Jamaah Haji akan Tetap Dipantau Kesehatannya di Tanah Air, Ini Alasannya

Jamaah haji yang dinyatakan sehat saat kedatangan ke Indonesia tetap akan dipantau kesehatannya. Jamaah dipantau di daerah masing-masing selama 21 hari oleh dinas kesehatan masing masing.

“Apabila selama pemantauan ada gangguan kesehatan, diharapkan agar segera melapor ke faskes setempat,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji, dr  Budi Sylvana, MARS, Kamis (14/7/2022). 

Pemantauan ini dimaksudkan sebagai deteksi dini terhadap penyakit menular, diantaranya adalah Covid-19, Mers-Cov, Meningitis, polio, dan penyakit yang berpotensi menimbulkan public health emergency of international concern (PHEIOC). 

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit No. HK.02.02/C/2782/2022 Tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Jamaah Haji di Embarkasi dan Debarkasi 

Jamaah haji akan dibekali dengan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah haji (K3JH). Selama 21 hari masa pemantauan, apabila terdapat demam atau gejala sakit lainnya maka jamaah yang sakit segera ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat dengan membawa K3JH. 

“Tentunya selama 21 hari jika timbul gejala sakit, jamaah harus segera lapor dan berobat ke fasilitas kesehatan terdekat dengan membawa K3JH,” jelasnya. 

Apabila dalam kurun waktu 21 hari gejala penyakit tidak muncul, maka jamaah tetap diminta untuk menyerahkan K3JH kepada puskesmas terdekat. Budi juga mengingatkan jamaah haji agar tetap menerapkan perilaku hidup bersih sehat (PHBS), seperti istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang bergizi, dan jaga kebersihan diri setibanya jamaah di kampung halaman dan selama proses pemantauan kesehatan. “Untuk memastikan jamaah tetap sehat sekembalinya ke Tanah Air,” ujar budi. 

Nantinya, setibanya jamaah haji di Bandara Internasional (debarkasi) maka akan langsung dilakukan skrining kesehatan berupa pengecekan suhu melalui thermal scanner dan thermal gun, tanda dan gejala serta melakukan observasi terhadap jamaah di asrama haji debarkasi. 

Apabila didapati jamaah dengan gejala demam atau menunjukkan potensi penyakit menular, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan test antigen. Selanjutnya, bila hasil reagen menunjukkan reaktif, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. 

Selain skrining kesehatan, Kementerian Kesehatan juga telah menyiapkan posko kesehatan di bandara untuk pelayanan rawat jalan, emergency, dan rujukan. 

Selain itu juga menyediakan mobil ambulans dan tenaga medis sebagai antisipasi terhadap penyakit menular. Kemenkes juga menyiapkan sistem surveilans kesehatan terhadap jamaah haji Indonesia yang tiba di Tanah Air besama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota.  

IHRAM

Jamaah Haji yang Segera Pulang Diingatkan Disiplin Prokes

Jamaah haji yang segera kembali pulang ke Tanah Air diingatkan agar tetap menjaga protokol kesehatan mengingat ibadah haji 2022 dilaksanakan dalam periode kesiapsiagaan terhadap Covid-19.

“Ingat masker tidak hanya melindungi kita dari Covid-19, melainkan juga dari potensi penularan penyakit lainnya,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Budi Sylvana, Rabu (13/7/2022).

Khusus kepada jamaah haji gelombang pertama yang akan segera pulang ke Indonesia, diminta untuk tetap disiplin terhadap protokol kesehatan, apalagi terjadi peningkatan kasus di Tanah Air. Jamaah haji gelombang pertama akan mulai bertolak ke Tanah Air pada 15 dan 16 Juli 2022 melalui Bandara King Abdulaziz, Jeddah, Arab Saudi.

Bagi jamaah haji yang akan menuju Madinah juga diimbau tetap disiplin prokes. Selain itu, juga jangan lupa minum air jangan tunggu haus dan selalu menggunakan APD terutama saat beraktivitas di luar pemondokan yang untuk menghindarkan jamaah dari kelelahan dan dehidrasi.

“Ingat kelelahan dan dehidrasi dapat memicu munculnya penyakit lainnya,” tambah Budi.

Dia menjelaskan, setelah puncak haji di Arafah, Muzdhalifah dan Mina (Armuzna) terjadi pergeseran tren penyakit jamaah haji. Hingga Selasa (12/7/2022 tercatat sebanyak 14.962 jamaah haji mengalami batuk pilek, menggeser hipertensi ke posisi kedua dengan 12.720 kasus. Sementara posisi ketiga ditempati oleh penyakit saluran pernafasan sebanyak 6.785 kasus dan nyeri otot di posisi keempat dengan 5.272 kasus.

IHRAM

Mengapa Nabi Muhammad Hanya Melakukan Haji Sekali Seumur Hidup?

Mengapa Nabi Muhammad Hanya Melakukan Haji Sekali Seumur Hidup?  Pasalnya, haji adalah ibadah wajib bagi seorang mukmin yang memenuhi syarat-syarat tertentu terutama kategori mampu. Kewajiban ibadah ini hanya dibebankan kepada mukmin yang mampu tersebut sekali seumur hidup.

Tapi sebagian masyarakat melakukannya hampir tiap tahun, sedangkan Nabi Muhammad hanya melakukan ibadah haji sekali seumur hidup. Mengenai syariat wajibnya haji yang diberikan kepada Nabi Muhammad dan umatnya memiliki beragam versi. Ibnu Hajar al-Asqolani mengutip pendapat Abu al-Farj al-Jauzi yang menyebutkan tahun ke-5 pasca hijrah.

Sedangkan Imam Nawawi mengatakan tahun ke-6, Imam Abu ar-Rof’ah tahun ke-8, dan beberapa versi lainnya. Namun mayoritas ulama berpendapat, bahwa kewajiban haji bagi umat muslim adalah setelah hijrah. Meskipun haji sudah menjadi ritual ibadah sebelum risalah kenabian Muhammad.

Artinya, pada saat itu, Nabi Muhammad dan beberapa sahabat sudah menjadi penduduk Madinah. Namun, berdasarkan pendapat mayoritas ulama, beliau baru melaksanakan haji pada tahun ke-10 Hijriah yang ternyata menjadi haji bagi beliau untuk pertama dan terakhir. Sebab, pada tahun berikutnya, beliau wafat.

