Tanda-Tanda Haji Mabrur

Ajaran Islam dalam semua aspeknya memiliki hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah dan tujuan ini diistilahkan oleh para ulama dengan maqashid syari’ah, yaitu berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.

Adapun maslahat akhirat, orang-orang shaleh ditunggu oleh kenikmatan tiada tara yang terangkum dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits qudsi),

قَالَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Allah berfirman (yang artinya): Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang shaleh kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terdetik di hati manusia.” [1]

Untuk haji secara khusus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.”[2]

Adapun di dunia, banyak maslahat yang bisa diperoleh umat Islam dengan menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut; seperti menambah teman, bertemu dengan ulama dan keuntungan berdagang.

Di samping itu, Allah juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal seseorang, sehingga ia bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.

Tidak Semua Orang Meraih Haji Mabrur

Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah.  Mabrur berarti diterima oeh Allah, dan sah berarti menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah Ta’ala.

Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah memberikan karunia kepada jamaah haji yang tidak baik lantaran jamaah haji yang baik.” [3]

Tanda-Tanda Haji Mabrur

Nah, bagaimana mengetahui mabrurnya haji seseorang? Apa perbedaan antar haji yang mabrur dengan yang tidak mabrur? Tentunya yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits, namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.

Di antara tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama adalah:

Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal,[4] karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik. [5]

Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. Ibnu Rajab mengucapkan sebuah syair [6]:

Jika anda haji dengan harta tak halal asalnya.

Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda.

Allah tidak terima kecuali yang halal saja.

Tidak semua yang haji mabrur hajinya.

Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam . Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.

Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah.” [7]

Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya, dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah salah.[8]

Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik, seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.

Ibnu Rajab berkata, “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.[9]

Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلاَمِ

“Memberi makan dan berkata-kata baik.” [10]

Keempat: Tidak berbuat maksiat selama ihram.

Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan  jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas.

Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah berfirman,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.[11]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” [12]

Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.

Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.

Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.[13]

Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.

Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.

Kelima: Setelah haji menjadi lebih baik

Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.[14]

Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.

Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya.

Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal  yang lebih mantap dan  benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.

Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta’ala. Ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.

Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.”[15] Ia juga mengatakan, “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.”[16]

Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.” [17]

Penutup

Sekali lagi, yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Para ulama hanya menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka. Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah. Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan memperbaiki amalan anda.  Wallahu a’lam.

Referensi:

  1. Al-Quran al-Karim.
  2. Shahih al-Bukhari, Tahqiq Musthofa al-Bugha, Dar Ibn Katsir.
  3. Shahih Muslim, Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya’ Turats.
  4. Musnad Imam Ahmad, Tahqiq Syu’aib al-Arnauth, Muassasah Qurthubah.
  5. Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Cetakan Hyderabad, India.
  6. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, Muhammad Nashiruddin al-Albani, Maktabah al-Ma’arif.
  7. At-Tarikh al-Kabir, al-Bukhari, Tahqiq Sayyid Hasyim an-Nadawi, Darul Fikr.
  8. Ihya’ Ulumiddin, al-Ghazali, Darul Ma’rifah Beirut.
  9. Lathaiful Ma’arif fima li Mawasil ‘Am minal Wazhaif, Ibnu Rajab al-Hanbali, al-Maktabah asy-Syamilah.
  10. Qutul Qulub, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Maktabah asy-Syamilah.

Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin, MA

Sumber: https://muslim.or.id/1891-tanda-tanda-haji-mabrur.html

Jamaah Indonesia Diimbau Hanya Bawa Tas Maskapai

Kepala Daerah Kerja Airport King Abdul Aziz,Arab Saudi Nurul Badruttamam Makkiy mengimbau jamaah untuk tidak membawa tas tangan lain ke dalam pesawat kecuali tas yang dibagikan oleh maskapai saat keberangkatan.

“Hanya diperkenankan membawa satu buah tas tentengan yang sudah dibagikan dari maskapai penerbangan Garuda atau Saudia,” katanya di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Ahad (18/9)

Menurut Nurul, selain tas tangan berlogo kedua maskapai itu maka tidak akan diperbolehkan untuk dibawa masuk ke dalam kabin.Untuk jamaah yang menggunakan pesawat Garuda Indonesia menggunakan tas tangan dan kopor berwarna biru sedangkan jamaah yang menggunakan pesawat Saudi Airlines menggunakan tas tangan dan kopor berwarna coklat.

Ia menjelaskan bahwa hingga hari ke dua pemulangan terdapat penumpukan barang bawaan jamaah yang tidak dibolehkan masuk ke pesawat karena melebihi berat yang diizinkan atau karena dilarang.

