Sejarah Kubah Masjid

Pada dasarnya, kubah bukan berasal dan berakar dari arsitektur Islam. Itu karena memang ajaran Islam tidak membawa secara langsung tradisi budaya fisik. Islam tidak mengajarkan secara konkret tata bentuk arsitektur. Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk menentukan pilihan-pilihan fisiknya pada akal budi.

Secara historis, kubah belum dikenal pada masa Rasulullah SAW, sebagaimana halnya dengan menara dan mihrab. Seperti dikisahkan oleh arsitektur terkemuka, Prof K Cresswell, dalam Early Muslim Architecture, desain awal Masjid Madinah sama sekali belum mengenal kubah.

Dalam rekonstruksi arsitekturnya, Cresswell menyebut betapa sederhananya masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW tersebut. Arsitektur awalnya berbentuk segi empat dengan dinding sebagai pembatas sekelilingnya. Di sepanjang bagian dalam dinding, dibuat semacam serambi yang langsung berhubungan dengan lapangan terbuka yang berada di tengahnya.

Secara umum, kubah itu berbentuk seperti separuh bola atau kerucut yang permukaannya melengkung keluar. Berdasarkan bentuknya, dalam dunia arsitektur, dikenal ada ‘kubah piring’ karena puncak yang rendah dan dasar yang besar.

Selain itu, ada pula ‘kubah bawang’ karena hampir menyerupai bentuk bawang. Kubah biasanya diletakkan pada tempat tertinggi di atas bangunan dan berfungsi sebagai atap. Ada pula yang ditempatkan di atas rangka bangunan petak dengan menggunakan singgah kubah.

Seiring berkembangnya teknologi arsitektur, kubah pun muncul sebagai penutup bangunan masjid. Setelah Qubbat A-Sakhrah di Jerusalem, bangunan-bangunan masjid mulai dilengkapi dengan kubah. Kini, kubah seakan menjadi penanda sebuah bangunan masjid, sebagaimana yang kita kenal selama ini.

Tentu, tidak sebatas itu. Kubah masjid sangat mungkin punya makna yang lebih dalam, setidaknya bila merujuk tulisan berjudul A review of Mosque Architecture, Foundation for Science Technology Civilisation (FSTC). Di tulisan itu, diungkapkan bahwa keberadaan kubah dalam arsitektur Islam paling tidak memiliki dua interpretasi simbolik. Yakni, merepresentasikan kubah surga dan menjadi semacam simbol kekuasaan dan kebesaran Tuhan.

Sebagai salah satu komponen arsitektur masjid, sejatinya kubah tak sekadar menampilkan kemegahan dan keindahan belaka. Lebih dari itu, kubah juga memiliki fungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid.

Nah, setelah adanya Kubah Batu di Jerusalem, para arsitek Islam terus mengembangkan beragam gaya kubah pada masjid yang dibangunnya. Pada abad ke-12 M, di Kairo, kubah menjadi semacam lambang arsitektur nasional Mesir dalam struktur masyarakat Islam. Dari masa ke masa, bentuk kubah pada masjid juga terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Ketika Islam menyebar dan berinteraksi dengan budaya dan peradaban lain, para arsitek Islam tampaknya tidak segan-segan untuk mengambil pilihan-pilihan bentuk yang sudah ada, termasuk teknik dan cara membangun yang memang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

Tidaklah mengherankan bila bentuk kubah masjid terbilang beragam karena sesuai dengan budaya dan tempat masyarakat Muslim tinggal. Hampir di setiap negara berpenduduk Muslim memiliki masjid berkubah. Di antara masjid berkubah yang terkenal, antara lain Masjid Biru di Istanbul, Turki; Taj Mahal di Agra, India; dan Kubah Batu di Yerusalem.

Di Indonesia, atap kubah masjid baru dikenal pada akhir abad ke-19. Di Jawa, baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M. Tapi, lihatlah sekarang. Tak hanya sekadar berkubah, bahkan ada masjid yang memiliki kubah berlapis emas.

Wahai Para Suami, Ingatlah Tujuan Pernikahan

Pejamkan kedua matamu, renungkan dan lihatlah siapakah sebenarnya dirimu! Matamu saja tidak cukup untuk melihat siapakah kamu sebenarnya, tetapi butuh bantuan mata mata yang lain; mata orang lain, perspektif syari’at, ajaran agama dan pengalaman bangsa-bangsa lain.

