Asap dalam Alquran

Allah SWT telah memberikan oksigen secara gratis yang bebas dihirup. Namun, sekarang ini masyarakat mulai membeli oksigen. Saat ini asap yang berasal dari pembakaran lahan di Sumatra dan Kalimantan terus mengepul yang seolah menjadi rutinitas tahunan.

Andaikan saja Allah SWT memutar arah angin ke arah timur, mungkin asap pekat meliputi semua wilayah Indonesia, termasuk Pulau Jawa. Alquran telah menceritakan istilah asap, minimal dalam beberapa surat.

Pada surah Fushilat ayat 11, misalnya. “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.'”

Asap yang dimaksud di dalam ayat di atas adalah gambaran awal diciptakannya langit yang masih berupa asap atau uap air dengan istilah dukhanun. Pada surah ar-Rahman ayat 15, asap yang dimaksud adalah berkaitan dengan penciptaan jin dari nyala api yang tidak berasap (mim marijim min nar).

Asap pada surah al-Waqi’ah ayat 43 adalah gambaran orang golongan kiri atau orang durhaka dengan dinaungi angin dan air yang mendidih serta dalam naungan asap yang hitam. Wa zhillin (dan dalam naungan) yang menaungi mereka. Miy yahmum (asap yang hitam), yakni asap neraka jahanam yang hitam pekat.

Sedangkan, asap pada surah al-Mursalat ayat 30 adalah asap neraka jahanam (zhillin) bagi orang-orang kafir dari segala penjuru. Orang-orang kafir telah dikepung asap dari segala penjuru.

Asap yang digambarkan dalam Alquran terutama pada surah ar-Rahman ayat 15, al-Waqi’ah ayat 43, dan al-Mursalat ayat 30 dengan asap yang saat ini menjadi bencana di sebagian pulau di Indonesia memang berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama bahwa asap di sini adalah sesuatu yang membuat manusia tersiksa seperti asap yang berasal dari neraka. Banyak korban yang mengalami sakit, bahkan meninggal dunia, yang diakibatkan oleh asap dari akibat pembakaran lahan yang ada di beberapa daerah.

Asap dalam kasus ini merupakan akibat perbuatan manusia-manusia serakah, juga akibat sikap permisifnya manusia-manusia yang memiliki kewenangan dalam menindak. Kebakaran yang terjadi disinyalir merupakan tindakan sengaja yang dilakukan secara terorganisasi, dan ini sudah terulang beberapa tahun. Sehingga, perilaku pembakaran dan tidak ditegakkannya hukum, keduanya menjadi sistem produksi asap pekat sekaligus menjadi neraka dunia bagi masyarakat yang tidak berdaya.

Amar makruf nahi mungkar dan penegakan hukum adalah harapan besar agar neraka dunia ini jangan terulang kembali. Wallahu a’lam.

 

 

Oleh: Abdul Hopid

sumber: Republika Online

Petunjuk Quran dalam Menelusuri Informasi

Oleh:  Ina Salma Febriany

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang fasik dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan,” (Qs. Al-Hujurat [49: 6])

Inti dari salah satu surah ke- 49 dalam Alquran di atas memberikan tuntunan praktis bagaimana Allah, melalui Alquran menuntun kita dalam membangun hubungan baik antar sesama. Surat Al-Hujurat yang bermakna kamar-kamar, diturunkan setelah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah).

Saat itu, suku-suku yang ada di Jazirah Arab berbondong-bondong masuk Islam. Termasuk di dalamnya adalah Bani Musthaliq, yang di pimpin oleh Al-Harits bin Dhirar. Meskipun masuknya Islam Al-Harits diawali dengan sebuah peperangan,  keislaman Al-Harits ini tidak diragukan. Apalagi putrinya yang bernama Al-Juwairiyah dinikahi oleh Rasulullah Saw.

Sesudah masuk Islam Rasulullah Saw memerintahkan Al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesanggupannya. Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah masuk Islam dan zakat sudah terkumpul, utusan Rasulullah belum juga datang. Maka melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, Al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah Saw, bukan menanti kedatangan utusan beliau yang akan menarik zakat.

Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah Saw mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan Al-Harits. Di tengah jalan Al-Walid melihat Al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah.