“Sudah menumpuk cukup banyak sekali hasil sweeping(razia) barang-bawaan jamaah yang tidak diperkenakan dibawa masuk ke kabin pesawat karena melebihi berat muatan dan ada beberapa barang lainnya yang tidak boleh dibawa,” katanya.

Ia menuturkan banyak barang-barang seperti pisau, gunting, dan air zamzam yang akhirnya ditahan pihak bandara. Setiap jamaah hanya diperbolehkan membawa satu kopor di bagasi dengan berat 32 kg dan satu tas tangan dengan berat tujuh kg. Kelebihan barang dapat dikirimkan menggunakan kargo dengan tarif tertentu.

 

sumber: Republika Online

Agar Tetap dalam Kelompok

Tawaf qudum (selamat datang) biasanya dilakukan tak lama setelah jamaah tiba di Makkah. Karena masih lelah setelah perjalanan dari Tanah Suci atau Madinah biasanya jamaah banyak yang kaget. Akibatnya jamaah sering hilang atau tersesat.

Untuk mengantisipasinya, sebelum berangkat ke Masjidil Haram jamaah hendaknya mengenali letak hotel atau pondokannya. Minta informasi kepada yang lebih tahu jalan menuju hotel dari masjid, atau kalau naik kendaraan lewat mana. Baik juga jika buat denah hotel atau pondokan. Usahakan berangkat dari maktab secara berombongan. Tiap rombongan ada kepala rombongan yang sudah mengenal baik wilayah di sekitar Makkah.

Kegiatan tawaf dan sai bisa berlangsung satu hingga tiga jam. Bila mulainya dinihari biasanya langsung diteruskan dengan Shalat Subuh. Saat itu udara sangat dingin. Lantai Ka’bah dan pelataran sai pun kadang terasa sedingin es. Sebelum berangkat pastikan jamaah sudah makan atau paling tidak mengonsumsi makanan ringan. Tak perlu terburu-buru berangkat ke masjid. Pastikan semua persiapan sudah sempurna.

Setelah sampai di Masjidil Haram jamaah akan tawaf secara berombongan atau dalam regu-regu kecil. Lebih baik bentuk kelompok kecil. Kelompok kecil akan lebih mudah untuk bergerak dalam kerumunan ribuan jamaah. Selain itu akan lebih mudah dalam koordinasi karena bisa saling kenal. Hapalkan benar jamaah masuk dari pintu mana, sehingga saat keluar bisa tetap di pintu yang sama.

Buat kesepakatan dimana lokasi bertemu setelah kegiatan tawaf dan sai selesai, dan jam berapa. Bisa juga buat kesepakatan bertemu sebelum sai. Misalnya di bawah jam atau dekat zamzam. Jadi kendati saat tawaf berpisah, sai bisa tetap bersama-sama lagi.

Selama musim haji pelataran Ka’bah tak pernah sepi. Waktu yang paling padat biasanya seusai Shalat Maghrib sampai Isya, dan selepas Shalat Shubuh. Yang agak lengang biasanya tengah malam hingga satu jam menjelang Shalat Subuh dan waktu Dhuha sampai Shalat Zuhur. Tapi ini pun tak bisa dipastikan.

Tawaf dimulai dari garis coklat yang sejajar dengan Hajar Aswad. Di sini biasanya terjadi kepadatan. Titik-titik kepadatan terletak antara Rukun Yamani hingga Hajar Aswad. Sebaiknya begitu mulai masuk Rukun Yamani jamaah agar bergerak keluar, sebab jika terjebak di sekitar Hajar Aswad akan sulit untuk berjalan.

Untuk jamaah yang fisiknya lemah, lebih baik tawaf di lingkaran luar, jangan terlalu masuk ke dekat Ka’bah. Karena pasti akan berdesak-desakan. Sedangkan bagi yang fisiknya sama sekali tak kuat untuk berjalan bisa menyewa kursi roda dan pendorongnya baik untuk tawaf maupun sai.

Usahakan saat tawaf tidak terbebani dengan membuka-buka catatan. Hapalkan saja doa-doa pendek sehingga jamaah bisa konsentrasi dan khusyuk.

Jika lantai dasar penuh, jamaah bisa melakukan tawaf di lantai dua atau tiga. Namun jarak tempuh tawaf di lantai dua bisa dua kali lipat lebih jauh jika dibanding tawaf di lantai dasar. Hanya saja kondisinya tidak terlalu padat dan tidak berdesak-desakan.

