Total Jamaah Meninggal pada Musim Haji 2018 Sebanyak 385 Orang

Seluruh jamaah haji Indonesia telah meninggalkan Tanah Suci pada Selasa, (25/9/2018). Secara resmi pemulangan mereka dilepas oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Arab Saudi.

Jamaah yang terakhir pulang yakni dari Kloter 63 JKG Banten sebanyak 381 penumpang yang terdiri dari jamaah dan lima petugas pendamping kloter. Sebelumnya pemulangan gelombang pertama dari Bandara Jeddah yang dimulai pada 27 Agustus hingga 9 September lalu, sebanyak 218 kloter yang mengangkut 88.944. Rinciannya, jamaah haji sebanyak 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang.

Sedangkan untuk gelombang kedua, sejak pemulangan awal dari Bandara Madinah pada 9 September lalu, telah kembali ke Tanah Air sebanyak 488 kloter. Terdiri 195.884 jamaah bersama 2.439 petugas yang menyertai jamaah sehingga total keseluruhan gelombang dua yang telah kembali 198.323 orang.

Sementara itu, dari keseluruhan jamaah yang diberangkatkan ke Tanah Suci sejak 17 Juli 2018, tercatat total jamaah Indonesia yang meninggal dunia pada musim haji tahun 2018 ini sebanyak 385 orang. Terdiri dari 363 haji reguler dan 22 haji khusus.

Dari angka tersebut, jamaah yang meninggal di Makkah berjumlah 265, Madinah 75, Arafah 8, dan Mina 24.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kesehatan Untung Suseno menyatakan, bersyukur penyelenggaraan haji 2018 berjalan sukses. Hal itu ditandai dari hasil evaluasi angka kematian jamaah menurun dari tahun-tahun sebelumnya.

“Alhamdulillah hasil evaluasi memang menunjukkan angka-angka yang lumayan baik. Kalau dihitung specific death rate-nya malah ini yang paling rendah,” kata Untung di KKHI Madinah.

Untung mengatakan, kalau dilihat dari jumlah kematian saja angkanya hampir sama dengan dua tahun lalu, padahal saat itu jumlah jamaahnya 160 ribu orang sedangkan saat ini 221 ribu.

Jadi menurutnya, bahwa perbaikan sistem dan perbaikan sarana prasarana berhasil menurunkan angka kematian. Untung menjelaskan, penyebab kematian yang paling tinggi tahun ini bukan penyakit jantung, tapi paru-paru.

Menurut catatan Siskohat Dirjen PHU Kementerian Agama, pada 2016 jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Jumlah itu setara dengan 0,20 persen dri total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Tahun 2018 ini, total jamaah meninggal sebanyak 381 jamaah wafat. Jumlah itu setara 0,18 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat tahun ini. Merujuk prosentase tersebut, kematian jamaah tahun ini secara proporsional memang masih lebih sedikit ketimbang dua tahun lalu.

OKEZONE

Visa Umrah Gunakan Biometrik, Calon Jemaah Umrah Datangi Kemenag

Jakarta (PHU)—Sejumlah orang yang mengatasnamakan Jemaah Umrah dan Masyarakat (Jumrat) mendatangi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Kedatangan perwakilan Jumrat itu langsung disambut Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim di Ruang Sidang Ditjen PHU lantai 5 Gedung Kemenag Jakarta. Rabu (03/10)

Menurut perwakilan dari Jumrat, Fuad Hasan Mahsyur, tujuan pihaknya beraudiensi dengan Ditjen PHU Kemenag adalah untuk mempertanyakan kejelasan kebijakan VFS (Visa Fasilitating Service) Tasheel dalam pemberlakuan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan pengurusan visa bagi jemaah umrah.

“Tujuan kita ke Kemenag terkait kebijakan VFS Tasheel dalam pemberlakuan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan pengurusan visa bagi jemaah umrah,” kata Fuad.

Fuad meminta Kemenag untuk melakukan peninjauan kembali kebijakan tersebut karena akan menyulitkan masyarakat atau calon jemaah umrah, karena setiap jemaah harus melakukan rekam biometrik sebelum mengurus visa dan tempat untuk rekam biometrik itu rencananya hanya berpusat pada 34 Ibukota Provinsi.

“Kebijakan tersebut saya kira sangat menyulitkan masyarakat atau calon jemaah umrah dimana setiap jemaah harus melakukan rekam biometric sebelum mengurus visa,” ujarnya

“Apalagi nantinya akan tersedia hanya di Ibukota Provinsi saja, kasihan mereka yang tinggal di pelosok-pelosok daerah, Apalagi kebanyakan dari calon jemaah umrah didominasi usia yang tergolong tidak muda lagi” sambung Fuad.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan legalitas VFS Tasheel terkait kerjasama diplomatik dengan Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri.

Sementara itu, Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim Arfi menyambut baik pertemuan ini, menurutnya, Kemenag sampai saat ini Kemenag belum dilibatkan sama sekali terkait pemberlakuan rekan biometric yang dilakukan VFS Tsheel kepada calon jemaah umrah. Pihaknya juga berjanji akan mengagendakan masalah ini dan akan mencari jalan keluarnya.

