Bagaimana Cara Ibadah Orang yang Mengubah Jenis Kelaminnya?

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus –hafizhahullah

Pertanyaan :

Ada seorang anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki, ia mempunyai orang tua yang kafir. Ketika telah dewasa, ia mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan dengan operasi (transgender). Sedangkan umurnya sekarang mendekati tiga puluh tahun. Penampilannya sekarang seperti penampilan perempuan dan berinteraksi seperti halnya perempuan, hingga cara bicaranya juga demikian. Ketika ia masuk Islam, ia menginginkan jenis kelaminnya kembali menjadi yang dahulu kala seperti aslinya yakni laki-laki. Akan tetapi hal tersebut membutuhkan dana yang besar yang tidak ia mampui sekarang. Sedangkan kini ia ingin untuk pergi ke masjid untuk menunaikan shalat. Muncul kebingungan dalam dirinya apakah ia menempatkan dirinya di bagian laki-laki ataukah di bagian perempuan? Kami mohon faidah dan penjelasannya, jazaakumullahu khairan.

Jawab :

الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلام على مَنْ أرسله الله رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمَّا  بعد

Syariat mengharamkan prosedur pengubahan jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Tanpa keraguan lagi, ini bukan termasuk dalam pengobatan medis. Sesungguhnya ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang diawali dari godaan setan kepada manusia untuk berbuat durhaka. Dan setan juga mendiktekan manusia untuk mengikuti hawa nafsunya sehingga berkeinginan untuk merubah fisiknya untuk memperindah dan mempercantik dirinya, tanpa alasan yang darurat atau kebutuhan yang mendesak. 

Allah ta’ala berfirman menukil perkataan iblis la’anahullah :

وَلَأٓمُرَنَّهُمۡ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِ

“dan akan aku (iblis) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya” (QS. An-Nisa’ : 119). 

Konteks ayat menunjukkan celaan dan menjelaskan suatu perkara yang haram. Diantaranya perkara tersebyut adalah mengubah ciptaan Allah. Dan pelaku perbuatan ini juga mendapat laknat. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ»

“Allah melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah” (HR. Bukhari no. 5931, Muslim no.2125).

Demikian, jika keinginan itu tumbuh pada laki-laki itu sebelum keislamannya, kemudian Allah menganugerahinya dengan nikmat islam dan istiqamah dalam beragama, maka sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:

الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ

“Islamnya seseorang telah menghapus dosa-dosa yang sebelumnya” (HR. Ahmad no. 17777, dari sahabat Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, no. 1280).

Yakni memutus dan menghapus semua perbuatan kekafiran, kemaksiatan, dosa, yang pernah dilakukan sebelumnya. 

Maka apabila ia sanggup untuk mengembalikan kelaminnya seperti semula tanpa mengakibatkan bahaya dan kerusakan karena luka-luka (yang sama atau lebih besar dari sebelumnya) maka itulah yang semestinya ia lakukan. Dan mengembalikan kelamin seperti semula ini tidak termasuk dalam larangan yang terdapat dalam hadits, dan hal itu juga tidak termasuk mengubah ciptaan Allah. Akan tetapi ini dilakuakn dengan syarat dapat mengembalikan organ-organ tubuhnya kelaki-lakiannya. Tidak boleh baginya menanam organ kelaki-lakian milik orang lain, berdasarkan salah satu pendapat ahli ilmu. Karena ini terkait dengan penjagaan keturunan dan memelihara dari tercampurnya pertalian nasab. Jika tidak mampu untuk mengembalikan pada bentuk aslinya maka sesungguhnya hukum syariat berlaku sesuai kapasitas dan kemampuan. Kaidah mengatakan: “tidak ada pembebanan kecuali sesuai dengan kemampuan”. Dan seseorang tidak diberi pilihan kecuali dalam opsi-opsi yang dimampui. Berdasarkan firman-Nya subhanahu wa ta’ala

لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَا

“Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 233). 

Dan firman-Nya, 

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghabun 16). 

Dan juga firman-Nya, 

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا

“Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Thalaq: 7).

Dan sabda Nabi ﷺ :

فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika aku melarang sesuatu terhadap kalian, jauhilah. Dan jika aku memerintahkan suatu perkara kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no.7288, Muslim no.1337).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ulama sepakat bahwa ibadah-ibadah itu tidak diwajibkan kecuali pada orang yang mampu melakukannya. Dan orang mampu tetap dianggap mampu walaupun ia melanggar ibadah tersebut atau meninggalkannya. Sebagaimana orang mampu melaksanakan perintah agama seperti shalat, zakat, puasa, haji, namun ia tidak melakukannya. Maka dia tetap dianggap orang yang mampu, dengan kesepakatan salaful immah dan para imam. Dan ia berhak mendapat dosa karena meninggalkan perintah padahal ia mampu dan tidak melakukannya. Bukan karena meninggalkan yang tidak mampu ia lakukan” (Majmu’ Al Fatawa, 8/479).

Adapun soal ibadah dan muamalahnya, yang tepat, dihukumi sebagai perempuan. Dan hukum-hukum syar’i berlaku sesuai jenis kelaminnya saat ini, bukan jenis kelamin aslinya. Berdasarkan kaidah umum yang berlaku pada kasus seperti ini atau yang semisal: 

العِبْرَةَ بِالحَالِ لَا بِالمَآلِ

“yang dianggap adalah keadaan yang sekarang, bukan keadaan sebelumnya”. 

