Ahmad Victor Menangis Saat Mendengar Kumandang Azan

Sebelum bersyahadat Ahmad Victor Ary Subekti mengaku begitu menganggap Islam rendah, terutama pemeluknya. Alasannya apa?

Pria kelahiran Jakarta, 26 September 1975 ini menceritakan kisahnya kepada Republika di sela-sela kesibukannya sebagai karyawan perusahaan swasta di Jakarta.

Pemilik nama asli Victor Ary Subekti ini menceritakan, bagaimana dulu ia memandang rendah orang Islam yang hanya berbekal ucapan salam, demi memungut sumbangan dari pemilik rumah mewah di Sumurbatu, Kemayoran, Jakarta Pusat.

“Islam menurut saya dulu adalah agama yang penganutnya seperti pengemis,” katanya mengenang sikapnya yang apriori terhadap agama samawi ini. Tidak hanya itu, Victor, begitu akrab disapa, juga menilai pemeluk Islam juga berperangai kasar dan (maaf) biadab. Anggapannya itu berangkat dari pengalamannya semasa di bangku SD. Bersama sang kakek yang seorang polisi dan ayahnya, seorang wartawan, berusaha menyelamatkan tetangganya yang etnis Tionghoa pada kerusuhan Tanjung Priok.

“Di situ saya liat Islam juga galak dan anarkis,” katanya mengenang. Victor yang terlahir dari keluarga Katolik ini bahkan mengaku, saking bencinya terhadap Islam, ia selalu berupaya mencari pasangan kekasih yang beragama Islam. Tujuannya satu, agar sang pacar bisa diajak pindah ke agamanya.

Akan tetapi, tidak pernah ia menyangka, justru keadaan berubah ketika Victor berkuliah di Universitas Trisakti. Ia mulai kritis terhadap Alkitab. Ia menemukan keraguan.

Victor mengonsultasikan kegamangannya itu kepada pastur. Ia berharap, menemukan jawaban yang logis dan rasional terkait konsep teologi yang ia yakini, terutama soal doktrin trinitas.

“Saya tanya begitu malah dimarahin sama pastur, ujarnya. Victor didesak melakukan pengakuan dosa. Tapi pertanyaan saya tidak bisa dijawab,” katanya mengisahkan cerita yang terjadi antara tahun 1993-1996-an itu.

Victor ingat betul, bagaimana ia pernah memutuskan belajar ke Seminari Xaverian, semacam ‘pesantren’ khusus generasi muda Katolik, hanya untuk menghilangkan keraguannya itu.

Namun, insiden yang terjadi antara dirinya dan sang pastur, membuatnya kecewa. Bukannya mendapat jawaban, ia malah mendapat cemoohan. Victor hilang selera.

“Setelah dimarahin pastor ya saya nggak pernah ke gereja lagi dan malas lagi berdoa, akhirnya hilang kepercayaan,” katanya.

 

Victor mengalami goncangan yang begitu dahsyat. Ia lebih suka menyendiri di kantornya daerah Batam, peristiwa itu berlangsung sekira 1997-an. Di tengah kesendirian, bertepatan dengan waktu Shalat Maghrib, ia mendengar  tayangan azan di sebuah stasiun televisi.

“Saya menangis. Mungkin ini karena saya sendirian kali, ya jadi terbawa emosi,” katanya.

Kesendirian mulai hilang ketika temannya dari Jakarta datang dan tinggal di markas peristirahatan kantor. Di situlah Victor mulai banyak diskusi, terutama masalah agama. Setelah mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam.

“Saya mulai coba-coba belajar Islam,” katanya.

Di tengah-tengah proses belajarnya itu, ia mengaku pernah bermimpi bertemu dengan seseorang yang memiliki cahaya putih. “Dan bertanya agama kamu apa, siapa Tuhan kamu, dan apa kitab kamu,” katanya mengisahkan mimpinya tersebut.

Tak hanya sekali itu, ia bermimpi aneh. Pada tahun yang sama, dalam mimpinya, ia ditampakkan dengan lautan manusia berbaju serbaputih di padang luas.  “Kini saya tahu bahwa pakaian putih itu adalah kain ihram,” tuturnya.

 

Pada mimpi berikutnya, Victor tiba-tiba bisa mengucap kalimat syahadat. Meski saat hendak mengulangi kalimat itu saat terbangun, ia tak mampu.

