Daftar Tempat yang Shalat Idul Adha pada Hari Rabu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perayaan Idul Adha pada 2015 atau 1436 Hijriah dilaksanakan dua hari. Yakni versi Muhammadiyah pada Rabu (23/9) dan pemerintah jatuh pada Kamis (24/9).

Bagi kaum Muslim yang hendak melaksanakan shalat Idul Adha pada hari ini tidak perlu khawatir. Sebab beberapa tempat di DKI Jakarta memutuskan menggelar shalat Idul Adha pada pagi ini.

Berikut daftarnya:

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tebet Barat
Halaman Parkir Wisma Pede
Imam/Khotib: Drs H Satriawan Tanjung
Panitia: Zaidan (0812-8867-2527)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tebet Timur
Lapangan Masjid Al-Huda Muhammadiyah Tebet Timur
Jalan Tebet Timur Raya 565 – Jakarta Selatan
Imam: Faiz Rafdhi, MKom
Khotib: Ust Mubarok
Panitia: Ahmad Fakhriyandi (0812-9143-041)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bukit Duri
Lapangan DIPO PJKA Bukit Duri/Halaman Masjid Assudairi Muhammadiyah Bukit Duri
Imam/Khotib: Nur Ahmad, MA
Panitia: Suparman (0812-8008-4347)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebon Baru
Masjid Nurul Haq
Jalan Asem Baris No 37 – Kebon Baru – Jakarta Selatan
Imam/Khotib: Drs Ahmad Syauqi
Panitia: Bustami (0852-7354-7586)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebayoran Baru
Halaman Depan Kampus UHAMKA
Jalan Limau  – Kebayoran Baru  – Jakarta Selatan
Imam/Khotib: Ustaz Hazuarli, MA
Panitia: Syahrul Jamal (0878-8079-2423)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kebayoran Lama
Lapangan Lemigas/Masjid Nurul Amal Cipulir (Komplek Perguruan Muhammadiyah)
Imam/Khotib: Dr. Abdul Jalil
Panitia: Ali Muchayat (0815-1871-051)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pasar Minggu
Panti Asuhan Siti Khadijah Al-Kubro
Jalan Syukur  – Lenteng Agung – Jakarta Selatan
Imam/Khotib: Drs. H. Udin Syamsudin, MZ
Panitia: Faisal Akbar (0812-8395-159)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jagakarsa
Lapangan Bola Al-Bayyinah
Jalan Moch Kahfi II Kelurahan Cipedak  – Jagakarsa  – Jakarta Selatan
Imam/Khotib: Dr. H. Muhammad Anwar Prawira, MA
Panitia: Khadafi (0813-8025-0961)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pesanggrahan
Masjid Al Mujahidin Bintaro
Imam/Khotib: Dr Jaja Nurjana, M.Ag
Panitia: Dinul Huda (0812-1838-505)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pasar Rumput

Halaman Masjid At-Takwa Muhammadiyah – Belakang Pasar Rumput – Jakarta Selatan

Imam/Khotib: H Zetri Ahmad Fathulloh S.Sos.I
Panitia: Sahrijal (0812-9595-8707)

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Setiabudi Karet
Masjid Al Jihad Jalan Karet Belakang
Imam/Khotib: Ust. Wilmar Yusar
Panitia: Tarmizie (0859-4509-3767)

Ann Marie Lambert Terinspirasi Keluarga Nabi Ibrahim

REPUBLIKA.CO.ID, Ann Marie Lambert Stock menetap di Indiana. Seperti halnya warga Indiana, tak banyak dilakukan warga kota kecil. Usai lulus sekolah, selanjutnya bekerja dan akhirnya menikah. “Saya pernah menikah, dan punya dua anak. Perceraian inilah saya memulai hidup yang tak pernah dibayangkan sebelumnya,” ucap dia seperti dilansir onislam.net, Ahad (7/9).

Sebagai ibu dua anak, Ann memang haus akan ilmu. Ia berkeyakinan, belajar membuatnya terbebas dari kota kecil dengan rutinitas yang terbatas. Begitu menurutnya.  “Saya bisa tahu, bagaimana kehidupan masyarakat Timur Tengah, Eropa, Asia dan Afrika. Ini membangkitkan semangat saya, dan akhirnya membuat saya tahu banyak hal yang sebenarnya saya tidak ingin tahu,” kenang dia.