Didasari oleh ingatan permusuhan masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, ia berpikir Al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Rasulullah Saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits.

Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus Rasulullah Saw untuk bertemu denganmu.” Al-Harits bertanya, “Ada apa?” Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah Saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.”

Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.”Maka ketika mereka sampai kepada Nabi Saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” jawab Al-Harits. Selang beberapa lama, turunlah ayat di atas untuk membenarkan pengakuan Al-Harits.

Asbaabun nuzul surah Al-Hujurat ayat 6 ini mengisyaratkan bahwa laporan yang tidak benar, tentu akan berdampak buruk baik kepada si pemberi kabar, terlebih korban. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memang tak terlepas dari permasalahan seperti ini. Tak ubahnya di zaman digitalisasi ini. Media- media sosial yang belum bisa dipercaya kabarnya, kerap memengaruhi efek kognitif pembaca; contohnya saja kabar musibah yang melanda jamaah haji; dari mulai runtuhnya crane, badai pasir, hingga insiden di Mina.

Sebagian kabar tersebut menyatakan bahwa segala yang terjadi karena kesalahan pemerintah Arab Saudi yang tidak melayani tamu-tamu Allah dengan baik. Ada pula yang menyatakan bahwa Arab Saudi sedang sibuk menyulap negaranya menjadi Las Vegas. Bahkan, yang lebih menyedihkan lagi, salah satu media tersebut menyatakan bahwa musibah ini terjadi karena anak Raja Saudi melintas saat pelemparan jumrah berlangsung.

Belajar menjadi mukmin yang, kita berkewajiban untuk bertabayun; menggali dan menelusuri informasi yang datang silih berganti setiap hari; baik permasalahan yang berkaitan dengan sosial kemasyrakatan, terlebih agama. Musibah dan cobaan berat bagi jamaah haji tahun ini, adalah salah satu takdir dari Allah yang harus kita imani bahwa segala yang terjadi di muka bumi, pasti seizin-Nya. Jika pun ada campur tangan manusia, semoga ini dapat menjadi pelajaran yang amat berharga dan tidak terulang lagi di masa mendatang.

“Musibah apapun yang menimpamu itu adalah seizin Allah. Dan bagi orang beriman kepada Allah, maka hatinya akan tenang (atas musibah tersebut). Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui segala sesuatu,” (Qs. Ath-Thagaabuun: 11)

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap informasi yang belum jelas beritanya tersebut? Sikap bijaksana yang dapat kita ambil ialah bertawaquf (berdiam diri, tidak menyebarkan/ men-share berita tersebut). Itu akan jauh lebih mendatangkan mashalat. Sebab, jika kita turut menyebarkan informasi tersebut (padahal kita belum tahu kabar tersebut secara benar), dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan umat dan perselisihan antar sesama. Tentu hal tersebut yang tidak diinginkan.

Akhirnya, mari kita menengadahkan tangan agar para jamaah yang wafat saat berhaji, mendapatkan ampunan dan surga-Nya, dan yang telah sampai dengan selamat di negaranya masing-masing, Allah jadikan haji yang mabruur; yang dengan hajinya tersebut, dapat memberi manfaat dan keberkahan baik untuk dirinya sendiri, maupun untuk sesama. Aamiin.

 

sumber: Republika Online

Keutamaan dan Kemuliaan bulan Muharram

Oleh: Shalih Hasyim

BULAN Muharram atau yang lebih dikenal masyarakat Jawa dengan nama bulan Syuro adalah bulan pertama dalam kalender hijriyah. Tahun ini bulan Muharram jatuh pada tanggal 05 November 2013. Bulan Muharram memiliki keagungan yang sangat tinggi dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, bukanlah bulan yang mendatangkan bala (bencana) atau bulan sial, sebagaimana dipahami masyarakat awam.

Bulan ini adalah bulan di mana Allah muliakan dan Rasulullah serta para sahabatnya mengagungkannya. Sepatutnya juga kita mengagungkan bulan ini dengan meningkatkan  ibadah dan amal shalih, baik secara kuantitas dan kualitas.