Dan juga berlaku kaidah:

مَا قَارَبَ الشَّيْءَ أَوْ أَشْرَفَ عَلَيْهِ يُعْطَى حُكْمَهُ

“Semua yang mirip dengan sesuatu atau menyamainya, maka ia sama hukumnya”

Dan tidak samar lagi bahwasanya dia sekarang menempel pada dirinya sifat-sifat perempuan dan memiliki tanda-tanda kewanitaan. Semisal adanya kelamin perempuan, kencing dari alat kelamin perempuannya tersebut, keluar haid dari tempat tersebut, memiliki payudara, dan yang lainnya. Dengan demikian dia dihukumi sesuai jenis kelaminnya yang nampak secara lahiriyah sekarang, bukan kelamin aslinya. Karena telah hilang tanda-tanda kelaki-lakian pada dirinya. Maka ia dihukumi sebagai perempuan, selama belum kembali kepada kelamin aslinya dan bentuk tubuhnya yang terdahulu.

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا. 

***

Sumber: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-1220

Penerjemah: Rafif Zulfarihsan

Pemuraja’ah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

5 Bahaya Bermudah-Mudahan Dalam Berhutang

Perkara hutang piutang bukanlah perkara ringan, namun, sayangnya belakangan ini banyak dari kita sangat bermudah-mudahan dalam berhutang hanya untuk memenuhi gaya hidup, beli mobil mewah, rumah megah semuanya dibeli dengan cara menyicil. Maka, pada kesempatan kali ini kami ingin menjelaskan betapa bahayanya perkara hutang dalam kehidupan kita di dunia maupun di akhirat.

1. Ruh Seorang Mukmin Terkatung-Katung Disebabkan Hutang.

Dalam sebuah hadits rasulullah ﷺ bersabda:

نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه

“Ruh seorang mukmin tergantung (terkatung-katung) disebabkan hutangnya sampai dilunasi”.
(HR. Tirmidzi : 1078, dan Ibnu Majah : 2413).

Imam Suyuthi berkata menjelaskan makna jiwa seorang mukmin tergantung: “tertahan dari tempat kemuliaan yang disiapkan untuknya”, dan Imam Iraqy berkata: “Urusannya terhenti, tidak dikatakan selamat dan tidak juga dikatakan celaka sampai dilihat terlebih dahulu apakah hutangnya sudah lunas atau belum.”
(Tuhfatul Ahwadzy).

2. Keutamaan Mati Syahid Tidak Bisa Menggugurkan Dosa Disebabkan Hutang.

Kita tahu betapa besar keutamaan dan balasan yang Allah siapkan untuk orang-orang yang siap terbunuh dalam memperjuangkan agama Allah ﷻ. Kendati demikian, keutamaan yang banyak tersebut tidak bisa menggugurkan dosa kezhaliman yang disebabkan penundaan membayar hutang.

Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada rasulullah ﷺ:

يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ، يُكَفِّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟

“Duhai rasulullah ﷺ, bagaimana menurutmu apabila aku terbunuh di jalan Allah ﷻ, apakah dosa–dosaku dihapuskan?

Rasulullah ﷺ pun bersabda:

نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ

“iya, jika dirimu terbunuh di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan”

Lalu, rasulullah ﷺ meminta sahabat tadi mengulang pertanyaannya, dan beliau ﷺ pun kembali bersabda:

نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلاَّ الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ قَالَ لِي ذَلِكَ

“Ya (mati syahid bisa menggugurkan dosa-dosa) jika kamu dalam keadaan bersabar, mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan, kecuali hutang, dan Jibril lah yang mengatkan hal tersebut kepadaku.”
(HR. Tirmidzi : 1712).

Dalam hadits yang lain rasulullah ﷺ bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

“Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang”.
(HR. Muslim : 1886).

3. Jatuh Dalam Kezhaliman.

Orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang akan berat baginya untuk membayar hutang tersebut, apalagi jika hutangnya menumpuk. Sampai-sampai kita melihat orang yang berhutang lebih galak daripada orang yang menghutangi, ketika ditagih malah marah kepada orang yang menghutangi. Ini jelas kezhaliman yang nyata, dan rasulullah ﷺ bersabda:

“Penundaan membayar hutang bagi orang yang mampu membayar adalah kezhaliman”.
(HR. Muslim : 1564).

Hendaknya orang yang berhutang takut kepada Allah ﷻ, dan mengingat bahwasanya kelak dirinya akan berdiri dihadapan Allah ﷻ, rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقُوا الظُّلْمَ. فَإِنّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab kezhaliman adalah kegelapan di hari Kiamat.”
(HR. Muslim).

4. Allah Mencapnya Sebagai Pencuri.

Orang-orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang, kemudian tidak berusaha untuk membayar hutang tersebut, maka dia akan mengahdap Allah ﷻ dengan status pencuri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapapun yang berhutang dan berniat tidak akan membayar hutang tersebut, maka dia akan bertemu Allah ﷻ dengan status sebagai seorang pencuri.”
(HR. Ibnu Majah: 2410).

5. Banyak Hutang Bisa Membuat Seseorang Memiliki Sifat Kemunafikan.

Ketika seseorang bermudahan dalam berhutang, bisa saja dia akan sering mengumbar janji palsu, berbohong, dan mengkhianati amanah yang diberikan, dan ini banyak terjadi ditengah-tengah masyarakat. Ketika ditagih, dia berbohong tidak punya uang, padahal dia sanggup untuk membayar. Dan jelas ini adalah sifat-sifat orang munafik. Rasulullah ﷺ bersabda:

آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان

“Tanda-tanda orang munafik ada 3, jika berbicara ia berdusta, bila berjanji ia tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya”
(HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).

Itulah diantara bahaya hutang dalam kehidupan seorang muslim, yang seharusnya membuat kita lebih berhati-hati dan berpikir terlebih dahulu sebelum berhutang. Berhutanglah jika memang harus dan untuk kebutuhan mendesak.