Ingat, mata-mata manusia selalu tertuju padamu dan berharap banyak kepada peranmu. Dalam sebuah syair disebutkan,

Hati-hati manusia haus dahaga

Dan hanya di jari-jemarimu kesegaran mereka

Mata-mata manusia letih dan nanar

Dan kamulah tidur nyenyak dan impian mereka

Dalam kehidupan ini, kamu tidak sendirian. Di sana banyak orang yang digariskan oleh Allah berada dalam kekuasaanmu. Dalam genggaman tanganmu terdapat wewenang mutlak karena kamu pantas memikul tanggung jawab yang diberikan Allah kepadamu. Jadi, kamu adalah harapan semua kalangan ketika kamu benar-benar menjadi laki-laki hebat. Oleh karena itu, sekarang buang semua hal yang ada dalam telapak tanganmu.

Apakah kamu mengetahui tujuan pernikahan? Pernikahan adalah terbentuknya suatu keluarga dengan misi-misi agung. Misi-misi tersebut antara lain adalah:

1. Pernikahan adalah suatu proses menuju jiwa dan raga yang paripurna.

Orang yang hidupnya membujang, maka pada hakikatnya ia dalam kekurangan; baik secara psikologi, nalar, dan kedewasaannya. Orang yang memiliki perasaan dan kepekaan yang tinggi serta memiliki pandangan mendalam adalah orang yang mampu membedakan antara orang yang telah menikah dan bujangan.

Perbedaan itu dapat diketahui, baik dari bicara, alur berpikir, kematangan, dan keharmonisan pergaulannya.

2. Lahirnya generasi yang menjunjung tinggi martabatmu di dunia dan di akhirat, memberi aroma kebahagiaan dalam hidupmu, mendoakanmu pasca-kematianmu dan lahirnya keturunan dengan cara yang benar dan selamat.

Umar bin Khathab berkata,

“Sungguh saya selalu memaksa diri saya untuk bercampur dengan istriku dengan harapan semoga Allah memberiku keturunan yang senantiasa bertasbih dan ingat kepada-Nya.”

3. Menjaga wanita yang berada dalam dekapan tanganmu dan menjadi curahan kasih sayangmu.

Karena pada saat itu, dua jenis manusia bertemu atas dasar cinta, saling menghormati, kesamaan fitrah yang dapat mewujudkan kepuasan dan berujung pada terciptanya kasih sayang dan keseimbangan antara fitrah dan kehidupan.

Dengan demikian, sempurnalah penjagaan diri mereka berdua secara lahir dan batin, kemudian bermunculanlah generasi unggul yang dapat memakmurkan dan menyemarakan bumi Allah.

Dengan pernikahan, kamu berhak mendapat panggilan mulia dari Allah dengan disaksikan semua makhluk kelak di hari kiamat,

ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ

Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan.” (QS. Al-Zuhruf: 70).

Pemahaman manusia tentang pernikahan sangat beragam; ada yang menikah karena faktor kebutuhan, ada yang karena motif kemaslahatan, ada juga yang hanya karena mengikuti tradisi yang berlaku, dan ada pula yang tidak memiliki motif sama sekali di balik pernikahannya. Allah berfirman,

قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَّشْرَبَهُمْ

setiap suku telah mengetahui tempat minumnya masing-masing. (QS. Al-A’raf: 160).

Oleh karena itu, hendaknya para suami mengingat kembali misi dan tujuan pernikahan. Demikian dikutip dari karya Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud dalam buku Kado Pernikahan.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Surat Al Falaq Terjemahan, Tafsir dan Asbabun Nuzul

Surat Al Falaq merupakan surat ke-113 dalam Al Quran. Namun dalam urutan turunnya, ia merupakan surat ke-20. Berikut ini terjemahan Surat Al Falaq, asbabun nuzul dan tafsirnya dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah.

Artikel ini bukanlah tafsir baru. Kami berusaha mensarikan dari lima tafsir di atas agar ringkas dan mudah dipahami, bukan membuat tafsir tersendiri yang kami sangat jauh dari maqam tersebut.

Terjemahan Surat Al Falaq

Berikut ini Surat Al Falaq dalam tulisan Arab, tulisan latin dan terjemahan bahasa Indonesia:

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ . مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ . وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ . وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ . وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

(Qul a’uudzu birobbil falaq. Min syarri maa kholaq. Wa min syarri ghoosiqin idzaa waqob. Wa min syarrin naffaatsaati fil ‘uqod. Wa min syarri haasidin idzaa hasad)

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.

Asbabun Nuzul Surat Al Falaq

Surat Al Falaq terdiri dari lima ayat. Kata Al Falaq yang berarti “yang terbelah” diambil dari ayat pertama. Ia disebut pula surat Qul a’udzu birabbil falaq.

Bersama surat An Nas, keduanya disebut al mu’awwidzatain. Yakni dua surat yang menuntun pembacanya menuju tempat perlindungan. Surat Al Falaq disebut al mu’awwidzah al ‘ula. Sedangkan Surat An Nas disebut al mu’awwidzah ats tsaaniyah.