Usai tawaf jamaah akan shalat di belakang makam Ibrahim. Agar shalat bisa lebih khusyuk, lakukan secar bergantian. Rekan yang sudah selesai shalat menjaga rekannya yang shalat kemudian dari kemungkinan gangguan karena lalu lalang ribuan jamaah.

Lokasi sai terletak di dalam Ka’bah juga. Banyak jamaah kebingungan mencari letak bukit Shafa dan Marwa. Padahal lokasi itu sudah kini sudah menyatu dengan Ka’bah. Kepadatan juga terjadi di jalur sai. Selain itu biasanya di sini jamaah sudah kelelahan setelah tawaf. Sama dengan tawaf, sai juga bisa dilakukan di lantai dua dan tiga. Hanya saja lintasannya semua mendatar tidak seperti di lantai dasar yang harus mendaki bukit Shafa dan Marwa.

Usai sai usahakan tetap berkelompok saat tahalul. Sebaiknya jika tidak ingin gundul, lakukan tahalul secara bergantian. Untuk itu gunting sudah harus disiapkan dari pondokan. Waspadalah  dengan orang-orang yang menawarkan jasa untuk memotong rambut.

Saat tawaf qudum ini biasanya timbul masalah. Karena biasanya jamaah sedang lelah, belum tahu situasi, tergesa-gesa, atau kaget melihat kerumunan ribuan orang berdesak-desakan. Karena itu usahakan tetap dalam kelompok. Untuk tawaf selanjutnya, jamaah biasanya sudah berani melakukan sendiri-sendiri.

 

 

sumber: Republika ONline

Cegah Penipuan Haji, Pemerintah Harus Bentuk Satgas

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodiq Mujahid menilai, kuota haji yang tak mencukupi untuk Indonesia. Akibatnya, antrian haji di Indonesia mencapai puluhan tahun.

Hal itu membuat calon haji di Indonesia merasa frustasi dan memilih jalan pintas. ”Mereka putus asa karena kurangnya edukasi dan sosialisasi tentang haji dan manajemen haji Indonesia,” kata Sodiq, saat dihubungi, Selasa (6/9).

Menurutnya, antrian memang tidak bisa dihindari, sehingga harus ada edukasi dan sosialisasi. Sementara, di tengah lemahnya edukasi dan sosialisasi pihak-pihak yang mengiming-imingi.

Oleh karena itu, politisi Gerindra tersebut meminta pemerintah mengusut tuntas semua pihak yang terlibat dan diberi sanksi maksimum. Selain itu, perlu juga diumumkan siapa saja pihak yang terlibat dan sanksi yang diberikan.

Sodiq menyarankan, agar pemerintah membentuk Satgas pencegahan penipuan haji, dengan Kemenag sebagai Leading Sector, dibantuk aparat keamanan. ”Tingkatkan edukasi dan sosialisasi tentang manajemen haji Indonesia, termasuk soal panjang antrian dan sisi negatif dan sisi lemah haji ilegal

Selain itu, tingkatkan edukasi makna, tujuan, dan hakikat haji. Supaya jangan sampai masyarakat berhaji dengan cara-cara ilegal, dengan meminta waktu agar bisa dipercepat pemeriksaan dan kepulangannya.

 

sumber: Republika Online

Hajar Aswad, Magnet Pusaran Tawaf di Baitullah

Memang aku tahu engkau hanyalah batu, ucap sahabat Umar ibn Khattab sekali waktu. Tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi Muhammad menciummu, aku tentu tidak akan kulakukan hal yang serupa.

Inilah sepenggal gambaran ihwal kemuliaan sebuah batu yang terletak di sudut selatan sebelah kiri pintu Kakbah di Mekkah Al-Mukarramah. Hajar Aswad, bukan sembarang batu. Ia diyakini jutaan umat Muslim yang datang berhaji sebagai batu dari surga. Warnanya yang hitam kemerah-merahan, menjadi rebutan jemaah haji usai tawaf untuk mencium atau sekadar mengelusnya.

Hajar Aswad diletakkan di ketinggian 1,10 meter. Di masa lampau, jauh sebelum terjadi beberapa kali pemugaran Kakbah dan sekitarnya, Hajar Aswad merupakan satu batu dengan diamter lebih dari 30 centimeter. Namun karena sebab-sebab tertentu, termasuk pencongkelan paksa oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, Hajar Aswad kini hanya berupa kepingan-kepingan yang direkatkan dalam satu bingkai cekung seukuran kepala manusia.

Berdesak-desakan
Mencium Hajar Aswad bukan termasuk rukun haji. Ia hanyalah bagian dari sunah yang pernah dilakukan Nabi. Kala ribuan jemaah melakukan tawaf mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali putaran, beberapa puluh orang di antaranya  tampak memilih berhenti, berdesakan, dan secara bergiliran untuk mengecup batu ini.