Victor menceritakan kisah tersebut ke Ustaz Fanani, seorang tokoh agama di Masjid al-Falah yang berada dekat kantornya. “Beliau menangis dengar cerita saya, dan minta saya belajar Islam,” katanya.

Tidak menunggu lama, Victor pun belajar Islam lebih serius kepada Ustaz Fanani. Pelajaran pertama yang ia terima adalah bagaimana mengucapkan syahadat yang benar dan artinya. Ustaz Fanani sempat menanyakan, apakah dirinya sudah disunat apa belum? “Saya bilang karena saya orang Jawa, Yogyakarta, ya saya sunat,” katanya.

Setelah selesai belajar syahadat, Ustaz Fanani mengajarkan shalat dan membaca Alquran. Sedangkan pelajaran kedua ialah shalat. “Mualaf harus benar-benar diberikan bimbingan yang benar agar bisa shalat secara disiplin, teratur, dan khusyuk,” katanya.

Setelah belajar syahadat, shalat, dan membaca Alquran, tepat pada 1998 Victor masuk Islam. Sertifikat mualaf ia terima dari Masjid Sunda Kelapa, satu bulan sebelum menikah pada 2000.

 

Beberapa tahun menetap di Batam, Victor kembali ke Jakarta dengan membawa keislamannya. Ia pun aktif di berbagai majelis keagamaan. “Ikut ESQ, ikut pengajian salafi juga, sampai akhirnya kenal dengan dunia pesantren mulai dari Langitan, Nurul Haromain, Miftahul Huda sampai diajak Kiai Chalil (KH Chalil Nafis–Red)  main-main ke Sidogiri,” katanya.

Victor tak bisa sembunyi dari kenyataan. Ia memberi tahu kedua orang tuanya ihwal agama barunya tersebut. Kabar tersebut membuat kecewa keduanya. “Tapi saya bilang bahwa tanggung jawab akhirat hanya saya yang menanggungnya,” katanya.

Sejak saat itu, hingga dua bulan selanjutnya, ia memutuskan keluar dari rumah dan mengontrak tempat tinggal yang dekat dengan kediaman sang calon mertua.

Meski telah berbeda keyakinan, ayah dari Rafianda Subekti dan Dinar Daviana ini tetap menghormati kedua orang tuanya dengan tetap menjaga komunikasi. “Misalnya ketika Natalan, saya datang meski ketika Lebaran orang tua saya tidak pernah datang,” katanya.

 

Setelah menjadi Muslim, pemilik nama Islam Ahmad ini aktif di kegiatan dakwah dan beragam aktivitas keagamaan. Dia pernah bergabung dengan Gerakan Bebas Buta Alquran bersama KH Chalil Nafis.

Pengalaman itu mengantarkannya dipercaya menggawangi Program Quran On the Street di YMTV (Yusuf Mansyur TV ). “Di episode kedua, saya menjadi  host-nya juga,” katanya.

Namun, karena sibuk dengan pekerjaan barunya, di salah satu perusahaan penerbangan, kegiatan-kegiatan dakwah sementara diistirahatkan dulu. Akan tetapi, perjuangannya dalam  menyebarkan Alquran seluas-luasnya dengan Gerakan Bebas Buta Alquran masih tetap bertahan, meski dengan pola yang berbeda.

“Salah satunya, aktif di pelatihan dan distribusi Alquran gratis, tuturnya.

 

 

sumber:Republika Online

Matakin Sampaikan Keprihatinan Mendalam Atas Tragedi Kemanusiaan Rohingya

Kekerasan dan pembunuhan masih terus terjadi di Rakhine, Myanmar. Tragedi ini pun sudah seharusnya mengusik sisi kemanusiaan setiap manusia.

Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Uung Sendana, menegaskan, kalau umat manusia itu sesungguhnya bersaudara, dan itu harus jadi pegangan semua elemen. Maka itu, sebagai sesama manusia, ia mengaku, sangat merasa prihatin dengan tragedi kemanusiaan yang menimpa Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.

“Tragedi kemanusiaan di manapun, termasuk Rohingya, membawa keprihatinan mendalam,” kata Uung kepada Republika, Senin (21/11).

Uung menekankan, keprihatinan siapapun seharusnya tergugah jika melihat bagaimana manusia terlunta-lunta hidupnya tanpa ada kejelasan, seperti yang dialami warga Rohingya. Karenanya, dia merasa perlu ada penanganan serius, sehingga saudara-saudara di Rohingya bisa hidup layak sebagai manusia yang sama-sama ciptaan Tuhan YME.