“Kami tidak pernah diajak bicara sama sekali, kami tidak tahu menahu oleh karena itu kenapa kami tidak ada pernyataan yang disampaikan, secara teknis harusnya pihak VFS Tasheel berkoordinasi terkait hal ini, kami terima apa yang kawan-kawan sampaikan atas nama masyarakat dan jemaah umrah, kami dan pihak-pihak yang terkait akan mengagendakan masalah ini dalam waktu dekat”, kata Arfi.

Lebih lanjut dia juga menyampaikan, pihaknya masih akan mempelajari mekanisme penerapan biometrik ini dengan pihak-pihak yang terkait, apakah nantinya akan dibangun di Kantor Kabupaten/Kota sampai dengan Kecamatan, karena untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Menag Lukman Hakim Saifuddin mengakui dirinya belum menerima surat resmi dari Kedutaan Besar Arab Saudi terkait regulasi dan ketentuan terbaru itu, karena menurutnya ibadah umrah baru saja di buka.

“Kita belum mendapatkan informasi resmi hitam diatas putih secara tertulis atau melalui email atau apa yang terkait dengan regulasi baru ketentuan baru itu jadi kita belum bisa menyikapi tentang hal ini,” kata Menag usai membuka Rapat Kerja Nasional Evaluasi Haji di Jakarta. Selasa (02/10).

VFS Tasheel merupakan penyedia resmi layanan visa dari Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, VFS Tasheel mengumumkan telah meluncurkan layanan biometrik visa untuk jemaah umrah di Indonesia termasuk sidik jari, rekam wajah serta pengurusan paspor.(nit/ha)

Hati-hati, Ucapan Bisa Pengaruhi Datangnya Bencana

LIDAH adalah juru bicara hati dan kata-kata adalah pengungkap niat, maka orang-orang beriman diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala untuk selalu menjaga perkataannya, kapan dan di mana pun mereka berada.

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (al-Ahzab: 70).

Dalam situasi apa pun, ada ungkapan-ungkapan baik yang diajarkan oleh Islam kepada orang-orang Mukmin. Misalnya, ketika bencana terjadi, musibah datang, dan malapetaka menimpa, maka hendaklah kita mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilahi rodjiun Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah, dan sesungguhnya kita kepada-Nya akan kembali.”

Ketika rasa takut datang menghantui, atau datang suatu berita yang mengagetkan, maka hendaklah kita mengucapkan, “Hasbunallahu wa nimal wakil Cukuplah Allah menjadi pelindung kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”

Jika tidak sanggup memikul suatu beban, atau melaksanakan suatu pekerjaan, maka hendaklah kita mengucapkan, “La haula wa la quwwata illa billah Tiada daya dan tiada upaya melainkan dengan izin Allah.”

Sementara orang-orang yang penuh keraguan dan kemunafikan, memiliki kata-kata yang rendah, serendah perasaan mereka. Dan lemah, selemah pendirian mereka. Misalnya, ketika terjadi kekalahan pada pasukan kaum Muslim dalam satu peperangan, mereka berkata, “Kalau mereka tetap bersama-sama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh,” (Ali `Imran:156). Atau perkataan mereka yang berbunyi, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya,” (al-Ahzab: 12), dan perkataan-perkataan rendah lainnya yang seumpama dengan itu.

Ketika anak-anak Nabi Yaqub as minta izin membawa Yusuf ikut mereka bermain, beliau khawatir mereka menyakiti Yusuf. Padahal, seharusnya beliau bertawakkal dan memasrahkan segala urusan kepada Allah, atau beliau bisa melarang mereka membawa Yusuf, toh Yusuf masih ada di sisinya. Tapi, karena sayang anak, beliau berkata kepada mereka, “Aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala.” (Yusuf: 13). Dengan demikian, ia membuka peluang bagi mereka untuk melakukan kesalahan dan memberitahukan caranya. Karena itu, mereka pun pulang dengan mengatakan, “Ia dimakan serigala.” (Yusuf: 17).

Ketika Nabi Yusuf as diajak melakukan perbuatan keji , beliau berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (Yusuf: 33). Sebagian ahli ilmu mengatakan, “Seharusnya, beliau mengatakan, pengampunan dan keselamatan lebih aku sukai daripada penjara.” Karena perkataan itu, Nabi Yusuf pun dipenjara.

Di dalam gelapnya penjara dan sempitnya sel kurungan, beliau berkata kepada sahabatnya yang akan dibebaskan, “Ceritakanlah keadaanku kepada tuanmu.” (Yusuf: 42). Maksudnya, kepada raja. Padahal, Allah lebih dekat untuk dijadikan tempat pengaduan. Karena itu, jawaban Tuhan adalah, “Karena itu, ia tetap di dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (Yusuf: 42).

Firaun, sang tiran, berkata, “Sungai-sungai ini mengalir di bawahku.” (az-Zukhruf: 51). Maka, Allah membalasnya dengan mengalirkan sungai itu di atasnya, sehingga ia terbenam dan tenggelam.

Seorang munafik yang selalu membangkang berkata, “Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang, dan Allah telah mengunci hati mereka, maka mereka tidak mengetahui akibat perbuatan mereka.” (at-Taubah: 93). Maka, datanglah izin Tuhan, “Ketahuilah, mereka telah terjatuh ke dalam fitnah.” (at-Taubah: 49).