Surat Al Falaq dan Surat An Nas juga disebut al muqasyqisyatain. Yaitu dua surat yang membebaskan manusia dari kemunafikan.

Surat ini turun satu paket dengan surat An Nas. Menurut pendapat Hasan, Atha’, Ikrimah dan Jabir, keduanya adalah surat makkiyah. Ini merupakan pendapat mayoritas. Namun ada juga yang berpendapat keduanya adalah madaniyah berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dan Qatadah.

Asbabun nuzul surat Al Falaq ini, kafir Quraisy Makkah berupaya mencederai Rasulullah dengan ‘ain. Yakni pandangan mata yang merusak atau membinasakan. Ada kepercayaan tertentu bahwa mata melalui pandangannya bisa membinasakan. Dan memang ada orang-orang tertentu yang matanya demikian.

Maka Allah menurunkan dan mengajarkan Surat Al Falaq dan Surat An Nas kepada Rasulullah untuk menangkalnya. Ini asbabun nuzul yang menjadi tumpuan pendapat bahwa Surat Al Falaq adalah makkiyah.

Asbabun nuzul yang menjadi dasar pendapat ayat ini Madaniyah, surat ini diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saat seorang Yahudi Madinah bernama Lubaid bin A’sham menyihir beliau.

Lubaid bin A’sham menyihir Rasulullah dengan media pelepah kurma berisi rambut beliau yang rontoh ketika bersisir, beberapa gigi sisir beliau serta benang yang terdapat 11 ikatan yang ditusuk jarum. Lalu Allah menurunkan Surat Al Falaq dan An Nas.

Setiap satu ayat dibacakan, terlepaslah satu ikatan hingga Rasulullah merasa lebih ringan. Ketika seluruh ayat telah dibacakan, terlepaslah seluruh ikatan tersebut. Namun riwayat ini ditolak oleh Ibnu Katsir. Beliau menguatkan pendapat bahwa surat Al Falaq dan An Nas adalah surat makkiyah.

Surat Al Falaq ayat 1

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ

Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh”

Kata qul (قل) artinya katakanlah. Yakni “katakanlah wahai Muhammad dan ajarkanlah juga kepada umatmu.”

A’uudzu (أعوذ) terambil dari kata ‘audz (عوذ) yakni menuju kepada sesuatu untuk menghindar dari sesuatu yang ditakuti.

Rabb (رب) mengandung makna kepemilikan dan kepemeliharaan serta pendidikan yang melahirkan pembelaan serta kasih sayang. Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran disebutkan, Ar Rabb adalah Tuhan yang memelihara, Yang mengarahkan, Yang menjaga dan Yang melindungi.

Al Falaq (الفلق) berasal dari kata falaqa (فلق) yang artinya membelah. Kata ini dapat berarti subjek sehingga maknanya “pembelah” juga bisa berarti objek yang maknanya “yang dibelah.”

Sebagian ulama menafsirkan al falaq sebagai pagi atau subuh. Sebab malam itu tertutup dan kehadiran cahaya pagi dari celah-celah kegelapan malam menjadikannya bagai terbelah. Dengan demikian Rabbul Falaq tidak lain adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Dialah yang menjadikan pagi, membawa terang muncul di tengah kegelapan.

Jabir dan Ibnu Abbas juga mengatakan al falaq (الفلق) artinya subuh. Demikian pula Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah dan mufassirin lainnya. Dalam riwayat lainnya, Ibnu Abbas mengatakan al falaq artinya makhluk. Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari memilih pendapat pertama.

Dengan menyadari bahwa Allah mampu membelah kegelapan malam dengan terangnya pagi, seseorang akan yakin bahwa Allah juga kuasa menyingkirkan kejahatan dan kesulitan dengan memunculkan pertolongan.

Sebagian ulama lainnya menafsirkan al falaq dalam pengertian luas. Yakni segala sesuatu yang terbelah; tanah dibelah oleh tumbuhan, tanah terbelah oleh mata air, biji-bijian juga terbelah, dan masih banyak lagi. Allah mensifati diriNya faaliqu al habb wa an nawa (فالق الحب والنوى) “pembelah butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan” dalam Surat Al An’am ayat 95. Allah juga mensifati diriNya faliqu al isbah (فالق الأصباح) “pembelah kegelapan malam dengan cahaya pagi” dalam Surat Al An’am ayat 96.

