Makan dan Minum Bukanlah Pembatal Wudhu

Banyak masyarakat awam yang mengira bahwa ketika orang sudah berwudhu, lalu makan atau minum, maka batal wudhunya. Ini pemahaman yang keliru. 

Dua alasan bahwa makan dan minum bukan pembatal wudhu

Alasan yang pertama, karena tidak ada dalil yang menunjukkan makan atau minum itu adalah pembatal wudhu. Padahal kaidah fiqhiyyah yang disebutkan para ulama:

الأصل بقاء ماكان على ماكان

“Pada asalnya, hukum yang sudah ditetapkan itu tetap berlaku”.

Maka jika seseorang sudah berwudhu, ia dihukumi suci dan tidak batal wudhu. Kecuali terdapat dalil yang menunjukkan batalnya wudhu. Sedangkan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa makan dan minum adalah pembatal wudhu.

Alasan kedua, terdapat hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak berwudhu lagi setelah makan atau minum. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ عَرْقًا مِنْ شَاةٍ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يُمَضْمِضْ وَلَمْ يَمَسَّ مَاءً

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memakan sepotong daging kambing. Kemudian beliau shalat, tanpa berkumur-kumur dan tanpa menyentuh air sama sekali” (HR. Ahmad no. 2541, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 3028).

Juga terdapat hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ لَبَنًا فَلَمْ يُمَضْمِضْ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ وَصَلَّى

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam minum susu, kemudian beliau tidak berkumur-kumur juga tidak berwudhu lagi, lalu beliau shalat” (HR. Abu Daud no. 197, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa makan dan minum bukan pembatal wudhu.

Ada pengecualian untuk daging unta

Namun seseorang memang bisa batal wudhunya jika ia makan daging unta. Dan ini hanya khusus berlaku pada daging unta. Dari Jabir bin Samurah radhiallahu’anhu, ia berkata:

أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قَالَ: «إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَوَضَّأْ»، قَالَ: أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ؟ قَالَ: «نَعَمْ، فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ

“Ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam: apakah saya wajib wudhu jika makan daging kambing? Nabi menjawab: “jika engkau mau, silakan berwudhu, jika tidak juga tidak mengapa”. Orang tadi bertanya lagi: apakah saya wajib wudhu jika makan daging unta? Nabi menjawab: iya, berwudhulah jika makan daging unta” (HR. Muslim no.360).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

الأكل والشرب لا ينقض الوضوء بعد الوضوء الأكل والشرب إلا إذا كان فيه لحم إبل، إذا كان فيه لحم إبل فلحم الإبل ينقض الوضوء، لحم الجمل الإبل، وأما لحم الغنم ولحم البقر، لحم الصيد لا ينقض الضوء، لكن لحم الإبل خاصة

“Makan dan minum bukanlah pembatal wudhu. Kecuali jika makan daging unta. Jika yang dimakan adalah daging unta, maka memang daging unta itu membatalkan wudhu. Adapun daging kambing, daging sapi, daging hewan buruan, ini semua tidak membatalkan wudhu. Khusus daging unta” (Website binbaz.org.sa, url: https://bit.ly/3iMbIf2).

Namun di sisi lain, terdapat juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 

تَوَضَّؤوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ

“Berwudhulah jika memakan makanan yang dibakar dengan api” (HR. Muslim no.352).

Namun ulama ijma’ hadits ini mansukh dengan hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu:

أنَّهُ سَأَلَهُ عَنِ الوُضُوءِ ممَّا مَسَّتِ النَّارُ؟ فَقالَ: لَا، قدْ كُنَّا زَمَانَ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لا نَجِدُ مِثْلَ ذلكَ مِنَ الطَّعَامِ إلَّا قَلِيلًا، فَإِذَا نَحْنُ وجَدْنَاهُ لَمْ يَكُنْ لَنَا مَنَادِيلُ إلَّا أكُفَّنَا وسَوَاعِدَنَا وأَقْدَامَنَا، ثُمَّ نُصَلِّي ولَا نَتَوَضَّأُ

“Ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang kewajiban wudhu setelah makan makanan yang dibakar api. Nabi menjawab: tidak wajib. Jabir berkata: dahulu kami ketika di zaman Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mendapati makanan seperti itu kecuali sedikit saja. Dan jika kami makan makanan tersebut, lalu tidak ada kain lap kecuali hanya tangan, lengan dan kaki kami, kami pun shalat tanpa berwudhu lagi” (HR. Bukhari no. 5457). 

