang berdasarkan Undang-Undang (UU) dengan tegas memberlakukan syariat Islam. Namun, lanjut Ghazali, masyarakat non-muslim di Aceh tetap dapat melaksanakan ibadah tanpa perlu khawatir akan mendapat gangguan atau bahkan teror.

“Sejatinya, jika toleransi beragama diterapkan dengan baik, kerusuhan di Tolikara tidak akan pernah terjadi,” ucap dia.

 

sumber: Republika Online

Redaktur : Ilham
Reporter : Eric Iskandarsjah Z

Surat Terbuka Ustadz Fadzlan: Terima Kasih GIDI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Usai kembali dari Tolikara, Ustadz asal Papua, Fadzlan Garamatan mengatakan, ada hikmah di balik peristiwa tersebut. Ketua Tim Pencari Fakta Tolikara itu pun menuliskan tulisan singkat berupa surat terbuka untuk Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) lewat aplikasi WhatsAppnya.

Berikut isi surat Fadzlan Garamata yang berjudul Terima Kasih GIDI.

“TERIMA KASIH GIDI”

Atas ulah kalian, kami jadi tahu nama Tolikara yang sebelumnya sama sekali kami tak tahu menahu.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu bahwa di Tolikara ada Masjid yang sudah berdiri puluhan tahun yang lalu.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu ada ribuan muslim di Tolikara.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu ada Perda aneh di Tolikara yang sangat diskriminatif terhadap Islam dan kaum muslimin.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu bahwa Australia dan Israel ternyata sudah menancapkan kuku hitamnya di bumi Cendrawasih.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu bahwa perkembangan dakwah Islam di Papua secara umum dari hari ke hari terus menggembirakan.

Atas ulah kalian, kami jadi tahu data sebenarnya jumlah total kaum muslimin di Papua sana adalah 40% , populasi yang cukup membalikkan asumsi kebanyakan orang selama ini bahwa Papua hampir identik Kristen atau diklaim Kristen.

Atas ulah kalian, kami dari berbagai penjuru, bukan hanya negeri ini tapi seluruh dunia dan dari berbagai latar belakang jadi tergerak rasa solidritasnya untuk lebih berperan terhadap nasib saudara kami di sana.

Atas ulah kalian, kami jadi yakin bahwa Masjid yang dibakar akan dibangun kembali yang lebih bagus dan lebih megah.

Atas ulah kalian, kami jadi yakin bahwa dakwah Islam di sana akan makin marak dan masif, bahkan pesantren akan segera berdiri.

Atas ulah kalian, mata dunia mulai terbuka bahwa anggapan tentang teroris itu di identikkan dengan Islam adalah keliru.

Terimakasih, terimakasih, dan terimakasih.

Kami menunggu kalian semua jamaah GIDI dalam damai kasih Islam.

Kami berharap tak lama lagi kami bisa menjadi imam shalat di sana, berceramah dan melantunkan adzan lima waktu di sana.

Terimakasih, Islam akan jaya di Papua Nuu Waar

Terimakasih, tak lama lagi, insya Allah Papua  Nuu Waar identik dengan Islam.

Terimakasih, Allahu Akbar.

Annas Mansyur: Alhamdulillah Saya Juara Lomba Khutbah Jumat

Annas Mansyur memahami pilihannya memeluk Islam memiliki konsekuensi. Allah langsung mengujinya dengan dua hal. Pertama adalah ia diuji dengan diterima oleh masyarakat Muslim di daerah tempat tinggalku ketika bekerja di apotek. Yang kedua, ia diuji dengan sakit yang aku alami.

Memang ini, tidak mudah bagiku, apalagi usiaku ketika itu masih lima belas tahun, sehingga dalam kondisi yang sulit apalagi untuk hidup mandiri. Namun, aku tidak pernah menyesali pilihanku untuk memeluk Islam.

Annas tidak pernah menangisi keadaanku, biarpun tidak ada yang merawatku di kamar ketika aku sakit. Tidak ada kehangatan tangan seorang yang ku panggil ibu yang merawatku. Tidak ada yang membantuku untuk mempersiapkan makanku.

Walaupun Annas sedang sakit, ia tetap melakukan semuanya sendiri. menyiapkan makanku sendiri, mencuci pakaianku sendiri, semua serba sendiri, persis seperti lagu yang dinyanyikan oleh Maggy Z yang berjudul “angka satu”. Ya! Begitulah penderitaan yang aku rasakan ketika itu, begitu sulit dan pahit. Semoga ini akan berubah manis pada waktunya, amin yaa rabbal ‘alamin.