 

Surat Al Falaq ayat 2

مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

dari kejahatan makhluk-Nya

Kata syar (شر) pada mulanya berarti buruk atau mudharat. Lawan dari khair (خير) yang berarti baik. Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan, syar mencakup dua hal yaitu sakit (pedih) dan yang mengantar kepada sakit (pedih). Penyakit, kebakaran, tenggelam adalah sakit. Sedangkan kekufuran, maksiat dan sebagainya mengantar kepada sakit atau kepedihan siksa Ilahi.

Kata maa (ما) berarti apa. Sedangkan khalaq (خلق) adalah bentuk kerja masa lampau (madhi) dalam arti yang telah diciptakan. Sehingga maa khalaq (ما خلق) berarti makhluk ciptaanNya.

Ketika menafsirkan Surat Al Falaq ayat 2 ini, Ibnu Katsir mengatakan: “yakni dari kejahatan semua makhluk.”

Surat Al Falaq ayat 3

وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ

dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita

Kata ghaasiq (غاسق) artinya adalah malam, berasal dari kata ghasaqa (غسق) yang berarti penuh. Malam dinamai ghaasiq karena kegelapannya memenuhi angkasa.

Kata waqaba (وقب) berasal dari kata al waqb (الوقب) yaitu lubang yang terdapat pada batu sehingga air masuk ke dalam lubang itu. Sehingga ayat ini bermakna malam yang telah masuk ke dalam kegelapan sehingga ia menjadi sangat kelam.

Sering kali kejahatan direncanakan dan terjadi pada waktu malam. Mulai dari pencuri, perampok, pembunuh, hingga binatang buas dan penjaja maksiat.

Namun malam tidak selalu identik dengan kejahatan karena waktu terbaik mendekat kepada Allah juga pada malam hari. Maka ayat ini tidak mengajarkan berlindung dari malam tetapi berlindung dari kejahatan yang terjadi di waktu malam.

Mujahid mengatakan bahwa maksud Surat Al Falaq ayat 3 ini adalah bila matahari telah tenggelam. Abu Hurairah mengatakan maksudnya adalah bintang, sedangkan hadits dari Aisyah mengisyaratkan artinya adalah rembulan.

Ibnu Katsir memadukan ketiganya dan menyimpulkan bahwa artinya tidak bertentangan. Karena rembulan adalah tanda malam, demikian pula dengan bintang.

Surat Al Falaq ayat 4

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul

Kata an naffaatsaat (النفاثات) merupakan bentuk jamak dari an naffaatsah (النفاثة). Berasal dari kata nafatsa (نفث) yang artinya meniup sambil menggerakkan lidah namun tidak mengeluarkan ludah.

Sebagian ulama berpendapat ta’ marbuthah pada kata ini menunjukkan arti muannats (perempuan). Namun sebagian ulama berpendapat ta’ marbuthah pada kata ini sebagai mubalaghah sehingga bisa laki-laki maupun perempuan.

Kata al ‘uqad (العقد) merupakan bentuk jamak dari ‘uqdah (عقدة) berasal dari kata ‘aqada(عقد) yang artinya mengikat. Kata ini bisa bermakna hakiki yang berarti tali yang mengikat. Bisa pula bermakna majazi yang berarti kesungguhan dan tekad untuk mempertahankan isi kesepakatan.

Makna majazi terdapat pada Surat Al Baqarah ayat 235 dan Surat Al Baqarah ayat 237, yakni uqdatun nikah. Serta pada surat Thaha ayat 27 yakni uqdatan min lisaanii.

Mayoritas ulama memilih makna hakiki, sehingga artinya adalah perempuan-perempuan tukang sihir yang meniup-niup pada buhul-buhul dalam rangka menyihir. Mujahid, Ikrimah, Al Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah wanita-wanita penyihir.

Ketika menafsirkan Surat Al Falaq ayat 4 ini, Sayyid Qutb mengatakan, an naffaatsaat fil uqad artinya adalah wanita-wanita tukang sihir yang berusaha mengganggu dan menyakiti dengan jalan menipu indra, menipu saraf dan memberi kesan pada jiwa dan perasaan.

 

Surat Al Falaq ayat 5

وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ

dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki

Kata hasad (حسد) artinya artinya iri hati atas nikmat yang dimiliki orang lain disertai harapan kiranya nikmat itu hilang darinya, baik diperoleh yang iri atau tidak.

Permohonan perlindungan terhadap kejahatan orang-orang yang hasad dikaitkan dengan idzaa hasad (إذا حسد). Saat masih berada dalam hati, yang hasad disebut haasid, tapi kejahatannya belum menimpa orang lain. Namun begitu dicetuskan dalam bentuk ucapan atau perbuatan, inilah yang digambarkan dalam Surat Al Falaq ayat 5 ini. Demikian Tafsir Al Misbah.