Maka tidak wajib berwudhu jika makan makanan yang tersentuh api. An Nawawi menukil ijma’ akan hal ini. Kesimpulannya, makan dan minum tidak membatalkan wudhu kecuali jika makan daging unta.

Dianjurkan berkumur-kumur setelah makan atau minum

Walaupun makan dan minum bukan pembatal wudhu, namun dianjurkan berkumur-kumur setelah makan atau minum yang memiliki rasa. Sehingga tidak menimbulkan gangguan ketika shalat. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

المضمضة مستحبة من آثار الطعام ، ولا يضر بقاء شيء من ذلك في أسنانك بحكم الصلاة ، لكن إذا كان المأكول من لحم الإبل فلا بد من الوضوء قبل الصلاة ؛ لأن لحم الإبل ينقض الوضوء

“Berkumur-kumur itu dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa makanan. Jika ada sisa makanan di mulut di sela-sela gigi, ini tidak membahayakan keabsahan shalatnya. Namun jika yang dimakan adalah daging unta, maka wajib berwudhu sebelum shalat. Karena makan daging unta itu membatalkan wudhu” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 29/52).

Wallahu a’lam. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

ARtikel: Muslim.or.id

Mustajabnya Doa Hari Rabu Antara Zhuhur dan Ashar

Waktu antara zhuhur dan ashar di hari Rabu adalah waktu mustajab doa. Dianjurkan untuk memperbanyak doa ketika itu. Sunnah ini banyak belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin.

Diceritakan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا في مسجد الفتح ثلاثا يوم الاثنين، ويوم الثلاثاء، ويوم الأربعاء، فاستُجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين فعُرِفَ البِشْرُ في وجهه
قال جابر: فلم ينزل بي أمر مهمٌّ غليظ إِلاّ توخَّيْتُ تلك الساعة فأدعو فيها فأعرف الإجابة

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berdoa di Masjid Al Fath tiga kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir: ‘Tidaklah ada suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa, dan saya mendapati dikabulkannya doa saya‘”.

Dalam riwayat lain:

فاستجيب له يوم الأربعاء بين الصلاتين الظهر والعصر

Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad no.704, Ahmad no. 14603, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.3874).

Para ulama berbeda pendapat tentang derajat hadits ini. Sebagian ulama mendha’ifkan, diantaranya:

  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Iqtidha’ Shiratil Mustaqim, 1/433).
  • Syu’aib Al Arnauth (Takhrij Musnad Ahmad, no.14563).
  • Adh Dhiya’ Al Maqdisi (as Sunan wal Ahkam, 4/300).

Sebagian ulama menghasankan, diantaranya:

  • Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid (4/15), ia berkata: “Semua perawinya tsiqah”.
  • Al Mundziri (At Targhib wat Tarhib, 2/208).
  • Al Albani (Shahih At Targhib no. 1185, Shahih Al Adabil Mufrad no.704).

Poros masalah hadits ini ada pada perawi bernama Katsir bin Zaid. Ta’dil (pujian) terhadap beliau diantaranya:

  • Imam Ahmad berkata: “menurut saya beliau tidak mengapa”.
  • Yahya bin Ma’in dalam riwayat dari Ad Dauraqi mengatakan: “laysa bihi ba’sun“.
  • Yahya bin Ma’in dalam riwayat dari Mu’awiyah bin Shalih mengatakan: “(Katsir ini) shalih”.
  • Yahya bin Ma’in dalam riwayat dari Al Mufadhal bin Ghassan mengatakan: “(Katsir ini) shalih”.

Sedangkan jarh (celaan) terhadap beliau:

  • Abu Hatim berkata: “laysa bi qawiy, shalih, namun haditsnya ditulis”.
  • Abu Zur’ah berkata: “Shaduq, terdapat layyin (kelemahan)”.
  • Ibnu Hajar berkata: “Shaduq namun banyak salahnya”.
  • Yahya bin Ma’in dalam riwayat dari Abdullah bin Syu’aib As Shabuni mengatakan: “Laysa bi dzakin“.
  • Yahya bin Ma’in dalam riwayat dari Abu Bakar bin Abi Khaitsamah mengatakan: “Laysa bi dzakin“.

Kita lihat pada uraian di atas, ada khilaf tentang pendapat Ibnu Ma’in mengenai Katsir bin Zaid. Yang rajih, Ibnu Ma’in men-ta’dil Katsir bin Zaid dengan menganggapnya “shalih” (yakni hasan haditsnya) karena ini yang banyak diriwayatkan dari beliau.

