Berziarah ke Makam Baqi

Di tepian Syari’ (jalan) Abu Bakar As-Shiddiq, Madinah sambil melihat ke arah Masjid Nabawi, terbentang pagar bertembok tebal sepanjang 1.724 meter dengan tinggi sekitar empat meter. Pagar panjang berwarna coklat dengan kisi-kisi besi itu membatasi jalan raya dengan kompleks pemakaman Baqi.

Kompleks pemakaman Baqi terletak di dalam kota Madinah, tepat di belakang Masjid Nabawi. Selain berdekatan dengan Masjid Nabawi, lokasi pemakaman Baqi juga amat dekat dengan lokasi Rasulullah SAW di Raudhah. Sejajar dengan pintu masuk Baqi, terdapat pintu nomor 36 Masjid Nabawi, yang langsung menuju makam Rasulullah.

Saat ini, setelah sebagian besar jamaah pulang, kondisi sekitar Baqi mulai sepi. Jalan di tepi pagar pun tak ada yang hilir mudik. Namun, di pojokan pagar Baqi, ada beberapa jamaah asal Turki yang menengadahkan tangannya sambil berdoa. Mereka adalah sekelompok penziarah yang memanjatkan doa bagi mereka yang dimakamkan di Baqi.

Kami mencoba memasuki areal pemakaman tersebut. Namun askar mencegah kami di pintu masuk. Terlebih di rombongan kami ada perempuan. Askar menjelaskan kaum pria boleh ziarah ke Baqi pada hari Jumat. Sebaliknya perempuan sama sekali terlarang. Jika memang mau masuk, harus ada izin dari Madinah. Begitu petugas menjelaskan kepada rombongan Media Centre Haji yang ingin ziarah ke Baqi.

”Satu lagi, tak ada wawancara,” kata mereka.

Akhirnya kami hanya dibolehkan melihat dari luar, dari balik pagar pemakaman. Dari situ juga para peziarah biasa berdoa. Dari kisi-kisi besi kami menyaksikan, tanah di Baqi berwarna kelabu, kering. Banyak burung merpati di kawasan itu.

Konon, Baqi adalah satu-satunya tanah yang lembut dan cocok untuk pemakaman. Tak ada gundukan tanah layaknya sebuah pemakaman. Hanya sebongkah batu yang diletakkan berjarak antara 1-1,5 meter sebagai penanda makam di areal seluas lebih dari 138 ribu meter persegi.

Di pemakaman itu terdapat 10 ribu sahabat dan keluarga Nabi Muhammad SAW. Mereka itu termasuk para syuhada Perang Badar dan Uhud. Sahabat Nabi yang dikuburkan di sana adalah Usman Bin Affan, Abbas bin Abd al-Muthalib dan cucu Beliau. Tak hanya itu, keluarga Nabi, termasuk para istrinya juga dimakamkan di sana, kecuali Khadijah (dimakamkan di Ma’la, Makkah).

Setiap awal tahun, Nabi Muhammad SAW melakukan ziarah ke Baqi. Beliau mendoakan para syuhada dan yang dimakamkan di situ. Ini berdasarkan riwayat yang diterima Abi Syaibah dan diriwayatkan Muslim. Dia jugalah yang menuliskan riwayat Abi Buraidah yang menyatakan bahwa bila Nabi berziarah ke Baqi, Beliau mendoakan agar semua yang dimakamkan di kompleks pemakaman itu diampuni segala dosanya oleh Allah SWT.

Namun, karena kecenderungan penziarah menitikkan air mata dan menyebutkan kebaikan orang-orang yang wafat, Nabi pun melarang umatnya berziarah. Namun, setelah Allah memberikan restunya, maka ziarah pun diizinkan lagi bagi umat Islam. Karena banyaknya sahabat Nabi dan syuhada, maka berziarah ke Baqi itu dianjurkan bagi jamaah haji dan umat Islam. Tujuannya adalah untuk mengingat dan mencontoh perjuangan mereka dan mendoakan keselamatannya.

