Penjelasan Nama Allah “Ar-Rabb” (Bag. 3)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,

Tarbiyah Allah kepada Rasulullah Musa ‘alaihis salam

Rasulullah Musa ‘alaihis salam ditegur oleh Allah Ta’ala sebagaimana dalam hadis berikut ini,

حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ مُوسَى قَامَ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ فَقَالَ أَنَا فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ فَقَالَ لَهُ بَلَى لِي عَبْدٌ بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ

Diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Nabi Musa ‘alaihis salam tengah berdiri di hadapan Bani Israil memberikan khotbah, lalu dia ditanya,

“Siapakah orang yang paling berilmu?”

Beliau ‘alaihis salam menjawab, “Aku.”

Seketika itu pula Allah Ta’ala menegurnya, karena dia tidak mengembalikan ilmunya kepada Allah (tidak mengucapkan, “Allahu a’lam.”).

Lalu Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya,

“Ada seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan yang dia lebih berilmu darimu. (HR. Bukhari)

Ulama menjelaskan seandainya Nabi Musa ‘alaihissalam  mengucapkan, “Saya, wallahu a’lam.”, tentulah beliau tidak ditegur oleh Allah Ta’ala. Perhatikanlah, bagaimana Allah men-tarbiyah Nabi Musa ‘alaihis salam dengan mengingatkan kesempurnaan ilmu-Nya dan keterbatasan ilmu Nabi Musa ‘alaihis salam.

Hal ini bermanfaat untuk menambah keyakinan bahwa benar-benar dari Allah sematalah semua ilmu bermanfaat yang dimiliki oleh semua hamba dan Rasul-Nya. Itu pun ilmu yang dianugerahkan kepada seorang hamba ada batasnya dan tidak sempurna. Bahkan, manusia bisa lupa, pikun, serta tidak tahu setelah sebelumnya tahu.

Tarbiyah Allah untuk Nabi Sulaiman ‘alaihis salam

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ نَبِيُّ اللَّهِ لَأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى سَبْعِينَ امْرَأَةً كُلُّهُنَّ تَأْتِي بِغُلَامٍ يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ أَوْ الْمَلَكُ قُلْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ فَلَمْ يَقُلْ وَنَسِيَ فَلَمْ تَأْتِ وَاحِدَةٌ مِنْ نِسَائِهِ إِلَّا وَاحِدَةٌ جَاءَتْ بِشِقِّ غُلَامٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوْ قَالَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمْ يَحْنَثْ وَكَانَ دَرَكًا لَهُ فِي حَاجَتِهِ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Nabi Allah Sulaiman bin Daud pernah berkata, ‘Sungguh aku akan menggilir tujuh puluh istriku dalam satu malam, yang nantinya masing-masing mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki yang akan berjuang di jalan Allah.’ Lantas sahabatnya -atau malaikat- memberi saran, ‘Ucapkanlah Insya Allah.’ Namun, dia lupa mengucapkannya. Ternyata tidak seorang pun dari istrinya yang melahirkan, kecuali hanya seorang istri yang melahirkan seorang anak yang cacat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya beliau mengucapkan ‘Insya Allah’, tentu dia tidak akan melanggar sumpahnya, dan apa yang diharapkannya akan terkabul. (HR. Muslim)

Nabi Sulaiman ‘alaihis salam tidak mengucapkan “Insya Allah” karena lupa (mungkin karena kesibukan tugas kerajaannya) dan bukan karena tidak ada di hati beliau ketergantungan kepada Allah. Dan ada hikmah di balik tarbiyah Allah ini.

Di antara hikmah tarbiyah rabbani ini adalah Allah menampakkan kekuasaan-Nya bahwa tidak ada sesuatu pun yang terjadi di alam semesta ini, kecuali apa yang Allah kehendaki terjadi karena semua adalah milik-Nya, berada di bawah pengaturan-Nya, dan sesuai dengan kehendak-Nya. Meski manusia memiliki kehendak, namun tetap kehendaknya di bawah kehendak Allah, dan ini menunjukkan kelemahan manusia.

Di samping itu, juga terdapat pelajaran bahwa kedudukan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam sebagai nabi yang dekat dengan Allah, tidaklah menjadi sebab dikabulkan harapannya oleh Allah, kecuali harus mengingat Allah dengan mengucapkan “insya Allah” dan tidak lupa dzikrullah.

Padahal dalam hadis sahih riwayat Ibnu Majah, salah seorang dari kaum Ya`juj dan Ma`juj saat berencana menggali lubang esok harinya, ia mengucapkan “Kembalilah, kalian akan menggalinya esok hari, insya Allah.” Lalu, Allah kabulkan harapannya sehingga mereka berhasil menggali lubang. Padahal, kaum Ya’juj dan Ma’juj semuanya kafir.

Ibnul Jauzi rahimahullah menyampaikan, “Kalau seorang Nabi yang dekat dengan Allah, lalu lupa mengucapkan ‘insya Allah’ saja tidak terpenuhi niat kebaikannya, sedangkan seorang yang kafir dari kaum Ya’juj dan Ma’juj mengucapkannya, lalu Allah kabulkan hajatnya, bagaimana ini tidak menunjukkan kelemahan manusia dan kemahakuasaan Allah?” [1]

Oleh karena itu, seorang muslim jika menyampaikan rencana hendak melakukan sesuatu, adabnya adalah dia mengatakan “insya Allah”. Selain itu sebagai adab Islami, juga sekaligus sebagai sebab terpenuhi harapan dan hajatnya. Itulah Allah, Rabbul ‘alamin, Yang Maha Memelihara seluruh makhluk-Nya!

Tarbiyah Allah yang khusus

Berikut ini beberapa bentuk tarbiyah Allah yang khusus:

Lupa terhadap amalan saleh yang telah dilakukan dan memandangnya remeh

Di antara bentuk tarbiyah Allah untuk hamba-Nya yang beriman adalah Allah jadikan seseorang memandang remeh dan sedikit amal-amal yang telah diperbuatnya serta menghadirkan dalam hatinya bahwa amal saleh tidaklah bisa memenuhi hak Rabbnya yang demikian agungnya.

Demikian pula Allah jadikan hamba tersebut lupa akan amal-amal saleh yang telah ia lakukan dalam bentuk sibuk pikirannya dengan kebaikan-kebaikan yang sedang dilakukan maupun yang akan dilakukan serta memikirkan dosa-dosa dirinya, sehingga tidak ada kesempatan baginya untuk memuji, mengagumi, dan membanggakan amal salehnya. Jadilah hamba itu suka bertobat dan beristigfar serta terus semangat beramal saleh, karena ia lupa terhadap amal salehnya dan merasa masih sedikit amal salehnya!