Dengan ta’dil dari Ibnu Ma’in dan Imam Ahmad, maka ini sudah cukup menguatkan bahwa Katsir bin Zaid ini hasan haditsnya. Maka yang nampaknya kuat, hadits ini hasan. Wallahu a’lam.

Adapun fikih hadits, bahwa hadits ini adalah dalil dianjurkannya berdoa antara zhuhur dan ashar di hari Rabu, telah dijelaskan para ulama.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, setelah menyatakan lemahnya hadits ini, beliau berkata:

وهذا الحديث يعمل به طائفة من أصحابنا وغيرهم فيتحرون الدعاء في هذا

Hadits ini diamalkan oleh beberapa orang ulama madzhab kami dan yang selain mereka. Sehingga mereka bersengaja berdoa di waktu tersebut” (Iqtidha’ Shiratil Mustaqim, 1/433).

Al Baihaqi setelah membawakan hadits ini dalam Syu’abul Iman, juga mengatakan :

ويتحرى للدعاء الأوقات والأحوال والمواطن التي يرجى فها الإجابة تماما فأما الأوقات فمنها ما بين الظهر والعصر من يوم الأربعاء

“Hendaknya bersengaja berdoa di waktu, keadaan dan tempat yang besar kemungkinan diijabahnya secara sempurna. Diantara waktu yang mustajab adalah antara zuhur dan ashar di hari Rabu”.

Syaikh Al Albani juga berkata:

لولا أَنَّ الصحابي – رضي الله عنه – أفادنا أَنَّ دعاء الرسول صلى الله عليه وسلم في ذلك الوقت من يوم الأربعاء كان مقصوداً – والشاهد يرى ما لا يرى الغائب، وليس الخبر كالمعاينة – لولا أَنَّ الصحابيّ أخبَرنا بهذا الخبر؛ لكنّا قُلْنا هذا قد اتفق لرسول الله صلى الله عليه وسلم أَّنه دعا فاستجيب له في ذلك الوقت من ذلك اليوم؛ لكن أَخَذَ هذا الصحابي يعمل بما رآه من رسول الله صلى الله عليه وسلم يوماً ووقتاً ويستجاب له؛ إِذاً هذا أمرٌ فهمناه بواسطة هذا الصحابي وأَنّه سنّةٌ تعبدية لا عفوية

“Kalau saja bukan karena Sahabat yang memberikan faedah kepada kita, yakni bahwasannya doa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada saat itu yang dimaksud adalah hari Rabu (dimana tentunya yang menyaksikan langsung tidaklah sama seperti orang yang tidak hadir langsung), maka kami akan katakan bahwa hanya kebetulan saja Rasulullah diijabah doanya di hari Rabu.

Namun ketika sahabat Jabir ini mengamalkan juga apa yang dilihatnya dari Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, pada hari dan waktu yang sama, kemudian juga dikabulkan. Maka perkara ini kita pahami melalui perantaraan beliau bahwa amalan ini sunnah ta’abudiyah bukan kebetulan saja” (Syarh Shahih Al Adabul Mufrad karya Syaikh Husain Al Awaisyah, 2/380-381).

Namun memang, sebagian ulama berpendapat bahwa andai haditsnya hasan, tidak menunjukkan bahwa dianjurkan berdoa antara zuhur dan ashar di hari Rabu. Karena itu hanya perkara yang kebetulan saja. Namun ini sudah dijawab oleh Syaikh Al Albani rahimahullah di atas.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslimah.or.id

Jalan Terdekat Menuju Bahagia

MARI kita renungkan kalimat bijak sastrawan terkenal Syekh Ali Thanthawi. Beliau banyak menulis buku yang berkaitan dengan sejarah, kisah, pelajaran hidup dan nasehat-nasehat. Beberapa buku beliau saya beli di TimurTengah, saya baca dan sering juga saya kutip dalam tulisan dan ceramah saya.

Kali ini saya kutipkan dawuh yang berkaitan dengan bahagia. Beliau berkata: “Kebahagiaan itu bukanlah karena harta dan bukan pula karena rumah bak istana. Bahagia itu adalah karena kebahagiaan hati. Jalan paling dekat menuju bahagianya hati adalah dengan memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Kenikmatan paling dahsyat adalah kenikmatan karena telah mempersembahkan kebaikan.”