اللهم اكفنا بحلالك عن حرامك وأغننا بفضلك عمن سواك

“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, sehingga kami tidak memerlukan yang haram, dan berilah kami kekayaan dengan karuniamu, sehingga kami tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu”.

Ditulis oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)

BIMBINGAN ISLAM

Uang Umroh Dikembalikan Karena Pandemi, Bolehkah Dipakai untuk Hal Lain atau Memulai Usaha?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang baik hati berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang uang umroh dikembalikan karena pandemi, bolehkah dipakai untuk hal lain atau memulai usaha?
Silahkan membaca.

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.

Izin bertanya ustadz.
Teman Saya seharusnya tahun ini jadwal berangkat umroh, tapi karena masih lockdown akhirnya uang dari penyelenggara dikembalikan lagi karena tidak bisa berangkat.
Boleh tidak uang yang niatnya untuk umroh itu dipake dulu untuk usaha?
Atau apakah uangnya disimpan saja sampai berangkat umroh kembali?
Mohon masukannya ustadz.

(Disampaikan oleh Fulan, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Kami sarankan; anda lebih baik menyimpannya untuk persiapan umroh, Jika umroh ini adalah pertama kali, maka hukumnya wajib untuk disegerakan menurut pendapat terkuat.

Sedangkan Ibadah haji atau umroh yang hukumnya wajib itu, jika terhalang penyelenggarannya, karena uzur syar’i, maka harus segera ditunaikan, apabila penghalangnya telah hilang.

Maka sudah selayaknya bersegara dan berkeinginan kuat menunaikan ibadah haji dan umrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ – يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ – فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ

“Bersegeralah kalian berhaji -yaitu haji yang wajib- karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya”
(HR.Ahmad, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa‘ no. 990)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

“Barangsiapa yang ingin pergi haji maka hendaklah ia bersegera, karena sesungguhnya kadang datang penyakit, atau kadang hilang hewan tunggangan atau terkadang ada keperluan lain (mendesak)”.
(HR. Ibnu Majah dan dihasanka oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no. 6004).

Menakar Skala Prioritas

Jikalau mempunyai kebutuhan mendesak dan darurat sedangkan anda tidak mempunyai dana (uang), daripada berhutang, maka anda boleh menggunakan uang persiapan umroh tersebut untuk kebutuhan darurat, atau bisa juga digunakan untuk memulai usaha baru atau meneruskan usaha lama dengan niat juga (ini untuk persiapan umroh), disamping untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di musim pandemi ini. Semoga Allah Ta’ala memberkahi perniagaan dan usaha kita semua. Aamiin.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Cara Islami Menyikapi Resesi

1. Makna
2. Tanda dan efek resesi
3. Solusi Akhirat & Solusi Dunia

Bicara tentang perekonomian memang selalu jadi bahasan yang panjang, saat ekonomi membaik dan harta bertambah maka kekayaan jadi ujian, saat ekonomi memburuk dan harta menipis maka kemiskinan jadi hantu yang menakutkan. Tak diragukan lagi bahwa harta adalah fitnah yang nyata, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sejatinya setiap ummat itu memiliki fitnah, dan fitnah ummatku adalah harta”
[HR Tirmidzi 2258]

Saat ini sebagian besar dari kita sedang merasakan betul fitnah tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan bahasan yang sedang viral dikalangan Ekonom akhir-akhir ini; Resesi.

Saya dalam hal ini bukan seorang Ekonom yang akan membahas detail tentang resesi, melainkan lebih kepada cara Islam Menyikapi Resesi. Tapi setidaknya kita mulai dulu dari makna resesi, dalam istilah ekonomi resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun, bahasa sederhananya ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Sementara majalah Forbes menjelaskan makna resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Dan tanda-tanda resesi pun sebenarnya juga sudah banyak kita jumpai, mulai dari pendapatan menurun, kemiskinan bertambah, pinjaman macet melonjak, hutang pemerintah terus bertambah, PHK dimana-mana, dan lain-lain.

Dalam kasus harian rumah tangga juga sudah banyak kita dapati tetangga yang mengeluh, ngirit-ngirit uang belanja, motong uang jajan, stop jalan-jalan, emosi saat nagih hutang, dan semisalnya, walaupun dengan embel-embel covid-19.

Takut jatuh miskin? Perhatikan firman Allah ‘Azza wa Jalla

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya serta karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”
(QS Al-Baqoroh 268)

Sungguh, berkurangnya harta tidak selalu tercatat sebagai musibah yang mengenaskan, bisa jadi resesi ekonomi ini justru tercatat sebagai kebaikan besar yang belum kita pikirkan, saat saldo rekening terus berkurang tapi iman tidak goncang, saat perut lebih sering lapar tapi tawakkal tidak goyah, semua itu Insya Allah akan meringankan hisab kita kelak di akhirat dan memudahkan jalan kita menuju Surga.

Lalu apa yang pertama kali harus kita dilakukan?

Yang pertama kali harus kita lakukan adalah memahami sepenuhnya bahwa ini merupakan Kehendak & Kuasa Allah, mempercayai tanpa tapi, sabar, lalu ber-Istirjaa’.
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنْ الأَمْوَالِ وَالأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan; ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi rooji´uun’
(QS Al-Baqoroh 155-156)

Mengapa kita perlu sabar dan istirjaa’? Karena Allah puji orang-orang yang berbuat demikian,

أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ

“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”
(QS Al-Baqoroh 157).

Bagaimana solusi dari Resesi ini? Solusinya ada 2; solusi Akhirat dan solusi Dunia.