Hajar Aswad tak pernah sepi dikerumuni jemaah haji. Bahkan sesekali terlihat aksi saling dorong. Untuk bisa turut mencium batu yang dalam sebuah hadis diceritakan sebelumnya berwarna putih bening ini, jemaah haji kerap terlihat melakukan beberapa cara dan strategi.

Sebagian dari mereka rela berbaris menunggu giliran. Secara perlahan barisan itu bertambah maju hingga tepat di mulut Hajar Aswad. Akibat antrean ini pula, tak jarang arus tawaf yang berdekatan dengan Kakbah tersendat dan menambah suasana saling berdesakan.

Di sisi lain, ada beberapa orang yang memanfaatkan momentum tersebut dengan menawarkan jasa mengantar seorang haji agar bisa dengan cepat sampai di muka Hajar Aswad. Para “calo” itu biasanya menerapkan ongkos paling tidak 40 hingga 100 riyal, setara dengan 350 ribu rupiah. Mereka biasanya bertransaksi untuk memuluskan jalan dengan sedikit menghambat arus tawaf. Tak jarang di sekali waktu, pelaku yang berasal dari ragam negara itu diamankan para petugas.

Aksi berdesakan dan sesekali terjadi saling dorong ini bukan lantas melulu bisa diterjemahkan darisudut negatif. Di sekelilingnya tak henti menggema lafaz-lafaz yang memuji keagungan Tuhan. Setiap bibir dari mereka melantunkan zikir tiada henti, menunjukkan keikhlasan, menambah nilai keimanan.

Hikmah
Mencium Hajar Aswad tidak pula hanya bisa ditafsirkan secara kasat mata. Mengecup batu yang dimuliakan Rasul ini adalah sekadar perlakuan simbolik. Di dalamnya dipercaya mengandung banyak ragam pesan. Hal ini bisa diukur dari sejarah panjang keberadaan Hajar Aswad dari masa ke masa.

Keberadaan Hajar Aswad di sisi Kakbah diyakini bermula pada masa Nabi Ibrahim. Sewaktu membangun rumah Tuhan itu, ia menyuruh putranya, Ismail untuk mengumpulkan batu-batu dariberbagai bukit dan gunung guna meninggikan bangunan Kakbah. Setelah keseluruhan proses hampir rampung, Ibrahim menganggap masih membutuhkan satu batu sebagai penanda. Kemudian Nabi Ismail menghadirkan Hajar Aswad. Nabi Ibrahim lantas mengecup batu itu, sebagaimana juga kemudian dilakukan Rasulullah Muhammad.

Kisah lain diceritakan pada masa pemugaran Kakbah pra-kerasulan Muhammad. Meletakkan Hajar Aswad kembali ke tempatnya adalah salah satu bentuk kehormatan dan kebangaan seseorang maupun kelompok. Atas keyakinan ini, tak jarang puluhan suku besar di sekitaran Kakbah saling berselisih dan berebut kepercayaan. Hingga hadir Muhammad muda, ia mengidekan agar batu itu diletakkan di atas serban, lalu perwakilan dari setiap suku dipersilakan memegang masing-masing ujung kemudian secara bersamaan menggotongnya. Inilah peristiwa kali pertama Nabi digelari “Al-Amin”, sosok yang paling patut dipercaya.

Kelanjutan kisah kemuliaan Hajar Aswad juga berlanjut hingga masa sahabat. Disebutkan bahwa Umar ibn Khattab adalah orang yang pertama kali mengecualikan Hajar Aswad dari batu-batu yang pernah dijadikan sebagai simbol kemusyrikan. Umar meyakinkan dirinya bahwa mencium Hajar Aswad adalah bagian dari kesunahan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad setiap usai bertawaf.

Ada hikmah besar dalam tradisi mencium Hajar Aswad. Ia dipercaya sebagai salah satu tempat di sekitar Kakbah yang mustajabah. Doa-doa akan mudah terkabul. Di sisi lain, mencium Hajar Aswadjuga diyakini sebagai simbol pelepasan dosa-dosa. Sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hikmah, bahwa batu yang dulu warnanya mengalahkan putinya susu itu berubah menjadi hitam karena dosa-dosa manusia.