Sedangkan Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zilalil Quran menjelaskan, bahkan kalaupun orang yang hasad itu belum mengeluarkan dalam ucapan atau perbuatan, sikap jiwanya bisa mengakibatkan keburukan. Hal seperti getaran dari jauh akibat hasad ini merupakan misteri, maka untuk menangkalnya harus meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penutup Tafsir Surat Al Falaq

Surat Al Falaq dan Surat An Nas merupakan pengarahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada NabiNya dan seluruh kaum muslimin agar berlindung di bawah perlindungan Allah.

Dialah Rabb yang menguasai subuh dan seluruh makhluk. Maka orang yang beriman harus memohon perlindunganNya dari kejahatan seluruh makhluk. Surat Al Falaq ayat 2 ini sebenarnya telah merangkum segala bentuk kejahatan yang kita minta perlindungan kepadaNya.

Namun disebutkan tiga kejahatan yang lebih detil agar menjadi perhatian. Yakni kejahatan yang terjadi di waktu malam. Kejahatan wanita-wanita tukang sihir. Serta kejahatan pendengki bila ia dengki.

Untuk menangkal kejahatan makhluk, penyakit ‘ain dan sihir hingga was-was dari setan, Allah mengajarkan Surat Al Falaq dan Surat An Nas. Rasulullah pun mengajarkan kepada sahabatnya.

يَا ابْنَ عَابِسٍ أَلَا أَدُلُّكَ أَوْ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكَ بِأَفْضَلِ مَا يَتَعَوَّذُ بِهِ الْمُتَعَوِّذُونَ قَالَ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ هَاتَيْنِ السُّورَتَيْنِ

“Wahai Ibnu Abbas, maukah kamu aku tunjukkan –atau maukah kamu aku beritahu- sesuatu yang paling baik digunakan untuk berlindung?” Ibnu Abbas menjawab, “Iya wahai Rasulullah.” Beliapun bersabda: “Qul a’udzu birabbil falaq dan Qul a’udzu birabbin nas, dua surat ini.” (HR. An Nasa’i; shahih)

Demikian Surat Al Falaq mulai dari terjemahan, asbabun nuzul hingga tafsir yang disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Wallahu a’lam bish shawab.

 

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Miftahul Jannah, Kaulah Juara “Bela Diri” Sesungguhnya!

Perempuan difabel ini sempat menangis. Sesaat setelah dilarang mengenakan hijab.

Miftahul Jannah, nama perempuan itu. Ia enggan mengikuti instruksi wasit agar bertanding tanpa penutup kepala. Penggunaan hijab dinilai panitia melanggar aturan keselamatan olahraga para judo.

Miftah mengambil keputusan “jantan”. Ia memilih mundur dan akhirnya, dia diskualifikasi.

Gadis Aceh itu dianggap kalah dan lawan tandingnya wakil Mongolia, Oyun Gantulga berhasil jadi pahlawan di balik hijab.

Meski ada desas-desus peraturan bahwa memang “diperbolehkan” menggunakan hijab tapi harus berupa “turban”, hanya menutup kepala tapi leher masih jelas tampak.

Produsen pakaian olahraga Nike sendiri pernah mengeluarkan produk serupa turban. Namun produk tersebut dikecam habis-habisan oleh kaum feminis.

Miftahul Jannah bukan yang pertama. Aulia, siswi SMPIT Harapan Umat, Ngawi, Jawa Timur, memilih mengundurkan diri dari kejuaraan karate se-Jawa Timur. Setali tiga uang, ia tak mau melepas dan mengganti jilbabnya.

Kembali ke Miftah. Jika memang dilarang mengapa sedari awal panitia pada saat technical meeting tidak memberi tahu bahwa ia dilarang melapang di laga judo?

Miftahul Jannah. Barangkali dia seperti namanya; kunci surga. Keputusannya mudah-mudahan menjadi jalan menuju surga.

Ia telah berhasil bertanding dengan diri sendiri dan menaklukkan diri dengan keputusan-keputusan yang tak ringan.

“Saya bangga karena sudah bisa melawan diri sendiri, melawan ego sendiri. Saya punya prinsip tak mau dipandang terbaik di mata dunia, tapi di mata Allah,” tuturnya.

Miftah, kaulah juara bela diri itu!

 

BersamaDakwah

“Kembali Pada Tuhan”

MAULANA Jalaluddin Rumi atau yang sering disebut Rumi adalah seorang penyair sufi. Ketika ia masih kecil, seorang sufi mahsyur bernama Fariduddin Attar meramalkannya bahwa kelak ia akan menjadi seseorang yang berpengaruh dan menyalakan api gairah Ketuhanan.