Sebagaimana hadis shahih Bukhari melalui penuturan Anas bin Malik,

 سَأَلْتُ أنَسًا رَضيَ اللهُ عنه: كَمِ اعْتَمَرَ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ؟ قالَ: أرْبَعٌ: عُمْرَةُ الحُدَيْبِيَةِ في ذِي القَعْدَةِ حَيْثُ صَدَّهُ المُشْرِكُونَ، وعُمْرَةٌ مِنَ العَامِ المُقْبِلِ في ذِي القَعْدَةِ حَيْثُ صَالَحَهُمْ، وعُمْرَةُ الجِعِرَّانَةِ إذْ قَسَمَ غَنِيمَةَ -أُرَاهُ- حُنَيْنٍ. قُلتُ: كَمْ حَجَّ؟ قالَ: واحِدَةً.

“Aku bertanya pada Anas Radhiyallahu ‘anhu, berapa kali Nabi Muhammad melaksanakan umroh?’ Anas menjawab, ‘empat, di antaranya umroh Hudaibiyah di bulan Dzulqo’dah saat kaum musyrik menghalangi beliau.

Adapun umroh tahun berikutnya di bulan Dzulqo’dah setelah melakukan perjanjian damai dengan mereka, umroh al-Ji’ronah ketika beliau membagikan harta rampasan perang dan aku menduga itu adalah harta rampasan perang Hunain.’ Lalu aku bertanya lagi, ‘berapa kali beliau melaksanakan haji?’ Anas menjawab, ‘sekali.”

Saat haji menjadi syariat yang wajib bagi umat muslim dan menjadi salah satu rukun Islam, kondisi kota Mekkah masih berada di bawah kekuasaan orang-orang Kafir. Sehingga cukup sulit bagi Nabi dan umatnya kala itu untuk ziarah ke Mekkah.

Dalam proses rekonsiliasi dengan kaum kafir Mekkah, Nabi tidak serta merta nekat atau terburu-buru melaksanakan kewajiban haji demi keselamatan umat muslim. Maka Nabi baru melakukan haji beberapa tahun setelah diwajibkannya.

Selain itu, hikmah dari pelaksanaan haji yang dilakukan oleh Nabi hanya sekali adalah agar umatnya tidak merasa terbebani dan menyangka bahwa haji wajib dilaksanakan tiap tahun. Mengingat bahwa persiapannya yang cukup panjang terutama mengenai persiapan finansial baik untuk jamaah haji itu sendiri dan keluarga yang ditinggalkan.

Itulah mengapa haji yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad disebut haji Wada’ yang artinya haji perpisahan. Di ibadah tersebut Nabi membuka khotbahnya dengan kalimat,

أيها الناس ، اسمعوا قولي ، فإني لا أدري لعلي لا ألقاكم بعد عامي هذا

“wahai manusia! dengarkanlah ucapanku.. sesungguhnya aku tidak tahu, barangkali aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian pada tahun berikutnya….”

Lalu Nabi meneruskan pesan-pesannya kepada umat muslim. Kalimat yang seolah memberi pertanda sebuah salam perpisaan.

BINCANG SYARIAH

Homoseksual dan Kebebasan Seksual: Melawan Pancasila!

Tidak ada gen homo, homoseksual, LGBT dan penganut kebebasan seksual tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila

HARI ini  ini Hari ini bangsa kita memperingati hari lahirnya Pancasila yang menjadi pedoman dan falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara.  Fenomena sosial saat ini yang terjadi justru sangat memprihatinkan, yaitu berkembangnya kelompok homoseksual yang menamakan dirinya sebagai kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual,Transgender)  dan penganut kebebasan seksual yang tentu saja bertentangan dengan nilai-nilai agama dan Pancasila.

Isu  LGBT, dan kebebasan seksual yang kampanyekan secara global secara langsung sudah mendatangkan musibah penyakit bagi dunia, dalam beberapa minggu ini di Eropa ditemukan penyakit cacar monyet, bahkan di Spanyol sebuah spa tempat berkumpulnya kau homoseksual (gay) di tutup karena ternyata virus cacar monyet menyebar dan disebarkan dari komunitas homoseksual (LGBT), demikian juga dengan kasus HIV/AIDS bahkan diprediksi penyebaran HIV/AIDS pertama kali didapati pada kelompok homoseksual.

HIV/AIDS saat ini sudah merenggut 33 juta nyawa didunia, di tahun 2019 saja didapati 1,7 juta orang terinveksi HIV. Menurut data Ditjen P2P Kemenkes pada tahun 2019 didapati 50.282 terinveksi HIV dan 7.036 terkena AIDS. 71,6% berusia 25-49 tahun dan 14,1% berusia 20-24 tahun.

Dari ini juga menunjukkan bahwa Lelaki Seks Lelaki (LSL) angkanya 21,4% terus meningkat tahun 2010-2020 lebih tinggi dari heteroseksual (17,9%). Bahkan data tahun 2021 Kemenkes RI periode Januari-Juni faktor resiko penularan HIV-Aids terbanyak adalah kelompok Homoseksual (LSL & Waria) 26,2%.

Menurut dr.Dewi Inong Irna, Spkk (2022) yang aktif memberikan bantuan kepada penderita IMS akibat perilaku homoseksual mengatakan, perilaku homoseksual dan kebebasan  seksual adalah fenomena gunung es, karena diprediksi angka kejadian infeksi menular seksual (termasuk HIV/AIDS) sebenarnya banyak yang belum terdata/terdeteksi karena tanpa gejala. Menurut Dewi, resiko tertinggi perilaku seks anus laki-perempuan bukan suami istri juga beresiko tinggi tertular IMS yang ini merupakan bagian dari penyimpangan seksual.

Dalam pengalamanya menangani pasien yang melakukan kebebasan seksual dan  homoseksual, didapati mereka terkena Inveksi Menular Seksual (IMS) seperti sifilis, kutil kelamin, gonore, herpes kelamin, kanker mulut rahim, kanker dubur, limfogranuloma venereum, bahkan sarkoma kaposi generasi baru-virus HHV 8, muncul pertama pada Lelaki Seks Lelaki (LSL) pelaku seks anal di Amerika tahun 2016.

Homoseksual bukan genetik!

Menurut penelitian yang dilakukan oleh ahli genetik Andrea Ganna dari MIT Harvard di Cambridge Massachusetts (2019,) yang melakukan penelitian kepada 500 ribu orang mengatakan bahwa LGBT bukan gen bawaan lahir tidak ada gen gay. Namun perilaku homoseksual terjadi karena pergaulan, lingkungan, budaya, keluarga yang bercerai, korban kejahatan seksual.