Menurut sejarah, pemakaman itu sudah ada sejak jaman Jahiliyah yang dikhususkan untuk kaum Yastrib, yaitu penduduk Madinah. Namun, setelah Nabi Muhammad hijrah ke kota tersebut, Baqi dijadikan pemakaman umum bagi mereka yang wafat di Madinah. Sampai saat ini, Baqi pun menjadi tempat dikuburkannya mereka yang wafat di Al Munawarah, termasuk jamaah asal Indonesia. Sudah lebih dari ribuan jamaah asal Indonesia yang dikuburkan di Baqi.

Kompleks pemakaman ini terdiri atas Baqi Lama dan Baqi Ghargad. Namun ada ada sejumlah ulama yang berpendapat bahwa Baqi Ghargad juga merupakan Baqi Lama tempat bersemayan ahlibait Nabi. Sedangkan Baqi Ghargad merupakan bagian Baqi yang ada sekarang.

Hajar Aswad Turun dari Surga Lebih Putih dari Susu

HAJAR Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di sekeliling Ka`bah.

Dinamakan juga Hajar As`ad, diletakkan dalam bingkai dan pada posisi 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Batu yang berbentuk telur dengan warna hitam kemerah-merahan. Di dalamnya ada titik-titik merah campur kuning sebanyak 30 buah. Dibingkai dengan perak setebal 10 cm buatan Abdullah bin Zubair, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Batu ini asalnya dari surga sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu lalu berubah warnanya jadi hitam akibat dosa-dosa bani Adam.” (HR Timirzi, An-Nasa`I, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada, “Demi Allah, Allah akan membangkit hajar Aswad ini pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang pernah mengusapnya dengan hak.” (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).

At-Tirmizi mengatakan bahwa hadis ini hadis hasan. Sedangkan Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih dalam kitab Shahihul Jami` no. 2180, 5222 dan 6975.

Dari Abdullah bin Amru berkata, “Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula.” (HR Al-Azraqy).

Bagaimanapun juga Hajarul Aswad adalah batu biasa, meskipun banyak kaum muslimin yang menciumnya atau menyentuhnya, hal tersebut hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar bin Al-Khattab berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberi mudarat maupun manfaat. Kalalulah aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu aku pun tidak akan melakukannya.”

Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

Inilah Mozaik

Manfaat Kurma untuk Jamaah Umrah dan Haji

Kurma adalah buah yang disukai Rasulullah. Sejak dulu buah ini dinikmati banyak orang karena kelezatannya.Jamaah haji dan umrah sangat mudah menemukan buah kurma di Tanah Suci. Ketika berkunjung ke Madinah, biasanya mereka diarahkan untuk mendatangi sebuah kebun kurma yang luas sekali.

Di sana mereka dapat memborong kurma berapa pun yang diinginkan. Ketika musim haji, perkebunan kurma di Madinah dapat menjual beberapa ton kurma.Mereka meraup dan menikmati keuntungan besar. Perekonomian Saudi pun meningkat. Masyarakat di sana menjadi semakin sejahtera.

Berikut ini adalah tiga manfaat buah kurma bagi jamaah haji dan umrah di Tanah Suci.

Menambah Tenaga

Jamaah haji dan umrah biasanya belum terbiasa dengan masakan Arab yang menggunakan bumbu kapulaga dan kayu manis. Mereka baru mendap- atkan jatah makan pada waktu-waktu tertentu. Misalkan sarapan pagi disediakan pada pukul 7.00 waktu setem- pat. Makan siang baru mereka nikmati setelah Zhuhur.

Sedangkan, makan malam biasanya baru dibagikan pada pukul 20.00 atau bahkan lebih malam lagi. Nah, di luar jatah makan tadi, jamaah harus kreatif mencari cemilan. Kalau ingin tidak sulit, jamaah cukup memborong kurma.

Harganya terjangkau, mulai 5 hingga puluhan riyal per kilogram, tergantung jenis. Dengan mengonsumsi kurma, jamaah akan tetap men- dapatkan asupan dan terhindar dari sakit perut.

Mencegah Penyakit

Buah kurma juga mengandung antioksidan dan berbagai nutrisi yang diperlukan untuk daya tahan tubuh. Asupan tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga stamina tubuh agar terhindar dari penyakit. Haji dan umrah adalah ibadah fisik yang menguras tenaga.