Berikut salah satu syair Rumi yang berjudul “Kembali Pada Tuhan”:

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka, maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan. Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak, maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk, maka tetaplah persembahkan doamu yang kering, munafik, dan tanpa keyakinan, karena Tuhan, dengan rahmat-Nya akan tetap menerima mata uang palsumu.

Jika engkau masih mempunyai seratus keraguan mengenai Tuhan, maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja. Begitulah caranya!

Wahai pejalan! Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji, ayuhlah datang, dan datang lagi! Karena Tuhan telah berfirman, “Ketika engkau melambung ke angkasa ataupun terpuruk ke dalam jurang, ingatlah kepada-Ku, karena Akulah jalan itu.”

Itulah salah satu bentuk ekspresi seorang hamba yang berbaur antara cinta dan rindu pada Tuhannya. Semoga Allah berkenan memberikan petunjuk kepada kita yang telah tersesat jauh dan rindu tuk kembali di jalan-Nya. []

Rakernas Evaluasi Haji Hasilkan Puluhan Rekomendasi

Jakarta (PHU)—Rapat Kerja Nasional Evaluasi Penyelenggaraan Haji telah selesai dengan menghasilkan beberapa rekomendasi. Ketua Panitia Muhajirin Yanis melaporkan rekomendasi yang dihasilkan dalam pembahasan masing-masing Komisi kepada Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

“Sidang Komisi A-D berjalan baik sejak pagi hingga sore hari. Tiap komisi telah menghasilkan rekomendasi dan rencana aksi 2019 serta telah dibahas dalam Sidang Pleno,” kata Muhajirin Yanis dalam laporannya, Jakarta, Kamis (4/10/2018).

Rekomendasi yang dihasilkan oleh seluruh Komisi lebih dari 50 butir. Muhajirin Yanis menyebutkan akan dibentuk tim penyelaras untuk menyusun rumusan hasil Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Haji yang akan diserahkan kepada Menteri Agama.

“Setelah berdiskusi cukup panjang dalam Komisi dan Sidang Pleno, secara umum peserta mengaku penyelenggaraan haji tahun 2018 berjalan lebih baik dari tahun sebelumnya,” imbuh Yanis dalam laporannya.

Rekomendasi yang paling mengemuka terkait pelimpahan nomor porsi bagi jemaah wafat dan percepatan pemberangkatan jemaah haji lanjut usia (lansia). Prosesnya dapat dilakukan setelah dilakukan perubahan regulasi.

“Penguatan regulasi mutlak dilakukan. Usulan pelimpahan nomor porsi agar diperluas tidka hanya bagi jemaah wafat sudah masuk dalam usulan revisi. Selain itu juga bagaimana agar regulasi dapat mengatur percepatan keberangkatan bagi jemaah lansia,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal PHU ini.

Terkait dengan hasil survey Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia (IKJHI) 2018, Yanis menuturkan bahwa IKJHI masih belum dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Inspektorat Jenderal Kementerian Agama pada tahun 208 juga melakukan survey kepuasan jemaah haji atas layanan yang diberikan. Hasil survey Itjen sebagaimana telah disampaikan oleh Inspektur Jenderal, Nur Kholis Setiawan dalam kegiatan yang sama. (ab/ab).

KEMENAG RI

Tidak Benar Kemenag Keluarkan Sertifikat Perizinan PPIU

Jakarta (PHU)—Berita bohong alias hoax yang mengatasnamakan lembaga pemerintah sering ditemukan. Kali ini beredar di berbagai media social, selembar bukti perizinan penyelenggaraan ibadah haji, umrah, dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang bertanda tangan Kementerian Agama mirip sebuah sertifikat atau piagam.

Sepintas perizinan itu tampak seperti asli bila dilihat dari logo Garuda Pancasila dan tanda tangan Menteri Agama serta stempel di bagian bawah. Bahkan diberikan nomor register serta tanggal tanda tangan 15 Oktober 2018.

Pada lembar perizinan yang telah dinyatakan PALSU oleh Kementerian Agama tersebut selengkapnya tertulis sebagai berikut:

MENTERI AGAMA REPUBLLIK INDONESIA
Memberikan Ijin Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji, kepada:
(NAMA TERTENTU)
Surat Ijin Operasional ini berlaku, sejak tanggal ditetapkan dan akan diadakan perbaikan, apabila
Ternyata di kemudian hari, melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal: 15 Oktober 2018
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Stempel dan Tanda tangan
LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, M Arfi Hatim memberikan klarifikasi mengenai munculnya sertifikat perizinan tersebut. Dia memastikan bahwa sertifikat itu palsu.

“Bahwa ada perizinan seperti itu yang beredar, tidak betul dari Kemenag,” ujar Arfi Khatim di Gedung Kementerian Agama Jalan Lapangan Banteng Jakarta, Senin (15/10/2018).