Uung mengingatkan, masyarakat jangan sampai melakukan generalisasi jika ada oknum-oknum tertentu yang melakukan kekerasan memakai jubah agama, termasuk di Myanmar. Pasalnya, selalu ada oknum-oknum yang berniat memecah dan menggunakan pakaian agama untuk melancarkan aksinya, dan kadang digeneralisasi ke satu kelompok.

Untuk itu, Uung meyakini, tokoh-tokoh Buddha yang lain, baik di Myanmar maupun Indonesia, tidak akan bersikap atau melakukan tindakan kekerasan seperti yang dilakukan terhadap warga Rohingya. Dia mengingatkan, ajaran-ajaran agama sudah pasti mengajak setiap manusia untuk berbuat kebajikan, tidak akan mungkin mengajak kekerasan. “Islam, Khonghucu, Buddha, Hindu, Kristen, Protestan, semua agama itu mengajarkan cinta kasih dan keadilan,” ujar Uung.

Terkait peran Indonesia, selain pemerintah, dia menyarankan, ada upaya dari tokoh-tokoh, seperti yang dilakukan Din Syamsuddin dan (alm) Slamet Effendy Yusuf beberapa tahun lalu. Menurut Uung, penting semua elemen bangsa bisa menjaga permasalahan ini tidak menyebar, meluas, dan mengusik kerukunan umat beragama di Indonesia.

 

sumber:Republika Online

Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Rohingya?

Berakhirnya musim angin Muson di sekitar Laut Andaman menandakan dimulainya gelombang laut yang lebih tenang. Ini diprediksi berpotensi meningkatkan jumlah pengungsi Rohingya yang eksodus dari tanah kelahiran.

Mereka menggunakan perahu-perahu nelayan untuk hengkang lantara kekejaman yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar beserta kelompok teroris lokal. Tentu kita masih ingat, tahun lalu, ribuan—diperkirakan jumlahnya lebih dari 8.000 jiwa—pengungsi Rohingya terdampar di perairan Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Ketiga negara ini sempat menolak serta membiarkan mereka terombang-ambing dan “terpenjara” di lautan. Akhirnya, Indonesia dan Malaysia menerima mereka.

Itu pun setelah dunia internasional mendesak negara-negara ini agar memberikan perlindungan sementara untuk para pengungsi. Ini merupakan krisis pengungsi terburuk setelah Perang Vietnam dan juga disebut sebagai momen paling memalukan bagi negara-negara Asia Tenggara.

Dasar masalah

Permasalahan paling utama adalah krisis rasial yang dialami oleh etnis Rohingya akibat dicabutnya kewarganegaraan mereka pada 1982 oleh junta militer. Junta militer Myanmar hanya mengakui 135 etnis dan tidak mengakui Rohingya sebagai bagian dari warga negara, bahkan menuduh etnis ini sebagai imigran gelap dari Bangladesh.

Semenjak itu, hak-hak dasar etnis Rohingya tercerabut dan kehidupan mereka termarjinalkan. Kondisi ini berlangsung selama tiga dekade, hingga mulai mendapatkan perhatian dunia setelah kerusuhan yang terjadi pada 2012.

Saat itu, kelompok-kelompok teror Buddhist menyerang desa-desa Rohingya dan menyebabkan sedikitnya 200 orang tewas. Belakangan, pimpinan salah satu kelompok teror ini, biksu Ashin Wirathu, menyamakan dirinya sendiri dengan Donald Trump.

Wirathu, seperti kita tahu, juga pernah menjadi cover majalah TIMES edisi Juli 2013 dengan headline “The Face of Buddhist Terror”. Selama kebijakan apartheid ini diberlakukan, akar permasalahan di Arakan tidak akan pernah selesai.

Respons internasional

Lalu, bagaimana respons komunitas internasional terhadap krisis ini? Mungkin sebagian dari kita bertanya kritis di mana peran Asean dalam mengatasi krisis kemanusiaan di regional mereka? Asean yang berdiri atas tiga pilar utama ini—ekonomi, sosial, dan politik—seolah diam seribu bahasa.

Ini tidak lepas dari prinsip kardinal yang diyakini oleh negara-negara Asean sebagai “The ASEAN Way”: nonintervensi. Kebijakan yang berarti suatu negara tidak boleh mengintervensi urusan dalam negeri negara lain dan menghormati kedaulatan mereka.