Tawaf mengharuskan jamaah berjalan kaki mengelilingi Ka’bah hingga tujuh kali. Setiap putaran jamaah menempuh perjalanan mulai 100 — 200 meter. Sa’i lebih jauh lagi. Sekali jalan saja dari bukit Shafa ke Marwah sudah mencapai 400 meter. Jika dikalikan tujuh putaran, menjadi 2,8 kilometer. Jika jamaah mengonsumsi kurma dan nutrisi yang cukup, stamina dapat terjaga dan ibadah haji-umrah sukses terlaksana.

Ibadah Sunah

Mengonsumsi kurma merupakan ibadah sunah. Sebab, Rasulul- lah menikmati buah ini. Bahkan, Nabi menyebutnya sebagai buah surga. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, Barang siapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, pada hari itu ia tidak akan terkena racun ataupun sihir.

Jumpa Rasulullah di Raudah: Kalau Cinta Ya Bersabar

“Allâhumma salli alâ Muhammad…,” terus saya deraskan shalawat begitu lampu-lampu gantung yang khas mulai terlihat dari kejauhan.

Degub jantung kian cepat. Dug-dug-dug-dug. Suaranya terdengar nyaring bagaikan beduk puasa. Tanpa sebab, air mata mulai mengembang. Mulut saya makin komat-kamit menderaskan shalawat:
Yaa Rasulullah. Yaa Nabiyullah. Yaa Habibullah….
“Aku datang dengan segenap rindu. Masukkan aku ke dalam barisan umatmu. Izinkan berjumpa denganmu di tepi telaga Kautsar, bersama para sahabat, syuhada, dan orang-orang sholeh,” pinta saya berulang.

Raudah. Sekeping taman surga yang ada di bumi. Selalu disesaki para peziarah setiap hari. Semua datang untuk menuntaskan rindu. Mengharap syafaat dari manusia terkasih.

Saya pertama kali datang ke Raudah saat haji tahun 2006 lalu. Karena ikut gelombang kedua dengan kloter yang nyaris paling akhir, jadilah saya masuk kota Madinah dalam kondisi yang sudah sangat sepi. Hampir tiap hari ba’da Subuh selalu ikut berlari-lari supaya bisa masuk Raudah begitu pintu dibuka pertama kali.

Tidak seperti jamaah pria yang kapan saja bisa masuk Raudah. Jamaah perempuan dibatasi waktunya. Sehari hanya dua kali: ba’da Subuh sampai jam 11.00 dan ba’da Isya.

Jadilah pengalaman ke Raudah bagi jamaah perempuan sangat dramatis. Di antara derap langkah yang menderu, ditingkahi jerit tangis di sana-sini, ribuan perempuan dari berbagai bangsa berebut untuk shalat di secuil taman surga yang ditandai dengan karpet berwarna hijau.

Sebagai informasi, seluruh karpet yang digunakan di Masjid Nabawi berwarna merah. Kecuali karpet di Raudah yang berwarna hijau.

Bermacam pengalaman saya rasakan di taman surga ini. Sewaktu haji, saya pernah berdesak-desakan menahan arus manusia yang terus mendorong dari belakang. Sementara di depan saya ada orang yang sedang shalat. Berkali-kali saya berteriak, “Shali… shaliii… shaliii,” namun arus manusia tak juga berhenti.

Sampai akhirnya, khawatir terjatuh karena tak sanggup lagi menahan dorongan, saya langkahi orang yang sedang shalat tadi. Tepat saat saya melangkah, ia bangun dari sujudnya. Dan tubuhnya yang besar itu ternyata sanggup mengangkat saya yang berada di atasnya. Kalau pernah melihat reog Ponorogo, kurang lebih seperti itulah gambarannya. Saya pegang erat tubuhnya, sampai diturunkan lagi!

Kali lain, saat saya bangun dari sujud, pemandangan di depan terlihat gelap semua. Ternyata saya berada di dalam abaya seorang perempuan Arab yang sedang melangkahi saya.
Berulang umrah pun pengalaman yang saya rasakan berbeda-beda. Saya pernah menyaksikan perempuan Asia Selatan yang terpelanting jatuh menggelosor beberapa meter. Sampai panik saya berteriak, “Help her… Sister, help her!” Karena khawatir perempuan itu terinjak-injak.