Di dalam syariat Islam telah dijelaskan kemuliaan/keagungan bulan Muharram. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. AT Taubah: 36)

Empat bulan suci tersebut adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagaiman sabda Rasulullah yang artinya :

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

“Satu tahun itu ada 12 bulan. Di antaranya ada 4 bulan haram, yaitu 3 bulan berturut-turut, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram serta Rajab yang berada di antara bulan jumada dan sya’ban.” (HR. Bukhari no 2958).

Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, “Di namakan bulan haram Karena ada 2 alasan.Pertama,  karena diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaiman hal ini juga diyakini orang jahiliyyah. Kedua, karena pelanggaran untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya. (lihat Zadul Maysir, Ibnu Jauziy).

Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma menjelaskan tentang firman Allah surah at-taubah ayat 36 di atas, “Allah menghusukan 4 bulan yang haram dan menegaskan keharamnnya. Allah juga menjadikan dosa pada bulan tersebut lebih besar. demikian pula pahala amal saleh pada bulan tersebut juga menjadi lebih besar.

Sangat disayangkan sebagian kaum muslimin masih percaya dengan berbagi mitos tentang bulan suro. misalnya, masih banyak yang takut mengadakan acara pernikahan di bulan suro dengan alasan bisa mendatangkan sial, seperti perceraian, dililit utang, atau yang lain. ada yang takut bepergian jauh di bulan suro dengan alasan bisa mendatangkan sial, seperti kecelakan, kematian, kerugian, atau yang lain. mereka menunda aktivitasnya ke bulan yang lainnya.

Semua ahli tafsir sepakat bahwa empat bulan yang tersebut dalam ayat di atas adalah Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharram dan Rajab.

Ketika haji wada’ Rasulallah bersabda : Dari Abi Bakrah RA bahwa Nabi bersabda: “Setahun ada dua belas bulan, empat darinya adalah bulan suci. Tiga darinya berturut-turut; Zulqa’dah, Zul-Hijjah, Muharram dan Rajab”. (HR. Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).

Dalam hadist di atas Nabi SAW hanya menyebut nama empat bulan, dan ini bukan berarti selain dari nama bulan yang disebut di atas tidak suci, karena bulan Ramadhan tidak disebutkan dalam hadist diatas. Dan kita semua tahu bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesucian, ada Lailatul Qadar (malam kemuliaan), juga dinamakan dengan bulan rahmat, maghfirah dan pembebasan dari api neraka.

Ibnu Rajab al-Hambali ( 736 – 795 H ) mengatakan, Muharram disebut dengan syahrullah(bulan Allah) karena memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharram. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah SWT dalam mensucikankan dan memuliakan bulan Muharram.

 

sumber: Hidayatullah

Tonton Video Zakir Naik, Dicky Setiono Tanoyo Bersyahadat

Sejak kecil, Dicky Setiono Tanoyo menilai Islam agama yang jahat. Beranjak dewasa, pandangan itu mulai berubah.

Dicky mulai tertarik mempelajari Islam. Kepada teman-temannya ia bertanya soal ajaran tauhid. “Oleh teman saya, ditunjukan video tentang Zakir Naik. Dari video itu, saya tertarik mengenal Islam,” kata dia seperti dilansir mualaf.com, Selasa (6/10).

Dicky semakin tertarik mempelajari Islam ketika diperlihatkan video Ustaz Felix Siauw. “Saya merasa Islam agama yang berkata jujur dan disertai bukti yg kuat tentang Tuhan” kata Dicky yang akhirnya memutuskan bersyahadar di Mushala Kantor Pusat LMI.

Menurutnya, Islam bukan hanya sekedar omongan yang tidak ada dasarnya. Beberapa pertanyaan tentang Tuhan dan agama terjawab dengan sendirinya dari ceramah para ustaz tersebut.

Setelah bersyahadat, Dicky menghubungi Agung Heru Setiawan, Ketua MCI Jatim untuk membantu membina akan keyakinannya untuk berislam. Prosesi syahadat dibimbing oleh Ustadz Nugroho Irianto Direktur LMI Pusat, yang sebelumnya menyampaikan Rukun Islam dan Rukun Iman sebagai komitmen untuk dilaksanakan setelah bersyahadat.

 

sumber: Republika Online

Beri Uang Tip, Ini Pandangan Islam

Salah satu kebiasaan yang sering berlaku di masyarakat ketika bertransaksi atau menggunakan jasa tertentu ialah memberikan tip. Saat makan di restoran atau kafe, tip diberikan kepada pramusaji.