Ucapan dapat mempengaruhi datangnya bencana. Karena itu, waspada dalam berbicara wajib hukumnya seperti wajibnya waspada dalam berbuat. Mewaspadai kata-kata juga sangat penting seperti pentingnya mewaspadai perbuatan.

Di dalam kitab Buzrjemher dikisahkan tentang seorang pemburu mencari burung merpati di hutan. Setelah sekian lama mencari dan tidak juga menemukannya, ia putus asa dan berniat pergi. Pada saat itu, sang merpati, yang merasa sudah selamat, mulai berkicau. Maka, pemburu itu pun berbalik menangkapnya.

Banyak kepala yang celaka karena pemiliknya mengatakan kalimat yang tidak berguna. Banyak leher yang tertebas karena pemiliknya salah lidah yang tidak dapat dibenarkan oleh al-Khalil maupun Sibawaih. Bukankah manusia masuk neraka juga disebabkan oleh lidah mereka? “Tiada satu ucapan pun yang terucap melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18). []

Sumber : Dr. Aid Abdullah al-Qarni, Silakan Terpesona

Sombong Hambat Hidayah

RASULULLAH Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan dalam sebuah hadits bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan.

Beliau Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim, no.91).

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Al Quran dan hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Taala, berupa Al Quran dan hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran.

Lihatlah iblis laanahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Taala berfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Firaun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhaanahu wa Taala.

Dan Subhaanallah dalam hadits ini seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahualaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Allah itu indah dan mencintai keindahan”.

Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Allah karena menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa taala. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Akan tetapi kesombongan itu ketika seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik karena orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam masalah ilmu dan amalan shalih. Saudaraku, dalam hadits lain Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “cukuplah bagi seseorang itu keburukan, ia menganggap remeh Muslim yang lain” (HR. Muslim, no.2564).

Terkadang misalnya kita orang yang memiliki kekayaan, dan punya kelebihan. Ketika kita melihat orang miskin yang tidak punya kekayaan, kita pandang dia dengan pandangan yang remeh sekali. Ini lah bentuk meremehkan orang. Atau misalnya orang yang memiliki kedudukan, mungkin Bupati, presiden, atau camat, ketika melihat orang biasa atau rakyat jelata ia merasa dirinya punya kelebihan, lalu ia pun bersombong diri.

Atau misalnya kita diberi kelebihan berupa amalan shalih, terkadang ketika melihat orang yang amalan shalihnya kurang, kita merasa memiliki kelebihan dan melecehkan dia. Terkadang juga kita merasa punya kelebihan ilmu, punya titel yang tinggi, ketika melihat orang yang lebih rendah titelnya, dalam diri kita terasa ada sesuatu perasaan lebih baik dari dia. Inilah sebenarnya benih-benih kesombongan.

Terlebih ketika ada orang yang menasehati kita adalah orang yang lebih muda dari kita atau orang yang tidak lebih berilmu dari kita. Terkadang kesombongan dan keangkuhan muncul di hati kita sehingga kita enggan untuk menerima nasehat-nasehatnya. Ini juga merupakan fenomena kesombongan. Dan bukankah seorang Mukmin yang sejati itu senantiasa menerima nasehat? Allah Taala berfirman (yang artinya): “Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).

Dan subhaanallah, ini sangat menakutkan sekali. Karena Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Hanya sebesar biji sawi dari kesombongan, ternyata menyebabkan kita tidak masuk surga.

Ikhwati fillah rahimaniy wa rahimakumullah, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari bahwa apa yang Allah berikan kepada kita berupa kelebihan-kelebihan baik itu kekayaan, kedudukan, hakikatnya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa taala. Orang kaya hendaknya sadar, kekayaan itu datangnya dari Allah. Orang yang mempunyai kedudukan hendaknya sadar, bahwa kedudukan itu adalah amanah di sisi Allah yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Bukan untuk disombongkan sama sekali.

Orang yang berilmu segera sadar bahwa ilmunya itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menjadikan ia lebih tawadhu dan lebih takut kepada Allah Subhanahu wa Taala. Orang yang beramal shalih, banyaknya amal shalih, bukan untuk dibanggakan dan disombongkan. Akan tetapi untuk membuat ia lebih dekat kepada Allah.

Maka, saudaraku aazzaniyallah waiyyakum, orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Bahwa dia hakikatnya adalah seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Allah taala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Kalian adalah fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).

Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana pemberian Allah kepada kita dan kekuasaan Allah yang berikan kepada kita. Allah Subhanahu wa Taala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Allah menciptakan tubuh kita dengan bentuk yang indah, Allah Subhanahu wa Taala sediakan bagi kita berbagai macam harta dan kebutuhan, jika seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu (rendah hati).

Dan tawadhu itu adalah akhlak yang sangat agung. Allah Taala berfirman (yang artinya): “Ibadurrahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63). Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Allah akan meninggikannya derajatnya” (HR. Muslim, no.2588).

Bahkan manusia sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi ketika kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Allah mengadzabnya sekonyong-konyong, itu adalah orang yang Allah jadikan kecintaan kepada dia di hati-hati para hamba karena sikap tawadhu-nya tersebut.