Demikian juga penelitian yang di publikasi di International Journal of Scientific and Technology Research “LGBT Among Students: A Case Study at Several Universities in Indonesia”  yang dilakukan Fatgehipon dkk, yang menemukan bahwa seseorang menjadi homoseksual adalah sebagai pilihan hidup karena beberapa faktor. Faktor pertama,  psikodimanik dari konflik yang tidak disadari dan perkembangan psikososial yang bermasalah, kedua. adalah pengalaman seksual yang buruk di masa lalu, ketiga, adalah trauma cinta seperti karena disakiti, dikecewakan, korban kekerasan oleh lawan jenis, dan keempat, kebutuhan seksual individu yang berbeda-beda.

Perilaku kebebasan seksual dan penyimpangan seksual di Indonesia sudah sangat memprihatikan, dalam survei terpadu Biologis dan Perilaku 2018-2019 yang dilakukan Kementerian Kesehatan RI perilaku homoseksual 17% dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun. Median usia pertama kali melakukan seks vaginal dan anal adalah usia 18 tahun (termuda 14 tahun dan tertua 20 tahun) artinya kelompok remaja 19 tahun paling banyak.

Dalam Rencana Aksi Nasional 2015-2019 untuk menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia memerlukan dana  184,71 juta USD, pemerintah pusat sejak 2019 sudah mengalokasikan Rp.2,5 Triliun.

Menurut penelitian Human Right Watch (HRW) (2018) dalam 10 tahun terakhir prevalansi Lelaki Seks Lelaki (LSL) meningkat sampai 500%. Artinya semakin banyak laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki yang terkena HIV, bahkan dalam temuan HRWG di Jakarta sepertiga dari laki-laki yang melakukan hubungan seksual sejenis terkena HIV.

Mengidentikan dirinya dengan kelompok LGBT sangat erat kaitannya dengan perilaku seks bebas yang beresiko. Karena kadang kala mereka merasa aman melakukan dengan sejenis karena tidak menyebabkan kehamilan, padahal perbuatan “zina ” sejenis lebih berbahaya karena bisa menyebabkan kematian dan terinveksi penyakit menular seksual.

Perilaku seksual yang menyebabkan terjadinya penularan HIV/AIDS dan penyakit menular seksual pada kelompok LGBT salah satunya adalah melakukan hubungan seksual melalui anus/anal yang itu dapat dikategorikan adalah penyimpangan seksual.

Menurut penelitian CDC (Kementerian Kesehatan Amerika), orang yang disodomi resikonya lebih besar terkena HIV, hubungan seksual melalui anus cenderung membuat pelaku kecanduan seperti kecanduan narkoba, karena kelenjar prostat tergeser dari anus, ini menyebabkan yang menyodomi dan yang disodomi akan kecanduan.

Kesimpulan

Pertama, perilaku kebebasan seksual dan penyimpangan seksual adalah bertentangan dengan negara Pancasila, yaitu Sila Pertama: Ketuhanan yang Maha Esa, dimana tak satu agamapun di Indonesia ini yang membenarkan perilaku kebebasan dan penyimpangan seksual, dalam sila kedua juga jelas meyatakan: Kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku seks bebas dan menyimpang adalah perbuatan yang tak beradab serta melanggar norma-norma agama, sosial dan budaya masyarakat Indonesia.

Kedua, kebebasan dan perilaku seksual menyimpang bisa dikategorikan sebagai ancaman negara, karena dapat menimbulkan wabah penyakit,  konflik sosial, anak diluar nikah yang menurunkan kualitas dan  kesehatan anak, penyebaran Infeksi Menular Seksual  termasuk HIV/AIDS yang dapat menyebabkan kematian.

Ketiga, gerakan komunitas yang mempropagandakan kebebasan seksual, penyimpangan seksual termasuk homoseksual harus bisa dipidana, karena merusak sendi-sendi moral masyarakat Indonesia. Ada banyak kasus remaja yang menjadi seorang homoseksual karena dibujuk rayu oleh individu untuk mendapatkan kepuasan seksual dan merekrut mereka menjadi komunikasi homoseksual yang tentu saja melanggar HAM.

Keempat, komunitas homoseksual adalah kelompok yang harus mendapat perhatian, bimbingan, pendampingan  karena mereka oleh dikategorikan sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa  Indonesia (PDSKJI), karena mereka ingin berubah,kembali fitrah, sehingga membutuhkan akses layanan psikologi dan kesehatan.

Kelima,  perilaku homoseksual dan kebebasan seksual adalah ancaman negara karena bisa mengancam keselamatan bangsa dengan penyakit dan kepunahan. LGBT adalah transnasional ideologi yang berbahaya bisa merusak asa depan bangsa, untuk itu perlu upaya membentengi generasi muda dari paham  ideologi LGBT.*

Oleh: Muhammad Iqbal, Ph.D

Penulis adalah psikolog dan dosen Universitas Paramadina, alumni PPRA-54 Lemhannas RI. IG @muhammadiqbalpsy

HIDAYATULLAH

Remaja Ini Menyesal Menjalani Operasi Penggantian Kelamin setelah Terpapar ‘Aktivitas LGBT’

Seorang gadis berusia 17 tahun yang sebelumnya menjadi transgender, menyesali dan memperingatkan tentang tindakan mengizinkan seorang anak untuk menjalani operasi penggantian kelamin. Menurut Daily Mail, Chloe Cole menceritakan kisah hidupnya yang pernah meminum pil hormon menstruasi dan menjalani operasi penggantian kelamin yang menyakitkan yang merusak tubuhnya sejak ia berusia 13 tahun.

Bahkan, kata dia, tindakan itu juga membuatnya tidak bisa melahirkan anak sendiri dan menyusui bayinya karena sudah dua kali menjalani mastektomi. Gadis itu juga mengakui bahwa tindakanya berisiko terkena kanker tertentu seperti kanker serviks karena perawatan invasif yang dia jalani.

Cole dari Central Valley, California mengungkapkan trauma yang dideritanya dalam kesaksiannya selama persidangan kasus penggantian uang kepada seseorang yang menjalani perawatan hormon di Florida. Bulan lalu, Gubernur Ron DeSantis melarang operasi penggantian kelamin untuk anak-anak dan membatalkan pembayaran dana Medicaid untuk perawatan transgender dewasa di negara bagian tersebut.

Sebelumnya, ahli bedah negara bagian Joseph Lapado mendesak Dewan Medis Florida untuk membuat ‘standar perawatan’ baru untuk merawat anak di bawah umur yang sedang mempertimbangkan untuk menjalani operasi penggantian kelamin. Sementara itu, kata Cole, tidak ada anak atau remaja seusianya yang harus menghadapi situasi yang menimpanya.

Bahkan, kata dia, belum memahami implikasi dan masalah yang akan muncul akibat pergantian kelamin meski sudah diinformasikan sebelum menjalani operasi. “Saya tanpa sadar memotong bagian dari diri saya yang sebenarnya yang sekarang tidak dapat diubah dan menyakitkan,” katanya.

