Kursi Roda di Mina Jadi Evaluasi Penyelenggaraan Haji Tahun Depan

Makkah (PHU)—Kurangnya perlalatan kesehatan untuk di seputaran jamarat seperti kursi roda, dan tandu akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah Indonesia. Hal ini dikatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai lontar jamarat. Kamis (23/08).

Menag mengakui walaupun relatif lancar, fase krusial pada saat lempar jamarat hari pertama menyisakan persoalan kurangnya kursi roda ini.

“Tahun ini yang lansia itu memang cukup banyak. Tentu ini menjadi bahan evaluasi kita mengenai bagaimana kursi roda ini bisa lebih mencukupi di tahun yang akan datang,” kata Menag.

Saat bekerja dilapangan Tim Mobile Crisis Rescue (MCR) sempat kewalahan karena banyaknya permintaan jemaah yang kelelahan dan meminta dibawa dengan kursi roda. Tentu saja skala prioritas kursi roda diperuntukkan bagi jemaah yang kondisinya kritis.

“Jadi kita memiliki kekurangan kursi roda dan tandu karena di sepanjang jalan itu tidak boleh ada pos kesehatan yang stasioner, yang menetap, dan harus mobile,” ujar Menag

Menag mengatakan kursi roda memang sangat diperlukan karena banyaknya jemaah haji yang masuk kategori berisiko tinggi.

“Kursi roda memang diperlukan karena jumlah jemaah haji kita yang lansia yang membutuhkan kursi roda itu cukup banyak ini menjadi bahan evaluasi kita tahun depan agar kita sikapi lebih baik lagi,” ujar Menag.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menempatkan Tim MCR di titik-titik krusial yang ada di jamarat. Tim MCR ini dibekali peralatan kursi roda, tandu, dan pertolongan darurat.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

‘Ada Banyak Alasan Jamaah Memilih Berada di Luar Tenda’

Kasus mengenai banyaknya calon jamaah haji asal Indonesia yang berada di luar tenda dinilai karena banyak faktor. Ketua Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyebut salah satunya karena kuota haji.

Syam menilai ketika dua tahun lalu kuota calon jamaah haji Indonesia dipotong 20 persen, kondisinya pas dengan fasilitas yang disediakan. Namun saat kuota ini dinormalkan, maka terjadi masalah.
“Waktu kuota dipotong dan sekarang dikembalikan, jumlah fasilitasnya sama. Belum ada alokasi tenda baru. Ini mungkin salah satu masalah,” ujar Syam saat dihubungi Republika, Kamis (23/8).
Ia pun mencontohkan untuk kuota haji khusus saat terjadi pemotongan kuota, jumlah yang berangkat sebanyak 13ribu orang. Calon jamaah ini kemudian mendapat delapan maktab di Mina sebagai tempat istirahat.
Ketika 2016 jumlah kuota dinormalkan menjadi 17 ribu, jumlah maktabnya tetap hanya delapan. Ini jelas tidak sesuai. Belum lagi ada dari negara-negara asia tenggara lain yang satu maktab dengan Indonesia padahal sebelumnya tidak pernah terjadi.
Alasan kedua ada jamaah di luar tenda karena tidak tahan dengan kondisi di dalam yang terlalu dingin. Calon jamaah haji Indonesia yang berasal dari berbagai kelangan tidak menutup kemungkinan ada yang tidak terbiasa dengan pendingin ruangan atau AC.
“Bisa juga mereka ini yang maktabnya jauh dari tempat pelontaran jumrah. Bahkan di luar Mina atau yang disebut Mina Jadid,” ujarnya.
Untuk jamaah haji reguler, Syam menyebut semua sudah diperhitungkan. Tiap jamaah mendapat satu kasur secara adil.
Namun kondisi jamaah yang digabung antara wanita dan pria membuat beberapa jamaah pria mengalah. Jamaah laki-laki ini pun memilih keluar dari tenda untuk memberikan privasi dan kenyamanan bagi jamaah wanita.
Petugas dari Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia disebut sering melakukan patroli dan kontrol. Tidak hanya di sekitaran maktab dan tenda tetapi juga di jalan besar.