Saya juga pernah mendengar suara tangisan yang begitu menyayat hati seorang perempuan berkerudung merah jambu. Entah apa yang ditangisinya. Tapi sampai sekarang pun hati saya masih pedih kalau mengingat tangisan pilunya.
Kalau ingin membaca cerita lengkapnya, semua ada di timeline saya tahun-tahun sebelumnya.

Biasanya saya selalu ke Raudah “kloter pertama”. Alias begitu pintu dibuka langsung ikut berebut berlari. Baru kemarin saya merasakan masuk Raudah menjelang pintu ditutup untuk perempuan sekitar pukul 11.00.

Ternyata, Subhanallah! Saya baru tahu kalau satu “kloter” sebelum “kloter” terakhir, jamaah justru diberi keleluasaan untuk berlama-lama di Raudah, karena akses pintu masuk telah ditutup, sementara yang di dalam belum disuruh keluar.

Saya bisa shalat berulang-ulang. Berdoa sangat lama. Menderaskan air mata sepuasnya sampai hilang sesak di dada. Merenungi dosa-dosa yang memberatkan langkah selama ini.

Sungguh, saya belum pernah berada di Raudah sepuas ini.
Maka benarlah pepatah, ketika cinta bersabar, akan berbuah berlama-lama di taman surga.

Raudah, 30/12/2018
Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis Buku dan Traveller

IHRAM

Alasan Mengapa Saudi Tolak Paspor Israel

Larangan paspor Israel menjadi salah satu isu penting dalam hoaks terkait larangan haji buat warga Palestina. Sejak 1948 Kerajaan Arab Saudi tidak mengakui negara Israel, demikian pula halnya dengan negara-negara Islam lainnya yang tidak mengakui negara tersebut hingga hari ini.

Peneliti Center for Research & Intercommunication Knowledge (CRIK) Arab Saudi Dr Ali Mauof menjelaskan, di antara negara-negara Islam yang tidak mengakui Israel adalah Indonesia. Sikap tidak mengakui negara Israel tersebut diikuti dengan kebijakan tidak mengakui paspor negara itu ketika masuk ke Arab Saudi.

“Sistem ini juga berlaku di Indonesia, di mana tidak dibenarkan bagi pemegang paspor Israel untuk masuk ke Indonesia kecuali ketika perpindahan pesawat saja (transit),” kata dia dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Jumat (21/12).

Bahkan, kata dia, Arab Saudi melarang keras warganya untuk mengunjungi Israel. Larangan ini dikeluarkan dalam upaya mendukung kemerdekaan Palestina yang diinisiasi Kerajaan Arab Saudi dan negara-negara Arab Islam lainnya.

Dia mengatakan, kendati tidak mengakui paspor negara Israel untuk memasuki Arab Saudi, namun guna memperhatikan kondisi umat Islam Palestina yang memegang paspor Isreal dan untuk memudahkan mereka agar bisa mengunjungi tanah suci dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu, Kerajaan Arab Saudi telah sepakat untuk memberikan jalan keluar yang tepat.

Oleh karena itu, ungkap dia, Yordania memberikan izin bagi jamaah haji Palestina yang memegang kewarganegaraan Isreal untuk memperoleh paspor Yordania sementara, sehingga mereka diizinkan masuk ke Arab Saudi guna menunaikan haji dan umrah.

Dia menyayangkan sejumlah surat kabar telah mengubah isu sistemik ini menjadi isu politik. Tidak berhenti sampai di situ. Beberapa surat kabar lainnya bahkan mencitrakan Kerajaan Arab Saudi sebagai sebuah negara kriminal dalam kasus ini dengan menggambarkan bahwa Arab Saudi ingin menaturalisasi orang-orang Palestina di negara-negara di luar Palestina.

“Hal demikian dinyatakan tanpa bukti apa pun, bahkan tanpa meminta keterangan dari negara yang berhubungan langsung dengan masalah ini yaitu Kerajaan Arab Saudi,” tutur dia.

Tak ayal, imbuh Ali beberapa surat kabar di Indonesia pun ikut tertipu dengan berita-berita bohong dan palsu itu, yang nyatanya tidak berasal dari satupun sumber resmi yaitu lembaga yang memiliki hubungan dengan urusan kunjungan, deportasi, dan migrasi dalam salah satu negara yang disebutkan dalam berita-berita bohong tersebut. Khususnya dari negara yang berhubungan langsung, yaitu negara yang di dalamnya terdapat dua masjid suci, yaitu Kerajaan Arab Saudi.