Kebijakan ini yang akhirnya menempatkan negara lain tidak bisa melakukan apa-apa, bahkan sekadar untuk bersuara. Namun, memang justru karena kebijakan inilah regional di Asia Tenggara relatif aman dan jauh dari konflik besar antarnegara semenjak berdiri 1967.

Jamak konflik yang terjadi di ASEAN justru dimediasi oleh organisasi non-ASEAN. Di sinilah letak ambiguitas prinsip nonintervensi dalam kasus krisis kemanusiaan di Myanmar; apakah ASEAN harus turun tangan atau membiarkan pemerintah Myanmar menyelesaikannya sendiri? Atau mengundang organisasi non-ASEAN untuk menjadi mediator?

Diamnya Suu Kyi

Memasuki bulan kedelapan setelah National League for Democracy (NLD) memenangi pemilu demokratis di Myanmar pada November 2015, pemerintahan Aung San Suu Kyi pun mendapatkan banyak kritikan. Kemampuannya dalam membawa hak keadilan bagi etnis minoritas dipertanyakan.

Bahkan, banyak yang menuntut titel pemenang Nobel miliknya agar dicabut. Tentu desakan itu bukan tanpa alasan.

Karena selama ini Suu Kyi dianggap sebagai “juru selamat” yang menjadi ikon kebebasan dan demokrasi. Suu Kyi dan mayoritas politikus di Myanmar tidak ada yang menolak narasi Islamofobia yang dimunculkan oleh kelompok radikal seperti Biksu Wirathu.

Ada tiga alasan mengapa keinginan Suu Kyi untuk memperbaiki kondisi Rohingya dipertanyakan. Pertama, Suu Kyi tidak mengakui terminologi “Rohingya”. Kedua, komentar dia ketika diwawancarai oleh presenter BBC, Mishal Husein, “No-one told me I was going to be interviewed by a Muslim,” menunjukkan pandangan partisan yang dikecam banyak pihak.

Ketiga, sikap diam Suu Kyi terhadap isu Rohingya. Terakhir ia menolak militer Myanmar disebut melakukan kekerasan terhadap Rohingya pada Oktober 2016. Meski demikian, Suu Kyi telah membentuk komisi khusus yang akan memberikan rekomendasi terkait isu ini maksimum hingga 2017.

Cara menyikapi

Menyikapi krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, apakah ada yang bisa kita lakukan? Setidaknya atas nama kemanusiaan dan mencegah hal-hal yang lebih buruk lagi terjadi di dunia ini. Menurut saya, ada empat hal yang bisa kita lakukan.

Pertama, sebagai bagian dari masyarakat global kita wajib mendesak organisasi internasional seperti PBB, ASEAN, Uni Eropa, IOM (International Organization for Migration), dan sebagainya untuk aktif memberikan jaminan keadilan dan keamanan bagi etnis minoritas. Jika ASEAN, dengan prinsip nonintervensinya, menjadikan negara-negara anggota di dalamnya mandul bersuara dalam penyelesaian konflik regional, tidak ada pilihan lain selain memaksa organisasi di luar ASEAN yang lebih berpengaruh untuk menekan pemerintah Myanmar.

Sebagai contoh, banyak NGO internasional menekan PBB agar mengimplementasikan resolusi No. 70/233 terkait situasi krisis kemanusiaan di Myanmar yang sampai saat ini tidak ada realisasi yang berarti. Sebab memang perlu dukungan komunitas masyarakat global agar PBB menghasilkan resolusi yang memaksa pemerintah Myanmar mematuhi resolusi tersebut.

Negara-negara atau badan internasional juga bisa menggunakan prinsip Responsibility to Protect (R2P atau RtoP) terhadap etnis minoritas yang terancam genosida. R2P merupakan sistem baru yang diadopsi oleh PBB semenjak 2005 untuk mencegah genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusian. Di sini, peran komunitas internasional sangatlah dibutuhkan.

Kedua, mendesak pemerintahan Suu Kyi untuk segera mengambil tindakan nyata atas nama demokrasi dan kemanusiaan. Tidak dapat dimungkiri kemenangan Suu Kyi dan partainya NLD membawa harapan baru bagi etnis Rohingya. Namun, hampir setahun pemerintahannya berkuasa, belum ada kebijakan yang signifikan untuk meredam konflik di Arakan.