Serba-serbi Haji (1): Keluguan Orang Tradisional

MAT Tellor nama boomingnya, nama panggilannya setelah sukses menjadi juragan segala macam telor. Dari namanya sudah letahuan bahwa asalnya adalah dari Madura. Nama aslinya SARIDIN yang katanya bermakna sari atau inti agama. Orang ini membuat heboh bandara Jeddah musim haji ini.

Mengapa heboh? Jelas bukan karena tindakan kriminal. Mat Tellor yang pendidikan dasar dan menengahnya diselesaikan hanya di langgar tradisional sangatlah kecil kemungkinan berbuat tak benar. Alumni langgar desa adalah manusia lugu yang setia sepenuh hati akan ajaran dan petuah guru. Mereka tak terkontaminasi ajaran media sosial yang membuat banyak pilihan membingungkan.

Mat Tellor semenjak masuk bandara tiba-tiba jalannya berubah, tak lagi tegak melainkan selalu membungkuk sopan dan satu tangannya yang kanan diturunkan seakan mau membuat garis di lantai. Tangan kirinya memegang jidat dekat ubun-ubunnya. Awalnya semua menduga beliau sakit pinggang atau terkena penyakit ayan tiba-tiba.

Ada orang yang berani bertanya, seorang wartawan ALAMI NEWS sepertinya, ada apa dengan dirinya. Beliau menjawab: “Lihatlah betapa banyak orang alim di sini, semua bersorban. Negara Arab memang negara orang alim. Makanya saya tak berani jalan tegak, saya perlakukan mereka bagai saya memperlakukan kiai-kiai saya di desa.” Rupanya Mat Tellor tak dapat informasi bahwa di Saudi, polisi, petugas imigrasi dan bahkan petugas kebersihan adalah biasa bergamis dan bersurban.

Mat Tellor mencium tangan petugas kebersihan yang bersurban dan bahkan sepertinya menyelipkan beberapa lembar uang rupiah yang dibawanya. Untuk mendapat berkah katanya. Petugas kebersihan itu tersenyum bahagia dan berterimakasih serta bertanya-tanya dalam bahasa Arab yang dijawab oleh Mat Tellor dengan “aamiiin” karena dikira doa.

Ada banyak hikmah dalam kisah ini. Salah satunya adalah bahwa di masyarakat tradisional, baju itu punya makna. Bergamis dan bersorban hampir pasti dianggap alim, minimum relijius. Padahal ya belum tentu. Bagi yang bergamis dan bersorban, sesuaikan nilai hidup dengan anggapan banyak orang agar masyarakat tak merasa tertipu.

Hikmah lainnya adalah bahwa orang Madura itu lugu dan lucu. Tanpa Madura, Indonesia kehilangan humor. Humor Madura teraktual kali ini adalah humor tentang dari Pak Mahfud MD. Apa iya? Tunggu kisah berikutnya. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Otoritas Makkah Berikan 26 ribu Hadiah pada Jamaah Haji

Otoritas layanan haji menyatakan telah membagikan sebanyak 26 ribu hadiah kepada jamaah haji tahun ini. Pembagian hadiah itu merupakan bagian dari kampanye yang diselenggarakan oleh Kota Suci Makkah dan Departemen Urusan Kota dan Pedesaan.

Dilansir di Alarabiya pada Rabu (23/8), hadiah yang dibagikan seperti, payung untuk melindungi dari matahari, sajadah, botol air mineral, dan buklet untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan tips kesehatan dalam beberapa bahasa. Kampanye ini bertujuan untuk mengaktifkan peran sosial para pemuda Saudi. Serta, menyoroti peran pemuda Saudi dalam pekerjaan sukarela melayani tamu-tamu Allah SWT.

Kegiatan itu juga bagian dari program tanggung jawab sosial yang diselenggarakan Kota Makkah untuk mencapai Visi Saudi 2030. Direktur hubungan masyarakat dan departemen media di Kota Suci Makkah, Raed Abdullah Samrqandi memuji kinerja sukarelawan yang mengorbankan energinya membantu jamaah haji. Ia menjelaskan tim sukarelawan yang tergabung dalam Tim Pemuda-pemudi Saudi tersebut terdiri atas 60 pria dan wanita.