Padahal, kata dia, sudah menjadi tugas media yang kredibel dan profesional ketika merilis berita-berita semacam ini dari sumber mana pun agar mendatangi lembaga-lembaga resmi yang bertanggung jawab di negara yang bersangkutan untuk melakukan konfirmasi.

Singkatnya, kata dia, inilah hal paling minimal yang wajib dilakukan  media-media ini, terlebih lagi ketika media-media tersebut berada di tengah masyarakat yang memiliki tataran nilai Islam yang tinggi seperti masyarakat Indonesia.

Sebab, masyarakat Muslim yang taat dengan nilai-nilai Islam yang toleran dan prinsip-prinsip Islam yang mulia seperti masyarakat Indonesia mengetahui firman Allah dalam Alquran: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS Al-Hujuraat: 6)

Dia menyebutkan, kabar bohong Arab Saudi telah menormalisasi hubungannya dengan Israel menyebar di berbagai kawasan, termasuk Indonesia. Sejumlah media yang beroposisi dengan pemerintahan Arab Saudi menyebarkan berita tentang tidak diizinkannya orang-orang yang memegang paspor Israel untuk masuk ke Arab Saudi dalam sebuah upaya menjelekkan citra Kerajaan Arab Saudi di kalangan masyarakat Muslim, khususnya dalam hal manajemen haji.

Dia mengatakan, berita-berita bohong tersebut tersebar dalam bentuk bahwa pemerintah Arab Saudi melarang orang-orang Palestina untuk beribadah haji. Orang-orang yang menunggangi upaya menjelek-jelekkan ini mengambil keuntungan berupa simpati publik yang besar dari negara-negara Islam terhadap orang-orang Palestina dan masalah Palestina.

“Akan tetapi, simpati saja tidak cukup untuk sampai kepada kebenaran,” tutur dia.

Menurut dia, sekiranya surat kabar-surat kabar yang menyebarluaskan berita-berita bohong khususnya di negara-negara Islam itu menahan diri dan berpikir tentang hal tersebut, niscaya mereka akan menyadari bahwa target tersembunyi dari upaya itu adalah untuk memberikan tekanan kepada Kerajaan Arab Saudi guna mengakui Isreal dan paspor Israel.

Selain itu, kata dia, berbagai surat kabar yang tertipu dengan kebohongan-kebohongan tersebut juga akan menyadari bahwa mereka telah ikut terlibat tanpa sadar dalam tekanan ini guna mewujudkan target tersembunyi tersebut.

Ali menegaskan, berita-berita bohong tersebut datang dari sumber-sumber informasi yang sama dan dari media-media serupa untuk menentang kebohongan-kebohongan sebelumnya yang diciptakan media-media informasi itu sendiri, bahwa Kerajaan Arab Saudi memimpin upaya normalisasi hubungan dengan Israel.

Dia mengutip pepatah Arab: Tali kebohongan itu pendek. Sumber-sumber yang menyebarluaskan berita-berita bohong sejak beberapa bulan yang lalu bahwa Arab Saudi menormalisasi hubungannya dengan Israel, pada hari ini mengatakan sesungguhnya Arab Saudi menghalang-halangi orang-orang Palestina untuk beribadah haji dikarenakan mereka adalah pemegang paspor Israel.

Lihat, kata Ali, bagaimana mungkin Arab Saudi menormalisasi hubungannya dengan Israel, sementara pada saat yang sama mereka menghalang-halangi umat Islam yang memegang paspor Israel untuk masuk ke negaranya guna beribadah haji dan tujuan-tujuan lain di luar haji?

“Jelas, tidak mungkin bersatu antara upaya menormalisasi hubungan bilateral dengan sikap tidak memberikan pengakuan terhadap paspor sebuah negara,” kata dia.

REPUBLIKA

Beginilah Komitmen Dua Masjid Suci untuk Kaum Disabilitas

Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci menyediakan fasilitas baru berupa bahasa isyarat, Alquran braile, dan kursi roda listrik di masjid suci Makkah dan Madinah.