Ibnul Qoyyim rahimahullah menyebutkan,

وعلامة قبول عملك : احتقاره واستقلاله وصغره في قلبك

“Dan tanda diterimanya amal salehmu adalah Engkau memandang remeh, sedikit, dan kecil amalan saleh tersebut di dalam hatimu!” (Madarijus Salikin, 2: 62) [2]

Pelajaran terjatuh ke dalam dosa

Salah satu bentuk tarbiyah rabbani yang sangat bermanfaat untuk membebaskan seorang hamba dari penyakit mengagumi diri sendiri dan memandang diri dengan kagum dan membanggakannya adalah membiarkan hamba melakukan dosa, membiarkannya bersama kelemahannya, dan menyerahkannya kepada nafsunya yang banyak menyuruh kepada keburukan. Sehingga rasa percaya dirinya pun goyah. Ketika itulah, dia kembali menyadari hakikat dirinya.

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,

Sesungguhnya seorang hamba melakukan kebaikan lalu ia mengungkit-ungkit amalan kebaikannya tersebut di hadapan Rabbnya, ia menyombongkan diri, memandang dirinya besar, membangga-banggakannya, dan meninggikan dirinya serta berkata, ‘Aku telah melakukan ini dan itu’ sehingga melahirkan sikap ujub, sombong, dan memuji diri, tinggi hati yang menghantarkan kepada kebinasaan.” (Al-Wabilush Shoyyib, hal. 8)

Beliau juga menjelaskan,

Apabila Allah ‘Azza wa Jalla menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Ia akan mencampakkan hamba itu dalam dosa, yang meremukkan hati nuraninya, mengenalkan kadar dirinya pada dirinya, menjadikan hal itu pelajaran baginya untuk tidak berbuat kejahatan kepada sesamanya, dan memaksanya untuk menundukkan kepala serta menarik keluar dari dirinya penyakit ujub, sombong, dan menyebut-nyebut amal kebaikannya, baik di hadapan Allah maupun di hadapan sesamanya. Dengan demikian, dosa tersebut lebih ampuh untuk mengobati penyakit ini daripada berbagai ketaatan yang banyak. Jadi, dosa tersebut tidak ubahnya seperti obat pahit yang dapat mengeluarkan penyakit yang kronis.” (Tahdzib Madarijus Salikin, hal. 170)

Sebuah kemaksiatan yang melahirkan rasa rendah diri dan keluluhan hati lebih mending daripada ketaatan yang melahirkan ujub dan kesombongan. Sa’id bin Jubair pernah ditanya, “Siapakah hamba yang paling taat?” Ia pun menjawab, “Seorang yang hatinya terluka lantaran dosa-dosa yang diperbuatnya. Setiap kali mengingat dosanya, dia pun akan memandang hina dirinya.”

Dari keterangan tersebut, jelaslah bagi kita bahwa salah satu bentuk tarbiyah Allah terhadap hamba-Nya, yaitu dengan membiarkan dan tidak menjaganya dari terjatuh dalam dosa. Sehingga dengan demikian, dia terpaksa menundukkan kepala dan goyahlah ke-aku-an dirinya. Dan ini lebih dicintai oleh Allah Ta’ala daripada berbuat banyak ketaatan tapi ujub. Sebab, dia senantiasa berada dalam ketaatan dan tidak pernah terjatuh ke dalam lumpur dosa, bisa jadi menimbulkan ujub.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,

لو أنَّ ابن آدم كلَّما قالَ أصاب، وكلَّما عملَ أحسَن، أوشكَ أن يجنَّ من العُجب

“Kalau seandainya manusia setiap kali bicara selalu benar, dan setiap kali beramal selalu bagus, maka dikhawatirkan ia akan gila karena ujub.” (Lathaif Ma’arif, hal. 18)

Hikmah kesalahan seorang mukmin adalah penyesalan. Hikmah dari dosanya adalah permohonan maafnya. Hikmah kebengkokannya adalah kelurusannya setelahnya. Serta hikmah keterlambatannya adalah kesegeraannya setelahnya.

Perhatian!

Tarbiyah Allah Ta’ala atas seorang mukmin yang terjatuh ke dalam dosa, bukan dimaksudkan agar seorang hamba menyengaja berbuat dosa, bahkan suka terjatuh ke dalam dosa, karena setiap dosa itu wajib dihindari, dan jika dilakukan akan berdampak keburukan dan pelakunya terancam azab.

Obat pahit ini tidak patut sengaja dicari oleh seorang hamba, meski dengan alasan ingin mendapatkan khasiatnya, sebab Allah Mahamengetahui siapa yang cocok mendapatkan obat pahit ini!

[Bersambung]

***

Penulis: Said Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/74834-penjelasan-nama-allah-ar-rabb-bag-3.html

Garuda Siapkan Diri Layani Jamaah Haji Indonesia 2022

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia sedang melakukan persiapan untuk pelaksanaan haji 2022. Dia pun memastikan pada waktunya nanti semua layanan telah siap.

“Kita tanggung jawab di penerbangan. Semua sedang disiapkan dan insya Allah siap pada waktunya,” kata Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/5/2022). 

Pada pelaksanaan haji 2019, Garuda menyiapkan menyiapkan 14 unit pesawat haji. Mereka terdiri atas tiga pesawat Boeing B747-400, lima pesawat Boeing B777-300ER, serta enam pesawat Airbus A330-300/200. 

Sementara untuk ibadah haji tahun ini, Garuda diberi tanggung jawab untuk membawa jamaah haji dan petugas dari sembilan embarkasi. Irfan menyebut penerbangan nantinya akan menggunakan Boeing 777 dan Airbus. 

Dalam pembahan perjanjian bersama Kementerian Agama (Kemenag), sempat disebutkan harapan agar Garuda juga membantu pengiriman komoditas tertentu dari Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan jamaah di Tanah Suci. 

Terkait hal tersebut, Dia pun memberikan respons positif. “Iya (dibahas). Kita tunggu dari Departemen Agama (Depag),” lanjut dia. 

Garuda Indonesia diketahui akan menerbangkan jamaah haji Indonesia dari sembilan embarkasi, yaitu Aceh, Medan, Padang, sebagian Jakarta-Pondok Gede, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, dan Lombok. Maskapai plat merah Indonesia ini akan membawa sekitar 47.915 jamaah dan 51 persen petugas kelompok terbang (kloter). 

Penerbangan jamaah lainnya akan menggunakan maskapai Saudi Arabian Airlines. Kementerian Agama menyebut penandatanganan kerjasama dengan maskapai tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat. 

Direktur Layanan Haji Dalam Negeri, Saiful Mujab, menyampaikan pemberangkatan jemaah haji akan dilaksanakan selama 30 hari masa operasi penerbangan. Kloter pertama berangkat pada 4 Juni 2022 dengan tujuan Bandara Madinah, sementara kloter terakhir berangkat 3 Juli 2022 dengan tujuan Bandara Jeddah. 

“Pemulangan jamaah haji juga berlangsung selama 30 hari. Kloter pertama pulang dari Bandara Jeddah menuju Tanah Air pada 15 Juli 2022. Kloter terakhir pulang dari Bandara Madinah menuju Tanah Air pada 13 Agustus 2022,” ujar dia. 