Suatu hari, Ann memutuskan menghadiri acara Festival Memburu Bulan, satu acara tradisi warga Native American. Di sana, Ann bertemu pemuda asal Mesir bernama Muhammad. Saat itu, Ann menawarkan daging babi panggang. “Kok aneh, dia tidak makan babi. Saya pikir dia Yahudi. Ternyata dia Muslim,” ucapnya.

Seketika, Ann menanyakan apakah ia seorang pemuda penyembah sapi. Muhammad pun tertawa dengan pertanyaan itu. “Akhirnya saya menikah dengannya,” kata dia.

Dimata Ann, Muhammad seorang yang bijaksana. Ia tidak pernah memaksa Ann menjadi Muslim. Justru, Muhammad memintanya untuk ke gereja. “Namun, ia meminta agar dibolehkan mengenalkan ajaran Islam kepada kedua anak-anak saya,” ucap dia.

Pada satu kesempatan, Ann bertemu dengan teman suaminya. Saat itu, teman Muhammad bertanya kepada Ann, kemana dia setelah hidup. Pertanyaan itu membuat Ann berpikir. Dia tak lagi pernah ke gereja. Annpun sadar bahwa ada konsekuensi dengan aturan itu.

“Saya akan ke neraka,” kata Ann.

Ditengah kegundahannya, Ann menemukan informasi tentang Islam dan Muslim. Dibacalah informasi itu. Ia menemukan sebuah sosok yang menganggumkan namun tidak pernah ia dengarkan ceritanya. “Saya tidak pernah tahu Rasulullah itu. Tapi saya menyadari bahwa beliau adalah keturunan Nabi Ibrahim, tepatnya melalui Nabi Ismail,” kata dia.

Lalu ia baca kisah Nabi Ismail. Di cerita itu, ia mengetahui bagaimana perjuangan keluarga Ibrahim ditengah padang pasir yang gersang. “Satu pertanyaan muncul, bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan keluarganya di padang pasir, ia seorang Nabi. Bagaimana nasib mereka,” tanya dia.

Ann pun melanjutkan bacaan soal Islam dan Muslim. “Semakin banyak membaca, saya semakin takut dengan kebenaran Islam. Saya belum sanggup, mengubah hidup secara radikal. Tapi saya tidak ingin menjadi berbeda. Saya bingung,” kata dia.

Pada akhirnya, Ann tidak kuasa menerima kebenaran Islam. “Saya mengucapkan syahadat. Dan setelah itu banyak cobaan menerpanya. Tapi itu yang membuat saya semakin mantap memeluk Islam. Saya beranikan diri mengenakan hijab,” kata dia.

Meneladani Keluarga Nabi Ibrahim as

BULAN Dzulhijjah meru­pakan bulan istimewa bagi umat Islam. Di dalamnya, umat Islam melaksanakan ibadah haji, kurban, dan mendirikan shalat Idul Adha seraya mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil.

Menariknya, rangkaian ibadah itu erat kaitannya dengan kisah perjalanan hidup Nabi Ibrahim AS. Jika diper­hatikan, keluarga Nabi Ib­rahim merupakan salah satu profil keluarga ideal yang dikisahkan dalam Alquran.

Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah perjalanan hidup keluarga Nabi Ibrahim AS. Di anta­ranya, pertama: ketelanan Nabi Ibrahim sebagai suami dan ayah. Dalam keluaganya, Nabi Ibrahim adalah kepala keluarga. Ia membina keluar­ganya sesuai dengan tuntunan Allah.

Sebagai suami, Ibrahim berlaku adil kepada istrinya. Kedua istrinya, Sarah dan Hajar, taat kepada Nabi Ibrahim. Ketaatan istri terse­but tentu tidak terlepas dari kemuliaan pribadi dan keta­atan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT.

Hal ini mengajarkan kepa­da kita bahwa jika ingin ditaati oleh istri, seorang suami harus mampu menam­pilkan dirinya sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab, berkepribadian luhur, cinta pada keluarga, dan berperilaku sesuai dengan tuntunan agama.

Akan sulit bagi seorang suami yang menginginkan istrinya taat dan shalehah, sementara suami sendiri memiliki akhlak yang buruk. Akan sia-sia jika suami lebih menginginkan istrinya beru­bah ke arah yang lebih baik, sementara pribadi sang sua­mi tersebut tidak pula mampu mengubah kebiasaan-kebia­saan buruk yang ia lakukan. Sejatinya, ubahlah diri sendiri, maka Allah akan memper­mu­dah jalannya untuk mengubah orang-orang yang dipimpinnya, termasuk istri dan anak-anaknya.

Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim AS tampil sebagai pendidik yang penuh kasih sayang, demokratis, dan menjadi teladan. Perhati­kanlah dialog Nabi Ibrahim ketika menjalankan perintah Allah untuk menyembelih Ismail.

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibra­him, Ibrahim berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang dipe­rintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapa­tiku termasuk orang-orang yang sabar” (Qs. ash-Shaffat/37: 102).

Dalam dialog yang dike­mu­kakan Alquran di atas, terlihat Nabi Ibrahim sangat menyayangi dan anaknya dan bersifat demokratis. Sifat kasih sayang itu tergambar dari pilihan kata yang diguna­kannya ketika menyeru buah hatinya: ya bunayya (hai anakku). Penggunakan kata ya bunayya merupakan pang­gi­lan penuh kasih sayang kepada anaknya.

Kemudian, Ibrahim me­min­ta pendapat kepada anak­nya ketika diperintah untuk menyembelih sang anak terse­but. Tampak jiwa demokratis seorang ayah yang sebe­lum­nya telah berupaya mena­namkan nilai-nilai pendidikan yang baik kepada Ismail.

Jangankan mengajak un­tuk kebaikan yang mengun­tungkan secara lahiriah, keti­ka diajak untuk mengor­bankan nyawa sekali pun, sang anak rela tanpa protes. Kita tentu bertanya, upaya apa yang dilakukan oleh Ibrahim sehingga anaknya setaat itu?

Semua itu tidak terlepas dari doa, usaha, dan ketela­danan yang dilakukan oleh Nabi Ibarahim. Alquran me­nga­­badikan doa Nabi Ibrahim,rabbi habli minashshalihin, Wahai Tuhanku, anugerahkan kepadaku anak yang shaleh (Qs. ash-Shaffat/37: 100).

Hal ini mengajarkan kepa­da kita agar senantiasa ber­doa untuk memperoleh anak yang shaleh. Anak adalah amanah. Ia bisa menjadi fitnah (al-Anfal/8: 28). Karena itu, berdoa dan berlindunglah kepada Allah agar kita diberi kekuatan dan kemampuan untuk mendidik anak yang shaleh sehingga ia tidak men­jadi fitnah yang merugi­kan.

Doa itu juga diiringi de­ngan usaha. Usaha itu bisa berupa upaya yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam memilih jodoh. Siti Hajar, meskipun berkulit hitam, berstatus budak, tetapi imannya teguh, akhlaknya mulia, taat bera­gama dan patuh pada suami­nya.

Usaha seperti ini juga diajarkan dalam Alquran. Allah menegaskan bahwa seorang budak yang beriman jauh lebih berharga dari pada seseorang yang musyrik, mes­ki­pun menarik hati (Qs. al-Baqarah/2: 221).

Karena itu, jika mengi­nginkan anak yang shaleh, mulailah dari memilih jodoh. Jika istri yang dipilih biasa mengabaikan perintah Allah, bagaimana mungkin ia akan mampu mendidik anak yang shaleh. Bukankah ibu merupa­kan guru pertama bagi seorang anak?

Nabi Ibrahim juga men­jadi teladan bagi anaknya. Ibrahim membawa Ismail untuk membangun Ka’bah lalu berdiam di sekitarnya (Qs. Ibrahim/14: 37). Nabi Ibrahim memberi contoh secara lang­sung bagaimana cara beri­badah kepada Allah, bukan sekedar nasihat.

Upaya ini sejatinya kita teladani dengan konsisten menjadi contoh yang baik kepada anak keturunan kita; bukan sekedar menceritakan contoh kebaikan saja.

Kedua, profil Siti Hajar sebagai ibu yang pendidik. Siti Hajar memainkan perannya sebagai ibu yang bertanggung jawab dalam mendidik anak­nya. Ia seorang ibu yang tang­guh, pantang menyerah dan tak kenal putus asa.

Ketika bayinya meronta kehausan, Siti Hajar berlari-lari mencari air. Dari Shafa ke Marwa, berulang-ulang untuk mencari air demi me­me­­nuhi kebutuhan jasmaniah anaknya. Peristiwa itu kemu­dian diabadikan dalam ritual ibadah Sa’i ketika Haji dan Umrah.