Bacalah lagi kalimat di atas dan renungkan kedalaman maknanya. Ternyata bahagia sejati itu sangat berkaitan dengan manfaat atau makna tau guna yang bisa kita persembahkan kepada orang lain sehingga orang lain itu merasa bahagia. Karena itulah maka menolong atau membantu orang lain bernilai mulia dalam pandangan agama, sementara merongrong bahagia orang lain, menipu dan membuat mereka menderita adalah sangat tercela.

Ada kalimat lain yang semakna dengan kalimat bernas di atas, yaitu: “Anda akan melihat keindahan hidup dan menikmati kebahagiaan hidup saat Anda mampu “menanam” keindahan dan kebahagiaan di jalan hidup orang lain.”

Ingin bahagia? Bahagiakan orang lain. Semakin lama membuat orang lain menderita, semakin mendalam penderitan sang pelaku. Mintalah maaf jika telah bersalah dan membuat orang lain menderita. Semoga hal itu bisa membuatnya sedikit lega bahagia, pada gilirannya akan menjadikan sang peminta maaf juga sedikit lega dan bahagia. Diamnya orang yang disakiti, ditipu dan dipecundangi tidak selalu berarti dia lupa dan tak lagi mempertanyakan. Takutnya, diamnya adalah laporan dan tuntutan kepada Allah atas ketaknyamanan yang dialaminya. Bahagiakan orang lain. Salam, AIM.[*]

Oleh KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK


Definisi Sihir

Kita telah mengetahui bahwa sihir adalah kekufuran dan dosa besar. Namun apa dan bagaimana sihir itu? Apakah sihir sebatas seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita dongeng?

Sihir adalah kekufuran

Sebagaimana Allah ta’ala berfirman : 

يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ

“Mereka (Harut dan Marut) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya ujian (bagimu), sebab itu janganlah kamu kufur’” (QS. Al-Baqarah: 102)

Sihir juga merupakan salah satu dosa besar. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

اجتنبوا السبعَ الموبقاتِ . قالوا : يا رسولَ اللهِ ، وما هن ؟ قال : الشركُ باللهِ ، والسحرُ ، وقتلُ النفسِ التي حرّم اللهُ إلا بالحقِّ ، وأكلُ الربا ، وأكلُ مالِ اليتيمِ ، والتولي يومَ الزحفِ ، وقذفُ المحصناتِ المؤمناتِ الغافلاتِ

“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan. Para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa saja itu? Rasulullah menjawab: berbuat syirik terhadap Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, kabur ketika peperangan, menuduh wanita baik-baik berzina” (HR. Bukhari no. 2766, Muslim no. 89).

Lalu apa definisi sihir? 

Secara bahasa, sihir artinya kejadian yang samar penyebabnya. Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, dalam kitab Al Qaulul Mufid Syarah Kitab At Tauhid:

السحر لغة: ما خفي ولطف سببه

“Sihir secara bahasa: semua yang samar dan tidak jelas penyebabnya” (Al Qaulul Mufid, 1/489).

Secara istilah, dijelaskan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah bahwa sihir adalah:

عزائم ورقى وعُقَد يؤثر في القلوب والأبدان، فيُمرض ويقتل، ويفرق بين المرء وزوجه، ويأخذ أحد الزوجين عن صاحبه

“Mantra-mantra, jampi-jampi, dan buhul-buhul yang memberikan pengaruh pada hati dan badan. Sehingga bisa membuat sakit atau bahkan bisa membunuh. Juga bisa memisahkan antara suami-istri, atau bisa merekatkan antara suami-istri” (Taisirul Azizil Hamid, 1/678).

Dalam kitab Al Qaulul Mufid juga, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan bahwa sihir ada dua : 

الأول: عقد ورقي، أي: قراءات وطلاسم يتوصل بها الساحر إلى استخدام الشياطين فيما يريد به ضرر المسحور

“Pertama, yang berbentuk buhul-buhul dan jampi-jampi. Yaitu bacaan-bacaan yang dirapalkan serta jimat-jimat yang menjadi sarana penyihir untuk mendapatkan bantuan setan untuk memberikan bahaya kepada objek yang akan disihir”.

الثاني: أدوية وعقاقير تؤثر على بدن المسحور وعقله وإرادته وميله

“Kedua, obat-obatan dan ramuan-ramuan yang bisa memberikan pengaruh pada badan orang yang disihir, dan juga memberikan pengaruh pada akalnya, keinginannya dan kecenderungannya” [selesai nukilan].