Lebih lanjut, dia menyampaikan Pemerintah Arab Saudi kembali memberikan layanan fast track kepada jamaah haji Indonesia. Layanan tersebut akan diberikan untuk 29.126 orang (31%) yang dibawa PT Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines dari Embarkasi Haji Jakarta.   

IHRAM

Kemenag dan Garuda Sepakat Terbangkan Jemaah Haji dari 9 Embarkasi

Kementerian Agama dan PT Garuda Indonesia telah menandatangani perjanjian pengangkutan udara jemaah haji reguler 1443 H/2022 M. Perjanjian ini ditandatangani oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief dan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.

Kedua belah pihak sepakat terkait pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji Indonesia dari sembilan embarkasi. “Garuda akan menerbangkan jemaah haji Indonesia dari 9 embarkasi, yaitu: Aceh, Medan, Padang, sebagian Jakarta-Pondok Gede, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Lombok,” terang Hilman Latief usai penandatanganan perjanjian di Jakarta, Rabu (11/5/2022).

“Saya juga berharap Garuda dapat berperan dalam mendorong ekonomi haji, khususnya kaitannya dalam hal pengiriman produk-produk dalam negeri,” sambungnya. Hal ini mendapat respon positif dari Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Dia berkomitmen untuk mendukung akselerasi pengiriman komoditas tertentu dari Indonesia untuk mendukung kebutuhan jemaah di Tanah Suci.

Pada masa operasional haji tahun 1443 H/2022 M, Pemerintah Indonesia akan memberangkatkan 93.781 jemaah haji reguler dan petugas kloternya. Petugas kloter (kelompok terbang) adalah mereka yang menyertai jemaah selama penyelenggaraan haji. Setiap kloter ada empat petugas, terdiri atas: Ketua Kloter, Pembimbing Ibadah, dan dua petugas kesehatan.

Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Saiful Mujab menjelaskan, penerbangan jemaah haji dan petugas kloter Indonesia akan dilakukan dengan dua maskapai. PT. Garuda Indonesia akan membawa 47.915 jemaah haji dan petugas kloternya (51%). Lainnya, 45.866 jemaah haji dan petugas kloter (49%) akan dibawa Saudi Arabian Airlines dari 5 embarkasi haji, yaitu Batam, Palembang, sebagain Jakarta-Pondok Gede, Jakarta-Bekasi dan Surabaya. Penandatanganan kerjasama dengan Saudi Arabian Airlines akan dilakukan dalam waktu dekat ini.

“Pemberangkatan jemaah haji akan dilaksanakan selama 30 hari masa operasi penerbangan. Kloter pertama berangkat 4 Juni 2022 dengan tujuan Bandara Madinah, kloter terakhir berangkat 3 Juli 2022 dengan tujuan Bandara Jeddah,” jelas Mujab, panggilan akrabnya.

“Pemulangan jemaah haji juga berlangsung selama 30 hari. Kloter pertama pulang dari Bandara Jeddah menuju Tanah Air pada 15 Juli 2022. Kloter terakhir pulang dari Bandara Madinah menuju Tanah Air pada 13 Agustus 2022,” sambungnya.

Saiful Mujab menambahkan, tahun ini, Pemerintah Arab Saudi kembali memberikan layanan fast track kepada jemaah haji Indonesia. Layanan fast track tersebut akan diberikan untuk 29.126 orang (31%) yang dibawa oleh PT. Garuda Indonesia dan Saudi Arabian Airlines dari Embarkasi Haji Jakarta.

Berikut tipe pesawat yang akan dioperasikan di masing-masing embarkasi haji:

a. Embarkasi Aceh, Boeing 777-300 kapasitas 393 kursi

b. Embarkasi Medan, Boeing 777-300 kapasitas 393 kursi

c. Embarkasi Batam, Boeing 747-400 kapasitas 450 kursi

d. Embarkasi Padang, Boeing 777-300 kapasitas 393 kursi

e. Embarkasi Palembang, Boeing 747-400 kapasitas 450 kursi

f. Embarkasi Jakarta-Pondok Gede, Boeing 777-300 kapasitas 393 dan 410 kursi

g. Embarkasi Jakarta-Bekasi, Boeing 777-300 kapasitas 410 kursi

h. Embarkasi Solo, Airbus 330-300 dan Airbus 330-900 kapasitas 360 kursi

i. Embarkasi Surabaya, Boeing 747-400 kapasitas 450 kursi

j. Embarkasi Banjarmasin, Airbus 330-300 dan Airbus 330-900 kapasitas 360 kursi

k. Embarkasi Balikpapan, Airbus 330-300 dan Airbus 330-900 kapasitas 360 kursi

l. Embarkasi Makassar, Boeing 777-300 kapasitas 393 kursi

m. Embarkasi Lombok, Boeing 777-300 kapasitas 393 kursi

IHRAM

Lupa Bayar Zakat Fitrah, Baru Ingat setelah Salat Id

Bisa jadi seseorang lupa membayar zakat fitrah sebelum batas waktu yang ditentukan, yaitu salat Id. Terkadang beberapa kesibukan membuat seseorang lupa atau ia merasa sudah membayar zakat fitrah. Akan tetapi, setelah diingat-ingat kembali, jelaslah bahwa ia belum membayar zakat fitrah. Ia baru ingat setelah salat Id. Bahkan, baru ingat setelah beberapa hari pasca lebaran.

Bagaimana menyikapi hal ini? Apakah ia tetap harus bayar zakat fitrah setelah salat Id? Dan apakah teranggap zakatnya? Mengingat riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Barangsiapa yang menunaikan zakat fitrah sebelum salat, maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah salat, maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Syekh Al Albani.)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa seseorang yang lupa dalam kasus ini tetap harus membayar zakat fitrah setelah lebaran dan diharapkan tetap diterima zakatnya karena Allah memaafkan dengan alasan lupa. Beliau rahimahullah berkata,

، وإخراجه بعد الصلاة مجزئ والحمد لله، وإن كان جاء في الحديث أنه صدقة من الصدقات لكن لا يمنع ذلك الإجزاء وأنه وقع في محله ونرجو أن يكون مقبولاً، وأن تكون زكاة كاملة؛ لأنك لم تؤخر ذلك عمداً وإنما تأخرته نسياناً، وقد قال الله  في كتابه العظيم: رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا [البقرة:286]، وثبت عن النبي ﷺ أنه قال: يقول الله: قد فعلت فأجاب دعوة عباده المؤمنين في عدم المؤاخذة بالنسيان.