Tip juga kadang diperuntukkan bagi kurir atau office boy di perkantoran, misalnya. Fenomena pemberian uang tip nyaris ada di tiap lini kehidupan. Lalu, apa hukum pemberian tersebut menurut perspektif Islam? Apakah hal ini dalam kasus tertentu termasuk kategori grativikasi yang diharamkan?

Kebiasaan berbagi tip ini juga menjadi pemandangan yang lumrah di sebagian besar kawasan Timur Tengah. Istilah tip, di negara-negara Arab dikenal dengan baqsyisy atau ikramiyyah. Tip seperti yang berlaku pada umumnya, diberikan kepada para pelayan dan kurir, misalnya, sebagai bentuk ucapan terima kasih dan penghargaan atas penggunaan jasanya. Fenomena ini pun mengundang perhatian lembaga fatwa di negara-negara tersebut.

Ketua Lembaga Dar al-Ifta Mesir Syekh Ali Jumah mengatakan, tip tersebut hukumnya boleh. Tapi, bukan sebuah kewajiban dari pengguna jasa. Ini diberikan sebagai bentuk ucapan terima kasih dan hadiah. Pemberian tip tersebut, di luar akad transaksi antarkeduanya.

Tip yang telah diberikan tidak boleh diambil oleh perusahaan atau pimpinan tempat si pelayan itu bekerja. Karenanya, ia berhak menyembunyikan tip dari bos tempat ia bekerja.

Ia mengutip hadis riwayat Bukhari Muslim dari Abu Humaid As Saidi. Rasulullah SAW mengecam para pekerja yang mengharapkan hadiah. Menurut Imam an-Nawawi, pelarangan dalam hadis tersebut berlaku bila yang bersangkutan berkorelasi langsung dengan otoritas pemerintahan. Ini tidak diperkenankan, tapi bila sekadar hadiah tak jadi soal.

 

sumber: Republika Online

Belajar Sedekah dari Pohon

Oleh: Karman

Alquran menjelaskan fenomena alam dengan ungkapan yang sangat indah. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Alquran itu adalah benar. Dan, apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS al-Fushilat [41]: 53).

Kebenaran Alquran dapat diketahui melalui apa saja, mulai dari merenungi fenomena alam semesta hingga fenomena kemanusiaan yang terjadi pada diri kita. Namun, yang banyak luput dari aktivitas permenungan kita, yakni bukti kebenaran Alquran terdapat pada fenomena pohon.

Alquran banyak menyebut jenis pohon sebagai sesuatu yang penting dan mesti diperhatikan. Pohon tien dan zaitun, misalnya, dijadikan sarana sumpah Allah atas kesempurnaan ciptaan-Nya, yaitu manusia (QS at-Tien [95]: 1-5). Bahkan, pohon zaitun secara khusus disebut sebagai pohon penuh berkah (syajarah mubaarokah) (QS an-Nur [24]: 35).

Bila dilihat dengan mata telanjang, pohon tidak memperlihatkan gejala menarik apa pun. Ia merupakan makhluk hidup yang statis, diam dan tidak bergerak. Namun, bila dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan sains, betapa keberadaan pohon sungguh menarik. Ternyata, ia tidak diam; ia terus bekerja tanpa henti memberikan kebaikan kepada penghuni di muka bumi.

Dalam perspektif ilmu biologi, siang dan malam, melalui akarnya, pohon terus menyerap air dan unsur makanan lainnya yang kemudian disalurkan ke batang, dahan, ranting, dan daun. Bahkan, pada siang hari pekerjaannya semakin bertambah.

Di bagian hijau daun (klorofil) dengan dibantu sinar matahari, pohon melakukan kerja fotosintesis, yaitu sebuah proses sintesis antara air yang diserap dari tanah dan karbondioksida yang diserap oleh daun dari udara bebas. Proses fotosintesis ini menghasilkan glukosa dan oksigen.

Glukosa dipakai untuk menumbuhkan dirinya, sedangkan oksigen dibagikan kepada makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Karena pohon berbagi sebagian hasil kerjanya dalam bentuk oksigen, siapa pun yang mendekatinya akan merasakan suasana nyaman, sejuk, dan damai.