1. Solusi Akhirat, ada 4 hal yang bisa kita lakukan;

Pertama, Istighfar

Istighfar adalah bentuk penghambaan diri yang menjadi solusi ampuh dari segala permasalahan, Nabi Nuh ‘alaihi salam menyampaikan kepada kaumnya dan diabadikan Allah dalam firmanNya;

فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا

“Maka aku katakan kepada mereka; ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sejatinya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta serta anak-anakmu. Juga menjadikan untukmu kebun-kebun serta menjadikannya (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”
(QS Nuh 10-12)

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan lebih detail tentang khasiat istighfar

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa melazimkan atau memperbanyak istighfar niscaya Allah memberikan jalan keluar dari setiap kesedihannya, kelapangan dari setiap kegundahannya, dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”
[HR Abu Daud 1518, Ibnu Majah 3819]

Maka mulai sekarang perbanyaklah istighfar, yang biasanya sebatas dzikir selepas sholat naikkan menjadi 70x dalam sehari, yang sudah 70x dalam sehari naikkan menjadi 100x dalam sehari, yang sudah 100x dalam sehari naikkan lebih dari itu, Insya Allah hati akan tenang dan solusi pun akan datang.

Kedua, Taqwa

Taqwa adalah solusi berikutnya, kita semua sepakat bahwa taqwa adalah asas kebahagiaan serta jalan keberuntungan di dunia maupun di akherat. Allah menerangkan secara berulang dalam Surat Ath-Tholaq

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”
(QS Ath-Tholaq 2)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam semua urusannya”
(QS Ath-Tholaq 4)

Jika Allah telah menjaminkan jalan keluar dan kemudahan bagi orang yang bertaqwa, pantaskah kita semua meremehkan Taqwa?

Ketiga, Tawakkal

Seorang mukmin itu sudah sepantasnya selalu bertawakal kepada Allah, menyandarkan hatinya dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”
(QS Ath-Tholaq 3)

Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang”
[HR Tirmidzi 2344]

Yakinilah bahwa kecerdasan maupun logika anda sebagai manusia sangat terbatas, dan keterbatasan itulah yang seharusnya menyadarkan anda untuk bertawakkal kepada Sang Pentipta, Allah Jalla wa ‘Alaa.

Keempat, Syukur

Hal yang terakhir ini adalah hal yang sering kita lupakan, yakni syukur. Bagaimana mungkin syukur saat musibah? Kita perlu tetap bersyukur saat ditimpa musibah minimal karena 2 sebab, karena Allah masih memberikan kepada kita kasih sayang sehingga Allah uji kita dengan musibah yang akan memudahkan hisab di akhirat, dan karena Allah belum mencabut seluruh nikmatNya atas kita, masih ada nyawa yang melekat, jantung yang berdetak, waktu untuk bersujud, makanan untuk mengganjal perut, dan lain-lain. Yang mana semua nikmat itu akan bertambah ketika kita bersyukur.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sejatinya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sejatinya adzab-Ku sangat pedih”
(QS Ibrohim 7)

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya”
[HR Muslim 2999]

Memang syukur saat musibah itu bukan hal yang ringan, tapi disitulah kualitas iman kita jadi sorotan.

2. Solusi Dunia

Kalau resesi ini disebabkan makhluk Allah bernama virus Covid-19, Dan jika lawan dari virus berarti vaksin maka kita tunggu saja kapan rilisnya vaksin tersebut. Tapi karena hal itu bukan ranah kita, mari kita fokus pada solusi aplikatif yang bisa kita praktekkan sehari-hari. Apa itu? Cerdas dalam berbelanja.

Dari sudut pandang ekonomi, 2 hal yang banyak membantu masyarakat saat krisis adalah tabungan dan asset. Beruntunglah orang yang sejak dulu gemar menabung sehingga punya tabungan, sebab di zaman resesi seperti ini menjual asset bukanlah hal yang mudah. Kasus yang paling banyak dijumpai adalah MANTAB alias Mangan Tabungan (makan dari hasil tabungan), maka bersikap cerdas dalam mengelola keuangan dan mengunakan tabungan adalah hal yang harus dipelajari, jangan terlalu erat menggenggam uang tapi juga jangan terlalu mudah melepas uang. Istilah lainnya, harus tahan selera tapi jangan tahan belanja, karena yang dimaksud cerdas disini adalah belanja sesuai kebutuhan.

Hal yang tak kalah penting lainnya adalah membelanjakan harta kepada para pedagang kecil, niatkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedekah, serta membantu ekonomi mereka. Tumbuhkan niat yang berlapis-lapis saat belanja, sehingga kita bisa menuai banyak pahala dan membantu sesama karena perputaran uang yang lebih merata.

Ibnu Mubarok rohimahulloh, salah satu ‘Ulama besar dari kalangan Tabi’in mengatakan,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Bisa jadi amalan yang kecil menjadi besar pahalanya karena niat. Dan bisa jadi amalan yang besar menjadi kecil pahalanya karena niat”
(Kitab Jami’ Al ‘Ulum Wa Al Hikam 1/35)

Diantara bentuk ketidakcerdasan yang kita dapati di masyarakat adalah penyalahgunaan program pemulihan ekonomi nasional, beberapa pedagang sepeda menyampaikan bahwa omzet penjualannya meningkat karena banyak pelanggan baru yang menggunakan dana BLT 600rb dari pemerintah. SubhanAllah, alangkah sayangnya jika bantuan itu digunakan untuk hal yang sifatnya bukan kebutuhan primer.