Zakat fitrah yang ia tunaikan setelah salat Id itu sah, alhamdulillah. Meskipun dalam hadis disebutkan bahwa itu termasuk sedekah (biasa), hal ini tidak mencegah sahnya. Hal tersebut sesuai dengan keadaannya dan kita berharap diterima oleh Allah dan menjadi zakat yang sempurna, karena Engkau mengakhirkan (terlambat, pent.) bukan karena sengaja tetapi karena lupa. Allah berfirman dalam kitab-Nya yang Agung, ‘Wahai Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami apabila lupa atau tidak sengaja.’ Terdapat hadis qudsi yang menjelaskan bahwa Allah telah mengabulkan doa ini bagi hamba-Nya yang beriman dan tidak mendapat hukuman.” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/6131)

Demikian juga Syekh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa dalam keadaan uzur, dia tetap mengeluarkan zakat fitri setelah salat. Beliau rahimahullah menjelaskan,

ففي حال العذر لا بأس من إخراجها بعد الصلاة وتكون في هذه الحال مقبولة لأن الرسول صلى الله صلى الله عليه وسلم قال في الصلاة : (من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها) ، وإذا كان هذا في الصلاة وهي من أعظم الواجبات المؤقتة ففي ما سواها أولى” انتهى من فتاوى “نور على الدرب” .

Dalam keadaan uzur, tidak mengapa mengeluarkan zakat setelah salat. Statusnya tetap sah dan diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai salat, ‘Barangsiapa yang tertidur atau terlupa akan salat, hendaknya langsung salat ketika teringat’. Apabila dalam hal salat (kewajiban yang ada waktunya dan paling agung), tetap ditunaikan, maka tentu ibadah selain salat juga lebih layak tetap ditunaikan.” (Nurun ‘Alad Darb, Kaset no. 111)

Demikian, semoga penjelasan singkat ini bermanfaat

***

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/75269-lupa-bayar-zakat-fitri-baru-ingat-setelah-salat-ied.html

Ketua MUI: LGBT Perilaku Terlarang, Harus Diobati

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis Cholil Nafis menegaskan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) prilaku terlarang, tak bisa dibenarkan dan pelakunya harus diobati. Hal ini disampaikan menanggapi kontroversi podcast Deddy Corbuzier yang banyak menuai kecaman.

“Saya masih menganggap LGBT itu ketidaknormalan yang harus diobati bukan dibiarkan dengan dalih toleransi,” ujar Cholil melalui akun Twitter-nya @cholilnafis, segaimana dilihat oleh hidayatullah.com.

Cholil menegaskan bahwa kodrat manusia adalah berpasangan laki-laki dengan perempuan. “Meskipun itu bawaan lahir bukan itu kadratnya. Manusia itu yang normal adalah laki berpasangan dengan perempuan begitu juga sebaliknya . Janganlah kita ikut menyiarkan pasangan LGBT itu,” tegasnya.

Selain Ketua MUI, Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md juga ikut menanggapi kontroversi terkait Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan homo ke podcast-nya. Tindakan Deddy Corbuzier tersebut dianggap mempromosikan perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dan mendapat banyak kecaman.

Terkait kontroversi ini, Mahfud justru mengomentari soal kebebasan berekspresi, baik ekspresi Deddy maupun ekspresi pengkritik Deddy.  “Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy seperti halnya Deddy berhak menampilkan video wawancara dengan LGBT tersebut,” kata Mahfud, Selasa (10/5/2022), dilansir Detikcom.

Mahfud mengatakan pilahan pilihan untuk ‘men-take down’ video juga sepenuhnya menjadi hak Deddy. “Akhirnya, jika tak mau terlalu ribet menjawab kritik, Deddy juga berhak untuk menghapus videonya. Belum ada masalah hukum dalam kasus ini. Ini masalah persepsi dan pandangan serta pilihan untuk sama-sama berekspresi,” kata Mahfud.

Deddy Corbuzier sebelumnya menjadi perhatian publik usai mengundang Tiktoker Ragil Mahardika dan pasangan homonya, pria Jerman bernama Frederick Vollert, di acara podcast di akun YouTube-nya. Video dengan durasi 1 jam 49 detik tersebut ia beri judul “TUTORIAL JADI G4Y DI INDO!! – Kami happy loh..”, dengan thumbnail “Pasangan G4y Viral. Konten Sensitif”.

Hal tersebut kemudian menjadi sorotan warganet dengan hashtag #UnsubscribePodcastCorbuzier yang sempat menjadi trending 1 di jejaring sosial Twitter. Tak sedikit yang beranggapan bahwa Deddy Corbuzier memberi panggung bagi para pelaku LGBT.*

HIDAYATULLAH

Sanksi Bagi Pelaku Sodomi

Perilaku sodomi jelas menyimpang dari ajaran agama, norma Indonesia pun juga menolak untuk menormalisasi orientasi seksual yang menyimpang ini. Lalu dalam Islam, bagaimana sanksi yang diterima oleh para pelaku sodomi ini?

Dalam Al-Qur’an para kaum sodomi langsung disiksa, dengan dihujani batu yang terbuat dari api neraka. Memandang mereka adalah kaum terdahulu, adapun dalam konteks umatnya Nabi Muhammad SAW, siksa semacam ini ditunda dulu. Hanya saja Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الفَاعِلَ وَالمَفْعُولَ بِهِ» وَفِي البَابِ عَنْ جَابِرٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ. وَإِنَّمَا يُعْرَفُ هَذَا الحَدِيثُ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ هَذَا الوَجْهِ وَرَوَى مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ هَذَا الحَدِيثَ، عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو، فَقَالَ: «مَلْعُونٌ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ»، وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ القَتْلَ، وَذَكَرَ فِيهِ «مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى بَهِيمَةً»

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwasanya rasulullah saw bersabda “sesiapa dari kalian yang mendapati orang yang melakukan perbuatannya kaum Nabi Luth As, yakni sodomi, maka bunuhlah ia”. Dalam riwayat lain dijelaskan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “orang yang melakukan sodomi itu akan dilaknat” (HR Sunan Al-Tirmidzi No. 1456)

Dalam kitab syarah hadis dijelaskan:

فِي شَرْحِ السُّنَّةِ فِي حَدِّ اللُّوطِيِّ، فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ فِي أَظْهَرِ قَوْلَيْهِ، وَأَبُو يُوسُفَ، وَمُحَمَّدٌ إِلَى أَنَّ حَدَّ الْفَاعِلِ حَدُّ الزِّنَا أَيْ إِنْ كَانَ مُحْصَنًا يُرْجَمُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُحْصَنًا يُجْلَدُ مِائَةً وَعَلَى الْمَفْعُولِ بِهِ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ عَلَى هَذَا الْقَوْلِ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ رَجُلًا كَانَ أَوِ امْرَأَةً مُحْصَنًا أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ ; لِأَنَّ التَّمْكِينَ فِي الدُّبُرِ لَا يُحْصِنُهَا فَلَا يَلْزَمُهَا حَدُّ الْمُحْصَنَاتِ، وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى أَنَّ اللُّوطِيَّ يُرْجَمُ مُحْصَنًا كَانَ أَوْ غَيْرَ مُحْصَنٍ وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ، وَالْقَوْلُ الْآخَرُ لِلشَّافِعِيِّ أَنَّهُ يُقْتَلُ الْفَاعِلُ وَالْمَفْعُولُ بِهِ كَمَا هُوَ ظَاهِرُ الْحَدِيثِ، وَقَدْ قِيلَ فِي كَيْفِيَّةِ قَتْلِهِمَا هَدْمُ بِنَاءٍ عَلَيْهِمَا، وَقِيلَ: رَمْيُهُمَا مِنْ شَاهِقٍ كَمَا فُعِلَ بِقَوْمِ لُوطٍ وَعِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ يُعَزَّرُ وَلَا يُحَدُّ. اه وَقِيلَ: يُقْتَلُ بِالضَّرْبِ وَقِيلَ: الْحَدِيثُ مَحْمُولٌ عَلَى مُجَرَّدِ التَّهْدِيدِ مِنْ غَيْرِ قَصْدِ إِيقَاعِ الْقَتْلِ ; لِأَنَّ الضَّرْبَ الْأَلِيمَ قَدْ يُسَمَّى قَتْلًا، وَنَقَلَ كَمَالُ بَاشَا عَنْ شَرْحِ الْجَامِعِ الصَّغِيرِ أَنَّ الرَّأْيَ فِيهِ إِلَى الْإِمَامِ إِنْ شَاءَ قَتَلَهُ إِنِ اعْتَادَهُ، وَإِنْ شَاءَ ضَرَبَهُ، وَحَبَسَهُ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ) .

“dalam syarah sunnah dijelaskan mengenai sanksi sodomi, menurut Imam Al-Syafii dalam saah satu qaul adzharnya, Abu Yusuf (dari Madzhab Hanafi), dan Muhammad, bahwa pelau sodomi itu persis seperti zina, maka sanksinya juga sama. Yakni jika muhsan, dirajam, jika belum, maka dicambuk 100 kali. 

Adapun korbannya, baik perempuan maupun laki-laki, maka ia dicambuk sejumlah 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal, pelaku sodomi baik muhsan atau tidak, dijatuhi hukuman rajam. Adapun pendapatnya Imam Syafi’I yang lain itu mengatakan bahwa sanksinya adalah dibunuh, sesuai literal hadis. 

Mengenai prosedur pembunuhannya, berbeda-beda. Ada yang mengatakan jika ia disuruh masuk ke ruangan, sehingga nanti gedungnya akan dirobohkan, yang kemudian mengenainya. Ada juga yang mengatakan dengan dilempari batu, seperti yang dialami kaumnya Nabi Luth As. Ada juga yang mengatakan dibunuhnya itu dengan dipenggal. 

Hanya saja ada ulama yang mengatakan bahwasanya hadis ini hanya sebatas tahdid (menakut-nakuti) saja, dengan tanpa adanya tujuan membunuh. Kamal Basya menuqil dari Syarah Jami’ Al-Shagir, bahwa pelaku sodomi jika sudah candu, maka ia dibunuh, dipukul atau dipenjara oleh imam (raja). ” (Mulla Ali Al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarah Misykat al-Mashabih, VI/2347)

Dalam literatur tafsir (exegesis), beberapa ulama ketika membahas ayat sodomi, beliau-beliau juga menyertakan pendapat ulama’ madzhab mengenai sanksi bagi pelaku sodomi. dijelaskan:

وفي تسمية هذا الفعل بالفاحشة دليل على أنه يجري مجرى الزنا يرجم من أحصن، ويجلد من لم يحصن، وفعله عبد الله بن الزبير: أتى بسبعة منهم، فرجم أربعة أحصنوا، وجلد ثلاثة، وعنده ابن عمر وابن عباس، ولم ينكروا به، وبه قال الشافعي. وقال مالك: يرجم أحصن أو لم يحصن، وكذا المفعول به إن كان محتلما، وعنده يرجم المحصن ويؤدب، ويحبس غير المحصن؛ وهو مذهب عطية وابن المسيب والنخعي وغيرهم. وعن مالك أيضا: يعزر أحصن أو لم يحصن؛ وهو مذهب أبي حنيفة. وحرّق خالد بن الوليد رضي الله عنه رجلا يقال له الفجاء عمل ذلك العمل، وذلك برأي أبي بكر وعلي، وإن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أجمع رأيهم عليه، وفيهم علي بن أبي طالب ذكره أبو حيان.

Perilaku sodom ini tak ubahnya seperti zina, maka orang yang belum berkeluarga (ghoiru muhsan) dijatuhi hukuman cambuk. Sanksi ini dipraktekkan oleh Abdullah bin Zubair, beliau menghakimi 7 perilaku sodom. Yang 4 dirajam sebab mereka sudah berkeluarga (muhsan), dan yang 3 dicambuk. 

Kejadian ini disaksikan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas, keduanya tidak mengingkari hal ini. Imam Al-Syafii mengikuti pendapat ini. Adapun menurut imam Malik, pelaku sodomi, baik muhsan atau tidak, ia disanksi rajam. Sebegitu juga korbannya, jika ia sudah ihtilam (mimpi basah).

 Menurut pendapatnya Ibnu Athiyyah, Ibnu Al-Musayyib, Al-Nakha’i dan lainnya, bahwa pelaku sodom jika muhson itu maka dijatuhi sanksi rajam dan direhabilitasi, adapun jika ia bukan muhsan, maka ia dipenjara. 

Dalam salah satu pendapatnya Imam Malik, pelaku sodomi baik muhsan atau tidak itu dihukum takzir (diasingkan dari desanya, diusir), Abu Hanifah juga berpendapat seperti ini. Adapun Khalid bin Walid itu membakar seorang sodomi yang bernama Fuja’, yang demikian atas pendapatnya Abu Bakar dan Ali bin Abi Thalib. 

Para sahabat juga konsensus atas pendapat ini, yang demikian dituturkan oleh Abu Hayyan. (Muhammad Al-Amin bin Abdullah Al-Alawi, Tafsir hada’iq al-ruh wa al-raikhan fi Rawabi Ulum Al-Qur’an  IX/423)

Demikianlah penjelasan mengenai sanksi bagi pelaku sodomi, semoga dengan mengetahuinya, kita dijaga oleh Allah SWT dari perilaku keji ini. Wa Al-Iyadz Billah.

BINCANG SYARIAH

Hukum Perempuan Pergi Haji dan Umrah Tanpa Mahram

Bagaimana hukum perempuan pergi haji dan umrah tanpa mahram? Pertanyaan ini sering sekali ditanyakan masyarakat Indonesia. Untuk menjawab persoalan tersebut, simak artikel berikut.

Sejatinya, Islam menawarkan solusi di setiap aturan dan ketentuan yang diberlakukan. Hampir tidak ada aturan atau ketentuan syari’at yang diberlakukan tanpa ada aspek daru al mafasid (menghindari kerusakan) dan atau aspek jalbu al mashalih (mendapatkan kemanfaatan). Salah satu aturan atau ketentuan syariat tersebut adalah keharusan disertai mahram bagi perempuan saat haji dan umrah.