Para ulama juga menjelaskan bahwa terdapat jenis sihir yang disebut juga sihir takhayyul. Disebutkan oleh Syaikh Shadiq bin Haj at Taum alu Mannallah :

سحر التخيل وهو أن يعمـد الساحـر إلـى القـوى المتخيلـة فيتصرف فيها بنوع من التصرف ويلقى فيها أنواعـا من الخـيالات والمـحاكاة وصورا مما يقصده من ذلك ثم ينزلها إلى الحس من الرائيـن بقـوة نفسه الخبيثة المؤثرة فيه فينظرها كأنها فى الخارج وليس هناك شيء من ذلك

“Sihir takhayyul adalah seorang penyihir mengandalkan kekuatan yang mengendalikan khayalan orang, sehingga ia melakukan berbagai macam cara untuk menimbulkan suatu khayalan dan gambaran dalam benak seseorang sesuai keinginan si penyihir. Kemudian khayalan tersebut seolah-olah bisa diindera secara fisik karena kuatnya pengendalian khayalan tersebut. Sehingga orang yang disihir merasa itu terjadi secara nyata, padahal tidak ada apa-apa” (Al Iidhahul Mubin li Kasyfi Hiyalis Saharah wal Musya’wadzin, hal. 9).

Maka, dari beberapa penjelasan para ulama di atas, bisa kita simpulkan bahwa sihir bisa berupa:

  • Jampi-jampi atau mantra yang dirapalkan
  • Buhul-buhul yang diikat, dikubur, atau disimpan pada orang atau pada suatu tempat
  • Thalasim (talisman), yaitu jimat atau benda keramat yang bisa berupa kalung, gelang, cincin, keris, dan semisalnya.
  • Ramuan-ramuan
  • Memunculkan khayalan pada diri orang yang disihir

Semuanya bisa memberikan pengaruh buruk pada hati dan badan. 

Maka sihir itu tidak hanya ada di cerita fiksi dan dongeng seperti Harry Potter. Dan kita juga memahami bahwa perbuatan sihir itu banyak terjadi di sekitar kita. 

Yang paling nyata adalah perbuatan para dukun dan paranormal. Hakekatnya yang mereka lakukan adalah sihir. Dan mereka adalah penyihir. Mereka itu kufur, sesat dan menyesatkan.

Dan jauhilah sejauh-jauhnya perbuatan-perbuatan di atas, karena itu adalah kekufuran dan dosa besar.

Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Ingatlah Janji-Janji Allah dan Bahagiakan Hatimu!

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ

“Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS.Fathir:5)

Dan banyak pula ayat-ayat Al-Qur’an yang selalu mengingatkan tentang kebenaran janji-janji Allah Swt.

Apabila janji Allah pasti benar, maka bersiaplah untuk menyambutnya ! Manfaatkan waktu berhargamu dengan amal kebaikan dan jangan sampai engkau mengikuti bisikan yang menyuruhmu berputus asa.

Renungkan kehidupanmu karena Allah tidak memberi janji kecuali agar hamba-Nya bisa berbahagia dan tenang hatinya.

(1). Bila engkau risau dengan banyaknya dosamu, sungguh Allah telah memberi janji dengan ampunan. Maka mintalah ampun kepada-Nya !

وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغۡفِرَةٗ مِّنۡهُ وَفَضۡلٗاۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيم

“Dan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah:268)

(2). Bila engkau takut dengan kemiskinan, sungguh Allah telah berjanji untuk memberimu rezeki dan mencukupi kehidupanmu, maka jangan gelisah !

وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ

“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS.Hud:6)

(3). Bila engkau dalam keadaan sulit, janganlah putus asa karena Allah menjanjikan akan datangnya kemudahan setelahnya.

سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا

“Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS.Ath-Thalaq:7)

(4) Allah Swt juga berjanji akan menolongmu bila engkau “menolong” agama-Nya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS.Muhammad:7)

(5) Allah Swt juga berjanji akan memberi tambahan bila engkau bersyukur :

لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS.Ibrahim:7)

(6) Allah Swt berjanji akan mengingatmu bila engkau selalu mengingat-Nya.

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.” (QS.Al-Baqarah:152)

(7) Allah Swt berjanji akan mengkabulkan doa bila engkau memohon kepada-Nya.

ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” (QS.Ghafir:60)

(8) Allah Swt menjanjikanmu dengan kabar gembira bila engkau bersabar.

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:155)

Itulah beberapa janji-janji Allah yang harus menjadi pegangan dalam hidup kita. Bila kita yakin janji-janji Allah itu benar, maka tak ada alasan lagi untuk hati kita menjadi risau dan gelisah.

Tenangkan hatimu karena janji Allah pasti akan datang !

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Janji Allah Pasti Benar, tapi Siapakah yang Akan Mempercayainya?

Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang berisi tentang janji-janji Allah. Dan semua janji itu pasti benar, apakah itu tentang janji-janji dunia berupa pertolongan, ditambahnya rezeki atau dimudahkannya segala urusan. Begitupula dengan janji-janji di akhirat seperti Surga dengan segala kenikmatannya atau Nereka dengan bermacam siksanya.

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلۡغَرُورُ

“Wahai manusia! Sungguh, janji Allah itu benar, maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan janganlah (setan) yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS.Fathir:5)

Ayat ini ingin mempertegas kembali tentang kepastian dan kebenaran janji Allah Swt. Tapi di akhir ayat digambarkan ada sekelompok manusia yang mendustakan janji Allah swt. Kecintaan terhadap dunia telah memperdaya mereka sehingga yang dipikirkan hanya gemerlap kelezatan dunia saja, seakan ia akan hidup selamanya.

Dan contoh yang paling kongkrit mengenai mereka para penyembah harta adalah oang-orang munafik. Mereka mendustakan janji-janji Allah dan menganggapnya hanya tipuan belaka. Allah Swt Berfirman :

وَإِذۡ يَقُولُ ٱلۡمُنَٰفِقُونَ وَٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ مَّا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ إِلَّا غُرُورٗا

Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit berkata, “Yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanya tipu daya belaka.” (QS.Al-Ahzab:12)

Dan kebalikan dari kelompok ini adalah orang-orang yang beriman dan sangat yakin dengan semua janji Allah. Hati mereka selalu dipenuhi ketenangan karena keyakinan yang kuat bahwa janji-janji Allah pasti akan segera datang.

وَلَمَّا رَءَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلۡأَحۡزَابَ قَالُواْ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۚ وَمَا زَادَهُمۡ إِلَّآ إِيمَٰنٗا وَتَسۡلِيمٗا

Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka. (QS.Al-Ahzab:22)

Maka lihatlah kepada diri kita masing-masing, dimanakah posisi kita dari dua kelompok di atas?

Apakah kita cenderung mirip dengan orang-orang munafik yang tidak mempercayai janji Allah atau kita termasuk mereka yang membenarkan dan meyakini semua janji-janjiNya?

Tingkat kepercayaan kita terhadap janji Allah bergantung pada keimanan kita. Ketika iman kita kuat maka kita akan percaya mutlak kepada janji Allah. Begitupula sebaliknya, bila iman kita lemah maka kepercayaan kita kepada janji Allah juga lemah.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Yang harus di hindari saat Beramal: Riya’

Dalam beralamat shaleh memiliki nilai pahala yang sangat besar , karena Allah SWT memang memerintahkan kita untuk saling membantu dan berbuat baik serta saling memberi kepada sesama umat manusia , namun ada beberapa sifat yang harus kita hindari dalam menyempurnakan amal yang kita lakukan , salah satunya adalah Riya’.

PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA

Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ (الرياء) berasal dari kata الرؤية /ru’yah, yang artinya menampakkan Riya ’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.

PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH:

Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT. Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”. Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.

JENIS-JENIS RIYA

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:

1. riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia,

2. riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”. Riya’ bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suatu ibadah selesai dilakukan

Perbuatan riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang ditonjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi atas 5 kategori, yaitu:

1. Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihatkan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat tahajud;

2. Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihatkan tanda hitam di dahi agar disangka rajin sholat.

3. Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.

4. Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh untuk memperbaiki citranya di masyarakat.

5. Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ustadz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim. Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang telah sulit kita kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lantaran masih ada riya di hati kita.

Allah SWT mengingatkan dalam firmannya: “Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264) “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6) Maka dari itu marilah kita sucikan niat kita untuk beramal hanya karena Allah , jangan ada sedikitpun niatan untuk mendapat perhatian atau sanjungan dari orang lain. Agar apa yang kita kerjakan dana keluarkan menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.