Sebaliknya, tidak sedikit diantara kita yang over khawatir bahkan sampai pesimis bahwa ekonomi bisa pulih seperti dulu lagi. Akibatnya? Suudzon sama Allah, seakan-akan Dzat Yang Maha Kuasa tidak bisa membuat Indonesia kembali Berjaya, seakan-akan kita semua akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan, padahal Allah Ta’ala telah berfirman

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

“Bukankah Allah yang akan mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?”
(QS Az Zumar 36).

Karenanya ikhwatal iman ahabbakumulloh, saudara-saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Allah..
Mari kita sama-sama mempertebal iman, mengambil semua sebab ikhtiar yang telah disebutkan diatas, sembari meyakini bahwa yang pertama kali menolong kita adalah Allah Jalla wa’ Alaa, bukan keputusan pemerintah, bukan pula usaha online atau yang lainnya. Kalau toh anda Pusing? Galau? Lelah? Bahkan sampai terbaring sakit? Tenanglah.. Semua itu bukan hanya menimpa kita sebagai umat Muslim, orang-orang Kafir pun juga merasakan yang sama, dan yang membedakan kita dengan mereka adalah balasan kebaikan yang Allah berikan kepada kita di Akhirat,

إِن تَكُونُواْ تَأۡلَمُونَ فَإِنَّهُمۡ يَأۡلَمُونَ كَمَا تَأۡلَمُونَۖ وَتَرۡجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرۡجُونَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(QS An-Nisa 104)

Semoga Allah berkahi semua urusan kita, dan menggolongkan kita sebagai hamba yang yakin bahwa semua keputusan serta ketetapan Allah adalah yang terbaik.

WAllahu A’lam

Ditulis oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Selasa, 28 Dzulhijjah 1441 H/ 18 Agustus 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Apakah Hati Kita Mau Mendengar Peringatan dari Allah?

Secara umum Al-Qur’an berisi tentang peringatan dan kabar gembira. Para Rasul pun di utus sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, seperti Firman Allah Swt.

وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Para rasul yang Kami utus itu adalah untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)

Terkadamg dua tugas ini (memberi peringatan dan kabar gembira) terkumpul dalam satu ayat, seperti dalam Firman-Nya :

قَيِّمٗا لِّيُنذِرَ بَأۡسٗا شَدِيدٗا مِّن لَّدُنۡهُ وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرًا حَسَنٗا

“sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.” (QS.Al-Kahfi:2)

Dan ada pula ayat yang memerintahkan untuk memberi peringatan saja tanpa kabar gembira.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ – قُمۡ فَأَنذِرۡ

“Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS.Al-Muddatstsir:1)

Namun pertanyaan yang akan kita bahas kali ini adalah :

“Siapa yang mau mendengar peringatan tersebut? Siapa yang mau mengambil manfaat dari peringatan tersebut?”

Al-Qur’an menjawab dalam Surat Yasin, Allah Swt berfirman :

إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ وَخَشِيَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِۖ فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٖ وَأَجۡرٖ كَرِيمٍ

“Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS.Ya-Sin:11)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa yang mau mendengar dan berhati-hati dengan peringatan dari Allah adalah mereka yang memiliki dua kriteria berikut ini :

1. Mengikuti adz-dzkir.

Adz-dzikir bisa di artikan sebagai Al-Qur’an atau Nabi Saw.

Artinya, orang yang mau mengikuti peringatan dari Allah adalah orang yang percaya kepada Al-Qur’an dan percaya kepada Risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Ketika mereka tidak mengikuti, maka semua peringatan dari Allah Swt bagi mereka hanyalah omong kosong.

2. Memiliki rasa takut kepada Allah Swt, terutama ketika dalam kesendirian.

Ketika seseorang mau mengikuti Al-Qur’an dan Nabi Saw, maka akan muncul kesadaran yang membuatnya takut akan siksa Allah Swt. Ketika rasa takut ini telah tumbuh, maka ia akan mendengar dan mengikuti semua peringatan dari Allah Swt.

Bila tidak ada rasa takut, maka peringatan Allah hanya akan membuatnya semakin durhaka.

وَنُخَوِّفُهُمۡ فَمَا يَزِيدُهُمۡ إِلَّا طُغۡيَٰنٗا كَبِيرٗا

“Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS.Al-Isra’:60)

Dan dimana posisi kita sekarang?

Apakah kita termasuk orang-orang yang memiliki rasa takut kepada Allah sehingga peringatan-peringatan Al-Qur’an membuat kita semakin berhati-hati?

Atau kita tergolong mereka yang ketika mendengar peringatan Allah menjadi semakin durhaka dan semena-mena?

Semoga bermanfaat…

Imam Asy Syafi’i dan Ilmu Filsafat

Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah atau imam Asy Syafi’i adalah seorang imam dan ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah, yang mendakwahkan dan membela akidah Ahlussunnah. Bahkan beliau dijuluki sebagai nashirus sunnah (pembela sunnah). Maka sikap beliau tegas dalam berakidah. Bahkan beliau membantah akidah-akidah menyimpang, diantaranya ilmu kalam.

Namun sebagian orang mengatakan: “Imam Asy Syafi’i tidak mencela ilmu filsafat, yang dicela beliau adalah ilmu kalam”. Ini perkataan yang kurang tepat. 

Pertama, kita perlu pahami dulu apa itu ilmu filsafat dan apa itu ilmu kalam?

Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al Wasith, definisi filsafat adalah:

دراسةُ المبادئ الأُولى وتفسير المعرفة تفسيرًا عقليًّا

“Ilmu yang mempelajari prinsip dasar dalam menggunakan akal dan menjelaskan pengetahuan dengan akal” 

Adapun ilmu kalam, dijelaskan dengan ringkas dan padat oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin : 

أن أهل الكلام هم الذين اعتمدوا في إثبات العقيدة على العقل

“Ahlul kalam (orang yang belajar ilmu kalam) adalah orang-orang yang bersandar pada akal dalam menetapkan perkara-perkara akidah” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman nomor 276).