Namun terkadang kita dapati beberapa perempuan pergi haji dan umrah meski tanpa disertai mahram. Pertanyaannya, bolehkah perempuan pergi haji dan umrah tanpa disertai mahram?

Pada masyarakat awam, sering terjadi salah paham dalam memahami istilah mahram. Mereka banyak yang menyebutnya dengan istilah muhrim. Dalam terminologi Bahasa Arab, kata mahram adalah orang-orang yang merupakan lawan jenis kita, namun haram (tidak boleh) dinikahi.

Dalam terminologi, istilah muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji setelah tahallul. Mahram tidak hanya berhenti pada masalah perkawinan. Hal tersebut terbukti dengan adanya ketentuan bagi seorang perempuan dalam melakukan safar, seperti safar haji dan umrah.

Pada dasarnya, terdapat dua pandangan tentang keharusan ditemani mahram saat safar bagi perempuan;
Pendapat Pertama

Menurut pendapat sebagian ulama, perempuan hanya diperbolehkan melakukan safar apabila disertai mahram. Ketentuan keharusan kesertaan mahram satu perempuan pada safar bisa ditemukan pada hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ketentuan ini juga tercantum dalam hadis sebagai berikut:

عن أبي معبد قال سمعت ابن عباس يقول سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يخطب يقول لا يخلون رجل بامرأة إلا ومعها ذو محرم ولا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم فقام رجل فقال يا رسول الله إن امرأتي خرجت حاجة وإني اكتتبت في غزوة كذا وكذا قال انطلق فحج مع امرأتك 

Diriwayatkan Abu Ma’bad berkata, ia mendengar dari Abbas bahwa Nabi bersabda: “Janganlah seorang perempuan menyendiri dengan seorang laki-laki kecuali dengan mahramnya dan janganlah seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali disertai mahramnya.

Seorang laki-laki berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah Saw. istriku bepergian untuk suatu kepentingan dan aku mendapat mandat untuk berperang. Rasulullah Saw. menjawab, “Pergilah berhaji bersama istrimu.”. (H.R. Imam Bukhârî dan Muslim)

Dari teks hadis tersebut, banyak ulama berpendapat bahwa perempuan tidak boleh keluar rumah, bahkan untuk berhaji sekalipun apabila tidak didampingi oleh mahram mereka. Pendapat ini dikemukakan oleh Sufyan al-Tsauri, Abu Hanifah, dan sebagian ulama Kufah.

Imam Nawawi dalam Shahih Muslim Bi Syarhi al-Nawawi menyebutkan bahwa Abu Hanifah bahkan menjadikan adanya mahram bagi perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji sebagai syarat yang harus dipenuhi.

Hal ini berarti apabila ada seorang perempuan yang punya kemampuan secara fisik atau finansial untuk melaksanakan ibadah haji, akan tetapi dia tidak mempunyai mahram yang akan menyertainya, maka perempuan tersebut tidak punya kewajiban untuk melaksanakan ibadah haji karena dia tidak memenuhi persyaratan adanya mahram yang harus menyertainya.

Pendapat Kedua

Berbeda dengan Abu Hanifah, Syafi’i dan al-Nawawi tidak memasukkan adanya mahram untuk perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji. Keduanya justru mensyaratkan adanya keamanan bagi perempuan apabila ingin melaksanakan ibadah haji.

Jaminan keamanan perempuan dalam melaksanakan ibadah haji tersebut tidak hanya tergantung pada adanya mahram yang menyertai tapi juga bisa didampingi dengan sesama perempuan yang dapat dipercaya atau dengan rombongan. Ketentuan ini juga berlaku juga untuk perginya perempuan selain untuk melaksanakan ibadah haji, seperti untuk bisnis, tugas, belajar atau kunjungan lain.

Menurut keduanya, alasan kuat mengapa Nabi Muhammad Saw melarang perempuan untuk keluar rumah tanpa disertai mahram adalah faktor keamanan. Beliau ingin menjamin keamanan perempuan dalam melakukan setiap aktivitas sehari-hari.

Maka, berdasarkan hadits yang telah disebutkan di atas bisa dipahami bahwa inti ajaran yang dapat diambil adalah bagaimana tanggungjawab dari keluarga dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi siapapun, terutama bagi kaum perempuan.[]

Demikian penjelasan hukum perempuan pergi haji dan umrah tanpa mahram. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

41 Ribu Jamaah Lakukan Konfirmasi Pelunasan Biaya Haji

41 ribu jamaah haji 2022 telah melakukan konfirmasi pelunasan biaya haji ke bank.

Sebanyak 41 ribu jamaah haji 2022 telah melakukan konfirmasi pelunasan biaya haji ke bank tempat mereka mendaftar. Direktur Layanan Haji Dalam Negeri Kementerian Agama (Kemenag) Saiful Mujab mengatakan, waktu yang dimiliki jamaah untuk melakukan proses ini dibuka untuk satu periode dari 9 hingga 20 Mei.

“Konfirmasi, tadi (pagi) sudah 41 ribu dari total 92 ribuan jamaah. Mungkin angkanya terbaru sudah di atas 45 ribu,” kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/5/2022).

Dia mengatakan, jamaah haji saat ini terbagi menjadi dua, yakni yang sudah melunasi biaya haji dan yang sudah melunasi namun memilih untuk mengambil kembali dananya. Pengambilan dana ini sesuai dengan KMA Nomor 660 Tahun 2021 yang terbit ketika Pemerintah Saudi mengumumkan tidak menerima jamaah dari luar negeri akibat pandemi.

Kedua jamaah ini lantas diminta untuk melakukan konfirmasi ke bank tempat mereka menyetorkan dana hajinya. Mereka tinggal datang dan mengonfirmasikan diri. Di sisi lain, Kemenag juga membuka kesempatan bagi jamaah haji untuk melakukan pelunasan bagi jamaah yang sempat mengambil dananya. Rentang waktu yang diberikan sama, hingga tanggal 20 Mei.

Sejauh ini, ia menyebut data jamaah sudah lengkap atau clear untuk proses administrasi. Jamaah tinggal diminta datang ke bank untuk konfirmasi kesiapan pemberangkatan maupun pelunasan biaya haji.

“Terkait maskapai, sekarang sudah mulai kontrak-kontrak dan mulai menyusul jadwal di 13 embarkasi. Dokumen terkait kesiapan pemeriksaan juga sudah disisir kembali, bahkan kita sampai lembur-lembur,” ujar dia.

Dokumen yang dimaksud berisi tentang data jamaah, termasuk kesehatan dan status vaksinasi mereka. Untuk di daerah, Kemenag sudah menyiapkan asrama haji sebagai titik keberangkatan jamaah. Pekan ini, kata Mujab, Kemenag akan melakukan persiapan pengukuhan petugas yang bertugas di embarkasi. Kesiapan kerja mereka akan dilakukan di pekan ini.