Maka dari itu saudaraku, jika kita diberi Allah Subhanahu wa Taala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Allah Subhanahu wa Taala memberikan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal shalih, segera periksa hati kita jangan sampai itu menimbulkan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga. [Ustaz Badrusalam, Lc.]

Khutbah Terakhir Rasulullah Dihadiri Para Malaikat

ABU Hurairah dan Ibnu Abbas menceritakan khutbah terakhir Nabi saw yang menyayat hati:

Sebelum wafat, Rasulullah berkhutbah di hadapan kami. Inilah khutbah terakhir yang beliau sampaikan di Madinah.

Ia memberikan nasihat yang menumpahkan air mata kami, menggetarkan hati kami dan mengguncangkan dada kami.

Ia memerintahkan Bilal untuk menyerukan salat jemaah. Selepasnya, ia pun naik ke mimbar.”Hai manusia, mendekatlah dan lapangkanlah tempat bagi orang-orang di belakang kamu,” kata Rasulullah.

Ketika orang-orang melihat ke belakang sudah lapang, Nabi masih menyuruh sahabat untuk melapangkan tempat. Seorang sahabat penasaran dan bertanya, “Kepada siapa lagi kami harus melapangkan tempat ya Rasulullah?”

“Kepada para malaikat,” jawab Nabi.

 

INILAH MOZAIK

Etika Berbeda Pendapat yang Banyak Dilalaikan

KALAU semua orang yang berbeda pendapat dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sesat, begitu banyaknya orang yang Anda putuskan dan tetapkan untuk masuk neraka. Pertanyaannya adalah “Anda itu siapa kok berani-berani menempati posisi Allah sebagai penentu dan pemutus akhir setiap perilaku makhluknya?”

Kalau semua orang yang tidak satu paham dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sebagai musuh, betapa banyak musuh Anda di dunia ini karena jumlah yang berbeda dengan Anda jauh lebih banyak ketimbang jumlah Anda. Bukalah mata dan telinga untuk melihat dan mendengar berita dunia, Anda akan tahu bahwa banyak sekali orang yang bukan saja tidak sepaham dengan Anda tapi juga tidak paham tentang paham Anda.

Kalau semua orang yang tidak sejalan dengan Anda kemudian Anda nyatakan sebagai orang yang suka mengada-ada, betapa banyaknya orang yang Anda lecehkan kemuliaan dan harga dirinya. Di antara mereka yang tidak sejalan dengan Anda sangatlah banyak yang belajar agama jauh lebih lama dan lebih detail ketimbang Anda, yang melayani masyarakat jauh lebih tulus dan sayang ketimbang Anda, yang menghabiskan setiap detiknya beribadah lebih ketimbang Anda.

Rendah hatilah, sopan santunlah, hilangkan egoisme dan kebencian. Yang paling berbahaya dalam pola hubungan keberagamaan adalah kebodohan yang berselingkuh dengan emosi temperamental karena perselingkuhan ini akan melahirkan keangkuhan yang merusak. Jalan menuju surga adalah jalan cinta bukan jalan kebencian, jalan kejujuran bukan kebohongan, jalan keikhlasan bukan jalan pamer diri. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

 

 

Survei Kemenag: 94 Persen Jamaah Puas Terhadap Layanan Haji 2018

Sebanyak 94 persen jamaah merasa puas terhadap layanan haji tahun ini. Hal ini merupakan hasil survei Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI. Menggunakan kuesioner yang melibatkan 720 responden di Madinah; 700 responden di Makkah dan 700 responden saat fase Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).

Sekretaris Itjen Muhammad Tambrin menegaskan hal tersebut saat tampil sebagai narasumber dalam kegiatan Evaluasi Pelayanan Akomodasi, Konsumsi dan Transportasi Darat Jamaah Haji di Arab Saudi 1439 H/2018 M, di Grand Aston Hotel Yogyakarta.

Kegiatan yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) ini akan berlangsung hingga Ahad (30/09). Diikuti 86 orang, terdiri dari Kepala Bidang PHU se-Indonesia, pejabat dan staf Ditjen PHU dan mantan Kasektor Makkah-Madinah. Sore sebelumnya, kegiatan dibuka Dirjen PHU Prof. Nizar Ali.

Menurut Tambrin, penelitian tingkat kepuasan jamaah atas layanan haji yang dilakukan pihaknya menggunakan tabulasi Model Isaaq dan Michael. “Tingkat margin error-nya hanya satu persen, jadi hasil tersebut menunjukkan signifikansi peningkatan pelayanan yang luar biasa,” tandasnya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Tambrin merinci survei Itjen didahului dengan Analisis Data (regulasi) dan Dokumen (kontrak); realita di lapangan dan kepuasan yang dirasakan jemaah atas pelbagai layanan yang diterima. “Kita semua sadar bahwa layanan haji merupakan ikon Kemenag, ketika nilai yang diraih memuaskan maka citra yang didapat Kemenag sangat positif,” sambungnya.