Ahlul kalam memang menggunakan dalil, namun ketika dalil nampak bertentangan dengan akal menurut mereka, maka akal lebih dikedepankan daripada dalil.

Maka, memang secara definitif ada perbedaan, filsafat itu ilmu cara berpikir secara umum, sedangkan ilmu kalam itu dalam ranah akidah atau ranah agama.

Namun dalam hal ini berlaku umum dan khusus. Dan bisa dari dua sisi pandang:

* Ilmu filsafat sifatnya umum, jika secara khusus digunakan untuk membahas agama, maka jadilah ilmu kalam. 

* Ilmu kalam bersifat umum, jika metode yang digunakan dalam menetapkan masalah akidah adalah metode filsafat, maka ketika itu ilmu filsafat termasuk ilmu kalam.

Oleh karena itu, tidak keliru jika dikatakan ilmu filsafat itu termasuk ilmu kalam atau sebaliknya. 

Kedua, sikap imam Asy Syafi’i terhadap ilmu kalam sangat jelas dan tegas. Beliau berkata kepada ar Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah:

لا تشتغل بالكلام فإني اطلعتُ من أهل الكلام على التعطيل

“Janganlah engkau menyibukkan diri dengan ilmu kalam, karena aku telah mengamati ahlul kalam, dan mereka cenderung melakukan ta’thil (menolak sifat-sifat Allah)” (Siyar A’lamin Nubala, 10/28).

Lebih tegas lagi, beliau berkata:

حكمي في أهل الكلام أن يُضربوا بالجريد ويحملوا على الإبل ويطاف بهم في العشائر والقبائل ويُنادى عليهم: هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلام

“Sikapku terhadap ahlul kalam adalah menurutku hendaknya mereka dipukul dengan pelepah kurma, kemudian ditaruh di atas unta, lalu diarak keliling kampung dan kabilah-kabilah. Kemudian diserukan kepada orang-orang: inilah akibat bagi orang yang meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah serta mengikuti ilmu kalam” (Siyar A’lamin Nubala, 10/28).

Dan sebagaimana telah kita bahas di poin pertama, maka perkataan beliau ini juga berlaku bagi ilmu filsafat. Sehingga tidak keliru jika dikatakan imam Asy Syafi’i mencela ilmu filsafat.

Ketiga, para ulama mengatakan bahwa adanya ilmu kalam dan adanya ahlul kalam itu karena pengaruh masuknya ilmu filsafat Yunani ke tengah masyarakat Islam dahulu. Sehingga ilmu filsafat ini punya peran besar terhadap munculnya ilmu kalam. Maka, tidak salah sama sekali jika ilmu kalam diidentikkan dengan ilmu filsafat. 

Oleh karena itulah imam Asy Syafi’i sampai berkata : 

مَا جَهِلَ النَّاسُ، وَلاَ اخْتَلَفُوا إلَّا لِتَرْكِهِم لِسَانَ العَرَبِ، وَمِيلِهِمْ إِلَى لِسَانِ أَرْسطَاطَالِيْسَ.

“Tidaklah manusia itu menjadi jahil (dalam masalah agama), kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan lebih condong pada perkataan Aristoteles” (Siyar A’lamin Nubala, 8/268).

Karena ahlul kalam tidak mau meyakini ayat-ayat tentang sifat Allah dengan kaidah bahasa Arab, namun malah memaknainya dengan filsafat Aristoteles sehingga mereka terjerumus dalam ta’thiltahrif dan ta’wil.

Bahkan dalam perkataan ini, sangat jelas sekali imam Asy Syafi’i mencela ilmu filsafat karena kita tahu bersama Aristoteles adalah tokoh filsafat.

Ditambah lagi perkataan-perkataan ulama yang lain yang secara tegas maupun secara isyarat mencela ilmu filsafat yang perkataan-perkataan ini sudah tidak asing lagi bagi orang yang membaca kitab-kitab para ulama. 

Semoga Allah memberi taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.Or.Id

Kenapa Bunga Pinjaman Haram, Sedang Jual Beli Kredit Boleh?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang kenapa bunga pinjaman haram, sedang jual beli kredit boleh?
selamat membaca.

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Apakah perbedaan antara bunga bank yang diperoleh dari pembiayaan ribawi yang merupakan urat nadi jasa bank konvensional dan laba yang diperoleh dari hasil jual beli kredit yang ia merupakan urat nadi bank syariah?
Kenapa yang satu diharamkan dan yang lain diperbolehkan?

Dari tampak luar kedua transaksi ini seakan tidak ada bedanya antara bank yang memberikan pinjaman 100 juta kemudian debitur membayarnya sebanyak 110 juta sampai akhir pelunasan dan orang yang membeli barang jika secara tunai dengan harga 100 juta, namun jika membelinya tidak tunai/kredit dengan total harga 110 juta.

Seakan dalam dua transaksi tersebut sama-sama ada tambahan nominal sebanyak 10 jt.
jawabannya, antara dua transaksi di atas tidak sama dan terdapat beberapa perbedaan, diantaranya :

Perbedaan Riba dan Jual Beli Kredit

1. Bunga/riba pinjaman berasal dari pembiayaan keuangan, yakni : uang ditukar dengan uang. Sedangkan laba penjualan kredit berasal dari pembiayaan barang, yakni: barang ditukar dengan uang.