Gubernur Makkah Pangeran Saudi Khalid Al Faisal mengapresiasi penurunan jumlah pelanggaran kegiatan ibadah haji tahun ini. Menurut presiden komite pusat haji itu, penurunan pelanggaran adalah prestasi besar.

Al Faisal mengatakan, prosedur kedatangan calon jamaah haji (calhaj) ke Kerajaan tidak memakan waktu lebih dari satu jam. Sebab, saat ini sebagian besar prosedur haji diselesaikan di negara asal calhaj.

 

REPUBLIKA

Angka Kematian Jemaah Haji Turun, Buah Pengetatan Seleksi Haji

Angka kematian jemaah haji Indonesia di tahun ini berkurang signifikan dibanding tahun lalu. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan ini merupakan buah dari pengetatan seleksi haji di tahun ini.

Data per Rabu (22/8/2018) sore waktu Arab Saudi, jumlah jemaah haji meninggal di Arab Saudi ada 130 orang. Dari jumlah tersebut 33 di antaranya meninggal pada fase Arafah, Muzdalifah Mina atau Armina.

Pada fase yang sama pada tahun 2017 lalu, jumlah jemaah haji meninggal mencapai angka 54 pada fase Armina saja. Adapun total jemaah meninggal pada tahun lalu berjumlah 657 jemaah.

“Ya tentu kita sangat bersyukur bahwa tahun ini Angka jemaah haji kita yang wafat itu jauh menurun berkurang angkanya lebih rendah dibanding hari yang sama dengan tahun lalu,” ujar Lukman di Kantor Misi Haji Indonesia di Mina, Arab Saudi, Rabu (22/8/2018) malam.

Lukman mengatakan menurunnya angka kematian jemaah tersebut merupakan hasil dari makin ketatnya seleksi untuk jemaah haji yang memiliki risiko tinggi.

“Ini adalah hasil ikhtiar kita sejak beberapa waktu yang lalu, beberapa bulan yang lalu untuk lebih ketat menyeleksi jemaah jemaah kita, khususnya yang berisiko tinggi atau risti agar memenuhi istitho’ah,” kata Lukman.

Tak hanya itu saja, pria yang juga merupakan amirul hajj Indonesia ini mengatakan menurunnya jumlah jemaah haji meninggal itu juga disebabkan gesitnya petugas haji di bidang kesehatan.

“Kedua adalah ini adalah buah keberhasilan para petugas yang senantiasa memberikan sosialisasi penyuluhan di bidang kesehatan terhadap jemaah haji kita sehingga pola hidup sehat dan seterusnya itu bisa sesuai dengan ketentuan,” ujar Lukman.

Setelah fase Armina jemaah haji akan mengikuti fase yang jauh lebih ringan yakni tinggal menunggu antrean kepulangan ke Indonesia. Selama menunggu kepulangan, jemaah haji menginap di hotel setara bintang tiga.

Jemaah haji gelombang pertama akan pulang dari Mekah langsung ke tanah air via bandara Jeddah. Sedangkan jemaah gelombang kedua, akan bertolak dari Mekah ke Madinah sebelum terbang pulang.

 

DETIK

Astuti dan Jasanya Bagi Jemaah Haji

Mina (PHU)—Astuti, itulah nama yang memberikan jasa besarnya buat jemaah haji Indonesia, tidak sedikit jasa yang diberikannya saat jemaah yang kelelahan pasca lontar jamarat, dengan usia yang tidak muda lagi Astuti dengan setia mengantarkan jemaah dari Kantor Misi Haji Indonesia di Mina sampai maktabnya masing-masing.

Tapi jangan berharap Astuti ini adalah nama seorang wanita, Astuti adalah sepeda motor lawas keluaran negeri sakura ini diberi nama Astuti. Astuti merupakan kepanjangan dari astrea tujuh tiga.