Menurutnya, dalam segi layanan akomodasi di Makkah, 97 persen jemaah menyatakan puas. “Sementara di Madinah 75 persen jemaah merasa puas, 22 persen menyatakan tidak puas dan 3 persen menjawab tidak tahu,” ungkapnya. Hasil sangat positif diraih layanan katering. “Baik di Makkah maupun Madinah sebanyak 98 persen jemaah menyatakan puas,” ungkap Tambrin.

Sementara yang perlu digenjot menurutnya adalah layanan bus salat lima waktu (salawat). “Tingkat kepuasan jemaah 70 persen dan 25 persen menyatakan tidak puas serta 5 persen menjawab tidak tahu,” jelas Tambrin. Menurutnya, perlu perbaikan layanan bus salawat. “Seperti persoalan AC, ketepatan waktu ataupun dugaan sopir mangkir terutama saat shift malam,” terang Tambrin.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti dominasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). “Dominasi KBIH tidak boleh terjadi agar jamaah lainnya tidak merasa termarginalkan,” sambung Tambrin. Ia juga mengingatkan manasik di KUA jangan hanya seremonial saja. “Buktikan hasil manasik dengan ibadah khusyuk, terutama saat di Arafah, jamaah harus lebih menjaga kekhidmatan ibadah,” jelasnya.

Terlepas dari itu, Tambrin menggarisbawahi keteladan yang ditunjukkan Menteri Agama ternyata sangat diapresiasi jemaah. “Suatu teladan kesederhanaan yang ditampilkan Menag dan delegasi Amirul Hajj saat tinggal di wisma haji yang setara hotel bintang II sangat diapresiasi jamaah,” tuturnya.

Sementara Kakanwil Kemenag DIY Muhammad Lutfi Hamid yang turut hadir menjadi narasumber bercerita tak sedikit jamaah yang terharu menangis bahagia karena pelayanan haji menurut mereka sangat baik sekali.

“Tolong sampaikan salam kami kepada Bapak Menag dan Bapak Dirjen serta seluruh jajarannya terima kasih atas pelayanan yang diberikan, kami merasa layanan yang ada sangat-sangat baik sekali,” ungkap Kakanwil menirukan sejumlah jemaah yang ditemuinya saat fase kepulangan kemarin.

Namun Lutfi memberikan catatan perihal keterlambatan pemberian buku manasik haji bagi jamaah. “Buku Manasik Haji belum bisa diberikan saat pelunasan, bahkan baru diberikan ketika jemaah tiba di embarkasi,” kata Lutfi.

Keterlambatan seperti ini tentu membuat tidak nyaman. “Kami berharap kedepan keterlambatan semacam ini tidak terjadi lagi,” pungkas Kakanwil yang sempat diganjar penghargaan sebagai Kanwil Paling Inovatif saat Rapat Kerja Nasional Kemenag awal tahun ini.

OKEZONE

Al-Qur’an Pernah Menceritakan Kisah Tanah dan Bangunan yang Tertelan Bumi

SETELAH gempa 7,4 SR dan tsunami yang mengerikan. Tiba-tiba saja di sebagian wilayah, tanah yang tadinya keras, jadi bergerak, amblas dan mengalir seperti lumpur hidup. Rumah, pepohonan dan bangunan lainnya terseret tanah.

Satu kampung di kelurahan Petobo, Kota Palu, dikabarkan lenyap ditelan tanah. Begitu juga kabar dari Desa Joonoge, Biromaru, Kabupaten Sigi.

Analisis awal fenomena ini adalah karena likuifaksi atau pencairan tanah (bahasa Inggris: soil liquefaction). Likuifaksi disebabkan guncangan gempa dan kondisi material geologi yang ada di tanah juga ikut mempengaruhi. Ketika guncangan terjadi, tanah menjadi cair karena material air yang  tinggi.

Dalam volume air yang besar tanah menjadi gembur. Akibatnya, perumahan dan pohon, itu berjalan pelan-pelan sampai akhirnya amblas dan tertimbun oleh lumpur.

Dengan kata lain, likuifaksi merupakan proses keluarnya lumpur dari lapisan tanah akibat guncangan gempa dan menyebabkan lapisan tanah yang awalnya kompak, bercampur dengan air menjadi lumpur. Kekuatan tanah yang berkurang mengakibatkan bangunan di  atasnya hancur.

Dalam mekanika tanah , istilah “pencairan tanah” pertama kali digunakan oleh Allen Hazen, mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Dia menggambarkan mekanisme pencairan aliran bendungan tanggul sebagai:

“Jika tekanan air di pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, itu akan memiliki efek menahan partikel-partikel terpisah dan menghasilkan kondisi yang praktis setara dengan ‘‘pasir hisap’’ … gerakan awal dari beberapa bagian dari material mungkin menghasilkan tekanan yang terakumulasi, pertama pada satu titik, dan kemudian pada yang lain, berturut-turut, karena titik awal konsentrasi telah dicairkan.” [Hazen, A. (1920). Transactions of the American Society of Civil Engineers. 83: 1717–1745].