Remaja tersebut menjalani ‘penggantian jenis kelamin’ antara usia 13 dan 16 tahun, menjalani operasi mastektomi pada usia 15 pada Juni 2020. Cole juga dilaporkan mengonsumsi testosteron dan pil KB.

Awal tahun ini, dia mengatakan kepada New York Post  bahwa paparannya terhadap aktivisme LGBTQ+ di Instagram pada usia 11 tahun mendorongnya untuk bertransisi. “Saya mulai terpapar banyak konten dan aktivis LGBT,” akunya.

“Saya melihat bagaimana orang-orang trans-online mendapat banyak dukungan, dan jumlah pujian yang mereka dapatkan benar-benar berbicara kepada saya karena, pada saat itu, saya tidak benar-benar memiliki banyak teman sendiri, “ ujarnya.

Chloe mengatakan dia masih menunggu untuk mengetahui apakah suntikan testosteronnya, yang diberikan oleh ibunya, telah membuatnya tidak subur. Ketika berbicara tentang mastektomi, dia mengatakan itu ‘adalah proses yang sangat jelas dan itu pasti sesuatu yang saya tidak siap melakukan.”

Dia juga menambahkan masih dalam kegelapan tentang gambaran keseluruhan kesehatannya saat ini.*

HIDAYATULLAH

Jangan Lupa Dzikir Ketika Masuk Rumah!

Hendaknya jangan lupa untuk berdzikir setiap kali anda masuk ke rumah. Allah ta’ala berfirman:

فإذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتاً فَسَلِّمُوا على أنْفُسِكُمُ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً

“Jika kalian masuk ke rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian, dengan salam perhormatan yang Allah ajarkan, yang penuh keberkahan dan kebaikan” (QS. An Nur: 61).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ، وَلَا عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ، فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ، وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

Jika seseorang masuk ke rumahnya, kemudian berdzikir kepada Allah ketika masuk dan juga ketika makan, maka setan akan berkata (kepada teman-temannya) : “tidak ada tempat menginap bagi kalian dan tidak ada makan malam bagi kalian!”.

Namun jika seseorang masuk ke rumahnya, kemudian ia tidak berdzikir kepada Allah, maka setan akan berkata (kepada teman-temannya) : “Kalian telah mendapati tempat menginap”. Dan jika ia tidak berdzikir ketika makan, setan akan berkata: “Kalian telah mendapati tempat menginap dan makan malam!” (HR. Muslim no. 2018).

Ayat dan hadits di atas mengingatkan kita agar senantiasa berdzikir kepada Allah, khususnya ketika masuk ke dalam rumah. Karena jika kita lalai berdzikir ketika masuk rumah, maka setan akan ikut masuk dan menginap di dalam rumah kita. Wal ‘iyyadzu billah.

Dzikir yang hendaknya diucapkan adalah:

1. Ucapan tasmiyah, yaitu “bismillah“.

2. Ucapan salam

Lebih utama jika diucapkan kedua-duanya, atau minimal salah satunya. An Nawawi rahimahullah menjelaskan:

يُستحبّ أن يقول إذا دخلَ بيتَه: باسم الله، وأن يكثرَ من ذكر الله تعالى، وأن يسلّمَ سواء كان في البيت آدميّ أم لا

“Dianjurkan ketika masuk rumah untuk mengucapkan: “bismillah“, dan memperbanyak dzikir kepada Allah ta’ala, serta mengucapkan salam. Baik di rumah ada orang atau tidak” (Al Adzkar hal. 23).

Adapun doa masuk dan keluar rumah, dengan lafadz:

بِسْمِ اللَّهِ وَلَجْنَا، وَبِسْمِ اللَّهِ خَرَجْنَا، وَعَلَى اللَّهِ رَبِّنَا تَوَكَّلْنَا

Dengan nama Allah aku masuk (rumah) dan dengan nama-Nya aku keluar (rumah). Dan hanya kepada Allah aku bertawakal” (HR. Abu Daud no.5096).

Haditsnya dinilai dhaif oleh Syaikh Al Albani (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah, 12/731).

Namun yang mengamalkan doa ini pun tidak diingkari, karena sebagian ulama seperti Syaikh Ibnu Baz menghasankan haditsnya.

Wallahu a’lam.

Penulis: Yulian Purnama

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14461-jangan-lupa-dzikir-ketika-masuk-rumah.html

Hukum Jamuan Makan Sepulang Haji

Jama’ah haji yang pulang dari tanah suci biasanya mengadakan acara jamuan makan (walimah) atau sejenisnya ketika mereka tiba di tanah air. Bagaimana hukum mengadakan acara ini ?

Fatwa 1

Pertanyaan:

يا شيخنا … بارك الله فيكم.. و يوجد عندنا في الأزمنة المتأخرة عقد الوليمة بمناسبة السفر للحج فهل يمكن أن نعدها من العادات المباحة؟

Ya Syaikh, di zaman ini banyak orang yang mengadakan walimah ketika kembali dari safar dalam rangka ibadah haji. Apakah acara ini termasuk kebiasaan yang dibolehkan?

Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah menjawab:

إذا أصبح هذا شأنا مستمرا قد يؤاخذ تاركه:فهذا لا يجوز..أما إذا فعل تارة وتارة دون مثالا ذلك النكير لمن ترك:فأرجو أن لا بأس

Jika acara ini diadakan terus-menerus, atau kadang dicela orang yang tidak mengadakannya, maka ini tidak diperbolehkan. Namun bila diadakan kadang-kadang saja dan orang yang tidak melakukannya tidak tercela, maka mudah-mudahan tidak mengapa.

Sumber: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=5532

Fatwa 2

Pertanyaan:

جرت العادة عندنا أنّ الحاجَّ إذا أراد الذهاب إلى الحجِّ صنع طعامًا ودعا الأقارب والأحباب والجيران إليه، ويفعل الشيء نفسه عند عودته، وتسمّى هذه الدعوة عندنا بقولهم: «عشاء الحاجّ»، فنرجو منكم بيانَ حكم صنع هذا الطعام، وبارك الله فيكم

Sudah menjadi kebiasaan, jika seorang ingin pergi haji ia mengadakan acara makan-makan yang mengundang kerabat, teman, serta tetangga. Ia juga mengadakan acara yang sama ketika pulang dari haji. Acara ini oleh masyarakat kami biasa disebut ‘asyaa-ul hajj. Kami mohon penjelasan dari anda tentang hukum mengadakan acara ini.

Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah menjawab:

الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، أمّا بعد:

Segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, juga kepada keluarganya, sahabatnya serta saudaranya seiman hingga hari kiamat. Amma ba’du.