Motor yang hanya beroperasi selama 4 hari dalam setahun ini berjasa besar bagi jemaah haji asal Indonesia. Motor inilah satu-satunya angkutan yang bisa digunakan petugas untuk mengangkut jemaah yang sakit atau tersesat. Meski dilarang pemerintah Arab Saudi keberadaan Astuti masih sangat diperlukan lantaran medan di Mina yang sempit dan sangat sulit dilalui dengan mobil.

Jemaah haji asal Indonesia yang tersesat atau kelelahan di Mina tak perlu khawatir. Saat kelelahan atau tersesat, silakan menepi ke Kantor Misi Haji Indonesia, setal didata jemaahnya selanjutnya petugas yang mengendarai Astuti akan melipir dan membawa mereka kembali ke maktabnya.

Pantauan Media Center Haji, tidak sedikit jemaah yang tersesat dan tertinggal rombongan, mereka memilih menepi menunggu motor berwarna merah tersebut.

Rofiq salah satu petugas yang mengantarkan jemaah haji dengan motor Astuti mengatakan dirinya bisa mengantarkan puluhan jemaah haji pada malam pertama (mabit) di Mina.

“Motor ini mengantarkan jemaah haji yang terlihat sendiri karena tersesat atau nyasar. Biasanya mereka terpisah dari rombongan,” ujar Rofiq.

Namun Rofiq mengatakan Astuti bukan kendaraan untuk mengantarkan jemaah yang sakit. Sebab ia khawatir jemaah bisa jatuh jika dibawa menggunakan motor.

“Kalau yang sakit di jalan, kita langsung menghubungi ambulans. Kalau misal kecapekan Astuti masih bisa mengantarkan,” ujar Rofiq.

Astuti mulai ada di Mina dan sekitarnya sejak tahun 1990 dan tahun ini Astuti hanya diturunkan 4 unit.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

Jemaah Wajib Patuhi Waktu Lontar Jumrah

Mina (PHU)—Jemaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jemaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8/2018) dini hari, jemaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jemaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jemaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jemaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jemaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan.
Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jemaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia pada Selasa, 21 Agustus 2018 atau 10 Dzulhijah, pukul 06.00-10.30 WAS.
Larangan waktu lontar hari kedua Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS. Sedangkan Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), waktu terlaranh pukul 10.30-14.00 WAS.

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jemaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jemaah Indonesia yang terpisah dari rombongannya juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jemaah asal Medan salah satu yang terpisah rombongan.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jemaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jemaah terpisah sudah kesulitan berjalan, mereka diantarkan menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang disediakan oleh Misi Haji Indonesia. (mch/ab).

 

KEMENAG RI

Jamaah Haji Menyemut di Mina

Jamaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jamaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8) dini hari, jamaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jamaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jamaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jamaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jamaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan

Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jamaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia
– Selasa, 21 Agustus 2018 (10 Dzulhijah), pukul 06.00-10.30 WAS
– Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS
– Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), pukul 10.30-14.00 WAS

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jamaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jamaah Indonesia yang tersesat juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jamaah asal Medan salah satu yang tersesat itu hari.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jamaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jamaah tersesat sudah kesulitan berjalan, sebuah kendaraan roda dua merek Honda keluaran lama digunakan untuk mengantar jamaah tersebut.

Oleh: Fitriyan Zamzami dari Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA

Haji Bawa Pesan Kasih Sayang

Haji bukan semata-mata ritual. Di dalamnya terdapat pesan-pesan kasih sayang yang harus ditangkap para jamaah dan membawanya dalam kehidupan di Tanah Air.

Wakil pemimpin rombongan haji Indonesia KH Yahya Cholil Staquf menyitir hadis Rasulullah dari Jabir, Rasulullah bersabda, tiada ganjaran untuk haji mabrur kecuali surga. Lalu sahabat bertanya, apa itu kemabruran haji? Rasulullah menjawab, “Memberi makan  dan menyebarluaskan kedamaian.” Hadis sahih ini diriwayatkan Imam Hakim.

Kiai Staquf menjelaskan menolong sesama dan menebarkan kedamaian adalah kunci haji mabrur. Asalnya dari mental rahmah, yaitu sikap menghadirkan diri seperti rahim ibu: merengkuh, melindungi, dan menghidupi.