Terkait manasik, jamaah disebut telah melakukan bimbingan bersama kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) masing-masing. Namun secara umum, nantinya akan dilakukan manasik massal.

“Manasik yang reguler mungkin nanti akan manasik massal saja, kemungkinan di kota yang dua kali. Untuk kloter akhir, kalau sempat mungkin ada pemantapan di masing-masing KUA,” kata Mujab.

Mengingat waktu persiapan yang sangat sempit, Mujab menyebut jumlah program manasik memang dikurangi. Jika biasanya manasik ada yang enam hingga delapan kali manasik, kini hanya dilakukan empat kali manasik di KUA dan dua kali di tingkat kota.

Berdasarkan data vaksinasi jamaah di Siskohat, sejauh ini sudah hampir 60 hingga 70 persen jamaah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19. Kemenag menganjurkan jamaah yang sudah melakukan konfirmasi dan pelunasan agar segera melengkapinya.

Terakhir, ia menyebut saat ini pihaknya tengah melakukan verifikasi data untuk persiapan visa haji bagi jamaah Indonesia. Kemungkinan besar proses pembuatan visa dilakukan setelah tanggal 15 Mei.

“Insya Allah setelah tanggal 15-an baru mulai proses visa. Untuk paspor sudah di Kanwil masing-masing dan aman,” ujar Mujab.

IHRAM

Kemenag: Persiapan Haji Indonesia di Saudi Sedang Berjalan

Kementerian Agama (Kemenag) sedang menyiapkan penyelenggaraan haji tahun 1443 Hijriyah/ 2022 M di dalam negeri dan luar negeri. Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Nasrullah Jassam, menyampaikan bahwa proses persiapan haji Indonesia di Arab Saudi sedang berjalan.

Nasrullah mengatakan, semua persiapan haji di Arab Saudi sedang dalam proses. Kontrak pemondokan sedang berjalan, baik di Makkah maupun di Madinah. “Layanan yang sifatnya mandatori untuk persyaratan sebagai penerbitan visa juga sudah jalan,” kata Nasrullah saat dihubungi Republika, Rabu (11/5/2022).

Ia mengatakan, komunikasi dengan pihak Arab Saudi terkait dengan layanan-layanan seperti fast track, masyair dan armina sudah berjalan. Pembantu staf teknis haji (STH) juga sedang tanda tangan kontrak dengan beberapa pemilik hotel.

Ia menegaskan, prinsipnya di waktu yang mepet ini pemerintah Indonesia bisa terus intens komunikasi dengan pihak-pihak Arab Saudi. Untuk menyelesaikan hal-hal yang sifatnya mandatori.

“Saya sendiri dapat update setiap hari dari teman-teman, seperti hari ini mereka sudah bertemu dengan muassasah yang ada di Madinah,” ujar Nasrullah.

Nasrullah menambahkan, besok malam akan berangkat ke Jeddah. Nanti akan memberikan informasi terbaru terkait persiapan haji.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) dan PT Garuda Indonesia hari ini menandatangani perjanjian pengangkutan udara jamaah haji reguler 1443 H/ 2022 M. Perjanjian ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief dan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.

Kedua belah pihak sepakat terkait pemberangkatan dan pemulangan jamaah haji Indonesia dari sembilan embarkasi.

“Garuda akan menerbangkan jamaah haji Indonesia dari sembilan embarkasi, yaitu: Aceh, Medan, Padang, sebagian Jakarta-Pondok Gede, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar dan Lombok,” kata Hilman melalui pesan tertulis kepada Rabu (11/5/2022).

IHRAM

Fikih Silaturahmi (Bag. 1): Pengertian, Hukum, dan Macam-Macam Kerabat

Hari raya Idulfitri dan libur lebaran sarat dengan istilah ‘silaturahmi’ saling mengunjungi satu dengan yang lain, mudik, halal bi halal, dan segala macam pernak-pernik lainnya yang berkaitan dengan menyambung silaturahmi. Lalu, apa yang dimaksud dengan silaturahmi di dalam syariat Islam? Apa saja yang diajarkan syariat ini terkait silaturahmi serta bagaimana hukumnya?

Makna dan pengertian silaturahmi

Silaturahmi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini di dalam bahasa Arab sebenarnya tersusun dari 2 kata, As-Shilah (Arab: الصلة) dan Ar-Rahim (Arab: الرحم). Sehingga, agar mengetahui hakikat serta maknanya, haruslah mengetahui terlebih dahulu makna dari dua kata tersebut.

As-Shilah secara bahasa merupakan lawan dari Al-Qat’u (القطع) yang artinya terputus. Maka, makna As-Shilah adalah kata yang menunjukkan perihal menyambungkan dan menggabungkan satu objek dengan objek lainnya sehingga menempel dan tersambung.

Secara istilah makna As-Shilah adalah “berbuat baik tanpa mengharapkan balasan”. An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama’ mengatakan, ‘Hakikat ‘menyambung’ (Arab: الصلة) adalah lemah lembut dan kasih sayang.’”

Adapun makna Ar-Rahim secara bahasa adalah rumah tumbuhnya sebuah janin dan tempat wadahnya di perut (tempat terbentuk dan terciptanya janin), kemudian dikaitkan kepada kerabat dekat dan sebab kedekatannya.”

Secara istilah Ar-Rahim memiliki arti istilah yang mencakup semua orang yang memiliki ikatan rahim dari kalangan karib kerabat serta disatukan oleh nasab, tanpa memandang apakah itu mahram bagi orang tersebut ataupun tidak.”

Dari penjabaran di atas, maka pengertian silaturahmi yang sesuai dengan kaidah bahasa dan ajaran Islam adalah seperti yang disampaikan oleh An-Nawawi rahimahullah,

هي الإحسان إلى الأقارب على حسب حال الواصل والموصول، فتارة تكون بالمال، وتارة بالخدمة، وتارة بالزيارة والسلام وغير ذلك

“Ia adalah berbuat baik kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan. Terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, terkadang dengan memberi bantuan tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara lainnya”. (Syarh Shahih Muslim, 2: 201).

Seringkali orang-orang berdebat, mana yang benar antara ‘silaturahmi’ atau ‘silaturrahim’?

Untuk konteks penulisan bahasa Arab, kata silaturahim memiliki makna literal yang paling tepat. Karena, bila merujuk sejumlah hadis dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lebih banyak menggunakan kata “rahim” atau “silaturahim” dibandingkan dengan kata “rahmi” dari “silaturahmi”.

Namun, di dalam bahasa Indonesia, kata yang terdaftar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ‘silaturahmi’ yang bermakna tali persahabatan (persaudaraan). Untuk itu, orang Indonesia lebih disarankan menggunakan kata silaturahmi yang makna katanya sudah dikembalikan ke dalam bahasa Indonesia.