Fenomena pohon di atas setidaknya mengajarkan dua hal kepada kita. Pertama, kita mesti senantiasa menyisihkan sebagian rezeki hasil usaha atau kerja kita untuk dibagikan secara ikhlas kepada orang lain sebagaimana pohon berbagi tanpa pamrih sebagian hasil kerjanya dalam bentuk oksigen kepada makhluk hidup lainnya.

Kedua, kebiasaan berbagi rezeki secara ikhlas kepada orang lain akan mendatangkan suasana damai, sejuk, dan nyaman sebagaima kesejukan yang diberikan oksigen akibat dari sifat berbagi pohon.

Jadi, bila kita, baik secara pribadi maupun komunitas, ingin hidup damai, sejuk, tenteram dan penuh cinta kasih, biasakanlah berbagi kepada sesama. Suasana nyaman, sejuk, dan damai akibat kebiasaan dari berbagi dengan ikhlas sejatinya merupakan prakondisi untuk membuka pintu-pintu rezeki, kemudahan hidup, kemuliaan, dan persaudaraan yang hakiki.

Allah SWT berfirman, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS al-lail [92]: 5-7).

Sebagai seorang hamba Allah, kita harus belajar dari kebaikan tanpa pamrih yang diberikan pohon dengan menebarkan kepedulian sosial, menjaga kebersihan lingkungan, membebaskan fakir miskin dari penderitaan, dan selalu memberi tanpa henti untuk kemaslahatan seluruh penduduk di muka bumi. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online

Solusi Terbebas Jerat Rentenir

Selamat pagi, Saya karyawan umur 31 tahun mempunyai masalah keuangan. Istri saya mempunyai utang kepada rentenir. Awal kenapa istri saya terjerat rentenir, teman istri saya meminjam uang tapi tidak dikembalikan.

Padahal uang tersebut punya rentenir dan rentenir tersebut tidak mau tahu. Istri pun harus bertanggung jawab. Akhirnya untuk melunasi saya sebagai suami ikut bertanggung jawab untuk melunasinya. Tapi akibatnya keuangan kami berantakan.

Mohon saran, masukan dan solusi apa yang harus kami lakukan. Supaya masalah ini bisa cepat selesai.

Terima kasih.

Eko Maryanto
Kedoya, Kebon Jeruk, Jakbar

Jawaban WF 19

Selamat pagi juga Pak Eko.

Salah satu kelebihan dari meminjam uang kepada rentenir adalah proses cepat dan mudah, dibandingkan dengan meminjam uang kepada lembaga keuangan.

Akibat kemudahannya inilah, banyak yang terjebak dengan utang yang mencekik.  Kenapa? Karena bunga yang dibebankan rentenir kepada peminjam biasanya sangat tinggi.

Selain menyasar kepada perorangan dan lembaga dalam skala besar seperti layaknya mafia atau yakuza, para rentenir ini ini juga menyasar kepada para pekerja atau pengusaha kecil yang putaran usahanya di bawah Rp 1 juta.

Jika saya ambil contoh, seorang bakul jamu meminjam uang Rp 100 ribu, dibayar Rp 2 ribu per 3 hari. Sepertinya kecil cicilannya, hanya Rp 2 ribu, tetapi jika kita hitung, bunganya bisa mencapai 20 persen per bulan, itu membelum bayar pokoknya.

Sebuah angka fantastis untuk mendapatkan keuntungan dengan ‘sewa menyewa uang’ dan tidak ada penindakan secara khusus oleh aparat pemerintah dan faktanya banyak beredar di masyarakat.

Terkait dengan pertanyaan Anda, teman istri Anda yang meminjam uang kepada rentenir dan Anda yang harus mengembalikannya.  Maka yang bisa saya sarankan adalah dengan tetap meminta teman istri Anda untuk melunasi utang kepada rentenir tersebut.  Paling tidak komitmennya untuk melunasi utang tersebut dan Anda saat ini hanya bisa membantu.