‘‘Pasir hisap’’ terbentuk ketika air menjenuhkan area pasir yang longgar dan pasir menjadi gelisah. Ketika air yang terperangkap di dalam tumpukan pasir tidak dapat melarikan diri, ia menciptakan tanah cair yang tidak dapat lagi menahan gaya. ‘pasir hisap’ dapat dibentuk dengan berdiri atau (ke atas) mengalir air bawah tanah (seperti dari mata air bawah tanah), atau oleh gempa bumi. Dalam kasus mengalirnya air bawah tanah, kekuatan aliran air menentang gaya gravitasi, menyebabkan butiran pasir menjadi lebih ringan. Dalam kasus gempa bumi, kekuatan goncangan dapat meningkatkan tekanan air tanah dangkal, mencairkan pasir dan endapan lumpur. Dalam kedua kasus, permukaan yang dicairkan kehilangan kekuatan, menyebabkan bangunan atau benda lain di permukaan itu tenggelam atau jatuh.

Beberapa Negara yang pernah mengalami nasib serupa adalah; Gempa Niigata di Jepang.

Gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Niigata, Jepang pada 16 Juni 1964 ini, menyebabkan pencairan tanah di sebagian besar kota. Selain bangunan yang hancur akibat likuifaksi di sisi Sungai Shinano, ada juga kerusakan yang luas di dekat Bandara Niigata. Pipa-pipa dari tangki bensin milik Showa Shell Sekiyu di antara bandara dan pelabuhan, juga rusak karena goncangan. Sedikitnya 36 orang tewas dan 3.534 bangunan hancur.

Kasus likuifkasi dalam gempa Alaska, AS tahun 1964. Gempa megathrust berkekuatan 9,2 SR  memicu tsunami besar yang memporak-porandakan kawasan pesisir di Shoup Bay.  Lapisan tanah mencair menyebabkan bangunan-roboh dan ambles. Sedikitnya 139 orang tewas dalam kejadian ini.

Selain itu juga pernah terjadi di Tangshan China, 28 Juli 1976, Gempa Loma Prieta, San Fransisco, AS, 17 Oktober 1989. Gempa ini terjadi akibat pergeseran sesar San Andreas.  Juga pada Gempa Christchuch, Selandia Baru,  pada 22 Februari 2011 pukul 12.51 waktu setempat. Episentrum gempa sekitar 2 km sisi barat kota kecil Lyttelton dengan kedalaman 5 km. Gempa Bumi ini menimbulkan kerusakan besar, terutama di Christchurch, kota terdekat dari episentrum gempa sekaligus kota terbesar kedua di Selandia Baru.

Tanah dan Bangunan Tenggelam dalam al-Quran

Bila fenomena likuifaksi atau tanah menjadi lumpur hidup yang menyedot semua yang ada di atasnya ini ramai diperbincangkan di khalayak ramai saat ini, bukanlah fenomena alam yang baru. Ternyata dalam Al-Qur’an, ada peringatan bencana yang dijelaskan selain gempa bumi, banjir, angin kencang dan bencana lainnya.

Al-Qur’an juga menjelaskan secara jelas fenomena bencana pergerakan tanah amblas yang menenggalamkan semua yang ada di atasnya atau sederhananya; ditenggelamkan bumi.

Hanya saja, ayat yang mengaitkan fenomena alam ini pernah dikutip al-Quran dalam kisah Nabi Luth yang dijelaskan dalam Surat Al-Syua’araa: 160, An-Naml: 4, Al-Hijr: 67, Al-Furqon: 38, Qaf: 12, menceritakan tentang kaumnya yang menyimpang, yaitu hanya mau kawin dengan pasanga sesama jenis (homoseksual dan lesbian).

Kendati sudah diberi peringatan, mereka urung bertobat. Allah akhirnya memberikan azab kepada mereka berupa gempa bumi disertai angin kencang dan hujan batu sehingga hancurlah rumah-rumah mereka. Dan, kaum Nabi Luth Allah tenggelamkan ke dalam bumi bersama reruntuhan rumah-rumah mereka sendiri.

Kemudian kisah Qorun yang Allah jelaskan QS Al-Qashash: 81. Al-Qur’an menjelaskan, karena sombong dan ingkar, Qorun yang merupakan kaum Nabi Musa, Allah hancurkan beserta semua harta-hartanya dengan menenggelamkannya kedalam bumi.

لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ ، فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ ، فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ

“Sungguh mereka terombang-ambing dalam kemabukan mereka (kesesatan). Maka mereka dibinasakan oleh suara keras ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari sijjil.” (QS. Al-Hijr [15]: 72-74).

فَخَسَفْنَا بِوِ وَبِدَارِهِ الَْْرْضَ فَمَا كَافَ لَوُ مِنْ فِئَةٍ يَػنْصُرُونَوُ مِنْ دُوفِ اللَّوِ وَمَا كَافَ مِنَ الْمُ نْتَصِرِينَ

Artinya, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS: Al-Qashash, 81).

Al-Quran juga menjelaskan bahwa sesungguhnya gunung-gunung bukan diam, tetapi ia bergerak.

Tanda-tanda ini seharunya  dikaji dan sebagai bahan renungan bersama. Sebab tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan  pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab  Al-Quran.