Arfi meminta masyarakat lebih berhati-hati menyikapi informasi yang beredar, termasuk sejumlah uang yang disebutkan sebagai biaya penerbitan sertifikat tersebut. Menurutnya perizinan travel wisata sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tidak dipungut biaya perizinan.

“Masyarakat harus lebih hati-hati dan teliti. Proses perizinan PPIU dan PIHK tidak ada biaya. Terkait informasi sertifikat perizinan dan pembiayaannya, kami akan menindaklanjuti dengan menelusuri lebih jauh,” imbuhnya.

Sementara Kepala Sub Direktorat Bina Haji, Endang Jumali yang membidangi pembinaan Kelompok Bimbingan yang biasa disebut KBIH menegaskan tidak mengeluarkan sertifikat seperti yang beredar.

“Tidak ada sertifikat seperti itu. Itu kebohongan,” tegas Endang Jumali.

Dia pun menyampaikan bahwa izin KBIH itu dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) atas nama Menteri Agama sesuai Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2018. Perizinan PPIU dan PIHK juga ditandatangani Direktur Jenderal PHU atas nama Menteri Agama sesuai dengan PMA Nomor 8 Tahun 2018.

“Kita sudah sampaikan edaran ke Kanwil bahwa terhitung setelah terbitnya PMA Nomor 13 Tahun 2018 pada bulan April 2018 maka perizinan baru dan perpanjangan ditujukan ke Pusat (Kemenag RI) dengan rekomendasi dari Kanwil Kemenag Provinsi,” kata Endang menegaskan.

Perizinan PPIU, PIHK, dan KBIH selama ini menggunakan Keputusan Menteri Agama (KMA) bukan menggunakan lembar sertifikat. Menteri Agama juga tidak pernah menerbitkan perizinan untuk satu lembaga sebagai penyelenggara ibadah haji, umrah, sekaligus KBIH. Melihat sertifikat perizinan yang beredar tersebut dipastikan bahwa seluruhnya palsu atau tidak dikeluarkan oleh Kementerian Agama. (ab/ab).

Canda-canda Rasulullah kepada Para Sahabat

BANYAK orang menggunakan senyum dan tawa untuk menanggulangi berbagai kesulitan yang mereka alami dalam perjuangan hidup. Bahkan seorang Mahatma Gandhi pernah mengatakan, “Jika saya tidak memiliki rasa kepekaan terhadap humor, sejak dahulu saya sudah bunuh diri.”

Dalam al-Thabaqat al-Kubra, sejarawan Arab kenamaan Ibnu Saad berkisah tentang Muhammad Rasulullah yang tak jarang ikut bergabung dengan para sahabatnya. Selain berdiskusi dan bertukar syair, mereka juga kerap “bernostagia” dengan menceritakan hal-hal lucu sekitar perilaku mereka ketika masa-masa jahiliyah. Salah satu cerita itu pernah disampaikan Umar ibn Khattab: “Betapa bodohnya kita dulu waktu membuat sebuah tuhan dari adonan roti (maksudnya berhala), kita sembah benda itu dan ketika lapar lalu kita makan dia, “kenang Umar sambil tertawa.

Muhammad juga pernah menyandai Zahir, salah seorang sahabat yang agak lemah daya pikirnya, namun Sang Nabi mencintainya. Dia sering bilang Zahir yang sering menyendiri dan menghabiskan hari-harinya di gurun pasir sebagai “cowok padang pasir.

Suatu hari ketika Rasulullah sedang ke pasar, dia melihat “si cowok padang pasir” tengah terkagum-kagum melihat sejumlah barang dagangan. Dengan hati-hati, Rasulullah mendekati Zahir dan secara erat tiba-tiba memeluknya dari arah belakang. Otomatis Zahir terkejut: “HeiiiSiapa ini??! Lepaskan aku!!!”. Ia lantas memberontak dan menoleh ke belakang, dan langsung terkejut ketika melihat orang yang memeluknya ternyata Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad dari Anas ra).

Keisengan juga pernah dilakukan oleh Ali ibn Thallib kepada Rasulullah. Pada suatu ramadhan ketika Nabi dan para sahabat sedang ifthor, Ali secara sengaja mengumpulkan kupasan kulit kurma yang sudah dimakannya lantas diletakkan di tempat kulit kurma Rasulullah yang tengah fokus berbuka shaum. Ali kemudian berkata: “Ya Rasulullah, begitu laparnya dikau hingga begitu banyak kurma yang kau makan dari kami,” ujar Ali sambil menunjuk tumpukan kulit kurma di depan Rasulullah. Rasulullah yang sudah paham akan keisengan Ali segera “membalas”.