فالطعامُ المعدُّ عند قدومِ المسافر يقال له «النقيعة»، وهو مُشتقٌّ من النَّقْعِ -وهو الغبار- لأنّ المسافر يأتي وعليه غبارُ السفر، وقد صحَّ عن النبيِّ صَلَّى الله عليه وآله وسَلَّم: «أَنَّهُ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً»(١)، والحديثُ يدلّ على مشروعية الدعوة عند القدوم من السفر(٢)، وقد بوّب له البخاري: «باب الطعام عند القدوم، وكان ابنُ عمرَ رضي الله عنهما يُفطِر لمن يغشاه»(٣)، أي: يغشونه للسلام عليه والتهنئة بالقدوم، قال ابن بطال في الحديث السابق: «فيه إطعام الإمام والرئيس أصحابَه عند القدوم من السفر، وهو مستحبٌّ عند السلف، ويسمَّى النقيعة، ونقل عن المهلب أن ابن عمر رضي الله عنهما كان إذا قدم من سفر أطعم من يأتيه ويفطر معهم، ويترك قضاء رمضان لأنه كان لا يصوم في السفر فإذا انتهى الطعام ابتدأ قضاء رمضان».

Acara makan-makan ketika datangnya orang yang safar disebut An Naqi’ah. Istilah An Naqi’ah dari kata dasar An Naq’u yang artinya debu. Karena orang yang safar biasanya terkena debu diperjalanan. Terdapat hadits shahih dari Nabi Shallalahu’alaihi Wasallam:

أَنَّهُ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً

Ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam datang ke Madinah, beliau menyembelih unta atau sapi betina” (HR. Bukhari no.2923 bab Ath Tha’am Indal Qudum)

Hadits ini juga menunjukkan bahwa mengundang orang untuk mendatangi An Naqi’ah itu disyariatkan (Lihat Aunul Ma’bud, 10/211). Imam Al Bukhari membuat judul Bab “Bab jamuan ketika ada musafir yang datang, Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma biasa menjamu makan orang yang datang kepadanya” (Fathul Baari, 6/194). Maksudnya, orang-orang yang mendatangi Ibnu Umar untuk memberi salam dan menyambut kedatangannya. Ibnu Bathal menjelaskan hadits di atas: “Hadits ini dalil disyariatkannya seorang imam atau pemimpin memberi jamuan makan bagi kaumnya ketika datang dari safar. Hukumnya mustahab menurut para salaf. Acara ini disebut An Naqi’ah. Dinukil riwayat dari Muhallab bahwa Ibnu Umar Radhiallahu’anhuma jika beliau datang dari safar, ia menjamu makan orang yang mendatanginya lalu makan bersama mereka. Walaupun beliau memiliki hutang puasa Ramadhan karena baru saja safar, beliau tidak mulai membayar hutang puasa tersebut hingga jamuan makan selesai”.

هذا، ومذهبُ جمهورِ الصحابة والتابعين وجوبُ الإجابة إلى سائرِ الولائم، وهي على ما ذكره القاضي عياض والنووي ثمان(٤) منها: «النقيعة»، مع اختلافهم هل الطعام يصنعه المسافرُ أم يصنعه غيرُه له؟ ومن النصِّ السابقِ والأثرِ يظهر ترجيحُ القولِ الأَوَّل.

Demikianlah hukumnya. Lalu, madzhab jumhur sahabat dan tabi’in berpendapat wajibnya memenuhi undangan untuk semua jenis jamuan makan. Al Qadhi ‘Iyadh dan An Nawawi menyebutkan ada 8 jamuan yang wajib didatangi, salah satunya An Naqi’ah (Lihat Syarah Muslim, 9/171;Tuhfatul Maudud, 127; Nailul Authar, 6/238). Namun memang para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang membuat hidangannya, apakah si musafir ataukah orang yang menyambut dia? Namun berdasarkan nash hadits di atas dan berdasarkan atsar, nampaknya pendapat yang rajih adalah pendapat pertama.

أمَّا إعدادُ الطعام قبل السفر فلا يُعلم دخوله تحت تَعداد الولائم المشروعة؛ لأنها وليمة ارتبطت بالحجّ وأضيفت إليه، و«كُلُّ مَا أُضِيفَ إِلَى حُكْمٍ شَرْعِيٍّ يَحْتَاجُ إِلَى دَلِيلٍ يُصَحِّحُهُ».

Adapun mengenai jamuan makan sebelum berangkat haji, aku tidak mengetahui bahwa ini adalah jamuan yang disyariatkan. Karena hal ini dikait-kaitkan dengan haji dan kaidah mengatakan “segala sesuatu yang dikaitkan dengan sebuah hukum syar’i, butuh dalil untuk membenarkannya“.

Sumber: http://www.ferkous.com/rep/Bh27.php

Fatwa 3

Pertanyaan:

ظاهرة تنتشر في القرى خاصة بعد عودة الحجاج من مكة يعملون ولائم يسمونها ” ذبيحة للحجاج ” أو ” فرحة بالحجاج ” أو ” سلامة الحجاج ” ، وقد تكون هذه اللحوم من لحوم الأضاحي ، أو لحوم ذبائح جديدة ، ويصاحبها نوع من التبذير ، فما رأي فضيلتكم من الناحية الشرعية ، ومن الناحية الاجتماعية

Suatu hal yang sedang marak dilakukan oleh orang-orang, khususnya orang desa, ketika mereka kembali dari ibadah haji di Mekkah, mereka mengadakan jamuan makan yang dinamakan Dzabihah Lil Hujjaj atau Farhah Bil Hujjaj atau Salamatul Hujjaj. Terkadang makanannya adalah daging sembelihan biasa, terkadang daging sembelihan model baru. Dan biasanya dalam acara ini banyak pemborosan. Bagaimana pandangan anda wahai Syaikh, baik dari segi syar’i maupun dari segi sosial?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab:

هذا لا بأس به ، لا بأس بإكرام الحجاج عند قدومهم ؛ لأن هذا يدل على الاحتفاء بهم ، ويشجعهم أيضاً على الحج ، لكن التبذير الذي أشرت إليه والإسراف هو الذي ينهى عنه ؛ لأن الإسراف منهي عنه ، سواء بهذه المناسبة ، أو غيرها ، قال الله تبارك وتعالى : ( وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ ) الأنعام/141 ، وقال تعالى : ( إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ) الإسراء/27 ، لكن إذا كانت وليمة مناسبة ، على قدر الحاضرين ، أو تزيد قليلاً : فهذا لا بأس به من الناحية الشرعية ،

Tidak mengapa mengadakannya. Boleh melakukannya dalam rangka memuliakan para jama’ah haji ketika mereka datang, karena acara ini merupakan bentuk penyambutan bagi mereka. Selain itu dapat memacu orang untuk berhaji. Namun pemborosan, sebagaimana yang engkau ceritakan, inilah yang terlarang. Karena pemborosan itu dilarang agama, baik dalam acara seperti ini maupun dalam acara lain. Allah Ta’ala berfirman:

وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Jangan kalian berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al An’am:141)

Allah Ta’ala juga berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

Sesungguhnya para pemboros itu saudaranya para setan” (QS. Al Isra: 27)

Bila jamuan makan ini hanya mengundang orang secukupnya atau lebih banyak sedikit, maka ini tidak mengapa (bukan pemborosan, pent.) dari segi syari’at.