Caranya :
1.    Tuliskan utangnya
Harus Anda perjelas, bentuk utangnya, berapa bunganya dan prosedur pembayaran hingga tata cara pelunasan utang tersebut.
2.    Lakukan pembayaran dengan meminjam kepada teman atau saudara tanpa bunga
Memang kesannya GLTL (Gali Lubang Tutup Lubang), tetapi ini bisa menjadi solusi jitu agar Anda bisa fokus mencari uang buat melunasi utang tersebut kepada teman Anda, bukan si rentenir.
Serta walau Anda tetap berutang, tetapi lebih fleksibel dalam pembayarannya dan diharapkan bisa menyelesaikan masalah tersebut segera.
3.    Minta bukti tanda lunas
Yang tidak kalah pentingnya adalah meminta bukti tanda pelunasan begitu Anda melunasinya.
4.    Jangan berutang
Pikirkan bagaimana menghasilkan pendaptan lain dan jangan berutang.

Jika Anda dan keluarga masih harus berutang, maka utang tersebut adalah salah satu dari 3 hal berikut :
1.    Kebutuhan yang sangat mendesak atau kondisi mendesak, misalnya anak sakit tiba-tiba, isteri melahirkan lagi dan seterusnya.  Solusi untuk kedepannya, Anda harus memiliki dana darurat.
2.    Mendapatkan aset produktif, misalnya jika Anda masih punya motor, kenapa tidak Anda ojekkan buat menambah pendapatan keluarga.
3.    Mendapatkan aset yang meningkat nilainya.  Setelah Anda lepas dari masalah Anda, ada baiknya Anda kembali memikirkan diri untuk mulai menabung dan berinvestasi, misalnya membeli rumah buat disewakan atau membeli dan menjual kembali tanah yang strategis agar mendapatkan selisih keuntungan.

Selamat melepaskan diri dari jerat rentenir!

 

sumber: Republika Online

Apa Hukum Pinjam Uang dari ?

MEMINJAM uang di rentenir hukumnya riba. Riba merupakan perbuatan yang dibenci dan diharamkan Allah swt. Dalam QS Al-Baqarah (2): 275, Allah swt berfirman, “dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Bahkan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW mengategorikan riba sebagai salah satu dari tujuh dosa besar yang harus dihindari (HR Muslim).

Kemudian di Hadits yang lain, Rasulullah saw melaknat kedua belah pihak yang melakukan transaksi riba, juga orang yang menjadi saksi dalam transaksi tersebut (HR Abu Daud).

Dalam Islam, pengharaman riba ini tidak dilakukan dalam satu kali tahap, melainkan dilakukan secara gradual (bertahap). Ini karena praktik riba (yang merupakan tradisi kaum Yahudi) sudah mengakar di kalangan masyarakat Arab saat itu, sama seperti kebiasaan meminum khamar.

Menurut Al-Maraghir, seorang mufasir asal Mesir, pengharaman riba dilakukan dalam empat tahap:

Pertama, Allah hanya menegaskan riba bersifat negatif. Allah berfirman, “Dan suatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah di sisi Allah.” (QS. Ar-Ruum [30]: 39)

Kedua, Allah memberi isyarat tentang keharaman riba melalui kecaman-Nya terhadap praktik riba di kalangan masyarakat Yahudi. Allah berfirman, “Dan disebabkan mereka makan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisaa` [4]: 161)

Ketiga, Allah yang mengharamkan riba yang berlipat ganda. Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (QS. Ali Imran [3]: 130) Pada ayat ini, hanya riba yang berlipat ganda saja yang diharamkan.

Keempat, Allah mengharamkan riba secara total dalam segala bentuknya, baik yang berlipat ganda ataupun tidak. Dia berfirman, “dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275). Riba ini lebih jahat daripada zina. Maka sebaiknya dihindari.

Arti Riba

Dalam bahasa Arab, kata ‘riba’ berasal dari kata ‘rabaa yarbuu’ yang berarti tumbuh, berkembang, atau bertambah. Jadi, riba berarti kelebihan atau tambahan. Sedangkan menurut istilah, riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah (transaksi), dengan tidak ada imbalan atau gantinya.

Macam-macam Riba

– Riba al-fadhl
Kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syara’ (timbangan atau takaran). Misal, 1 kg gula dijual dengan 1 ¼ kg gula lainnya. Kelebihan ¼ kg gula dalam jual beli ini disebut dengan riba al-fadhl.

– Riba an-nasii’ah
Kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang, kepada orang yang mengutanginya, karena ada faktor penundaan waktu pembayaran. Misal, Badu berhutang kepada Budi Rp 200 ribu, yang pembayarannya dijanjikan bulan depan, dengan syarat pengembalian itu dilebihkan menjadi Rp 250 ribu.