Hanya saja harus kita pahami, kedua kata ini sejatinya berasal dari akar kata yang sama. tidak ada yang perlu dipermasalahkan antara silaturrahmi ataukah silaturahim. Selama makna yang dimaksud sama, yaitu menyambung hubungan persaudaraan dengan kerabat. Para ulama juga telah menetapkan sebuah kaedah,

لا مشاحة فى الاصطلاح

“Tidak ada perdebatan dalam istilah.”

Artinya, selama maknanya sama, maka tidak jadi masalah. Wallahu A’lam.

Mengenal dua macam kerabat

Kerabat terbagi menjadi dua macam: kerabat mahram dan kerabat nonmahram.

Kerabat mahram, yaitu ketika ada dua orang yang antara keduanya memiliki ikatan, jika dipermisalkan salah satunya laki-laki dan yang lainnya perempuan, maka keduanya tidak diperbolehkan untuk saling menikahi. Contohnya antara anak dengan bapak dan ibunya, ataupun dengan saudara laki-laki maupun perempuannya, ataupun kakek dan neneknya sampai ke tingkatan selanjutnya. Antara seseorang dengan anaknya atau anak suaminya (dari istri yang lain) hingga ke tingkatan bawahnya. Antara seseorang dengan saudara bapaknya (paman dan bibi pihak bapak) atau dengan saudara ibunya (paman dan bibi dari pihak ibu).

Kerabat non-mahram, yaitu mereka adalah kerabat yang bukan mahram kita, seperti anak perempuan paman dan bibi, baik dari pihak bapak ataupun dari pihak ibu.

Hukum silaturahmi

Dari peninjauan terhadap dalil yang ada, hukum dasar silaturahmi adalah wajib, di antaranya firman Allah Ta’ala,

وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, .janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia.’” (QS. Al-Baqarah: 83)

Di ayat yang lain Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim (kekerabatan).” (QS. An-Nisa’: 1)

Al-Qurtubi rahimahullah di dalam kitab tafsirnya menambahkan, “Semua Millah (ajaran terdahulu) sepakat bahwa hukum menyambung tali silaturahmi adalah wajib dan memutuskannya merupakan sebuah keharaman.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  juga pernah bersabda,

خَلَقَ اللَّهُ الخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ منه قامَتِ الرَّحِمُ، فأخَذَتْ بحَقْوِ الرَّحْمَنِ، فقالَ له: مَهْ، قالَتْ: هذا مَقامُ العائِذِ بكَ مِنَ القَطِيعَةِ، قالَ: ألا تَرْضَيْنَ أنْ أصِلَ مَن وصَلَكِ، وأَقْطَعَ مَن قَطَعَكِ، قالَتْ: بَلَى يا رَبِّ، قالَ: فَذاكِ. قالَ أبو هُرَيْرَةَ: اقْرَؤُوا إنْ شِئْتُمْ: {فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ} [محمد: 22]

“Allah Ta’ala menciptakan makhluk. Dan setelah selesai dari menciptakannya, bangkitlah rahim, lalu berpegangan kepada kedua telapak kaki Tuhan Yang Mahapemurah. Maka Dia berfirman, ‘Apakah keinginanmu?’ Rahim menjawab, ‘Ini adalah tempat memohon perlindungan kepada-Mu dari orang-orang yang memutuskan (aku).’ Maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Tidakkah kamu puas bila Aku berhubungan dengan orang yang menghubungkanmu dan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu?’ Rahim menjawab, ‘Benar, kami puas.’ Allah berfirman, ‘Itu adalah untukmu.’ Lalu Abu Hurairah berkata, ‘Bacalah oleh kalian bila kalian menghendaki firman Allah Ta’ala berikut, yaitu ‘Maka apakah kiranya jika kamu berpaling (dari jihad) kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?’ (QS. Muhammad: 22).” (HR. Bukhari no. 4830 dan Muslim no. 2554)

Hukum silaturahmi akan berbeda-beda tergantung jenis kekerabatannya. Para ulama berbeda pendapat terkait siapa saja yang wajib hukumnya untuk kita sambung silaturahmi dengannya (sehingga akan berdosa bila memutus silaturahmi dengan mereka) dan siapa saja kerabat yang hukumnya sunah untuk disambung silaturahminya.

Pendapat yang terkuat dari segi pendalilannya adalah pendapat yang masyhur di dalam mazhab Hanafi, serta merupakan pendapat sebagian ulama Maliki dan ini juga pendapatnya Abu Al-Khattab salah seorang ulama Hambali, yaitu “Kerabat yang wajib disambung silaturahminya adalah kerabat mahram kita.”

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

لا تُنكحُ المرأةُ علَى عمَّتِها ولا العمَّةُ علَى بنتِ أخيها ولا المرأةُ علَى خالتِها ولا الخالةُ علَى بنتِ أختِها ولا تُنكحُ الكبرى علَى الصُّغرى ولا الصُّغرى علَى الكبرى

“Tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya (saudari ayah), dan seorang bibi dinikahi sebagai madu anak wanita saudara laki-lakinya, dan tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya (saudari ibu) dan seorang bibi sebagai madu bagi anak wanita saudara wanitanya. Dan tidak boleh seorang kakak wanita dinikahi sebagai madu adik wanitanya, dan adik wanita dinikahi sebagai madu kakak wanitanya.” (HR. Abu Dawud no. 2065)

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

نهى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنْ تُزوَّجَ المرأةُ على العمَّةِ والخالةِ قال: ( إنَّكنَّ إذا فعَلْتُنَّ ذلك قطَعْتُنَّ أرحامَكنَّ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seorang wanita dinikahkan sebagai madu bibinya (dari pihak ayah) dan bibi (dari pihak ibu), kemudian beliau melanjutkan, ‘Sesungguhnya jika kalian (perempuan) melakukan hal seperti itu, maka kalian telah memutus hubungan kekerabatan kalian.’” (HR. Ibnu Hibban no. 4116)

Kemudian dalil mereka yang lain adalah mereka yang bukan mahram, maka dilarang untuk untuk berkhalwat (berduaan) dengan mereka dan dilarang juga bercampur baur dengan mereka, tentu hal ini bertolak belakang dengan realisasi silaturahmi. Baik itu pergi ke rumah mereka ataupun berkumpul dan duduk bersama mereka. Oleh karena adanya hal yang bertentangan ini, maka silaturahmi menjadi wajib hanya dengan kerabat mahram saja.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, bahwa hukum menyambung silaturahmi terbagi menjadi dua:

Pertama: Wajib. Jika itu kepada kerabat dekat yang menjadi mahram bagi seseorang. Seperti saudara dan saudari bapak (paman dan bibi) ataupun saudara dan saudari ibu (paman dan bibi dari pihak ibu)

Kedua: Sunnah. Maka makruh untuk memutus hubungan dengan mereka, yaitu kerabat nonmahram bagi seseorang. Seperti anak paman dan bibi (sepupu).

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc

Sumber: https://muslim.or.id/75252-fikih-silaturahmi-bag-1-pengertian-hukum-dan-macam-macam-kerabat.html