ومن الناحية الاجتماعية ، وهذا لعله يكون في القرى ، أما في المدن فهو مفقود ، ونرى كثيراً من الناس يأتون من الحج ولا يقام لهم ولائم ، لكن في القرى الصغيرة هذه قد توجد ، ولا بأس به ، وأهل القرى عندهم كرم ، ولا يحب أحدهم أن يُقَصِّر على الآخر

Adapun dari segi sosial, sepertinya acara ini hanya ada di pedesaan saja, di perkotaan nampaknya sudah tidak ada lagi. Saya sudah sering melihat banyak orang datang dari haji namun mereka tidak mengadakan apa-apa. Namun di daerah pedesaan kecil memang terkadang masih kita jumpai, dan ini boleh-boleh saja. Orang pun desa memiliki keutamaan, dan tidak boleh meremehkan satu dengan yang lain.

(Liqaa Baabil Maftuh, kaset 154 pertanyaan no.12,  dikutip dari:http://www.islamqa.com/ar/ref/97879 )

Penyusun: Yulian Purnama

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/7001-hukum-jamuan-makan-sepulang-haji.html

Ibadah Haji, Gaya Hidup Instan Kita, dan Refleksi Syariati

Haji bukan sekadar ritual, melainkan juga memahami makna di balik prosesi haji.

“Tak akan raih kemuliaan siapapun yang tak menyentuh kesulitan

Barang siapa ingin kehormatan tanpa bersusah payah maka ia akan nihil”

(Shafiyuddin al-Hilli, 750 H)

Ali Syari’ati. Nama cendekiawan kelahiran 1933 di Mazinan, Iran, itu tak lagi asing. Pemikirannya dikenal progresif. Gagasannya merupakan refleksi dari ragam problematika yang dihadapi masyarakat Iran ketika itu. Syari’ati mencetuskan teori yang tak lazim di masanya: kodifikasi antara prinsip Islam yang tradisionalis dan filsafat Barat modern.

Sikapnya dikritik, juga dipuja. Dalam waktu singkat, ceramah dan kuliahnya menyedot perhatian publik. Tetapi, progresivitas pemikirannya dianggap ancaman. Kalangan tradisonalis yang mendominasi menganggap keberadaannya sebagai ancaman. Syariati dicekal. Pernah pula dijebloskan ke penjara. Hingga pada 19 Juni 1977 ia wafat terbunuh. Muncul spekulasi, agen-agen SAVAK pendukung Ayatullah Khumaini berada di balik tragedi tersebut.

Syari’ati meninggalkan warisan intelektual yang luar biasa. Sebagian besar karangannya tentang filsafat. Salah satu karyanya yang monumental ialah buku berjudul Hajj (pilgrimage).

Buku yang banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa itu berisi tentang refleksi, kritik, dan sebuah konklusi dari seorang Syari’ati, perihal subtansi ibadah haji. Baginya, haji adalah sebuah aksi yang berkesinambungan, tak terhenti pada tumpukan teori di atas kertas. Haji juga penuh dengan simbol, bukan sebatas ritual.

Jangan-jangan, seperti kekhawatiran seorang qadi asal Kufah yang hidup pada tahun 70-an Hijriyah, Syuraih al-Qadhi, sedikit sekali mereka yang benar-benar pergi dengan berniat haji, banyak yang hanya niat berwisata. Begitu banyak para pengamal kebajikan, tetapi sedikit sekali yang tulus mencari ridha-Nya.

Dalam refleksi Ali Syariati, seperti termaktub dalam al-Faridhal al-Khamisah (terjamah lain dalam bahasa Arab), ibadah haji bukan hanya sekadar ibadah ritual dengan memakai ihram, melakukan tawaf (mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran), sai (berlari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah), melempar jumrah (dengan batu kerikil ke tiang Jamarah), wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah, lalu bertahalul (memotong rambut). Menurutnya, seorang manusia penting untuk memahami fungsi dan perannya masing-masing. Manusia sebagai khalifah di muka bumi berkewajiban melaksanakan segala amanah yang diberikan oleh Allah, termasuk dalam melaksanakan ibadah haji. Bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga memahami makna di balik setiap prosesi ibadah haji.

Syariati juga menekankan bahwa pelaksanaan ibadah haji seharusnya menjadi kesempatan bagi setiap jamaah untuk meningkatkan kualitas keimanannya. Sebab, itulah tujuan dari pelaksanaan ibadah haji, yakni menggapai haji mabrur.

Bila ibadah haji berhasil dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan syarat dan rukunnya, niscaya dirinya akan menjadi seorang Muslim yang baik, patuh, dan taat dalam menjalankan ibadah. Di sinilah, tegas Syariati, pentingnya seorang Muslim memahami dan mengambil manfaat dari manasik haji.

Maka, tibalah tahapan puncak, sebuah tingkatan klimaks yang diteladankan Ibrahim AS yaitu berqurban. Prosesi berqurban tersebut terlampaui usai ritual-ritual transendental. Peneguhan tauhid kala bertawaf, menyelami perjuangan Hajar ketika sa’i, lalu ‘merasakan’ kehadiran Adam ketika menuju Arafah. Di Padang itu, tebersitlah akan arti dan kedudukan manusia di hadapan-Nya.

Qurban hanyalah simbol dari berserah diri yang sempurna. ‘Ismail’ manakah yang hendak Anda qurbankan? Apakah gelar, profesi, harta, status sosial? Atau apakah yang hendak Anda sucikan? Bagi Syari’ati, bukan perkara mudah membatasi dan memutuskan perkara apa yang hendak dipurifikasi. Syari’ati hanya memberikan batasan, apa pun yang membuat iman lemah, maka “sembelihlah”. Segala hal yang melenakan dari kewajiban, tanggung jawab, dan kebaikan, maka jauhkanlah. Begitulah hakikat kurban.