Artikel ini ditulis oleh

Didit, didit@lazharfa.org

LAZHARFA

T

Doa agar Mudah Melunasi Utang Sepenuh Gunung

اللَّهُمَّ اكْفِنِى 

ALLAHUMAK-FINII
“Ya Allah cukupkanlah aku

بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ

BI HALAALIKA ‘AN HAROOMIK
dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram

وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

WA AGH-NINIY BI FADHLIKA ‘AMMAN SIWAAK
dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu”

artinya:

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram,
dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu”

(HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)

YUFIDIA

Dalil-dalil Kenapa Poliandri Dilarang?

ADA seorang ikhwan bertanya apa dalil dilarangnya poliandri? Bolehkah itu dilakukan karena suami-suaminya ikhlas?

Untuk itu, ustaz menjawab sebagai berikut: Poliandri adalah pernikahan seorang perempuan dengan lebih dari satu suami. Hukum poliandri adalah haram berdasarkan Alquran dan Assunah. Dalil Alquran, adalah firman Allah SWT :

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki.” (QS An-Nisaa` [4] : 24)

Ayat di atas yang berbunyi “wal muhshanaat min al-nisaa` illa maa malakat aymaanukum” menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi oleh laki-laki, adalah wanita yang sudah bersuami, yang dalam ayat di atas disebut al-muhshanaat.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata dalam an-Nizham al-Ijtimai fi al-Islam (Beirut : Darul Ummah, 2003) hal. 119 : “Diharamkan menikahi wanita-wanita yang bersuami. Allah menamakan mereka dengan al-muhshanaat karena mereka menjaga [ahshana] farji-farji (kemaluan) mereka dengan menikah.”

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Imam Syafii yang menyatakan bahwa kata muhshanaat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka (al-haraa`ir), tetapi wanita yang bersuami (dzawaatul azwaaj) (Al-Umm, Juz V/134).

Imam Syafii menafsirkan ayat di atas lebih jauh dengan mengatakan:

“Wanita-wanita yang bersuamibaik wanita merdeka atau budakdiharamkan atas selain suami-suami mereka, hingga suami-suami mereka berpisah dengan mereka karena kematian, cerai, atau fasakh nikah, kecuali as-sabaayaa (yaitu budak-budak perempuan yang dimiliki karena perang, yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya) (bi-anna dzawaat al-azwaaj min al-ahraar wa al-imaa` muharramaatun ala ghairi azwaajihinna hatta yufaariquhunna azwajuhunna bi-mautin aw furqati thalaaqin, aw faskhi nikahin illa as-sabaayaa) (Imam Syafii, Ahkamul Qur`an, Beirut : Darul Kutub al-Ilmiyah, 1985, Juz I/184).

Jelaslah bahwa wanita yang bersuami, haram dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil Alquran atas haramnya poliandri.

Adapun dalil Assunah, bahwa Nabi SAW telah bersabda :

“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh dua orang wali, maka [pernikahan yang sah] wanita itu adalah bagi [wali] yang pertama dari keduanya.” (ayyumaa `mra`atin zawwajahaa waliyaani fa-hiya lil al-awwali minhumaa) (HR Ahmad, dan dinilai hasan oleh Tirmidzi) (Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, hadis no. 2185; Imam Ash-Shanani, Subulus Salam, Juz III/123).

Hadis di atas secara manthuq (tersurat) menunjukkan bahwa jika dua orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan oleh wali yang pertama (Imam Ash-Shanani, Subulus Salam, Juz III/123).

Berdasarkan dalalatul iqtidha`1), hadis tersebut juga menunjukkan bahwa tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami saja.

Makna (dalalah) ini yakni tidak sahnya pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu suami saja merupakan makna yang dituntut (iqtidha`) dari manthuq hadis, agar makna manthuq itu benar secara syara. Maka kami katakan bahwa dalalatul iqtidha` hadis di atas menunjukkan haramnya poliandri. Tak ada urusan dengan ikhlas atau tidak. []

INILAH MOZAIK


Inilah Aturan Masuk dan ke Luar dari Arab Saudi Saat Ini

Arab Saudi pada hari Selasa lalu memang mulai mengizinkan warga negara dan penduduk tertentu untuk masuk dan keluar negara itu. Kebijakan ini dikeluarkan setelah mencabut penangguhan semua perjalanan internasional yang diberlakukan pada awal Maret untuk menahan penyeran wabah virus corona.

Setelah 1 Januari 2021, semua warga negara dan penduduk negara itu akan diizinkan untuk bepergian.