Ketiga, membantu melalui NGO lokal yang mengirimkan bantuan ke para pengungsi Rohingya. Sebenarnya, bantuan yang mengalir ke Rohingya hanya bersifat sementara yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan.

Tapi memang bantuan itu tetap dibutuhkan mengingat lebih dari 120 ribu orang etnis Rohingya mengungsi dan terkadang juga diblokade oleh pemerintah Myanmar. Susahnya bantuan untuk masuk ke wilayah Rakhine dirasakan oleh NGO lokal di Indonesia.

Saya pernah bekerja di Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang menurunkan personel untuk mengirimkan bantuan rutin ke pengungsi Rohingya sampai sekarang. Dan, saya tahu betul bagaimana susahnya kehidupan pengungsi di sana.

Keempat, aktif melakukan kampanye kemanusiaan agar krisis ini menjadi perhatian dunia internasional. Tidak hanya bersimpati saat ada kejadian kekerasan, namun dalam bentuk kampanye yang kontinu.

Tentu kita tidak ingin menjadi orang yang peduli musiman: bersimpati hanya kala ada berita bencana. Juga, jangan sampai kita menyebarkan berita-berita hoax yang memperunyam masalah.

 

Herri Cahyadi, Mahasiswa Doktoral Hubungan Internasional, İstanbul Üniversitesi, Turki.

sumber: Republika Online

Dilema Mendonorkan ASI dan Bank ASI dalam Islam

ISLAM membolehkan orang tua untuk menyusukan anaknya kepada wanita lain sesuai dengan kesepakatan mereka. Allah berfirman, “Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan upah menurut yang patut.” (QS. al-Baqarah: 233)

Hanya saja, ini akan memberikan konsekuensi adanya hubungan kemahraman, sebagaimana layaknya anak kandung. Dalam hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Persusuan itu menyebabkan terjadinya hubungan mahram, sama seperti mahram karena nasab.” (HR. Bukhari 2645)

Karena itu, megenai hukum donor ASI, bisa kita berikan rincian,

Pertama, donor ASI melalui bank ASI

Pendapat yang benar, donor ASI melalui bank ASI tidak diperbolehkan. Karena bisa dipastikan akan terjadi ketidak jelasan, siapa pendonor, siapa penerima. Bisa jadi si A telah minum ASI si X, namun keduanya tidak tahu. Padahal secara hukum mereka sudah menjadi mahram. Sehingga si A tidak boleh menikah dengan semua saudara sepersusuan dengannya, termasuk semua anaknya si X. Tentu saja, ini dampak negatif yang besar bagi masalah ketertiban nasab di masyarakat.

Kedua, donor ASI langsung ke penerima

Dibolehkan mendonorkan ASI langsung ke penerima, anak bayi yang membutuhkannya. Bahkan islam membolehkan untuk meminta bayaran kepada ayah si bayi, karena telah berjasa menyusui anaknya. “Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan upah menurut yang patut.” (QS. al-Baqarah: 233)

Apalagi ketika ini digratiskan maka statusnya amal soleh bagi sang ibu yang mendonorkan ASInya. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Hanya saja, sang ibu harus meminta izin kepada keluarga si bayi dan minta izin ke suaminya. Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang hukum seorang ibu menyusui anak orang lain tanpa izin suaminya, bolehkah?

Jawab beliau, “Selayaknya seorang mukminah tidak menyusui bayi milik orang, kecuali dengan izin ortunya dan suaminya. Karena bisa jadi menyusui anak orang lain bisa membahayakan anaknya sendiri. Yang lebih hati-hati, jangan sampai menyusui anak orang lain, kecuali ada izin. Kecuali jika umumnya, suaminya ridha. Atau ASInya sisa banyak, dan ada kebutuhan mendesak untuk diberikan ke anak tetanggannya. insyaaAllah tidak masalah.”

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2339856/dilema-mendonorkan-asi-dan-bank-asi-dalam-islam#sthash.jsx2XeCX.dpuf

Kedermawanan Rasulullah SAW

Sayyidina Umar bin Khattab bercerita, suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Hari berikutnya, lelaki itu datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya.

Pada keesokannya, lelaki itu datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.” Sahabat Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi di luar batas kemampuanmu.”

Namun, Rasulullah tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.”Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah SAW tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi).