Semua ulama sepakat mengharamkan praktik riba, karena dianggap sama persis dengan praktik riba yang berkembang di kalangan masyarakat Jahiliyah dulu, yang kemudian diharamkan oleh Islam. (*)

sumber: Lampung TribunNews

Pinjaman Bank, Bukan Uang Riba?

Pinjaman Bank

Bagaimana hukum usaha yg modalnya hasil pinjaman bank? Ktika usaha ini berkembang, apakah hasilnya haram? Termasuk rumah KPR bank, apakah berarti rumah itu haram?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, kita perlu memahami pengertian harta riba

Riba secara bahasa artinya tumbuh.

Allah berfirman dalam al-Qur’an tentang keutamaan sedekah,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Allah membinasakan riba dan menumbuhkan sedekah. (QS. Al-Baqarah: 276)

Karena itu, sebagian ulama mendefinisikan riba dengan,

فضل مال بلا عوض في معاوضة مال بمال

Kelebihan harta tanpa ada ganti hasil dalam transaksi komersial antara harta dengan harta (Hasyiyah Ibnu Abidin, 5/169).

Pengertian riba di atas, mencakup riba fadhl, yang bentuknya penambahan dalam tukar menukar komoditas ribawi  maupun riba nasiah, dalam bentuk penambahan yang disyaratkan untuk mendapatkan penundaan pembayaran utang.

Uang Pinjaman Bank

Ketika ada orang yang meminjam uang di bank, dari sudut pandang nasabah, hakekatnya dia tidak mengambil uang riba. Namun dia mengambil uang dari pihak yang melakukan transaksi riba.

Sebagai ilutrasi,

Di masa awal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, orang yahudi menjadi penguasa perekonomian Madinah. Mereka mendominasi pasar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat melakukan transaksi dengan mereka. Ada yang jual beli, dan bisa dipastikan, ada juga transaksi utang piutang.

Salah satu karakter orang yahudi, mereka suka mengambil riba dan makan harta orang lain dengan cara yang bathil. Allah ceritakan dalam al-Quran,

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ

“Disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.” (QS. An-Nisa: 160 – 161)

Ketika kaum muslimin berutang kepada orang yahudi, mereka tidak disebut mengambil harta riba yang statusnya haram. Tapi mereka mengambil harta dari orang yang melakukan transaksi riba.

Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan,

تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ لأَهْلِهِ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, baju perang beliau masih digadaikan kepada orang Yahudi sebagai jaminan utang tiga puluh sha’ gandum untuk nafah keluarganya.” (HR. Bukhari 2916, Nasai 4668, dan yang lainnya).

Demikian pula ketika seorang muslim pinjam uang di bank, uang yang dia terima halal. Bagi dia sebagai peminjam, ini bukan uang riba. Meskipun dari bank, ada kemungkinan uang itu adalah uang riba.

Karena itu, usaha dan hasil yang dia dapatkan halal. Karena modal yang dia gunakan halal.

Bukan Memotivasi Pinjam Bank

Tulisan ini sama sekali bukan memotivasi pembaca untuk mencari pinjaman dari bank. Meminjam di bank, berarti melakukan transaksi riba dengan bank. Karena pada saat meminjam bank, dia menyetujui nota kesepakatan adanya penambahan ketika pelunasan (bunga). Dan itu riba.

Inilah yang menjadi masalah ketika seseorang meminjam uang di bank atau rentenir. Dia menyepakati transaksi riba. Meskipun riba itu belum diberikan pada saat dia menerima pinjaman. Tapi dia telah berkomitmen, dirinya akan memberikan riba ketika pengembalian.

Orang yang melakukan kesepakata demikian, mendapat ancaman hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba, nasabah riba, juru tulis dan dua saksi transaksi riba. Nabi bersabda, “Mereka itu sama.” (HR. Muslim 4177)

Ketika seseorang meminjam uang di bank, dia melakukan dua kesalahan yang diancam dalam hadis di atas,

Pertama, ketika meminjam dia menyepakati transaksi riba.

Kedua, ketika mengembalikan, dia memberi makan riba.