Sabar adalah hal pertama yang saya lakukan. Menerima dengan lapang dada segala ketentuan yang diberikan oleh Allah  karena keyakinanku bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Kini aku pun tahu, ternyata hal itu ada dalam kitab suci Allah Swt.;

Kesabarannya ini, ternyata dilihat oleh Allah. Selama ia sakit, Annas terus berdoa dalam shalatku semoga lekas disembuhkan oleh Allah. Ya! Meski sedang sakit aku tetap berusaha untuk salat. Kata pak ustaz yang mengajariku tentang Islam, salat adalah kewajiban setiap orang Muslim meski dalam kondisi apa pun.

Apabila sedang sakit seperti Annas, maka Ia bisa shalat sambil berbaring kata pak ustaz. Akhirnya,subhanaAllah, Allah memberikan kesehatan kepadaku. Ia pun sembuh sehingga Annas bisa melakukan aktifitasnya seperti semula, bekerja di apotek dan belajar mengaji.

“Saya merasa bahwa Allah sungguh telah memberikan petunjuk kepadaku, dan aku sangat bersyukur karenanya,” kata dia.

Tepat pada tanggal 25 Desember 2013 yang lalu, umat Kristiani merayakan perayaan hari Natal. Sebagaimana kebiasaan yang ada pada umumnya di kampung halamanku, kami merayakannya di gereja. Akan tetapi, pada tahun lalu aku tidak ikut merayakan karena sudah masuk Islam.

Tak lama ayah meneleponku dan memberi tahu bahwa saya harus ikut dalam perayaan tersebut di gereja di dekat tempat tinggal kami. “Fidel, kamu harus pulang, ini ada perayaan Natal di tempat kita,” kata ayah kepadaku.

“Tidak bisa ayah. Aku sedang banyak kerjaan di sini. Gak mungkin aku tinggalkan kerjaan ini, nanti gak selesai-selesai.” tuturku.

Ayah terus saja memaksaku, katanya pemilik toko tempat aku bekerja kan orang Kristen, jadi pasti dia juga memberi waktu kepadaku untuk libur. “Yang punya toko kan orang Kristen juga, gak mungkin kamu gak libur. Banyak alasan aja kamu, pulang kamu! Jangan banyak membantah! Dasar anak kurang ajar!” maki ayah kepadaku.

Tidaklah mudah menjelaskan perpindahan agamaku kepada ayah. Ia adalah sosok yang temperamental. Tak jarang aku ditendang dan dipukul ketika masih berada di rumah. Ibuku pun sering ia marahi. Ayah memang sulit untuk menerima perbedaan, apalagi yang berbeda dengan pendapatnya.

Ia akan marah-marah, bahkan tidak jarang memaki bila ada anak atau istrinya yang tidak sependapat dengannya. Oleh sebab itu, aku mendapat makiannya ketika menolak untuk mengikuti perintahnya pulang ke rumah untuk merayakan Natal bersama keluarga dan sahabat di kampung halaman.

Iman Kristen yang perlahan memudar pada diriku membuatku semakin tidak ingin melakukan hal-hal yang menyangkut agama lamaku. Perayaan-perayaan hari besar saya tinggalkan. Selain karena memang sudah memeluk agama Islam, sebenarnya saya juga merasa risih melakukan hal itu.

Pembaca bisa membayangkan bagaimana ketika seorang yang hendak pergi kebaktian ke gereja. Mereka memang menggunakan pakaian rapih dan bagus, bahkan tidak jarang berharga mahal. Akan tetapi, pakaian yang mereka kenakan belum tentu bersih dari najis, juga tidak menutup aurat.

Coba pembaca pikirkan, seseorang yang ingin menghadap pejabat saja harus berpakaian sopan dan rapih, bagaimana bila kita hendak menghadap Tuhan? Bukankah pakaian yang dikenakan harus bersih, suci, dan menutup aurat? Inilah yang membuat aku risih ketika pergi ke gereja.

Tidak ada saf atau barisan khusus bagi laki-laki dan perempuan, layaknya ibadah salat yang dilakukan oleh umat Muslim. Setiap orang duduk berdasarkan nama sesuai dengan kastanya, berpakaian rok mini maupun dan menggunakan baju tidak berlengan dibolehkan, tidak ada wudhu atau melepas alas kaki ketika masuk ke gereja.

Sungguh berbeda sekali dengan tata cara peribadatan yang umat Muslim lakukan ketika menghadap Allah. Inilah yang seharusnya umat Kristiani pelajari dan renungkan, agar mereka tidak saja menjadi umat yang mengikuti doktrin gereja, melainkan menjadi umat yang memahami agama yang benar-benar mengajarkan kebaikan.