Jubair bin Muth’im bertutur, ketika ia bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba orang-orang mencegat dan meminta dengan setengah memaksa sampai-sampai beliau disudutkan ke sebuah pohon berduri. Kemudian salah seorang dari mereka mengambil mantelnya. Rasulullah SAW berhenti sejenak dan berseru, ”Berikan mantelku itu! Itu untuk menutup auratku. Seandainya aku mempunyai mantel banyak (lebih dari satu), tentu akan kubagikan pada kalian.” (HR Bukhari).

Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita, suatu hari Rasulullah SAW masuk ke rumahku dengan muka pucat. Aku khawatir beliau sedang sakit. “Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begini?” tanyaku. Rasulullah menjawab, ”Aku pucat begini bukan karena sakit, melainkan karena aku ingat uang tujuh dinar yang kita dapat kemarin sampai sore ini masih berada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.” (HR Al-Haitsami dan hadistya sahih).

Siti Aisyah RA berkata, suatu hari, ketika sakit, Rasulullah SAW menyuruhku bersedekah dengan uang tujuh dinar yang disimpannya di rumah. Setelah menyuruhku bersedekah, beliau lalu pingsan. Ketika sudah siuman, Rasulullah SAW bertanya kembali: “Uang itu sudah kau sedekahkan?” “Belum, karena aku kemarin sangat sibuk,”jawabku. Rasulullah SAW bersabda, “Mengapa bisa begitu, ambil uang itu!

Begitu uang itu sudah di hadapannya, Rasulullah SAW lalu bersabda, “Bagaimana menurutmu seandainya aku tiba-tiba meninggal, sementara aku mempunyai uang yang belum kusedekahkan? Uang ini tidak akan menyelamatkan Muhammad seandainya ia meninggal sekarang, sementara ia mempunyai uang yang belum disedekahkan.” (HR Ahmad).

Beberapa kisah di atas hanyalah sekilas jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW. Kisah-kisah lainnya bagaikan gunung pasir tertinggi yang takkan pernah sanggup diimbangi oleh siapapun, termasuk para sahabat terdekatnya di masa beliau masih hidup.

Sahabat-sahabat Rasulullah hanya bisa meniru kedermawanan yang diajarkan Baginda Rasul itu, yang kemudian menambah panjang jejak sejarah kedermawanan yang dicontohkan Nabi dan para sahabatnya. Indah nian jejak-jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW, lebih indah lagi apa-apa yang dijanjikan Allah atas apa yang diberikan di jalan-Nya.

Karenanya, seluruh sahabat pada masa itu berlomba-lomba mengikuti jejak Nabi SAW dalam segala hal, termasuk tentang kedermawanan. Semoga, jejak kedermawanan itu terus terukir pada umat Muhammad hingga kini selama kita masih terus meleburkan diri pada rantai jejak indah itu, dan mengajarkannya kepada anak-anak dan penerus kehidupan ini.

 

Oleh: Aji Setiawan

sumber: Republika Online

Ini Manfaat Menjalin Silaturahmi

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia KH Cholil Nafis mengungkapkan banyak manfaat yang akan diraih umat Islam ketika saling menjaga silaturahim. Selain kebaikan dan rahmat dari Allah SWT, silaturahim juga akan mempererat hubungan antar manusia.

Kiai Cholil mengatakan menjalin dan menjaga silaturahim wajibnya hukumnya dalam Islam. “Rasulullah SAW selalu menganjurkan umatnya untuk senantiasa membangun dan menjaga silaturahim, bukan memutusnya,” kata dia kepada Republika.

Menurutnya, orang yang selalu menjaga silaturahim akan senantiasa merasakan kedamaian. “Dia akan tenang dalam hatinya, dia akan merasa nyaman dalam dirinya. Sebab tidak akan merasa punya musuh atau lainnya,” kata dia.

Selain itu, orang yang menjalin dan menjaga silaturahim, akan selalu mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah SWT. “Allah SWT akan memudahkan rezeki, dipanjangkan umurnya. Rezeki dalam hal ini bisa berupa kesehatan, peluang, pekerjaan, atau hal menggembirakan lainnya,” ujar Kiai Cholil.

Oleh sebab itu, Kiai Cholil menilai, ketika seorang Muslim mampu membangun dan menjaga silaturahim dengan baik, dia akan selalu terjaga dalam kebaikan dan kebahagiaan. Karena dengan hubungan baik peluang rezeki terbuka dan dengan hubungan baik pula hati akan senantiasa terbuka.