Sambil senyum dan balas menunjuk tempat kulit kurma Ali yang licin, Sang Nabi lantas berkata: “Siapa sebenarnya yang lebih lapar, aku atau kamu?” (HR. Bukhori). Kalau dalam bahasa kita, “Ali lapar banget sih lo, sampai-sampai kulit kurma aja lo embat juga.”

Di waktu lain, pernah seorang nenek datang kepada Nabi, sambil mengadu ” Wahai Rasullah, sepertinya surga itu adalah milik kaum lelaki saja adakah tempat bagiku untuk perempuan yang tua saya ini?” Nabi menjawab “Nek, di surga tidak ada nenek nenek lagi, surga itu bersih dari perempuan tua.” Mendengar keterangan itu, sang nenek menangis sambil berlalu. Nabi yang “agak panik” lantas menyuruh orang untuk memanggil kembali nenek tersebut.

Begitu nenek itu datang kembali di hadapannya, dengan lembut Rasulullah berkata,”Nenek di sorga memang tidak ada lagi perempuan tua, karena semua akan menjadi muda kembali, Kaum perempuan akan menjadi perawan kembali termasuk nenek, jika nenek beriman dan beramal saleh taat kepada Allah dan Rasulnya.” Sambil menghapus air matanya, si nenek pun tersenyum gembira.

Bahkan menjelang wafat, Muhammad pun sempat-sempatnya bercanda. Ketika itu demam nabi semakin tinggi. Ia lantas menyandarkan kepalanya ke pangkuan paha Aisyah. Demi merasakan suhu badan Nabi yang panas, Aisyah langsung berseru cemas: ” Aduh” Lagi-lagi sambil tersenyum, Nabi bilang ke Aisyah: “Sepertinya yang akan dipanggil Allah duluan kamu deh, karena aku yang merasakan sakit kok kamu yang mengaduh?” candanya.

Nabi itu sangat cerdas ketika berhumor. Dalam teori seni berhumor, iakerap menggunakan “teknik bisosiasi”, yakni sebuah teknik mengemukakan sesuatu tak terduga pada akhir pembicaraan ( orang-orang standing comedy menyebutnya “teknik tikungan mendadak”) atau kata yang menimbulkan dua pengertian (asosiasi ganda). Maha Suci Allah yang telah menjadikan manusia sebagai mahluk humoris . Wallahu alam. [islamindonesia]

 

Senda Gurau Baik untuk Kesehatan

TAK selamanya amal ibadah itu berat, menguras tenaga apalagi mengorbankan nyawa, karena ternyata ada amalan yang membuat pelakunya awet muda dan tentunya berlimpah pahala.

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallaam pernah bersabda, “Setiap orang yang melakukan sesuatu yang tidak ada zikir kepada Allah di dalamnya dinilai sebagai orang yang bermain-main dan melakukan kesia-siaan, kecuali empat orang, yaitu suami istri yang bersenda gurau, seseorang yang merawat kudanya, seseorang yang berjalan di antara dua tujuan, dan seseorang yang mengajari berenang.” (HR An Nasa’i)

Hadis ini menunjukkan kedudukan senda gurau antara suami istri disetarakan dengan ketiga hal lainnya yang merupakan kegiatan mempersiapkan perang atau berjihad di jalan Allah. Bahkan senda gurau ini bernilai ibadah dan tidak termasuk suatu perbuatan yang sia-sia.

Selain itu, senda gurau juga baik untuk kesehatan, seperti mengurangi stress, meningkatkan kekebalan tubuh, melancarkan aliran darah, meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki mood, membakar kalori, dan yang paling menarik yakni menjaga kita dan suami tetap awet muda.

Jadi, masihkah enggan mencandai pasangan kita? Awet muda lagi berpahala.

INILAH MOZAIK

Ini Doa Rasulullah Usai Salat Subuh

SALAT subuh adalah ibadah untuk mengawali hari. Setelah salat ini, umat Islam siap untuk menjalani hari.

Kondisi seseorang di waktu subuh bisa jadi penentu bagaimana dia menjalani harinya. Sehingga, sangat dianjurkan untuk mengisi subuh dan pagi hari dengan perasaan bahagia.

Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wasallam bahkan memperlakukan subuh dengan sangat istimewa. Sebab, subuh adalah penentu rezeki selama sehari depan.

Usai menjalankan salat subuh, Rasulullah senantiasa memanjatkan doa ini.

Ini Doanya:

Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’a, wa ‘amalan mutaqabbala, wa rizqan thayyiban.

Artinya:

Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, amal yang diterima, dan rezeki yang baik.

 

H. Dicky Aditya

 

GALAMEDIANEWS