Siti Hajar juga menyerang Iblis dengan lontaran batu ketika Iblis mencoba untuk merusak ruhaniyah anaknya agar menolak keputusan Ibrahim menyembelih Ismail atas perintah Allah. Lontaran batu itu juga menjadi ibadah melontar jumrah dalam iba­dah Haji.

Hal ini menunjukkan bah­wa Siti Hajar melindungi fisik dan ruhaniyah anaknya. Siti Hajar menjadi pendidik perta­ma dan laksana sekolah bagi anaknya. Al-Ummu Madrasah, Ibu adalah sekolah.

Siti Hajar juga menampil­kan dirinya sebagai sosok istri yang patuh pada suami dan taat kepada Allah. Meskipun terasa berat menerima kepu­tusan Ibrahim untuk taat pada perintah Allah agar menyembelih putra semata wayangnya, tetapi demi kepa­tuhannya kepada sang suami dan ketaatannya pada Allah, Siti Hajar rela tanpa banta­han sekecil apa pun.

Sikap ini seharusnya dite­la­dani oleh setiap istri. Seorang istri harus patuh pada suami selagi tidak bertentangan dengan ketaatan pada Allah SWT.

Ketiga, profil Nabi Ismail sebagai anak shaleh. Nabi Ismail tidak membantah perintah ayahnya. Malah Ismail menguatkan hati ayah­nya agar tabah menjalankan perintah tersebut. Ia berkata: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepa­da­mu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.

Kesalahen Ismail sejatinya menjadi inspirasi dan taula­dan bagi generasi muda saat ini. Seorang pemuda harus siap berkorban apa saja untuk berbakti kepada orang tua. Waktu, pikiran, tenaga, bah­kan jiwanya sekali pun ia korban­kan demi baktinya pada orang tua sehingga mereka bangga memiliki anak seperti dia. Namun kepatuhan pada orang tua itu tidak boleh berten­tangan dengan perintah Allah.

Seorang anak harus bang­ga melihat orang tuanya taat kepada Allah, meskipun harus mengorbankan hal-hal yang dicintainya di dunia ini. Karena itu, seorang anak perlu pula memberi dukungan dan semangat kepada orang tuanya agar tetap konsisten mene­gakkan kebenaran.

Dengan begitu ketaatan dan kemuliaan pribadi sang anak akan memberi energi positif kepada orang tuanya. Inilah kebanggan orang tua yang tak ternilai harganya.

Kepatuhan, ketaatan, pe­ngor­banan, dan keteladanan merupakan kata kunci dari keberhasilan keluarga Nabi Ibrahim as. Karena itu, Allah menganugerahkan keba­ha­giaan pada keluarganya. Bahkan melalui istri pertama, Siti Sarah, juga melahirkan Ishaq yang kelak juga menjadi nabi.

Semua itu pun disyukuri oleh Nabi Ibrahim a.s. “Sega­la puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq”. Namun rasa syukur itu tetap diringi dengan kepas­rahan sepenuh hati kepada Allah seraya berdoa: Ya Tu­han­ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku (Ibrahim/14: 39-40).

Sejatinya, pelaksanaan Hari Raya Idul Adha/Hari Raya Kurban di tahun ini, menjadi momentum bagi kita untuk mengevaluasi keluarga kita masing-masing. Kisah teladan Nabi Ibrahim hendak­nya menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, da­lam ridha Allah SWT. Amin. [MuhammadKosim/Haluan]

 

sumber: Islam Pos

Siapapun yang Belum Berniat Qurban Bisa Menangis Membaca Kisah Ini

Kisah ini dituturkan oleh seorang penjual hewan qurban. Ia tak sanggup menahan tangis saat mengetahui siapa sebenarnya orang yang membeli seekor kambing darinya di hari itu. Ketika Anda membaca kisah ini dengan hati, Anda pun dijamin tak kuasa menahan air mata.