 

sumber: Republka Online

Tertipu Mengikuti Petunjuk Jalan Hawa Nafsu

TADI pagi dia berangkat ke kantor. Tadi siang dia meeting di puncak bukit. Malam ini ada lobby penting di sebuah tempat hiburan malam. Belum sempat duduk nyaman dan berpikiran tenang karene pekerjaannya begitu menumpuk. Rapelan tanda tangan masih tersusun tak tersentuh di meja kerja.

Kalkulator kehabisan baterai karena non stop digunakan menghitung perkalian, pembagian, penambahan dan pengurangan. Entah uangnya siapa yang dihitung dan uang untuk apa. Sementara uang untuk syarat hidup sederhana sudah lebih dari cukup. Bahagiakah orang seperti ini?

Berkali-kali diajak naik haji ditolaknya dengan alasan membuang-buang waktu produktif kerja. Berulangkali diajak umroh pun ditepisnya dengan alasan ada banyak tempat wisata lain yang lebih menguntungkan karena ada unsur bisnisnya.

Diajak aktif ke pengajian tidak pernah digubrisnya dengan alasan membaca buku dan mendengarkan pengajian di TV juga sama saja. Dimintai sumbangan sosial untuk fakir miskin dan anak yatim juga ditentangnya dengan alasan itu melawan kehendak Allah yang telah memiskinkan mereka. Berhakkah orang seperti ini mendapatkan bahagia?

Orang-orang melakukan itu semua sesungguhnya tujuannya sudah relatif benar, yakni mencari dan menuju bahagia. Hanya saja, mereka salah jalan karena tidak mengikuti petunjuk jalan yang dibuat oleh Dzat yang memperjalankan hidup, yakni Allah SWT.

Banyak yang tertipu mengikuti petunjuk jalan yang dibuat oleh nafsu yang dibungkus dengan janji dan hiasan indah. Baru tersadar dirinya tersesat saat perjalanan yang dilaluinya sudah sangat jauh.

Para psikolog banyak berkata “Saat seseorang sudah tiba di usia 50 tahun, barulah mereka tersadar bahwa bukan mereka yang punya uang, tapi uanglah yang memiliki mereka, bukan mereka yang mempekerjakan uang melainkan uang yang memperbudak mereka.”

Setelah membaca sejarah banyak orang dan mengamati tabiat kehidupan manusia, Syekh Al-Walid menyimpulkan begini: “Unik sekali kehidupan ini. Siapa yang berupaya mendapatkan kehidupan akhirat yang baik, maka menjadi baik dan bahagialah kehidupan dunianya. Siapa yang berupaya keras mendapatkan kehidupan dunia sahaja, menjadi sulit dan rumitlah kehidupan dunia dan akhiratnya.”

Pertanyaannya adalah apakah kita percaya dengan kesimpulan Syekh Walid itu? Ataukah kita punya kesimpulan yang lain? Ataukah kita masih membaca dan mempelajari kehidupan ini untuk mencari kesimpulan sendiri? Saya percaya pada kesimpulan Syekh Al-Walid. Kesimpulan itu sama dengan kesimpulan ulama-ulama lain yang semuanya saya percayai. Begitu pulalah yang secara tersirat dinyatakan al-Qur’an dan al-Hadits. Salam, AIM. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2340299/tertipu-mengikuti-petunjuk-jalan-hawa-nafsu#sthash.wbLsMGNn.dpuf

Indonesia akan Sulit Tekan Myanmar Terkait Rohingya

Dosen Hubungan Internasional di Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan akan sulit bagi Indonesia menekan Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Sehingga upaya Pemerintah Indonesia sebaiknya dilakukan secara tertutup dan sangat hati-hati.

“Membantu mungkin bisa, kalau menekan mungkin sulit. Karena kita sesama anggota ASEAN saling pengertian. Kita tidak ingin masalah dalam negeri diperburuk tekanan dari sesama anggota ASEAN,” ujar Teuku Rezasyah, Ahad (20/11).

Menurutnya, tekanan tidak bisa diberikan kepada Myanmar karena Myanmar merupakan negara baru sebagai anggota Masyarakat ASEAN yang modern. Jika mendapat tekanan, Myanmar akan merasa tidak diterima sepenuhnya di ASEAN.

Selain itu, Myanmar juga memiliki ketergantungan perekonomian yang tinggi terhadap Cina. Myanmar bisa berubah haluan seperti Kamboja dan Laos yang memiliki orientasi perekonomian ke Cina dan cenderung membawa Cina ke dalam keputusan ASEAN.