Allah menyayangi manusia, sehingga mengirimkan utusannya, Rasulullah, untuk memperbaiki kehidupan. Dengan dakwah Rasulullah, perilaku manusia merujuk kepada nilai agama, sehingga menjadi makhluk mulia yang disegani ciptaan Allah lainnya.

Kiai Staquf juga menyampaikan tiga tema pokok haji: menahan hawa nafsu (la rafats), menghindari maksiat (la fusuq) dan kerukunan atau menghindari adu argumentasi (la jidal). Ketiganya juga menjadi larangan selama jamaah mengenakan ihram dan berwukuf.

Imam Masjid al-Haram Syekh Su’ud bin Ibrahim bin Muhammad as-Syuraim dalam khotbah Jumatnya pekan lalu mengatakan, ibadah agung yang dinantikan sepanjang kehidupan. Ketika melaksanakan rentetan haji, jamaah akan merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan.

Kebahagiaan itu terasa jelas ketika jamaah melaksanakan tawaf. Mereka selama ini hanya diarahkan menghadap kiblat saat shalat. Kini mereka melihat dengan mata-kepala langsung kiblat itu: ka’bah. “Rasanya sangat menyejukkan hati,” kata Syuraim.

Karena ibadah yang agung ini, manusia dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke al-Haram. Dulu jamaah haji berdatangan dengan bersusah payah. Ada yang berjalan kaki, menunggangi kuda dan onta kurus. Kini mereka berdatangan dengan kendaraan canggih, seperti pesawat, bus, dan mobil.

Syuraim menyebutkan sejumlah manfaat haji. Pertama adalah menyucikan hati dari dosa. Tawaf tujuh putaran merupakan salah satu caranya. Dari satu putaran ke lainnya hati akan dibersihkan dan batin akan terasa seperti diangkat ke langit ke tujuh, tempat para malaikat mengagungkan asma Allah.

Haji juga wasilah untuk membangun kedekatan (muraqabah) kepada Allah. selama melaksanakan haji, jamaah akan selalu menyebut asma-Nya dalam berzikir dan bershalawat. Ruang-ruang suci (al-masyair al-muqaddasah) terbuka untuk mereka tempati, seperti Masjid al-Haram yang menjadi ruang shalat dengan 100 ribu pahala, Arafah yang menjadi tempat bertobat, Muzdalifah yang menjadi tempat mabit, dan Mina yang merupakan tujuan jamaah melempar jumrah hingga akhir hari tasyriq.

Syuraim mengimbau jamaah memanfaatkan waktu untuk beribadah sebaik mungkin. Kesempatan mereka mendatangi Tanah Suci belum tentu berulang.

 

REPUBLIKA

Muzdalifah Jadi Lautan Jemaah

Muzdalifah (PHU)—Jemaah haji telah membanjiri Muzdalifah sejak pukul 22.00 waktu Arab Saudi. Sepanjang mata memandang tampak memutih di atas padang pasir.

Mereka sedang mabit, sebuah prosesi yang dimaknai menginap atau berhenti sesaat. Berhenti sesaat di Muzdalifah dapat bermakna agar jemaah sejenak beristirahat untuk persiapan ibadah keesokan harinya.

Setelah matahari terbenam pada tanggal 9 Dzulhijjah, jemaah haji bermalam di Muzdalifah. Mereka mempersiapkan diri untuk esok hari melempar jumrah.

Selama di Muzdalifah jemaah haji banyak yang memanfaatkan waktu untuk berdoa dan berdzikir. Mereka juga mencari batu yang akan digunakan untuk lontar jumrah.

Batu-batu ini semacam amunisi yang mereka siapkan untuk melempar setan dan membuang berbagai nafsu yang menggoda manusia. Amunisi saja memang tidak cukup. Setelah berikhtiar “melempar setan” jemaah juga harus lebih banyak berdoa dan bertawakkal kepada Allah agar tidak mudah tergoda melakukan keburukan. (ab/ab).

KEMENAG RI