Idul adha kian dekat. Kian banyak orang yang mengunjungi stan hewan qurbanku. Sebagian hanya melihat-lihat, sebagian lagi menawar dan alhamdulillah tidak sedikit yang akhirnya membeli. Aku menyukai bisnis ini, membantu orang mendapatkan hewan qurban dan Allah memberiku rezeki halal dari keuntungan penjualan.
Suatu hari, datanglah seorang ibu ke stanku. Ia mengenakan baju yang sangat sederhana, kalau tidak boleh dibilang agak kumal. Dalam hati aku menyangka ibu ini hanya akan melihat-lihat saja. Aku mengira ia bukanlah tipe orang yang mampu berqurban. Meski begitu, sebagai pedagang yang baik aku harus tetap melayaninya.
“Silahkan Bu, ada yang bisa saya bantu?” sapaku seramah mungkin
“Kalau kambing itu harganya berapa, Pak?” tanyanya sambil menunjuk seekor kambing yang paling murah.
“Itu 700 ribu Bu,” tentu saja harga itu bukan tahun ini. Kisah ini terjadi beberapa tahun yang lalu. “Harga pasnya berapa?”
Wah, ternyata ibu itu nawar juga. “Bolehlah 600 ribu, Bu. Itu untungnya sangat tipis. Buat ibu, bolehlah kalau ibu mau”
“Tapi, uang saya Cuma 500 ribu, Pak. Boleh?” kata ibu itu dengan penuh harap. Keyakinanku mulai berubah. Ibu ini benar-benar serius mau berqurban. Mungkin hanya tampilannya saja yang sederhana tapi sejatinya ia bukanlah orang miskin. Nyatanya ia mampu berqurban.
“Baik lah, Bu. Meskipun tidak mendapat untung, semoga ini barakah,” jawabku setelah agak lama berpikir. Bagaimana tidak, 500 ribu itu berarti sama dengan harga beli. Tapi melihat ibu itu, aku tidak tega menolaknya.
Aku pun kemudian mengantar kambing itu ke rumahnya. “Astaghfirullah… Allaahu akbar…” Aku terperanjat. Rumah ibu ini tak lebih dari sebuah gubuk berlantai tanah. Ukurannya kecil, dan di dalamnya tidak ada perabot mewah. Bahkan kursi, meja, barang-barang elektronik, dan kasur pun tak ada. Hanya ada dipan beralas tikar yang kini terbaring seorang nenek di atasnya. Rupanya nenek itu adalah ibu dari wanita yang membeli kambing tadi. Mereka tinggal bertiga dengan seorang anak kecil yang tak lain adalah cucu nenek tersebut.
“Emak, lihat apa yang Sumi bawa” kata ibu yang ternyata bernama Sumi itu. Yang dipanggil Emak kemudian menolehkan kepalanya, “Sumi bawa kambing Mak. Alhamdulillah, kita bisa berqurban”
Tubuh yang renta itu duduk sambil menengadahkan tangan. “Alhamdulillah… akhirnya kesampaian juga Emak berqurban. Terima kasih ya Allah…”
“Ini uangnya Pak. Maaf ya kalau saya nawarnya terlalu murah, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk membeli kambing buat qurban atas nama Emak….” kata Bu Sumi.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa dalam hati, “Ya Allah… Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan imannya begitu luar biasa”.
“Pak, ini ongkos kendaraannya…”, panggil ibu itu.
“Sudah bu, biar ongkos kendaraannya saya yang bayar”, jawabku sambil cepat-cepat berpamitan, sebelum Bu Sumi tahu kalau mata ini sudah basah karena karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya.
Untuk menjadi mulia, ternyata tak harus menunggu kaya. Untuk mampu berqurban, ternyata yang dibutuhkan adalah kesungguhan. Kita jauh lebih kaya dari Bu Sumi. Rumah kita bukan gubuk, lantainya keramik. Ada kursi, ada meja, ada perabot hingga TV di rumah kita. Ada kendaraan. Bahkan, HP kita lebih mahal dari harga kambing qurban. Tapi… sudah sungguh-sungguhkah kita mempersiapkan qurban? Masih ada waktu sekitar satu bulan.
Jika kita sebenarnya mampu berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita malu kepada Allah ketika Dia membandingkan kesungguhan kita dengan Bu Sumi. Jika kita sebenarnya mampu berqurban, tapi tak mau berqurban, hendaklah kita takut dengan sabda Rasulullah ini:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan untuk berqurban namun dia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami” (HR Ibnu Majah, Ahmad dan Al Hakim)

Pelataran Ka’bah yang tak Pernah Sepi (2-habis)

Para jamaah haji memasang strategi yang jitu agar bisa bertawaf di Masjidil Haram sebelum melaksanakan shalat wajib.

Ada yang datang ke Masjidil Haram satu atau dua jam sebelum masuk waktu shalat. Atau ada yang menetap hampir selama lima waktu di Al Haram agar bisa bertawaf lebih nyaman.