Inilah yang perlu Anda ketahui tentang pembatasan dan pelonggaran regulasi tersebut:

Siapa yang dapat masuk dan keluar arab saudi mulai 15 September?

Warga GCC dan non-Saudi yang memiliki visa kerja, tempat tinggal, atau kunjungan yang sah, mengingat mereka mematuhi tindakan pencegahan kesehatan terkait virus corona.

Untuk warga negara Arab Saudi, hanya individu yang memenuhi setidaknya satu dari kriteria berikut yang dapat melakukan perjalanan ke dan dari Kerajaan:

1. – Pegawai pemerintah sipil dan militer yang ditugaskan untuk tugas resmi.

Karyawan diplomatik dan konsuler dalam misi di luar negeri dan atase asing serta individu yang bekerja untuk organisasi regional dan internasional. Anggota keluarga akan diizinkan untuk menemani para pekerja ini.

-Orang dalam pekerjaan yang membutuhkan perjalanan untuk bisnis komersial dan industri.

-Eksportir, pemasaran, dan manajer penjualan yang pekerjaannya mengharuskan klien mengunjungi luar negeri

-Pasien yang memerlukan perawatan di luar negeri jika memiliki laporan medis.

– Pelajar penerima beasiswa, pelajar yang membayar uang sekolah mereka sendiri, trainee dalam program beasiswa kedokteran, dan pelajar yang diwajibkan untuk bepergian ke luar negeri untuk studi atau pelatihan mereka.

-Kasus kemanusiaan, yang mencakup penyatuan kembali keluarga warga negara dengan kerabatnya di luar negeri, atau mereka yang perlu melakukan perjalanan setelah kematian suami, istri, orang tua, atau anak di luar negeri.

2. Persyaratan apa yang harus dipenuhi para pelancong sebelum melakukan perjalanan ke Arab Saudi?

Wisatawan harus memberikan tes virus corona negatif yang diambil dalam waktu 48 jam sebelum penerbangan mereka. Tes harus dilakukan di otoritas bersertifikat di luar kerajaan Saudi.

3. Bagaimana peraturan untuk penumpang yang datang?

Semua pelancong yang tiba di Arab Saudi harus menjalani tes virus corona pada saat kedatangan mereka.

Mereka harus dikarantina di rumah selama tiga hari setelah memasuki negara dan hanya dapat pergi setelah hasil tes mereka negatif.

 4. Bagaimana jika seorang pelancong dinyatakan positif mengidap virus corona setelah mereka tiba di Arab Saudi?

Jika seorang pelancong dinyatakan positif mengidap virus corona setelah mereka tiba di Arab Saudi, mereka harus mengisolasi diri di rumah selama 10 hari.

Jika mereka terus mengalami gejala bahkan setelah dikarantina, mereka harus tetap di rumah sampai gejala hilang.

Jika mereka tidak menunjukkan gejala, mereka harus mengisolasi diri di rumah selama tiga hari tambahan untuk memastikan mereka tidak menulari orang lain.

5. Bagaimana seorang pelancong mencegah infeksi selama perjalanan mereka ke, dan dari, Arab Saudi?

Otoritas Umum Penerbangan Sipil (GACA) mendesak warga dan penduduk untuk mematuhi semua tindakan pencegahan virus korona saat bepergian untuk melindungi diri dari infeksi.

Seorang pelancong dapat membatasi kemungkinan infeksi mereka dengan mengenakan masker setiap saat. Untuk tindakan pencegahan tambahan, penumpang dapat mengenakan sarung tangan atau menggunakan pembersih tangan setelah menyentuh benda.

 Menjaga jarak dua meter dengan orang lain di bandara juga dapat membantu mencegah penyebaran virus corona.

6. Kapan semua warga negara dan penduduk Arab Saudi diizinkan untuk bepergian?

Semua warga negara dan penduduk yang tidak termasuk dalam kategori yang disebutkan di atas akan diizinkan melakukan perjalanan internasional setelah 1 Januari 2021, menurut GACA.

Keputusan untuk mencabut pembatasan perjalanan sepenuhnya akan ditinjau 30 hari sebelum 1 Januari, kata GACA.

7. Kapan turis diizinkan mengunjungi Kerajaan?

Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk kembalinya wisatawan ke Arab Saudi, tetapi GACA telah mengumumkan bahwa pembatasan perjalanan akan dicabut pada awal 2021, menunggu tinjauan.

IHRAM