GARA-gara pemandangan di depannya, pegawai negeri sipil itu nyaris menangis dalam perjalanan di atas kereta api. Cerita bermula dari “pertemuannya” dengan seorang kakek renta di ruang tunggu penumpang Stasiun Jenar Purworejo, Jawa Tengah.
Ia melihat kakek yang ditaksir berusia 75-80 tahun itu datang untuk duduk di ruang tunggu dengan dipapah oleh anaknya, diperkirakan berumur 50 tahun.
Ternyata kemudian, pagi itu, ia dan dua orang yang disebut bapak-anak itu satu perjalanan di atas Kereta Api Prambanan Ekspress (KA Prameks) relasi Kutoarjo-Solo. Ia kebagian tempat duduk di depan keduanya, sehingga bisa melihat secara dekat dan jelas aktivitas mereka.
“Saat itu belum terbersit sesuatu yang istimewa dari apa yang ada di depan saya,” ungkap Restoris A Fatiha, nama pria itu, saat mengobrol dengan hidayatullah.com, Jumat, 27 Oktober 2017.
Singkat cerita, pandangan Restoris terus tertuju ke arah kedua penumpang “istimewa” di depannya. Ia melihat kakek itu tidak memakai alas kaki, hanya menggunakan kaos kaki.
Di dalam kereta, dua penumpang “istimewa” itu duduk berdampingan kursi. Sejurus kemudian, sekitar pukul 06.20 WIB, tiba-tiba kakek itu mengubah posisi duduknya. Ia bersandar dan berbaring di dada dan paha anak yang duduk di sisi kirinya. Kedua tangan dan kakinya dilipat, dirapatkan karena sempitnya kursi.
Seketika itu pula anaknya yang baru menerima panggilan telepon memeluk orangtua itu dengan tangan kanannya. Selesai menelepon, ia pun memeluk dengan kedua tangannya. Kehangatan itu seperti orangtua yang sedang memeluk anak yang masih kecil.
“Momen yang bikin saya terenyuh dan terharu dan berpikiran untuk mengabadikan,” ungkap PNS di Pemerintah Kabupaten Kulon Progo ini. “Saya melihat sesuatu yang membuat hati saya langsung merindukan orangtuaku, langsung membuat ‘trenyuh’ dan rasanya pengenmeneteskan air mata.”
Episode keharuan itu bertambah saat pemandangan lain tertangkap oleh pandangan mata dan perasaan Restoris, masih dalam perjalanan itu.
“Awalnya saya cuma fokus untuk ambil gambar si anak dan si bapak tersebut,” tuturnya. “Tapi tiba-tiba pandangan saya juga tertarik pada kursi di sebelah beliau yang saat itu saya lihat (duduk) seorang bapak dan ibu sedang bercanda, gurau dengan cucunya.”
Pria 30 tahun ini tak sendirian hanyut dalam suasana “bawa perasaan”. Pemandangan di depannya juga mengundang “baper” banyak kalangan warga bahkan yang nun jauh darinya.
Pasalnya, momentum keakraban dua keluarga itu ia abadikan dengan kamera di genggamannya. Lalu, 30-60 menit kemudian, akunya, foto-foto kisah penuh kasih itu diunggahnya ke akun medsosnya di Facebook, pada hari “istimewa” itu, Rabu, 18 Oktober 2017.
Sontak saja, para pengguna media sosial dibikin terenyuh oleh kiriman Restoris berupa foto dan tulisannya. Jagat dunia maya mengharu biru. Sudah sepekan lebih kehangatannya masih terasa hingga kini, dibicarakan dan disyiarkan di berbagai media sosial, termasuk aplikasi berbagi foto, Instagram.
Pengamatan hidayatullah.com, kehangatan dua keluarga tersebut memang begitu menyentuh perasaan. Sebagaimana foto unggahan Restoris, di sisi kanan ada sepasang pria dan wanita berjilbab –tampaknya suami-istri–begitu akrab dengan seorang bocah laki mungkin anak atau cucunya. Tatapan ketiganya sama-sama mengarah pada sebuah telepon genggam, dengan raut wajah terlihat penuh senyum dan keceriaan. Melambangkan kebahagiaan.
Sementara di sisi kiri, seorang pria merangkul hangat orangtua berpeci yang wajahnya terlihat sudah mengerut. Kedua manusia beda generasi itu seakan berbicara dari hati ke hati. Melambangkan kedekatan, kesetiaan.
Sedangkan para penumpang lain tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing.
Drama itu menampilkan siklus nilai-nilai kemanusiaan yang rasa-rasanya sudah jadi barang langka di era modern saat ini; anak menyayangi orangtua dan orangtua mengakrabi anak.
Widya Restianda, salah satu warganet, menggambarkan foto itu dengan sebuah komentar pada unggahan tersebut:
“Foto yang kanan seperti flashbacknya si bapak yang fotonya sebelah kiri, ketika dia dipeluk bapaknya dan diajak bercanda oleh bapak ketika ada maknya juga. Dan sekarang tinggal dia sama bapaknya dan sekarang giliran si bapak itu pula yang memeluk bapaknya. Sebuah ‘kebetulan’ yang luar biasa. MasyaAllah.”
“Saat itu pula saya teringat masa kecil saya. Dan terbayang bahwa ini seperti sebuah siklus kasih sayang. Dirawat dan kemudian merawat,” ungkap Restoris.
“Sayangi Orangtuamu”
Tapi ada yang ia sayangkan. “Saya belum sempat ngobrol dengan beliau-beliau yang ada di foto. Cuma sesekali terdengar obrolan antara si bapak yang memeluk anaknya dengan yang bapak dan ibu yang bawa cucu itu.”
“Sepertinya mereka akan pergi ke Jogja/Solo untuk berobat/kontrol. Biasanya mereka naik bis, tapi ini mereka baru sekali nyoba pakai kereta api Prameks. (Tentang) itu yang samar-samar saya dengar dari percakapan (mereka),” ungkapnya.
Ia terpaksa berpisah dengan para penumpang “istimewa” itu karena ia harus segera turun di Stasiun Wates dan berganti kereta tujuan Jakarta.
Jadinya, penumpang- penumpang itu sejauh ini belum ia ketahui identitasnya. Yang pasti, pesan-pesan moral tentang berkasih sayang dalam keluarga sudah menyebar luas di dunia siber.
Termasuk yang ia sampaikan kepada para pembaca:
“Sayangilah orang tuamu, sebagaimana orang tuamu menyayangimu, membesarkanmu, mendidikmu, dan merawatmu dgn sepenuh hati…
…
Sungguh pemandangan yg sangat sederhana ini mampu menggugah hati dan mengingatkan kita sebagai seorang anak untuk selalu menyayangi dan mencintai orang tua kita walaupun dgn cara yg sederhana…. -RAF-.”
Pesan-pesan itu, pantauan hidayatullah.com hingga Sabtu (28/10/2017) malam sekitar pukul 20.00 WIB, setidaknya sudah 7.381 kali dibagikan dan diganjar 15 ribu tanggapan positif dan apresiatif.
“Sedih, Mas, bacanya. Semoga nanti saya bisa seperti itu,” komentar Ananta Putra Achmad.
“Ya Allah beri hamba kekuatan dan kemampuan untuk selalu membahagiakan orangtua saya di dunia dan akhirat,” tulis Iwan Hermansyah.*
HIDAYATULLAH
—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!