2. Pinjaman berbunga dalam transaksi ribawi tidak terdapat di dalamnya perputaran harta, karena uang melahirkan uang.
Sedangkan dalam transaksi jual beli kredit terjadi perputaran harta, dari uang menjadi barang, kemudian kembali menjadi uang, hal ini membuat roda perekonomian berputar dan harta tidak dimonopoli oleh sekelompok kecil orang para pemilik modal.

3. Transaksi pinjam meminjam dengan sistem riba merupakan sebab utama terjadinya problem ekonomi yang meresahkan masyarakat dewasa ini dalam bentuk inflasi, karena pertambahan jumlah uang beredar tidak diikuti dengan pertambahan barang dan jasa.
Berbeda dengan penjualan kredit, dimana jumlah uang yang dikucurkan diiringi dengan pertambahan barang & jasa secara riil.

Beberapa Syarat Sah Jual Beli Kredit

Beberapa syarat sah jual beli kredit :

1. Obyek akad bukan emas, perak dan alat tukar lainnya, tidak boleh menjual emas dengan cara kredit, karena menukar uang dengan emas disyaratkan harus tunai.

2. Barang yang dijual adalah milik penjual saat berlangsungnya akad, maka tidak diperbolehkan melangsungkan akad jual beli kemudian setelah itu baru si penjual membeli barang dan menyerahkannya pada si pembeli.

3. Barang yang dijual pada pembeli telah diterima oleh penjual, tidak boleh bagi penjual menjual barang yang sudah ia beli namun belum diterima.

4. Penjual tidak boleh memberikan syarat pada pembeli bahwa jumlah angsurannya akan bertambah jika terlambat membayar pada waktu yang telah ditentukan, karena hal ini termasuk riba, seperti umpamanya penjual berkata :
“Setiap keterlambatan pembayaran angsuran anda akan dikenakan denda keterlambatan pelunasan angsuran sekian persen.”

5. Tidak diperbolehkan menyita obyek akad jual beli ketika pembeli macet dalam pembayaran angsuran kredit, kenapa?
Karena barang tersebut sejatinya sudah berpindah kepemilikan kepada pembeli, sudah bukan hak bagi penjual lagi, sehingga tidak boleh terjadi penyitaan.

NB: Jika salah satu dari syarat itu dilanggar, maka jual beli kredit menjadi terlarang menurut tinjauan syariat.

Penjual kredit boleh memberikan persyaratan pada pembeli beberapa syarat berikut, untuk melindungi dirinya dari kemungkinan dirugikan, diantaranya :

1. Memberikan syarat pada pembeli untuk menyertakan penjamin (guarantor) yang bersedia membayar angsuran jika yang dijamin tak mampu untuk membayar.

2. Memberikan persyaratan agar pembeli menyertakan barang agunan dan memberikan kuasa kepada penjual untuk menjualnya dan melunasi kewajibannya. Andai pembeli terlambat melunasi angsuran pada penjual, penjual berhak menjualnya serta menutupi angsuran dari hasil penjualan agunan dan sisanya dikembalikan pada pihak pembeli, jika ada sisa dari hasil penjualan barang agunan tersebut.

3. Memberikan persyaratan : andai pembeli mengulur pelunasan angsuran, maka angsuran selanjutnya menjadi tunai.

Disarikan dari sumber : مقدمة في المعاملات المصرفية ,للدكتور يوسف بن عبد الله الشبيلي, ص 49-48
Wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Empat Hal Yang Menawan Hati

Ibnul Qayyim mengatakan:

وَمِمَّا يُسْتَحْسَنُ فِي الْمَرْأَةِ  … قَصْرُ أَرْبَعَةٍ يَدُهَا وَرِجْلُهَا وَلِسَانُهَا وَعَيْنُهَا فَلَا تَبْذُلُ مَا فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَلَا تَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهَا وَلَا تَسْتَطِيْلُ بِلِسَانِهَا وَلَا تَطْمَعُ بِعَيْنِهَا 

“Hal yang membuat isteri itu menawan adalah “pendek” dalam empat hal, tangan, kaki, lidah dan mata. Tangan yang “pendek” sehingga tidak menghambur hamburkan harta suami. Kaki yang “pendek” sehingga tidak keluar rumah kecuali ada keperluan. Lisan yang “pendek” sehingga tidak suka mencela. Mata yang “pendek” pandangannya sehingga tidak mudah ingin beli ini dan itu.” (Raudhatul Muhibbin hlm 340-341, Dar Alam al-Fawaid)

Diantara faktor utama pendukung hidup bahagia adalah pasangan hidup yang membahagiakan. 

Berikut ini adalah empat hal yang membuat seorang isteri itu menawan di hati suami sehingga suasana rumah makin kondusif untuk terwujudnya kebahagiaan :

Pertama:

Tangan yang ‘pendek’ sehingga tidak membelanjakan uang nafkah suami untuk hal-hal yang tidak urgen, tidak berinfak dalam nilai yang besar dari harta suami kecuali dengan izin suami dll. Hal ini karena cenderung ‘pelit’ bagi isteri adalah hal yang terpuji. 

Kedua:

Kaki yang ‘pendek’. Itulah isteri yang merasa nyaman betah di rumah dan tidak suka keluar-keluar kecuali jika ada keperluan. Oleh karena itu kondisi rumah lebih terurus dan terawat.

 Ketiga:

Lisan yang ‘pendek’ sehingga jarang mengeluh, menahan lisan dari mencela, komentar-komentar negatif dll terutama ketika sedang ‘kecewa’ dengan suami. Ternyata lisan itu bisa isbal (baca: panjang berlebihan) sebagaimana kain bisa isbal.