Syari’ati meletakkan pemahaman akan pentingnya prioritas. Mengedepankan hak-hak ilahi ketimbang maslahat duniawi. Ikhtiar yang demikian lebih sulit. Sebab, kondisi itu akan menimbulkan dialektika kepentingan. Tarik ulur hasrat. Hasilnya akan sangat menentukan. Siapa memilih dunia, maka ia telah kalah dalam pertempuran besar.

Melawan hawa nafsu. Bahkan, pertarungan ‘kepentingan’ itu dalam konteks Ibrahim AS, nabi yang dikenal sebagai Bapak Agama Samawi itu, sangat kompleks. Ia sangat mendambakan seorang putra selama berpuluh-puluh tahun.

Dan, anak yang dinanti itu justru diperintahkan Allah untuk dikurbankan. Bagi Syari’ati pula, pelaksanaan qurban, bentuk dari penyempurnaan hakikat berserah diri dan keikhlasan yang sebenarnya. Tetap jaga agar tak tergelincir. Sebab, terpeleset dari tangga kemuliaan itu berarti petaka yang sangat disesalkan.

Sebagai bagian tak terlepaskan dari ritual haji, qurban adalah simbol dari kontinuitas kesalehan. Kebaikan tak boleh terhenti lantaran risalah Islam berselaras dan dinamis dengan kehidupan. Qurban meneguhkan arti pentingnya pengorbanan dalam hidup. Mengikis ego pribadi, sektoral, dan komunal. Hidup adalah soal pengorbanan. Sejauh mana komitmen berusaha dan tidak berputus asa, tak pamrih memberi dan bukan hanya menerima.

Maka, dalam konteks keindonesiaan, sangat tepat bila spirit berqurban itu diterapkan. Hidup berbangsa dan bernegara bukan hanya didasari semangat transaksional an sich. Pola ini, tentu hanya akan membudayakan paradigma menerima dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya. Ini jauh dari filosofi berkurban.

Bagi seorang sastrawan abad ke-7 Hijriyah, Shafiyuddin al-Hilli, kejayaan yang hakiki diperoleh dari rangkaian proses, bukan budaya instan. Kegemaran akan perilaku instan hanya menyisakan manusia-manusia dengan watak instan. Kaya secara instan, kepintaran yang instan sekaligus prematur, dan paradigma yang serba instan. Atau, barangkali hidup yang instan pula.  

Oleh : Nashih Nasrullah, Jurnalis Republika.co.id

KHAZANAH REPUBLIKA

Penciptaan Ruh Menurut Sufi

Bagaimana penciptaan ruh dalam dimensi tasawuf? Untuk menjawab persoalan tersebut, simaksebuah hadits qudsi yang populer di kalangan sufi disebutkan:

كُنْتُ كَنْزاً مَخْفِيًّا فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُعْرَفَ, فَخَلَقْتُ الْخَلْقَ لِكَي أُعْرَفَ

Aku adalah ‘simpanan’ yang tersembunyi, aku suka dikenali, maka aku ciptakan makhluk agar aku dikenal.

Hadis di atas memberikan petunjuk bahwa Allah menciptakan makhuk ini karena mahabbah (suka/cinta). Oleh karenanya, bentuk alam semesta ini sesuai dengan nama-nama Allah yang ada pada hadrah ilahiyyah. Setiap nama yang ada di sana memiliki atsar (pengaruh) terhadap kejadian alam. (Ibnu Arabi, Futuhat al-Makiyyah, j. 3, h. 167).

Alam adalah makhluk, dimana sebelumnya Allah ada dan tidak ada yang lain selain Dia. Pengetauan yang dimiliki alam adalah pengetahuan-Nya, dan apa yang tampak pada alam itu semua ada pada-Nya. Allah adalah Dzat yang bathin (tersembunyi), kemudian dengan wujudnya alam, Dia menjadi dzahir (tampak). (Ibid, j. 4, h. 43).

Allah menciptakan alam semesta ini, dimulai dengan menciptakan ruh Nabi Muhammad SAW. dari nur jamal (cahaya keindahan)-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi:

خَلَقْتُ مُحَمَّدًا أَوَّلًا مِنْ نُوْرِ وَجْهِي

Aku menciptakan Muhammad pertama kali, dari nur Dzat-Ku” (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Sirrul Asrar, h. 44)

Rasulullah juga bersabda, “Yang pertama kali diciptakan Allah adalah ruhku, yang pertama kali diciptakan Allah adalah nurku, yang pertama kali diciptakan Allah adalah qalam (pena), yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal”.

Nur Muhammad Pangkal Alam Semesta

Maksud dari sabda Nabi di atas sebenarnya adalah sama, yaitu hakikat Muhammadiyyah. Hakikat tersebut disebut dengan nur, karena dia bersih dari segala macam kegelapan. Disebut dengan akal karena dia bisa memiliki pemahaman yang menyeluruh. Dan disebut dengan qalam, karena dia berfungsi untuk mentransmisikan ilmu pengetahuan.

Ruh Muhammadiyyah adalah substansi dari alam semesta, sesuatu yang pertama diwujudkan dan menjadi asal dari segala sesuatu. Rasulullah SAW bersabda:

أَنَا مِنَ اللهِ, وَالمؤمِنُوْنَ مِنِّي

Aku berasal dari Allah, dan orang-orang mukmin berasal dari diriku”. (Syekh Abdul Qadir al-Jilani… h. 45).

Dari ruh Nabi Muhammad, Allah kemudian menciptakan seluruh ruh makhluk di alam Lahut dalam bentuk yang paling sempurna. Alam Lahut adalah rumah pertama bagi ruh ketika baru diciptakan. Dalam alam tersebut, yang ada adalah mahwu (lebur) dan fana’ (sirna), karena dekatnya makhluk yang fana dengan Allah SWT. Malaikat dan makhluk lain tidak dizinkan sampai pada alam tersebut. (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, h. 40).

Alam Lahut merupakan hajalah al-uns (kamar kesenangan) dan menjadi tempat asal bagi para ruh. (Syekh Abdul Qadir al-Jilani, h. 45).

Ketika berlalu masa empat ribu tahun, Allah menciptakan Arsy dari nur (cahaya) mata Baginda Nabi Muhammad SAW, dan segala macam sesuatu juga diciptakan darinya.

Ruh kemudian dikembalikan kepada tingkatan yang rendah dari setiap makhluk, yakni jasad, sebagaimana firman Allah, “tsumma radadnaahu asfala saafiliin” (kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya).

Caranya adalah, semula Allah menurunkan segenap arwah dari alam Lahut menuju alam Jabarut. Alam Jabarut ini berada di antara alam Lahut dan alam Malakut. Arwah tersebut kemudian diberi kiswah (pakaian) berupa nur Jabarut. Kiswah tersebut bernama ruh Sultani.