Hajar Aswad menjadi sumbu atas dimulai dan diakhirinya tawaf. Di sanalah kerelaan penghambaan kepada Allah SWT bermula dan menyempurna. Hajar Aswad adalah saksi atas jutaan orang yang tengah memuji ke-Esaan Tuhan, berpasrah, juga dengan sepenuh hati mengharapakan keridaanNya.

sumber: MetroTVNews

Mengenal Ragam Pintu Masjidil Haram Agar tak Tersesat

Kemegahan Masjidil Haram, Mekkah, menyambut para tamu Allah. Lantai marmer mewah, tiang-tiang besar, pendingin udara di setiap sudut, serta papan informasi yang cukup terang mengantar jemaah menuju kakbah yang terletak persis di tengah-tengah.

Untuk bisa bertawaf dan bermunajat di Masjidil Haram, jemaaah terlebih dahulu mesti melewati beragam pintu. Pintu-pintu yang berjumlah banyak dan hampir serupa ini kerap memecah konsentrasi para calon haji, terutama yang berasal dari Indonesia lantaran bercampur dengan jutaan Muslim lainnya yang datang dari segala penjuru dunia. Jika tak bisa mengingatnya dengan baik dari pintumana ia masuk, maka seseorang bisa tercerai dari rombongannya dan bahkan tersesat.

Sebelum dilakukan pemugaran, keseluruhan pintu masuk Masjidil Haram berjumlah 120 buah. Masing-masing pintu memiliki nama. Yang masyhur dan cukup mudah diingat di antaranya adalah Bab (pintu) Shafa, Ali, Alfath, Marwah, Umrah, dan Abu Bakar Shidiq. Penamaan pintu ini sebenarnya ditujukanagar mudah dihafal jemaah. Namun masjid dengan luas lebih dari 388.375 meter ini tampaknya tetap menyulitkan jemaah haji dalam memetakan arah dan mengenali pintu sebagai patokan.


Denah pintu Masjidil Haram

Beruntung dalam musim haji tahun ini sebagian besar pemugaran tuntas dilakukan. Termasuk pintu-pintu di Masjidil Haram. Perbedaan keberadaan pintu sebelum dan sesudah pemugaran ini cukup mencolok. Salah satu pekerja renovasi asal Indonesia, Herman, mengatakan meski pintu yang dibangun bertambah banyak namun pengelompokkan namanya semakin sederhana dan mudah diingat.

Herman delapan tahun bekerja di Arab Saudi. Dia bertugas sebagai teknisi AC di Masjidil Haram tiga tahun terakhir. Pria asal Purwakarta, Jawa Barat, itu berulangkali menolong dan memberi petunjuk arah pulang jemaah haji asal Indonesia yang tersesat. Agar jemaah tidak tersesat, Herman memberi petunjuk kunci, “Meskipun pintu semakin banyak, semua mengarah ke King Fahd. Yang perlu dipahamipintu masuk utama saja.”

Kelompok pintu masuk utama yang dimaksud Herman berjumlah empat. Perinciannya bisa dipaham mulai dari pintu bernama Bab King Fahad, nama ini mencakup pintu masuk nomor 70 hingga 93. Berikutnya nama King Abdul Aziz, King Abdullah, dan Safa Marwah mencakup pintu-pintu bernomor 20 sampai 25. Kelompok pintu King Fahd, King Abdul Aziz dan King Abdullah akan mengarahkan pada masjid baru hasil pemugaran. Posisinya tepat menghadap Hotel Dar at Tauhid Continental serta Zam-zam Tower.

Sementara kelompok pintu Shafa Marwah akan mengarahkan jemaah yang memilih tinggal yang cukup jauh dari Masjidil Haram. Sebagian jemaah haji Indonesia termasuk yang banyak menggunakan jalur ini. Mereka biasanya menetap di Mafazin, Aziziyah, dan Raudhah. Meski begitu, untuk menujuMasjidil Haram jemaah bisa mengakses kendaraan yang disediakan berupa bus berwarna merah maupun hijau.

 

sumber: MetroTVNews

Getar Pertama Bertamu di Rumah Allah

Bersama dua lembar kain ihram yang kukenakan, ada getar yang turut bergelayut. Betapa bahagianya kala menyadari bahwa diri ini telah benar-benar menjejakkan kaki diTanah Haram, Mekkah Almukarramah. Kakbah menyambut megah. Inilah anugerah terbesar di sepanjang hidup, akhirnya kudapat bertamu di rumahMU, Ya Allah.

Setelah pintu King Fahd di Masjidil Haram kulintasi, langkah kaki yang tak sabar ini terus menapaki punggung marmer yang begitu sejuk. Dari kejauhan, bangunan kubus berselimut kiswah hitam tampak berdiri kokoh. Kakbah, ia tengah diputari ribuan jemaah. Lalu, anak tangga menuju mataf pun mengantar raga ini untuk ikut memulai tawaf. Kami bergerak, melawan arah jarum jam. Berzikir, memuji keagungan Tuhan.