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَن يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS: Al-hadiid [57]: 22-24)

Semoga musibah gempa alam dan tanda-tanda alam yang disampaikan dalam ayat al-Quran bisa menjadi muhasabah kita semua. Bagi yang mendapat ujian, kita doakan agar tetap bersabar. Bagi kita yang tidak terkena dampaknya, semoga kita semakain peka dan peduli.*/Rofi Munawar,  dari berbagai sumber

HIDAYATULLAH

Terapi Musibah

Terdapat ungkapan menarik yang tentunya telah mafhum, ad-dunya daar al-imtihan, dunia adalah arena ujian. Iman sejati justru berada dalam ujian. Lantas, mendidik nurani berbisik sebagaimana sajak Rendra, … hari ini dan esok, langit di luar langit di dalam, bencana dan keberuntungan sama saja.

Pesan moral dari sajak tersebut semestinya yang hadir dalam diri adalah kepasrahan yang tulus. Sebab, boleh jadi gelapnya musibah yang datang barangkali dapat memberikan pijar yang lebih terang dalam hidup.

Musibah hendaknya ditengarai sebagai jembatan yang mendatangkan keridhaan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, Bahwasanya pahala itu ber gantung pada besarnya ujian bala, dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, maka kaum itu diuji nya terlebih dahulu, maka barang sia pa yang ridha mendapatkan ujian itu, maka mendapatkan keridhaan Allah, dan barang siapa yang benci, maka kemurkaan Allah baginya. (HR Tirmidzi).

Seseorang yang dirundung musibah, pada umumnya jiwa dan mental hidupnya menjadi rapuh. Oleh karena itu, maka tidak ada jalan lain bagi seorang Muslim selain mengembalikan semua peristiwa kepada Allah sebagai sebuah takdir dari-Nya. Sebagaimana ungkapan yang sering kita serukan, innalillahi wainnailaihiraaji’un.

Secara eksplisit, sesungguhnya Allah telah memberikan terapi khusus bagi mukmin saat ditimpa musibah, sebagaimana firman-Nya, Hai orang- orang yang beriman, mintalah (pertolongan) kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS al-Baqarah [2]:153).

Pertama, sabar dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan secara arif bijaksana. Seorang mukmin sejatinya menyadari bahwa hidup ini dan segalanya adalah hak mutlak Allah. Apa yang dimiliki, baik harta benda dan materi apa pun, hanyalah hak sekadar meminjam dari-Nya. Itu semua pada saatnya harus dikembalikan kepada-Nya. Bila semua yang kita miliki bukan milik kita, mengapa kita harus menangisi dan meratapi ketika semuanya lenyap dan hilang dari sisi kehidupam kita.

Sabar merupakan poros dan asas segala kemuliaan akhlak. Saat seseorang menaiki menara kebaikan dan keutamaan, maka sabar menjadi pondasinya. Zuhud, misalnya, merupakan bentuk sabar untuk tidak berfoya-foya meski di saat yang sama hidupnya bergelimang materi dan kekayaan. Qanaah atau merasa cukup dengan yang ada merupakan bentuk sabar dari segala keterbatasan yang ada walaupun di saat yang sama musibah menerpanya.

Kedua, shalat, secara generik berarti berdoa. Tipologi mukmin sejati, ia tidak pernah melepaskan segenap usahanya dengan berdoa yang terangkum indah dalam rangkaian shalat. Melepaskan diri dari belenggu musibah akan terasa indah manakala seseorang memasrahkan segala kehidupannya dalam untaian doa.

Shalat adalah serangkaian doa yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat juga merupakan representasi mikraj seorang mukmin dengan Allah SWT. Shalat adalah dialog istimewa dengan sang Khaliq. Melalui shalat, seorang mukmin dapat mencurahkan segala keluh kesahnya kepada sang pemilik kehidupan dan memohon pertolongan-Nya.

Tidak kurang lafal ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’indibaca 17 kali sehari-semalam dalam ritus shalat. Hanya Allah SWT satu-satunya yang berhak disembah dan sebaik- baiknya penolong dalam kehidupan.Shalat tidak hanya dipandang sebagai ungkapan rasa syukur saat mendapatkan rezeki yang berlimpah.

Shalat juga merupakan sarana memperingan penderitaan manakala beban hidup semakin berat. Di saat manusia dibelenggu rasa cemas, maka shalatlah yang membebaskannya. Pun di saat manusia diterpa musibah, maka shalat menjadi sumber tenaga, energi yang akan menguatkan diri dan imannya.

Orang yang dapat mengambil hikmah atas semua musibah, maka sejatinya dia adalah manusia yang tercerahkan.

Orang mukmin adalah orang yang tidak emosional saat mendapatkan musibah, pun tidak sombong tatkala mendapatkan anugerah. Tidak melekat pada kebahagiaan, tidak juga menolak pada kesedihan. Persis seperti bunga padma, di air tidak basah, di lumpur tidak kotor. Wallahua’lam.

OLEH AHMAD AGUS FITRIAWAN

 

Belajar Hidup Sehat dari Nabi SAW

Seorang dokter ahli bedah usus asal Jepang, Hiromi Shinya, tak henti-hentinya menekankan pentingnya kesehatan lambung dan usus. Hasil penelitiannya menunjukkan, jika sistem pencernaan seseorang bersih, orang itu dapat melawan jenis penyakit apa pun dengan mudah.