Tapi, kata Nur Sapiye, jamaah haji asal Turki, strategi itu kurang jitu juga. Sebab hampir selama 24 jam Masjidil Haram dipenuhi jutaan manusia. “Saya menunggu hampir 24 jam di sini agar pelataran Ka’bah lebih longgar, tetapi tidak pernah sepi,” katanya.

Menurut Jasmui, jamaah haji asal Denpasar Bali, ketika usai shalat Dzuhur manusia seperti air bah meninggalkan Masjidil Haram. Dia berpikir masjid yang ada rumah Allah di dalamnya, akan lebih longgar, namun ketika di berusaha masuk mendekati Ka’bah, kondisi Masjidil Haram tetap padat.

Pengalaman lain sejumlah jamaah haji agar bisa mendekati Ka’bah, tidak harus dengan perhitungan akal manusia. Dengan bertawakkal kepada Allah, sambil memohon bisa mendekati Ka’bah jauh lebih jitu.

“Saya tadi sudah berhasil mencium Hajar Aswad,” kata Ngaropah, salah seorang jamaah haji asal Kediri Jawa Timur yang berangkat dari kuota haji Provinsi Bali.

Menunggu kesempatan bertawaf agar terasa lebih longgar harus dengan cara berserah diri kepada Allah SWT. Sebagai tamu Allah haruslah datang ke rumah Pengundangnya dengan niat yang tulus untuk beremu tuan rumah, memenuhi undangan-Nya, bukan dengan niat yang lain-lain.

Sebagaimana kemudahan yang didapat Ngaropah, dia tidak berpikir kalau akan dapat kesempatan mencium Ka’bah di titik yang paling terhormat, yakni mencium Hajar Aswad.

sumber: Republika Online

Redaktur : Damanhuri Zuhri
Reporter : ahmad baraas

Pelataran Ka’bah yang tak Pernah Sepi (1)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Jutaan umat Islam memadati Kota Makkah menjelang pelaksanakan ibadah haji pada musim haji 1436 H. Pelataran Ka’bah kian dipadati mereka yang akan melaksanakan tawaf sunnah maupun tawaf haji.

Selain bagian dari ibadah utama umrah dan ibadah haji, tawaf adalah ibadah sunnah sebagai pengganti shalat tahiyatul masjid yang biasa dikerjakan setiap kali memasuki masjid. Di Masjidil Haram, mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali lebih utama dibandingkan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.

Pelataran Ka’bah memang tak pernah sepi. Bahkan kelihatan semakin sempit dengan terkonsentrasinya kaum Muslimin di Makkah menjelang puncak ibadah haji. Sehingga kesempatan mendapatkan pelataran Ka’bah lebih longgar agar lebih nyaman bertawaf semakin sulit didapat.

Sejumlah jamaah haji, memang ada yang memimpikan bisa bertawaf di pelataran Ka’bah tanpa terlalu sering bersenggolan atau berdesak-desakan. Padahal di musim haji hal itu merupakan hal yang mustahil.

Saat menunaikan ibadah haji 1999, jamaah haji kloter dua yang terbang ke Tanah Suci paling buncit, saat tiba di Makkah, di hari-hari pertama bulan Dzulhijjah masih menemukan kondisi nyaman ketika bertawaf.

Namun dari tahun ke tahun orang yang bertawaf semakin padat. Pada pelaksanaan ibadah haji 2003 kesempatan yang ada sebagaimana pada 1999 sulit ditemukan. Pada pelaksanaan ibadah haji 2015, kesempatan bisa bertawaf di pelataran Ka’bah di areal lebih longgar sangat sulit didapat.

Ditambah dengan adanya renovasi Masjid Al Haram, membuat kawasan itu terasa lebih padat. Para calon haji memilih terlebih dahulu duduk di pelataran Masjidil Haram atau di luar masjid, yang tanpa mereka sadari menghambat pergerakan jamaah haji memasuki Masjidil Haram, termasuk mereka yang ingin bertawaf terlebih dahulu.

Redaktur : Damanhuri Zuhri
Reporter : ahmad baraas

Puasa Tarwiyah dan Arafah

PUASA ARAFAH adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang tidak menjalankan ibadah haji. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa-puasa lainnya.

Keutamaan puasa Arafah ini seperti diriwayatkan dari Abu Qatadah Rahimahullah. Rasulullah SAW bersabda:

صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة وصوم يوم عاشوراء يكفر سنة ماضية

Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Assyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas. (HR. Muslim)

Sementara puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla’ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.