Muslim Rohingya di Myanmar berjumlah sekitar empat persen dari seluruh penduduk. Namun, mereka kesulitan berintegrasi dengan masyarakat Myanmar karena dianggap sebagai pendatang dan harus membuktikan identitas.

Etnis Rohingya juga sulit memperoleh status kewarganegaraan di Myanmar meski telah menetap di dua provinsi. Kekerasan demi kekerasan yang timbul akhirnya memaksa mereka untuk mengungsi ke sejumlah negara, termasuk ke Indonesia.

“Dengan berat hati kita bisa menerima mereka. Tapi Indonesia hanya transit, mereka punya tujuan ke negara yang ekonominya lebih baik seperti Australia,” kata Teuku Rezasyah.

Sebagai negara transit, Indonesia harus memperlakukan para pengungsi dengan baik. Meski demikian, banyak terjadi berbagai masalah yang muncul karena mereka harus dibiayai, diberikan identitas khusus, dan dilaporkan secara teratur ke UNHCR.

 

sumber: Republika Online

Rezeki dalam Rumah Tangga Milik Bersama

PERSOALAN saluran rezeki bisa menjadi problem ketika orang memandang bahwa rezeki itu hanya rezekinya, bukan rezeki keluarga. Suami yang sukses kemudian menjadi GR (gede rasa) memandang rendah isterinya yang cuma nyadong atau numpang hidup.

Sebaliknya ketika saluran rezeki berpindah melalui isteri, sang isteri juga kemudian menjadi GR, memandang sebelah mata terhadap suami. Inilah yang sering menjadi kerikil tajam meski rezeki melimpah. Padahal sebenarnya rezeki itu milik bersama, sekeluarga.

video_syiar_islam

Alhamdulillah hingga saat ini hampir segala kebutuhan dalam keluarga ini selalu terpenuhi. Dalam obrolan kala itu Ummi sedikit berceramah tentang perbedaan antara keingingan dan kebutuhan. Berbicara tentang kekuasaan Allah, tentulah Allah yang lebih mengerti tentang hamba-hamba-Nya.

Ummi juga mengingatkan untuk selalu bersyukur dan tidak menjadi orang yang kufur nikmat. Memanfaatkan pemberian (atau lebih tepatnya titipan) Allah untuk hal kebaikan jika ingin dilipatgandakan pahalanya. Menghindari segala bentuk kesia-siaan

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2329695/rezeki-dalam-rumah-tangga-milik-bersama#sthash.CrAhS0kh.dpuf

Wahai Istri! Janganlah Jadi Jurang Dosa Bagi Suami

Hasan al-Bashri berkata: “Aku datang kepada seorang pedagang kain di Mekah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan tidaklah layak beli dari orang semacam itu, lalu akupun beli dari pedagang lain.”

Dua tahun setelah itu aku berhaji dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah.Lalu aku tanya kepadanya:”Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?”Ia menjawab : “Iya benar” Aku bertanya lagi: “Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang? Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan dan bersumpah!”

Ia pun bercerita: “Dulu aku punya istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rizki, ia meremehkannya dan jika aku datang dengan rizki yang banyak ia menganggapnya sedikit.

Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata: Wahai suamiku, bertakwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku kecuali dengan yang thayyib (halal). Jika engkau datang dengan sedikit rezeki, aku akan menganggapnya banyak, dan jika kau tidak dapat apa-apa aku akan membantumu memintal (kain). “Masya AllahMilikilah sifat Qanaah -suka menerima-/jiwa selalu merasa cukup. Biasanya wanita (istri) sering terjenak pada keinginanmu untuk terlihat cantik dengan pakaian yang serba mahal. Janganlah menjadi jurang dosa bagi suamimu.

Wanita saleh akan mendorong suaminya kepada kebaikan, ketaatan sedangkan wanita kufur akan menjadi pendorong bagi suaminya untuk berbuat dosa,kemakshiatan. Cukupkan diri dengan yang halal dan baik. Ukuran Rezeki itu terletak pada keberkahannya, bukan pada jumlahnya.[]

Sumber :smstauhid; Kitab al-Mujaalasah wa Jawaahirul Ilm karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2339914/wahai-istri-janganlah-jadi-jurang-dosa-bagi-suami#sthash.ULhQmqvV.dpuf