Sebaliknya, katanya, bila sistem pencernaan tidak bersih, orang tersebut rentan terserang penyakit. Ia menjelaskan dalam bukunya The Miracle of Enzyme bahwa makanan dan keadaan saluran pencernaan (termasuk usus dan lambung) berhubungan dengan timbulnya tumor, baik jinak maupun ganas. Bahkan, dapat berhubungan dengan semua penyakit, baik yang sudah muncul maupun yang belum.

Jauh sebelum Hiromi Shinya mengungkapkan hal tersebut, Nabi Muhammad SAW telah mengingatkan umatnya untuk menjaga kesehatan pencernaan dengan mengatur pola makan. Beliau bersabda, ”Tidak ada tempat yang paling jelek pada diri anak Adam selain perut yang penuh (oleh makanan). Cukuplah baginya beberapa suap sekadar untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika ia bisa mengendalikan dirinya, cukuplah (perutnya terisi) sepertiga makanan, sepertiga minuman, dan sepertiganya lagi untuk udara.” (HR Ibnu Majah).

Peribahasa, ”Mencegah lebih baik daripada mengobati” tecermin jelas dalam sabda Nabi itu. Untuk mencegah penyakit dalam, Nabi SAW mengajarkan supaya mengatur pola makan. Sedangkan untuk mencegah penyakit luar dengan cara menjaga kebersihan. Kewajiban wudhu sebelum shalat, sunah mandi sebelum shalat Jumat, juga sunah bersiwak menjadi bukti bahwa Nabi menganjurkan kebersihan diri.

Beberapa abad kemudian, Ibnu Butlan dalam kitabnya Taqwin As-Shihha (Menjaga Kesehatan) menjelaskan enam langkah menjaga kesehatan badan. Boleh dikata, enam langkah ini merupakan penjabaran dari hadis di atas dan sunah Nabi SAW sehari-hari. Karena, langkah hidup sehat yang diungkap lebih menekankan pencegahan daripada pengobatan.

Pertama, menghirup udara yang bersih, karena ini punya efek yang baik bagi kesehatan jantung. Kedua, mengatur pola makan dan minum secara baik. Ketiga, menjaga keimbangan antara aktivitas dan istirahat. Keempat, mengatur pola tidur. Kelima, membiasakan diri dengan relaksasi dan suasana humor. Dan keenam tidak berlebihan dalam meluapkan emosi ketika senang, marah, sedih, dan takut.

Karena ada kesadaran yang tinggi akan kesehatan itulah, kajian-kajian tentang kesehatan dalam dunia sudah berkembang pesat sejak awal. Sarjana-sarjana Muslim sedari awal melakukan penelitian ilmu kedokteran dan berhasil menemukan bermacam jenis penyakit dan obat-obatan.

Tak hanya itu, lembaga-lembaga kesehatan, klinik, dan rumah sakit, didirikan di setiap kota atas biaya pemerintah. Bahkan, berdasarkan catatan Afzalur Rahman dalam Muhammad sebagai Pecinta Ilmu, pada abad ke-11 M sudah ada rumah sakit keliling di kota-kota Islam.

Etika dokter

Spirit ajaran Nabi SAW tidak hanya menginspirasi umat Islam dalam ilmu medis, tetapi juga etika pengobatan pasien. Perumusan etika kedokteran dilakukan secara matang pada zaman Turki Usmani.

Akdeniz dalam karyanya Dokter Ottoman dan Etika Kedokteran menyebutkan, secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang teguh seorang dokter di era kekhalifahan Turki Usmani, yakni; kesederhanaan/kesopanan, kepuasan, harapan, dan kesetiaan. Seorang dokter yang baik, lanjutnya, akan mematuhi keempat aturan dalam menjalankan praktiknya.

Para dokter di zaman Turki Usmani bersama-sama menyusun kode etik kedokteran. Mereka mengusulkan apa yang harus dilakukan serta yang harus dihindari saat menjalankan praktik medis. Menurut Akdeniz, berdasarkan catatan para dokter di zaman itu, etika kedokteran mengatur perilaku dokter saat berinteraksi dengan pasiennya.

Dalam hal kesopanan/kesederhanaan, seorang dokter harus menyadari bahwa dia sebagai khalifah Tuhan yang bertugas menolong proses penyembuhan pasien. Seorang dokter hanyalah sarana, sedangkan penyembuh nyata adalah Allah SWT.

Di samping itu, seorang dokter harus melawan uang yang bukan haknya dengan alasan pengobatan. Etika yang ditetapkan menuntut agar seorang dokter menahan diri, tidak menjadi ambisius, dan tekun mengumpulkan uang. Dalam sikap yang demikian, seorang dokter juga diwajibkan melanjutkan pengobatan kepada pasiennya selama dia mampu; merawat pasiennya secara jujur, dan tidak mengenal putus asa.

Akan tetapi, spirit modernitas mendorong terjadinya perubahan etika kedokteran yang begitu besar,. Akibatnya, nilai-nilai moral yang menjadi pegangan para dokter terdahulu terkikis dan tergantikan dengan nilai-nilai baru yang lebih pragmatis. ”Kebaikan telah mengalami kemunduran,” papar Prof Nil Sari dalam karyanya berjudul Tip Deontolojisi.