Lagi pula hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa. Abnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء

Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid). (HR Bukhari)

Puasa Arafah dan tarwiyah sangat dianjurkan untuk turut merasakan nikmat yang sedang dirasakan oleh para jemaah haji sedang menjalankan ibadah di tanah suci.

Sebagai catatan, jika terjadi perbedaan dalam penentuan awal bulan Dzulhijjah antara pemerintah Arab Saudi dan Indonesia seperti terjadi pada tahun ini (Dzulhijjah 1427 H), dimana Saudi menetapkan Awal Dzulhijjah pada hari Kamis (21 Desember 2006) dan Indonesia menetapkan hari Jum’at (22 Desember 2006) maka untuk umat Islam Indonesia melaksanakan puasa Arafah dan Tarwiyah sesuai dengan ketetapan pemerintah setempat, yakni tanggal 8-9 Dzulhijjah (29-30 Desember 2006). Ini didasarkan pada perbedaan posisi geografis semata.

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi: Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku-lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah SAW bersabda: Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun. (HR Bukhari Muslim).

 

sumber: NU.or.id

Amalan Sunnah Bulan Dzulhijah dan Niat Puasa Arafah Idul Adha 2015

Amalan Sunnah Bulan Dzulhijah dan Niat Puasa Arafah Idul Adha 2015. Ini Dia Bacaan Doa Niat Puasa Bulan Dzulhijjah Tarwiyah dan Arafah Idul Adha 2015, pemerintah Indonesia akhirnya memastikan bahwa hari raya Idul Adha akan jatuh pada  tanggal 24 september 2015.

Di hari tersebut, tentu saja seluruh ummat Islam akan melaksanakan ibadah shalat sunnah Idul Adha dan penyembelihan hewan Qurban.

Sebelumnya, sebagian umat Islam juga banyak yang melaksanakan puasa sunnah di sebelum tanggal 10 bulan Dzulhijjah.

Nah, lalu bagaimanakah bacaan doa niat puasa bulan Dzulhijjah atau niat puasa Arafah itu?.

KEUTAMAAN PUASA ARAFAH

Banyak sekali keterangan ulama yang menjelaskan keutamaan puasa Arafah, diantaranya adalah sebagai penggugur dosa dan yang lainnya.

BACAAN NIAT PUASA TARWIYAH

NIAT PUASA TARWIYAH:

نويت صوم ترويه سنة لله تعالى

Baca Juga:  Solidaritas Palestina Minta Warga Muslim Di Seluruh Dunia Tak Membeli Kurma Israel

Tulisan Latin: Nawaitu Sauma Tarwiyata Sunnatal Lillahi Ta’ala
artinya: “Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta’ala.”

BACAAN NIAT PUASA ARAFAH:

نويت صوم عرفة سنة لله تعالى

Tulisan Latin: Nawaitu Sauma ‘Arafata Sunnatal Lillahi Ta’ala
Artinya:“Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala.”

Tapi menurut sebagian ulama, niat tersebut bisa juga tidak dilafadzkan, karena tempatnya niat adalah dalam hati. Selamat menjalankan puasa Arafah untuk Anda yang melaksanakannya.

 

sumber: MajaahBerita.com

Jamaah Calon Haji Disarankan Bawa Bekal Makanan Saat Wukuf

REPUBLIKA.CO.ID,JEDDAH — Jamaah calon haji Indonesia disarankan membawa perbekalan makanan dan minuman saat bergerak ke Padang Arafah untuk mengikuti wukuf.

Bekal makanan dan minuman harus dibawa terutama bagi jamaah yang mendapat jatah pindah dari pemondokan di Makkah menuju Arafah pada 8 Dzulhijjah pagi dan siang hari.

Kepala Daerah Kerja Bandara Jeddah-Madinah PPIH Arab Saudi yang menjadi penanggung jawab satuan tugas Arafah Nurul Badruttamam mengatakan, berdasarkan jadwal, jamaah calon haji Indonesia akan mulai bergerak ke Arafah pada Selasa (22/9) pukul 08.00 waktu Arab Saudi.

Pemberangkatan selanjutnya akan dilakukan pada pukul 12.00 WAS dan 16.00 WAS. Waktu tempuh dari pemondokan ke Padang Arafah dengan menggunakan bus yang sudah disiapkan Maktab diperkirakan mencapai satu jam.