Fitur baru itu bertujuan membantu jamaah berkebutuhan khusus yang mengunjungi dua masjid suci.

Dilansir di Arab News pada Ahad (16/12) Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci menggambarkan jamaah berkebutuhan khusus memiliki motivasi tinggi dalam beribadah.

Karena itu, mereka menyiapkan layanan untuk membantu jamaah tersebut. Layanan itu ditujukan untuk memberi kemudahan dan kenyamanaan, serta menghindari kendala saat musim sibuk.

Salah satu staf di kepresidenan, Ahmed Al-Burqati menjelaskan ada pintu masuk yang ditunjuk untuk memudahkan akses ke tempat-tempat shalat.

Ada juga pena yang berfungsi sebagai pembaca Alquran dan memegangkan Alquran untuk jamaah yang tak bisa membawanya.

Salinan Alquran dan buku lainnya dalam huruf braile juga tersedia. Ada juga spesialis yang membantu dan membimbing jamaah berkebutuhan khusus.

Seorang jamaah umrah asal Mesir, Ahmed Badawi tidak pernah berharap ada layanan seperti itu di Kompleks Masjid al-Haram.

Ada sejumlah layanan khusus lain di masjid-masjid suci, meliputi kursi roda yang diangkut dalam mobil golf ke area shalat, penentuan pintu masuk, menyediakan penerjemah bahasa bagi yang memiliki gangguan pendengaran atau bicara, tongkat untuk tuna netra, kursi roda listrik untuk tawaf.

REPUBLIKA

Ini Lima Inovasi Penyelenggaraan Haji 2019

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan ada lima inovasi pada penyelenggaraan ibadah haji 2019. Meski berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks kepuasan jamaah haji Indonesia (IKJHI) di Arab Saudi pada 1439H/2018M meningkat menjadi 85,23, namun inovasi harus tetap dilakukan. Ini berarti secara umum layanan pemerintah kepada jamaah haji Indonesia telah memenuhi kriteria sangat memuaskan.

Namun, Kementerian Agama harus mendorong upaya perbaikan terhadap layanan haji. Pertama, penerapan fast track pada seluruh bandara pemberangkatan. “Kalau tahun ini baru dapat kita laksanakan di Bandara Sokarno Hatta, maka usahakan tahun depan sudah dapat dilaksanakan di seluruh bandara,” kata Menag seperti dilansir dari laman Kemenag, Kamis (6/12).

Kedua, penempatan jamaah haji berdasarkan sistem zonasi. Hal ini menurut Menag bertujuan agar dapat meningkatkan kenyamanan sekaligus pelayanan bagi jamaah di Tanah Suci. “Tentu orang Bugis akan lebih senang jika tempat tinggalnya di sana berdekatan dengan orang Makasar. Selain bahasa yang digunakan, ini juga memudahkan kita bila ingin menentukan menu katering. Sehingga akan lebih dekat seleranya dengan masing-masing jamaah,” kata Menag.

Ketiga, penggunaan air conditioner (AC) di Arafah. Menurut Menag ini perlu menjadi perhatian, karena dalam survei BPS pun disebutkan bahwa pelayanan di Arafah, Muzdalifah dan Mina memperoleh nilai paling rendah, yakni 82,60. Sementara pelayanan di Makkah memperoleh indeks 87,34 dan pelayanan di Madinah memiliki indeks 85,37.

Keempat, Menag berharap pada penyelenggaraan haji 2019, Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyiapkan sistem pelaporan petugas digital. “Seluruh petugas kita harus sudah bisa melakukan pelaporan secara digital. Siapkan dalam sebuah aplikasi terintegrasi,” pesan Menag.

Kelima, penguatan manasik haji menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian penyelenggaraan haji 2019. “Kita perlu memperkuat manasik hajinya. Kita perlu memikirkan terkait inovasi manasik haji, dengan membuat audio visual atau lain sebagainya,” tandas Menag.

REPUBLIKA

Pernahkah Anda Lihat Talang Air Ka’bah? Begini Bentuknya

Bagi Anda yang pernah melaksanakan umrah atau haji, pernahkah Anda memperhatikan bagian terkecil dari Ka’bah, yaitu talang air? Talang yang disebut dalam isitilah arab mizab ini terletak di bagian atas sisi Ka’bah sebelah pas Hijr Ismail. Talang tersebut berfungsi sebagai saluran air ketika hujan atau sewaktu pencucian Ka’bah.