Empat bulan berselang. Aku semakin lancar dan tekun dalam mempelajari Alquran dan Islam. Ketekunanku ini ternyata diperhatikan oleh orang-orang di sekitar mesjid, khususnya ustaz yang mengajarku membaca Alquran.

Tepat pada bulan April yang lalu, ada sebuah perlombaan khutbah Jumat se-kabupaten Gunung Sitoli. Ustaz berkata kepada saya; “Annas, ini ada perlombaan khutbah Jumat, kamu harus ikut perlombaan ini mewakili masjid kita.” katanya kepadaku.

Dengan wajah kaget dan merasa tidak percaya diri, aku berkata kepada ustaz; “Bagaimana kalau aku tidak bisa? Aku takut nanti malah akan membuat malu mesjid kita.” kataku. “Tidak apa-apa, yang penting ada yang mewakili mesjid kita. Dan menurut ustaz kamu layak untuk mengikuti perlombaan tersebut.” jawab ustaz.

Kemudian aku berkata pada waktu itu; “Emangnya tidak ada remaja yang lain ustadz?” tanyaku dengan tidak percaya diri. “Bukan tidak ada, ada, tapi kami percaya sama kamu saja.” Sekali lagi aku bilang kepada ustdaz; “Tapi nanti kalau aku gagal, gak apa-apa ya ustadz? Jangan marah ya?” kataku.

“Ya udah, gak papa.” jawab ustadz. Aku pun kemudian mengikuti perlombaan tersebut yang diadakan di dekat kantor Bupati Gunung Sitoli.

Tiba saatnya pengumuman pemenang. Saya pun deg-degan menanti pengumuman tersebut.Alhamdulillah, dewan juri mengumumkan bahwa aku mendapat juara kedua. Sungguh ini sangat menyenangkan hatiku. Aku bangga pada diriku dan berterima kasih kepada ustaz yang telah membimbingku, sehingga aku bisa seperti sekarang ini.

Terlebih lagi telah memenangkan lomba khutbah Jumat. Hati kecilku berkata; “Alangkah bahagianya ibu kalau ia tahu bahwa anaknya yang dulu nakal dan bandel telah berubah, dan insyaAllah menjadi anak yang saleh.” ujarku dalam hati. Saya ingin sekali menghadiahkan pialaku ini kepada ibu. Betapa aku sangat menyayanginya; “Aku rindu ibu……Sungguh sangat sulit kehidupanku jauh darimu.”

Setelah selesai pembagian hadiah, teman-teman dan juga ustaz mendatangiku. Mereka sangat bangga kepadaku, sehingga mengacungkan jempol mereka kepadaku. Saya juga merasa tersanjung karena mereka bilang hebat. Terlebih lagi ustadz yang mengajariku khutbah; “Bagus, kamu hebat..” katanya.

Banyak di antara mereka yang tidak menyangka bahwa saya akan memenangkan perlombaan ini. Apalagi saya adalah seorang mualaf yang baru saja memeluk Islam, namun subhanallah, Allah yang Maha Tahu apa yang akan terjadi pada hamba-Nya. Aku pun tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Semoga Allah memberikan jalan kemudahan bagiku, amin ya rabbal ‘alamin.

Sumber: Pesantren Mualaf Annaba Center

Red: Agung Sasongko

Indeks Kepuasan Haji Turun, Petugas Diminta Tingkatkan Layanan

Indeks kepuasaan jamaah haji Indonesia terhadap layanan haji tahun 1435H/2014 mengalami penurunan dibandingkan penyelenggaraan tahun sebelumnya.

Kementerian Agama berharap petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi tahun ini meningkatkan pelayanan agar indeks kepuasan tidak lagi mengalami penurunan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam mengatakan jamaah haji menyatakan layanan haji 2014 memuaskan dengan indeks sebesar 81,52 persen. “Memuaskan tapi ini mengalami penurunan 1,17 persen dari tahun sebelumnya,” kata dia pada Pembekalan Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Tahun 1436H/2015 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (4/6).

Perubahan indeks ini dipengaruhi penurunan kepuasaan terhadap layanan transportasi, petugas non-kloter, dan akomodasi atau pemondokan. Akomodasi dan transportasi menempati peringkat terendah dalam indeks kepuasaan jamaah haji 2014.

Nur Syam menjelaskan, ketidakpuasan terkait transportasi seperti tidak banyak sopir yang mengetahui lokasi pemondokan Indonesia. “Rute berubah karena sopir tidak selalu warga lokal atau warga Arab Saudi,” kata dia.