Nah, jatah makan di Arafah baru diberikan pada malam hari, karena itu jamaah harus membawa bekal makanan dan minuman sendiri,” ujar Nurul di Jeddah, Arab Saudi, Rabu (16/9).

Jika tidak membawa bekal makan dan minum yang mencukupi, kata Nurul, jamaah dikhawatirkan bakal kesulitan mencari makan dan minum. Apalagi, kebanyakan jamaah haji Tanah Air adalah jamaah berusia uzur yang tidak terlalu leluasa melakukan pergerakan mencari makanan dan minuman yang tersedia di Arafah.

Nurul menyarankan, jamaah calon  haji Indonesia yang berjumlah 155.200 orang mulai mencicil belanja aneka kebutuhan untuk bekal ke Arafah mulai saat ini. Selain makanan, jamaah juga perlu membeli voucher pulsa untuk komunikasi dan buah-buahan.

“Belanja kebutuhan ini jangan mepet saat mau berangkat. Khawatirnya kehabisan karena yang persiapan itu semua jamaah haji dari berbagai negara,” kata Nurul.

Guna mengantisipasi jamaah sakit, PPIH Arab Saudi sudah menyiapkan klinik kesehatan di bagian pojok tenda Misi Haji. Jamaah yang kelelahan akan langsung ditangani oleh dokter dan paramedis yang sudah disiagakan.

“Memang ada usulan kliniknya ada di setiap maktab, tapi tahun ini belum terlaksana. Ini akan menjadi rekomendasi kita untuk musim haji tahun depan,” kata Nurul.

Redaktur : Indah Wulandari
Reporter : Ratna Puspita

Alasan di Balik Keramahan Para Tetangga Kakbah

REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH — Rumah permanen pertama yang dibangun di sekitar Kakbah, Makkah berciri khas tidak memiliki pintu. Ada sebuah makna di balik kekhasan tersebut.

Onislam.net melansir, rumah-rumah itu mengindikasikan tamu disambut baik di Makkah. Bahkan mereka dianggap  seperti berada di rumahnya sendiri. Warga Mekkah menginstimewakan para tamu. Hal itu sesuai dengan prinsip sambutan Arab atas tamu, yaitu ahlan wa sahlan yang berarti selamat datang.

Keramahtamahan warga Mekkah sudah berlangsung sebelum masuknya agama Islam. Warga Makkah amat peduli dengan tugas menjaga dan merawat Kakbah. Suku Quraisy yang mendiami Makkah saling berbagi tugas terhadap wilayah Kakbah.

Ada yang bertugas menyediakan perlindungan, makanan dan minuman kepada para tamu Makkah. Pembagian tugas dilakukan juga untuk mencegah perpecahan pada setiap klan. Lewat kerja keras suku Quraisy itulah, para tamu Allah datang setiap tahunnya ke Makkah.

Bani Shayba’ bertugas memegang kunci bangunan Kakbah. Sedangkan hak menyuplai minuman kepada para jamaah diberikan kepada bani Hashim bin Abdul Manaf.

Tentunya menjaga suplai minuman di Makkah bukanlah tugas mudah. Proses pengambilan air harus dilakukan di sumur-sumur di seluruh Makkah.

Setelah itu, air diangkut oleh unta  untuk mengisi tangki penyimpanan di Masjidil Haram. Sementara itu, Qusayy bin Kilab berperan dalam penyediaan makanan bagi tamu Mekkah. Makanan-makanan itu berasal dari dermawan suku Quraish.

Orang-orang Quraisy percaya tugas mereka amatlah besar sebagai tetangga dari rumah Allah. Mereka meyakini adalah tugasnya untuk menjamu tamu Allah.

“Pada musim ini (musim haji), datang para tamu Allah. Mereka tamu dari Sang Maha Pemberi Rahmat. Jadi, sugguhkanlah mereka dengan makanan dan minuman agar mereka mengetahui kebaikan kalian.”

Sebenarnya, orang-orang suku Quraisy dari masa sebelum Islam memang sudah murah hati dan terkenal atas keramahtamahannya bagi setiap tamu yang datang ke Makkah.

Alasannya sederhana, yaitu meningkatkan perdagangan dan reputasi kebaikan mereka. Sehingga ketika Islam masuk dan Kakbah digunakan untuk pelaksanaan haji maka kebaikan warga Mekkah tidak diragukan lagi.

Redaktur : Indah Wulandari
Reporter : c 33