Asyik masyuk bertawaf menjadikan tujuh kali putaran terasa cepat. Setelahnya, kami menghadap lurus ke kiblat Muslim sedunia itu dengan jarak hanya 20 meter. Salat sunah didirikan. Dipungkasi dengan tegukan air Zamzam, air yang pernah menolong Nabi Ismail dari kehausan.

Dari pelataran kakbah, kami beranjak menuju bukit Shafa dan Marwa untuk memulai napak tilas mengenang ikhtiar Siti Hajar mencarikan air untuk Ismail. Kami berlari kecil di antara dua bukit yang berjarak 405 meter itu. Seusai hitungan ketujuh, kami akhiri dengan tahallul, menggunting tiga helai rambut dan rampung sudah umrah qudum (pembukaan) ini.

Alur waktu kenikmatan ini masih panjang. Prosesi haji masih banyak yang belum tertunaikan. Kami begitu rindu, jika saatnya nanti memasuki jadwal untuk merenung diri di Arafah, niscaya rasa syukur ini tak akan henti kupanjatkan.

“Labbaik Allahumma labbaik, labbaik laa syariika laka labbaik…Innalhamda wanni’mata laka wal mulk…Laa syariika lak.”

 

sumber: MetroTVNews

Jabal Rahmah dan Sepenggal Kisah Perjumpaan Adam Hawa

Sebuah bukit dengan ketinggian kurang dari 70 meter itu tampak ramai dikunjungi jemaah haji. Untuk bisa mencapai puncaknya, dibutuhkan 15 menit guna menapaki 168 anak tangga dengan jalur selebar 4 meter yang terbuat dari batu-batu. Jabal Rahmah, diyakini sebagai lokasi pertemuan Adam dan Hawa setelah 200 tahun terpisah. Riwayat lain menyebut 100 tahun sejak keduanya diturunkan dari surga.

Wilayah India, oleh sebagian besar ulama dipercaya sebagai lokasi Nabi Adam AS diturunkan. Sementara Hawa, di sekitar Jeddah, Arab Saudi. Atas keridaan Allah SWT dan di bawah bimbingan malaikat Jibril, Adam dan Hawa dipertemukan di Jabal Rahmah. Bukit kasih sayang yang terletak di bagian timur padang Arafah, Mekkah Al-Mukarramah.

Peristiwa penting ini ditandai pemerintah Arab Saudi dengan monumen beton berbentuk segi empat setinggi 8 meter. Meski begitu, penyelenggara haji setempat juga tak henti-hentinya memeringati jemaah agar tidak terlalu mengutamakan ziarah ke tempat ini. Mereka berpendapat tak ada satu pun keterangan masyhur yang menggambarkan kesunahan berziarah ke Jabal Rahmah. Namun tetap saja, ribuan orang gemar mampir. Terutama bagi jemaah yang berpasangan dengan mengharap keberkahan atas kelanggengan jodohnya. Selanggeng kisah Adam dan Hawa.

Jabal Rahmah terletak 28 kilometer arah tenggara Masjidil Haram. Di tempat ini pula, Nabi Muhammad menerima wahyu terakhir sebagai penyempurna agama Islam.

 

sumber: MetroTVNews

Kisah Calon Haji yang Tertahan di Filipina: Jual Sawah untuk Bayar Rp 250 Juta

Makassar – Pasangan suami istri La Marola (70) dan Icoma (70), asal Desa Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, terpaksa menjual 1 hektar sawahnya untuk bisa menunaikan ibadah haji via jalur internasional yang ditawarkan Travel Aulad Amin.

“Ambo dan Indo saya jual sawahnya 1 hektar di Desa Mojong, dia daftar Rp 250 juta di travel Aulad Amin di Kota Sengkang, kami tidak tahu bagaimana prosesnya sampai dia terdaftar, tiba-tiba saja kami diinformasikan bahwa Ambo dan Indo akan berangkat haji,” ujar Nurhaedah, ponakan La Marola saat ditemui di terminal kedatangan Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Minggu (4/9/2016).

Menurut Nurhaedah, keluarganya berharap uang yang telah disetorkan oleh La Marola dan Icoma dapat dikembalikan oleh Travel Aulad Amin.

Selain La Marola dan Istrinya, Pudding (60) dan istrinya, Amma (50), petani asal Towuti, Kabupaten Luwu Timur juga menjadi korban pemberangkatan haji bodong. Uang tabungannya yang selama ini dikumpulkan selama bertahun-tahun juga lenyap dalam sekejap, gara-gara tergiur iming-iming naik haji jalur cepat.