Terkait daerah kerja, kemenag menempatkan Daker Armina di tempat terendah. “Karena crowded,” kata Nur Syam. Daker Jeddah menempati peringkat pertama sebagai daker yang memberikan layanan paling memuaskan. Disusul, Madinah dan Makkah.

Dia pun mengingatkan agar layanan transportasi, akomodasi atau pemondokan, petugas non-kloter tidak mengalami penurunan tahun ini. Petugas kloter mendapatkan indeks paling tinggi dalam soal layanan juga harus menjaga dan bahkan meningkatkan layanan. “Prinsipnya, senyum, sapa, salam, dan layani agar indeksnya meningkat,” kata Nur Syam.

Nur Syam menyadari petugas tidak mungkin memuaskan semua jamaah. Sebab, ada 168 ribu calon jamaah haji yang harus dilayani. “Komplain pasti ada. Tapi, kita ingin mayoritas terpuaskan,” kata dia.

Indeks sangat memuaskan sebesar 85 persen. Pada tahun lalu, layanan kesehatan sudah sangat memuaskan, yaitu 88,68 persen  “Tapi, indeks ini pun turun dibandingkan tahun sebelumnya mencapai 90 persen,” kata Nur Syam.

 

sumber: ROL

Kemenag: Persiapan Haji Capai 90 Persen

Kepala Pusat Informasi dan Humas (Kapuspinmas) Kementerian Agama Rudi Subiyantoro mengakui bahwa sampai saat ini persiapan penyelenggaraan ibadah haji musim haji 1436 H/2015 M sudah mencapai 90 persen.

Dari sejumlah rapat yang diikuti, mulai pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan Komisi VIII DPR sampai urusan pendokumentasi pemberangkatan jemaah haji reguler dan khusus, dapat disimpulkan bahwa persiapannya sudah mencapai 90 persen, kata Rudi yang didampingi Kabid Data Sulistyowati pada rapat evaluasi kinerja Bidang Data Pinmas di Bogor, Rabu malam.

Ia mengakui masih ada pekerjaan yang harus “dikebut”, yaitu pekerjaan membuat visa bagi jemaah haji dan buku kesehatan. Termasuk pemberian vaksin meningitis bagi seluruh jemaah haji di Indonesia. Distribusi vaksin, seperti dikemukakan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, dr. Pediansjah bahwa kini seluruh vaksin sudah tiba di ibukota provinsi. Tinggal pendistribusiannya yang menjadi tanggung jawab Pemda Provinsi masing-masing ke wilayah kabupaten/kota.

“Saya berkesimpulan, persiapan sudah matang. Pembuatan dokumen masih berproses terus. Ini pekerjaan sudah biasa seperti tahun-tahun sebelumnya,” ia menjelaskan.

Sementara itu Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis mengatakan, pada musim haji 1436 H/2015 M memberikan makan bagi Jemaah haji Indonesia selama di Mekkah dan Madinah. Di Mekkah pemberian makan berlangsung tujuh hari sebelum dan sesudah pelaksanaan wukuf di Arafah (H-7 dan H + 7). Meski sehari sekali, pemberian makan ini diharapkan dapat mengurangi kesulitan Jemaah mendapatkan menu makanan sesuai dengan cita rasa makanan di Tanah Air.

Sedangkan pemberian makanan di Madinah, sehari dua kali ditambah makanan ringan seperti snack pada pagi hari. Untuk di Armina (Arafah dan Mina), diatur sedemikian rupa sehingga Jemaah tidak merasa kekurangan. Termasuk minuman yang terus menerus harus tersedia, karena Jemaah haji pada tahun ini menghadapi cuaca panas. Pemberian makan di Armina berlangsung sejak 8 hingga 13 Zulhijah.

Khusus pemberian makan sekali sehari di Mekkah, Sri menyebut sebagai peristiwa pertama kali dalam sejarah perhajian. Pemberian makan seperti ini memang pernah dicoba Kemenag beberapa tahun sebelumnya namun gagal. Pasalnya, distribusi makanan tidak lancer karena padatnya kota Mekkah saat puncak musim haji.

Menyangkut kontrak dengan perusahaan katering untuk melayani Jemaah haji Indonesia selama di Tanah Suci, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis dalam percakapan khusus dengan Antara mengaku bahwa pihaknya telah mengikat kontrak dengan 25 perusahaan catering di Mekkah dan 10 perusahaan catering di Madinah. Semua perusahaan tersebut telah diteliti dan memiliki jejak rekam yang baik.