Talang ini dibuat Suku Qurais 1.500 tahun lalu ketika renovasi Ka’bah. Bahkan Muhammad SAW ikut serta dalam proses renovasi pada masa itu, saat usia beliau 35 tahun, sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul.

Talang ini terbuat dari tembaga yang dilapisi emas. Arah air dari talang ini akan mengucur tepat di atas Hijr Ismail. Renovasi sepanjang masa tak melewatkan talang air ini.

Renovasi terakhir terlaksana pada 1418 Hijriyah di masa pemerintahan Raja Fahd dengan memberikan beberapa tambahan, di antaranya deretan paku di atas talang untuk mencegah burung jatuh di atasnya.

Sedangkan yang membuat proyek pelapisan talang dengan emas adalah Walid bin Abdul Malik.

Para sejarawan Muslim sepanjang masa, memberikan catatan fantastis terkait talang dan air yang mengucur darinya.

Sebagian bahkan mengisahkan kepercayaan umat Islam pada masa-masa awal, keberkahan air yang mengalir dari talang ini.

Sejarawan al-Azraqi misalnya, mencatat bentuk talang tersebut dengan ukuran sederhana sebagaimana jamak berlaku pada masa itu yaitu talang ini panjangnya empat hasta, lebar delapan jari, dan tingginya delapan jari.

KHAZANAH REPUBLIKA

Pergi Haji karena Menolong Anak Yatim

SEJAK muda, Zaid bin Ali bersama istrinya telah bermimpi untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, pergi haji. Kondisi ekonomi yang sederhana membuat keduanya rajin menabung. Saat ini, ketika usia mereka sudah cukup tua, tabungan merekapun sudah cukup untuk bekal pergi ke tanah suci Mekah.

Suatu hari pada saat akan membeli keperluan haji, mereka bertemu dengan dua orang kakak beradik bertubuh sangat kurus dan menyedihkan. “Mengapa tubuhmu sangat kurus begitu, nak? Apakah kalian kelaparan?”

Kedua bocah tersebut menggeleng. “Kami sudah terbiasa dengan rasa lapar sejak kami hidup sendiri tanpa orangtua,” ujar salah satu di antaranya.

“Apakah orangtuamu sudah meninggal?”

Anak tadi, yang mungkin adalah sang kakak, kembali menjawab. “Mereka meninggal saat rumah kami terbakar. Saat itu kami selamat karena sedang menginap di rumah kerabat.”

“Lalu, bagaimana dengan kerabatmu?” kata Zaid.

“Karena jatuh miskin, mereka justru menelantarkan kami. Tapi kami bersyukur masih saling memiliki.” Kali ini sang adik yang menjawab. “Kami juga terserang penyakit aneh yang membuat tubuh kami kurus kerontang seperti ini. Tentu saja kami tidak memiliki uang untuk berobat.”

Zaid dan istrinya melemparkan pandangan satu sama lain. Lalu, bersamaan mengalihkannya kepada dua bocah tersebut. Mereka menatapnya. “Anak-anakku, awalnya kami akan pergi berhaji. Namun kami rasa uang yang kami miliki jauh lebih bermanfaat untuk kalian. Sepertinya ini adalah jalan Allah dalam mempertemukan kita semua.”

Akhirnya Zaid dan istrinya memutuskan untuk mengasuh keduanya dan membatalkan untuk pergi haji. Bocah kakak beradik tersebut pun sembuh dan tumbuh sehat di bawah asuhan Zaid dan istrinya. Pasangan tersebut bersyukur karena Allah menghadirkan dua anak yang saleh, setelah sekian lama mereka berdoa juga untuk dianugerahi buah hati.

Batalnya haji Zaid dan istri pun bukan berarti mereka tidak menunaikan rukun Islam yang kelima. Sebaliknya, karena merekalah, semua orang yang menunaikan haji pada saat itu diterima hajinya, tak terkecuali Zaid dan istri.

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Kemudian beliau shalallahu waalaihi wa salam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya, serta agak meregangkan keduanya. (HR Bukhari) [An Nisaa Gettar]