Kemudian artikel ini hanya meluruskan pemahaman bahwa uang yang didapat dari pinjaman bank adalah uang riba. Sehingga turunan dari uang ini, semuanya haram. Padahal tidak demikian. Justru di posisi nasabah yang meminjam, dia akan memberikan riba kepada bank. Bukan yang menerima riba.

Contoh Salah Paham

Salah satu contoh pengaruh kesalah-pahaman terkait pinjaman bank, ada seorang anak yang merasa resah dengan kehalalan nafkah yang diberikan ortunya, gara-gara ortunya berbisnis dengan modal dari bank. Si anak merasa, uang ortunya dan semua hasil bisnis ortunya adalah riba, karena hasil dari pinjaman bank.

Ada juga yang merasa bingung dengan status rumah KPR. Apakah itu berarti rumah haram, tidak boleh ditempati juga tidak boleh dijual. Karena dia beli dengan dana pinjaman bank.

Bagi yang Sudah Terlanjur

Bagi anda yang telah terlanjur pinjam bank, baik untuk modal maupun untuk konsumtif, seperti rumah dan kendaraan, sebisa mungkin agar segera dilunasi, dan komitmen untuk tidak semakin memperparah bunganya. Karena ini berarti semakin banyak memberi makan riba kepada bank.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

 

sumber: Pengusaha Muslim

Tahun Baru Islam, Momentum Perbaiki Diri

RABU (14/10) pekan depan bertepatan dengan tahun baru Islam 1 Muharram 1437 Hijriyah. Mengingat Muharram merupakan satu dari empat bulan haram dalam kalender Hijriyah, sudah sepantasnya umat muslim di seluruh penjuru dunia menjadikan tahun baru Islam itu sebagai momentun untuk memperbaiki diri menjadi manusia yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.

Selain Muharram yang dinamakan Allah dengan “Syahrullah” (bulan Allah, tiga bulan lain yang merupakan bulan haram dalam kalender Hijriyah yaitu Dzulqaidah, Dzulhijah, dan Rajab. Disebut haram karena keempat bulan tersebut sangat dihormati dan umat Islam dilarang berperang di dalamnya.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali mengatakan, bagi diri pribadi setiap muslim peringatan satu Muharram hendaknya dapat menjadi momentum untuk berhijrah menjadi lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.

“Sebagai contoh, jika yang selama ini kita kurang disiplin, tidak sabar saat lampu merah, atau mengantre, dengan tahun baru Islam dapat diperbaiki menjadi lebih baik lagi. Demikian juga dalam berdoa kepada Allah, bila tahun ini masih kurang, maka tahun depan lebih banyak lagi. Ada doa akhir tahun Hijriyah kita baca sesudah shalat Ashar dan doa awal tahun kita baca sesudah shalat Maghrib” kata Tgk Faisal kepada Serambi, Kamis (8/10).

Ia meminta umat Islam dapat menjadikan peringatan Tahun Baru Islam sebagai suatu kegiatan syiar yang besar. Tujuannya, agar warga nonmuslim tahu bahwa Islam juga memiliki tahun baru sendiri yaitu 1 Muharram. Tgk Faisal juga berharap agar pemerintah melaksanakan even-even syiar dalam memeriahkan tahun baru Islam lebih besar lagi dari perayaan yang dilakukan selama ini seperti pawai.

“Kita berharap syiar untuk tahun baru Islam lebih dari itu. Sebab, bila hari raya takbir sudah menggema di berbagai daerah. Tapi, saat peringatan satu Muharram tidak ada kegiatan lain kecuali pawai dan beberapa kegiatan dalam skala kecil,” jelas Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh ini.

Untuk memeriahkan tahun baru Islam, tambah Tgk Faisal, Pemerintah Aceh juga dapat mengimbau pihak sekolah untuk mengadakan parade dan kegiatan lain yang melibatkan anak-anak mulai usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Dasar (SD).

“Agar generasi muda ini mengetahui 1 Muharram itu adalah Tahun Baru Islam, maka kegiatan yang dilaksanakan hendaknya tak sekedar ceramah di masjid, tapi kegiatan-kegiatan lain yang melibatkan masyarakat dari berbagai usia,” demikian Tgk Faisal yang juga Pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Sibreh, Aceh Besar.(mawaddatul husna)

sumber: Tribun News