Mengapa di Mekkah harus ada pelayanan catering? Menurut Sri, hal itu merupakan bagian dari prasyarat penerapan program elektronik haji (e-hajj) dari pemerintah Arab Saudi. Selain itu, ada keinginan kuat dari Kemenag untuk meningkatkan kualitas pelayanan Jemaah haji di Saudi Arabia.

 

sumber: Republika Online

Mereka yang Tak Merindukan Surga

Adakah surga yang tidak dirindukan?
Bukankah surga selalu dirindukan?

Beberapa komen bernada heran  muncul ketika saya menerbitkan novel Surga yang Tak Dirindukan. Banyak yang mempertanyakan pemilihan judul tersebut.
Bagaimana mungkin surga tidak dirindu?
Sebenarnya kata surga dalam novel saya  bermakna kias dari  pepatah rumahku surgaku. Ketika seorang suami memutuskan menikah lagi, maka seolah ia sudah tidak merindukan rumah sebagai surganya lagi.
Namun  bukan novel Surga yang Tak Dirindukan  yang akan saya bahas, melainkan jawaban atas pertanyaan di atas tadi.

Adakah di antara kita yang tidak merindukan surga?
Untuk menjawabnya kita harus menelusuri dulu, siapa-siapa sajakah yang merindukan surga. Perindu surga adalah mereka yang akan melakukan apapun agar bisa masuk ke dalam janah-Nya.
Mereka adalah orang-orang beriman dan beramal sholih.

“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang sholih ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. ( QS. Al-Hajj: 23)
Dalam surat Al-Mukminun dijabarkan orang beriman adalah pewaris surga, orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, yang menunaikan zakat, dan menjaga kemaluannya.
Perindu surga adalah orang yang bertakwa.

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya. ( QS. Az-Zumar:73-74 )

Perindu surga adalah orang-orang yang taat kepada Allah dan rasulNya.
” … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa : 13)
Lalu siapakah yang tidak merindukan surga?
Kebalikan dari semua di atas.

Mereka yang tidak beriman, tentu saja sudah jelas termasuk dalam orang-orang yang tidak merindukan surga.
Yang berbahaya adalah orang yang mengaku beriman tapi tidak taat pada perintah Allah dan mengabaikan ajaran Rasulullah. Mereka ingin masuk surga, percaya surga itu ada, tapi perilakunya tidak menunjukkan kerinduannya terhadap  surga.
Bahkan jika kita menelaah Al-Qur’an dan hadits  serta fakta di lapangan,  orang yang perilakunya tidak menujukkan kerinduan pada surga jauh lebih banyak.

Mereka yang menyekutukan Allah atau syirik, percaya dukun, melakukan sihir, takut hantu, adalah orang yang tidak merindukan surga.
Orang yang berzina, melakukan aktivitas yang mendekati zina,  membuka situs porno, berkhalwat (pacaran berdua-duaan), melakukan sodomi atau homoseksual, adalah orang yang tidak merindukan surga.

Muslim yang meninggalkan shalat wajib, tidak puasa Ramadhan, mengabaikan kewajiban haji ketika rezeki dan materi mencukupi, tidak mengeluarkan zakat, juga bentuk perilaku tidak merindukan surga.
Membunuh, mencuri, merampok, menipu,  minum khamr (alkohol, narkoba, dan segala sesuatu yang memabukkan), berjudi, ikut taruhan, menganiaya,  merupakan  perilaku orang yang tidak merindukan surga.

Pejabat yang korup, lalim, manipulatif,  pemungut cukai yang dzalim, hakim dan aparat yang tidak adil,  adalah sosok pemimpin yang tidak merindukan surga. Pemakan riba, pemakan harta anak yatim, penipu, pendusta, menjadi saksi palsu, membuat sumpah palsu, ingkar janji, tidak amanah pun bukan golongan mereka yang merindukan surga. Orang yang riya, sombong, takabur, anak yang durhaka kepada orang tua,  pemutus  silaturahim,  mereka yang suka menuduh orang lain, tukang fitnah, mencibir, merendahkan sesama juga bukan termasuk yang merindukan jannah.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh perilaku  yang tidak merindukan surga.
Kembali ke pertanyaan adakah di antara kita yang tidak merindukan surga?
Ternyata ada, bahkan banyak  sekali. Tapi yang lebih penting dari itu semua adalah menanyakan hati masing-masing, termasuk yang manakah kita? Mereka yang merindu surga, atau menjauh darinya?

 

Oleh: Asma Nadia

 

sumber: Republika Online