 Keempat:

Pandangan mata yang ‘pendek’ sehingga tidak mudah tergiur karena ada model pakaian baru, peralatan rumah baru, tupperware baru dll. Seorang lelaki yang semula sederhana itu sering kali berubah ketika ternyata isterinya adalah wanita yang mudah ingin memiliki ini dan itu, ingin beli ini dan itu

 Hidup akan nyaman jika kita hidup sesuai dengan level kita masing-masing tanpa memaksakan diri.

Semoga penulis dan semua pembaca tulisan ini Allah beri ‘hadiah’ istimewa berupa pasangan hidup yang menyejukkan hati dan mata, kumpul bareng penuh bahagia di dunia dan di surga-Nya. 

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIA

Kiat Praktis Masuk Surga

Yahya bin Mu’adz ar-Razi memberi nasehat, 

مسكين ابن آدم لو خاف من النار كما يخاف من الفقر لدخل الجنة

“Kasihan manusia itu. Andai manusia memiliki rasa takut dengan neraka sebagaimana rasa takutnya dengan kemiskinan niscaya dia akan masuk surga.” (Ar-Risalah al-Qusyairiyyah hlm 65) 

Manusia demikian takut hidup miskin.

Berbagai upaya dilakukan untuk terhindar dari kemiskinan. 

Sebagian orang bahkan menghalalkan segala cara, tidak kenal halal haram yang penting selamat dari kesusahan hidup di dunia. 

Demikian gambaran rasa takut manusia dengan kefakiran. 

Andai kata semangat ’45 untuk terhindar dari kemiskinan itu juga dijumpai untuk terhindar dari neraka.

Dengan semangat berkobar kobar ibadah tanpa kenal lelah akan dilakukan.

Dengan modal semangat semisal ini surga abadi akan mudah didapatkan

Akan tetapi sayang seribu sayang… 

Pada diri banyak orang spirit untuk bebas dari neraka tidak semisal semangat berjuang untuk lepas dari kemiskinan.

Semoga Allah selalu membantu kita untuk sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIA

4 Golongan Manusia yang Tak Mencium Bau Surga

SURGA adalah tempat di akhirat yang dalam Alquran Allah SWT menggambarkan sebagai tempat yang luar biasa indah. Setiap makhluk yang beriman kepada Allah SWT pasti berharap untuk meninggalinya ketika mereka sampai pada kehidupan abadi di akhirat kelak.

Melalui Alquran, Allah SWT telah menjanjikan kenikmatan tiada tara dan tak bisa terjangkau oleh bayangan manusia. Namun untuk menggapai surga itu, ada harga yang harus kita bayar yaitu ibadah dan amal kebajikan. Dan bagi mereka yang tak pernah beribadah, tak akan sampai ia pada surga bahkan mencium bau surga pun ia tak bisa.

“Ada empat golongan manusia. Mereka tak akan dapat bau surga. Padahal bau surga itu dapat dirasa sejarak lima ratus tahun perjalanan lamanya. Merekalah orang-orang yang pelihara kekikiran, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, peminum minuman memabukkan, anak yang pada orangtua ia durhaka.”

Jika seseorang memakai parfum, kita akan mencium bau wanginya bila berada di dekatnya. Apabila agak jauh darinya, bau harum tidak akan tercium. Bila ingin kita menikmati bau harumnya maka kita harus dekat-dekat dengan dirinya. Itu sudah sesuatu yang wajar.

Surga adalah bagaikan seorang wanita yang memakai parfum dengan bau yang sangat harum. Keharuman surga tercium hingga jarak yang sangat jauh. Kita tidak dapat membayangkan berapa jauhnya jika disebutkan lima ratus perjalanan. Kalau manusia tidak mampu mencium bau harumnya surga, seberapa jauh dari surga sebenarnya dia berada.

Mengapa ada manusia yang demikian jauhnya dari surga? Surga seperti juga wanita cantik berbau harum tersebut, tidak mau dekat-dekat dengan mereka yang tidak disukainya. Misalnya, wanita tersebut tidak suka dengan perokok. Maka ia akan berada jauh dari si perokok tersebut. Surga akan menjauh dari orang yang dibencinya. Atau orang yang dibencinya akan dijauhkan Allah SWT dari surga. Siapa saja sebenarnya manusia yang dibenci surga sehingga mereka harus jauh-jauh dari surga yang untuk mencium baunya saja harus berjalan selama lima ratus tahun?

Merekalah orang yang selalu kikir. Tidak punya sifat kedermawanan sama sekali. Kekikirannya dipelihara malah dari waktu ke waktu ditingkatkan.

Juga orang yang tidak ikhlas dalam melakukan pemberian. Ketidakikhlasannya diwujudkan dengan selalu menyebut dan mengungkit-ngungkit pemberian yang telah dia lakukan baik kepada orang lain maupun orang yang diberinya.

Kemudian orang yang hobi minum. Sudah jelas mulut mereka bau, otak mereka kacau dan bicaranya ngelantur. Jangankan surga, wanita di dunia saja akan takut dan menjauh terhadap pemabuk seperti itu.

Terakhir adalah anak yang durhaka kepada orangtuanya. Anak seperti ini memang keterlaluan dan sudah selayaknya dijauhkan dari surga. Anak yang tak tahu balas budi, sudah susah payah dihidupi dan dibesarkan malah mendurhakai. Allah SWT akan marah karena keridhaan-Nya adalah keridhaan orangtua. Anak yang durhaka tidak akan mendapat keridaan Allah SWT. Artinya, tidak akan mendapatkan surganya. Semoga Allah SWT selalu meridai ibadah kita agar kita tidak termasuk dalam keempat golongan ini. []

Sumber: Hikmah dari Langit, Yusuf Mansur & Budi Handrianto, Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007

INILAH MOZAIK