Rencananya, sekitar 110 calon jamaah haji gagal berangkat asal Sulawesi Selatan akan tiba di Bandara Sultan Hasanuddin sekitar pukul 11.00 Wita, menggunakan pesawat Air Asia XT 983 yang berangkat langsung dari Manila, Filipina.
(mna/Hbb)

 

sumber: Detikcom

Ini Daftar 60 Jamaah Haji yang Meninggal di Tanah Suci

Penyelenggaraan haji di Arab Saudi memasuki hari ke-25 sejak jamaah haji Indonesia kloter pertama diberangkatkan pada 9 Agustus, lalu. Per Sabtu (3/9) pukul 08.00 waktu setempat, jumlah jamaah haji asal Indonesia yang meninggal dunia mencapai 60 orang.

Dilaporkan wartawan Republika.co.id, Didi Purwadi di Makkah, sebanyak 31 jamaah haji Indonesia meninggal dunia di rumah sakit Arab Saudi. “Sebagian besar memang jamaah risiko tinggi yang sudah ada bawaan penyakit dari Tanah Air,’’ kata Penghubung Instansi Kesehatan Daker Makkah, dr Ramon Andreas, di Syisyah, Arab Saudi, Sabtu (3/9).

Data Siskohat TUH (Teknis Urusan Haji) mencatat sebanyak 15 jamaah wafat di rumah sakit Saudi di Makkah, sementara selebihnya menghembuskan hafas terakhir di rumah sakit Saudi di Madinah. Pada Jumat (2/9) lalu, tiga jamaah wafat di rumah sakit Arab Saudi. Ketiganya atas nama Nipi bin Mad Ambri Mungkar (69), Hawang binti Bungku ilham (59), dan Boniatun binti Dulkahir Kartak (60).

Ramon mengatakan, pasien dirujuk ke rumah sakit Arab Saudi karena Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Daker Makkah tidak mampu menanganinya. Karena KKHI tidak memiliki peralatan medis yang selengkap dan sedetail milik rumah sakit.

“KKHI memang punya ruang ICU, tapi standarnya beda dengan standar ICU rumah sakit,’’ katanya. “KKHI memang bisa memantau pasien terus menerus, tapi peralatan medisnya terbatas.’’

Ramon mengatakan, tim dokter rumah sakit pastinya sudah berupaya membantu pasien semampu mungkin. Jika meninggal di rumah sakit, itu berarti pasien sudah mendapat pertolongan maksimal. “Tapi, memang tidak bisa ditolong lagi karena sudah waktunya,’’ katanya.

Data Siskohat juga mencatat hampir sembilan puluh enam persen lebih jamaah wafat merupakan jamaah usia lanjut. Dari total 54 jamaah wafat, hanya dua jamaah yang usianya kepala empat. Selebihnya wafat dalam usia 50an dan 60an tahun.

Berikut daftar jamaah haji wafat hingga tanggal 2 September:

  1. Senen bin Dono Medjo (79). Laki-laki. Kloter 007 Embarkasi Surabaya
  2. Siti Nurhayati binti Muhammad Saib (68). Perempuan. Kloter 002 Embarkasi Aceh.
  3. Martina binti Sabri Hasan (47). Perempuan. Kloter 006 Embarkasi Batam.
  4. Khadijah Nur binti Imam Nurdin (66). Perempuan. Kloter 004 Embarkasi Aceh.
  5. Dijem Djoyo Kromo (53). Perempuan. Kloter 18 Embarkasi Solo.
  6. Sarjono Bin Muhammad (60). Laki-laki. Kloter 006 Embarkasi Batam.
  7. Oom Eli Asik (66). Perempuan. Kloter 003 Embarkasi Jakarta-Bekasi.
  8. Nazar Bakhtiar bin Batiar (82). Kloter 001 Embarkasi Padang.
  9. Juani bin Mubin Ben (61). Kloter 006 Embarkasi Aceh.
  10. Asma binti Mian (78). Kloter 001 Embarkasi Padang.
  11. Tasniah binti Durakim Datem (73). Kloter 003 Embarkasi Padang.
  12. Jamaludin bin Badri Kar (58). Kloter 005 embarkasi Palembang.
  13. Abdullah bin Umar Gamyah (68). Embarkasi Aceh kloter 001.
  14. Rubiyah binti Mukiyat Muntari (71). Embarkasi Surabaya kloter 020.
  15. Muhammad Tahir bin Abdul Razak (68). Embarkasi Batam kloter 011.
  16. Siti Maryam binti Ismail (60). Embarkasi Solo kloter 001.
  17. Misnawar bin Kasimo Kamujo (76). Embakarsi Surabaya kloter 015
  18. Din Azhari Nurina bin Sadid (73). Embarkasi Padang kloter 005.
  19. Noorsi Fatimah binti M Saleh Mardiwiyono (60). Embarkasi Balikpapan kloter 009.
  20. Muhammad Nasir bin Abdul Hamid (64). Jemaah asal embarkasi Batam kloter 010.
  21. Manih binti Siyan Muhammad (71). Jemaah asal embarkasi Jakarta Pondok Gede kloter 006.
  22. Joko Pramono bin H Ali Pramono (41). Jemaah asal embarkasi Surabaya kloter 26.
  23. Wahono Wilik bin Walijo Kartodimejo (65) dari embarkasi Batam kloter 002.
  24. Udju Sumiati binti Marhati (62) dari kloter Jakarta Bekasi kloter 038.
  25. Siti Fatonah Binti Supangat Kasmungin (68) dari embarkasi Surabaya kloter 028.
  26. Imam Rifai bin Ngali (60) dari embarkasi Palembang kloter 005
  27. Suhaimi bin kadir Abdillah (62) dari embarkasi Medan kloter 005
  28. Siti Maskanah binti Djumri (66) dari kloter Banjarmasin kloter 013
  29. Zainabon binti Umar Muhammad (71) dari embarkasi Aceh kloter 008.
  30. Awaludin bin Abu Sahar Tanjung (58). Embarkasi Medan kloter 0111
  31. Kadiran bin Molyadi Sokaryo (71). Embarkasi Surabaya kloter 022.
  32. Yudha Arifin bin Kasah (55). Jemaah haji khusus.
  33. Abdul Hamid bin Lapewa Palewa (53). Jemaah haji khusus.
  34. Roman bin H. Maeji Suhaedi (58). Embarkasi Jakarta kloter 020.
  35. Mochamad Subarjah bin Sumawinata R (64). Embarkasi Jakarta kloter 048.
  36. Taggi bin Haseng Maggu (57). Embarkasi Surabaya kloter 048
  37. Saifuddin bin Buchori Abdullah (64). Embarkasi Solo (SOC) kloter 003.
  38. Semi Parsinah binti Wamu Adam (65). Embarkasi Aceh (BTJ) loter 002.
  39. Siti Maryam binti Haram (79). Embarkasi Surabaya (SUB) kloter 020.
  40. Aceng bin Nuroddin Hasyim (58). Embarkasi Jakarta Bekasi (JKS) kloter 018.
  41. Adisman Rasidin Salin bin St. Salam (63). Jamaah haji khusus dengan nomor paspor  B4513393.
  42. Warniti binti Samadi Rimin (67). Embarkasi Solo (SOC) kloter 051.
  43. Sukardi As Haryanto bin Abu Bakar (78). Embarkasi Surabaya (SUB) kloter 009.
  44. Rukiyah bt Muhammad Arif Pane (62). Embarkasi Medan (MES) kloter 011.
  45. Sumin Adinoto bn Suto Karso (73). Embarkasi Jakarta – Pondok Gede (JKG) kloter 028.
  46. Zahadi bin Muhayadin Asir (58). Embarkasi Palembang (PLM) kloter 007.
  47. Imo binti Ahmad Umar (73). Embarkasi Lombok (LOP) kloter 006.
  48. Carwit binti Karjani Sarip (51). Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) kloter 037.
  49. Mukijan bin Sodimejoh Muhammad (62). Embarkasi Surabaya (SUB) kloter 032
  50. Siti Sarah binti Abdul Kapi (53). Embarkasi Banjarmasin (BDJ) kloter 014.
  51. Abdul Sani bin Hayani (59). Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) kloter 026.
  52. Emuh Sutrisna Atmadja bin Wiardi (79). Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) kloter 008.
  53. Ali bin Lapantje Lakoro (77). Embarkasi Balikpapan (BPN) kloter 011.
  54. Cholik bin Aguscik Usman (65). Embarkasi Palembang (PLM) kloter 005.
  55. Nipi binti Mad Ambri Mungkar (69). Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) kloter 034.
  56. Marfuah Aminah Toyib binti Mustofa (76). Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) kloter 034.
  57. Hawang binti Bungku Ilham (59). Embarkasi Balikpapan (BPN) kloter 007.
  58. Boniatun binti Dulkahir Kartak (60). Embarkasi Batam (BTH) kloter 017.
  59. Hariri bin Mustofa Soleh (73). Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) kloter 037.
  60. Dain Nariya bin Satimin (69). Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) kloter 029.

 

sumber: Republika Online