Para arwah dengan pakaian nur mereka kemudian diturunkan lagi ke alam Malakut, dan mereka diberi pakaian dari nur Malakut. Kiswah nur pada alam ini disebut dengan ruh ar-Rawaniy.

Setelah itu para arwah diturunkan lagi ke alam al-Mulki, dan mereka diberi pakaian dari nur al-Mulki. Kiswah nur pada alam ini disebut dengan ruh al-Jismani.

Allah kemudian menciptakan jasad, sebagaimana firman Allah “minhaa khalaqnaakum…” (dari bumi (tanah) Itulah Kami menjadikan kamu…) dan Dia memerintahkn arwah untuk masuk ke dalam jasad mereka masing-masing. Sebagaimana firman Allah, “…wa nafakhtu fiihi min ruuhi…” (…dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku…). (Syekh Abdul Qadir al-Jilani… h. 45-46).

Ruh Muhammadiyyah sebagai makhluk yang pertama kali diciptakan dan menjadi substansi dari alam semesta juga diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dengan sanadnya dari Jabir bin Abdillah al-Anshari:

Jabir bertanya kepada Rasulullah” Wahai Rasulullah! Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Ceritakanlah kepadaku, tentang sesuatu yang pertama kali diciptakan Allah sebelum yang lain?”

Rasulullah bersabda, “Wahai Jabir! Sesungguhnya yang diciptakan Allah sebelum yang lain adalah nur Nabimu; Muhammad SAW dari nur (cahaya)-Nya. Nur tersebut kemudian terus berputar dengan kodratnya Allah, ke mana saja Dia menghendaki. Pada saat itu belum ada lauh (papan bertulis), qalam (pena), surga, neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, rembulan, manusia, juga jin.

Ketika Allah berkehendak menciptakan makhluk, nur tersebut dibagi menjadi empat. Bagian pertama untuk menciptakan qalam, bagian kedua utuk menciptakan lauh, bagian ketiga untuk menciptakan arsy, dan bagian yang keempat dibagi lagi menjadi empat.

Bagian petama untuk menciptakan malaikat penyangga arsy, bagian kedua untuk menciptakan kursy, bagai ketiga untuk menciptakan para malaikat, dan bagian keempat dibagi lagi menjadi empat.

Bagian pertama untuk menciptakan semua lapisan langit, bagian kedua untuk menciptakan semua lapisan bumi, bagian ketiga untuk menciptakan surga dan neraka, dan bagian keempat dibagi lagi menjadi empat.

Bagian pertama untuk menciptakan nur mata orang-orang yang beriman, bagian kedua untuk menciptakan nur hati kaum mukminin yang berupa makrifat kepada Allah, bagian ketiga untuk menciptakan nur uns (cahaya kesenangan) kaum mukminin, yaitu tauhid laailaha illallah muhammadur rasuulullah”…” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, j. 1., h. 125 / Al-Qasthalani, al-Mawahib al-Laduniyyah, j. 1., h. 71-72 / al-Ijluuni, Kasyful Khafa, j. 1, . 265).

Kesimpulannya, Allah pertama kali menciptakan nur Muhammadiyyah sebelum segala sesuatu dan kemudian menjadi asal dari penciptaan arwah dan penciptaan alam semesta.

Proses penciptaan ruh menurut Syekh Abdul Qadir al-Jilani melalui empat tahap. Pertama kali ruh diciptakan di alam Lahut, kemudian diturunkan ke alam Jabarut, kemudian ke alam Malakut, lalu ke alam al-Mulki, dan kemudian Allah menciptakan jasad dan memerintahkan para arwah untuk masuk ke jasad mereka masing-masing.

Demikian penjelasan tentang penciptaan ruh menurut sufi. Semoga bermanfaat. Waallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Inilah Hikmah Tidak Makan Sebelum Shalat Idul Adha, Sunnah Makan Sebelum Shalat Idul Fitri

Apa hikmah tidak makan sebelum shalat Idul Adha, begitu pula shalat Idul Fitri? Yuk, baca berbagai macam penjelasan dari ulama Syafiiyah berikut ini.

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat Id pada hari Idulfitri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Iduladha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat Id, lalu beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad, 5:352. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Imam Nawawi rahimahullah dalam Minhaaj Ath-Thalibin (1:300) berkata,

وَيَأْكُلُ فِي عِيْدِ الفِطْرِ قَبْلَ الصَّلاَةِ وَيُمْسِكُ فِي الأَضْحَى

“(Disunnahkan) makan ketika shalat Idulfitri sebelum berangkat shalat. Sedangkan, (disunnahkan) untuk tidak makan sebelum shalat Idul Adha.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pada Idulfitri, sedekah (yaitu zakat fitrah kepada orang miskin) disyariatkan sebelum shalat Id, sehingga makan sebelum shalat dianjurkan agar bisa berbarengan dengan orang miskin dalam hal ini. Sedangkan, sedekah pada shalat Iduladha adalah bakda shalat Id. Sedekah pada Iduladha berupa sembelihan qurban, sehingga bisa berbarengan dengan orang miskin dalam menikmatinya.” (Al-Majmuu’, 5:8). Perkataan Imam Nawawi ini ditemukan pula redaksi yang sama dalam penjelasan Imam Al-‘Amrani dalam Al-Bayaan, 2:268.

Imam Al-‘Amrani dalam Al-Bayaan (2:628) menjelaskan pula, “Makan sebelum shalat Idulfitri adalah mustahab (disunnahkan). Imam Syafii rahimahullah berkata, ‘Jika tidak bisa makan di rumah, bisa pula makan di perjalanan atau saat di tempat shalat jika memungkinkan. Adapun shalat Iduladha, makan barulah disunnahkan setelah shalat Id.’” Lalu disebutkanlah hadits dari Buraidah di atas.

Kenapa antara shalat Idulfitri dan Iduladha dibedakan mengenai makan sebelum shalat Id? Imam Al-‘Amrani mengatakan bahwa perbedaan antara keduanya adalah:

  • Sebelum shalat Idulfitri, maka diharamkan. Sehingga makan sebelum shalat disunnahkan agar membedakan dengan keadaan sebelum shalat Idulfitri yaitu berpuasa.
  • Untuk shalat Iduladha, sebelum shalat Iduladha tidak ada syariat puasa wajib. Sehingga makan pada Iduladha diakhirkan bakda shalat agar membedakan antara keadaan sesudah dan sebelum shalat.” (Al-Bayaan, 2:628)

Muhammad bin Al-Khathib Asy-Syirbini rahimahullah berkata, “Dianjurkan menahan diri dari makan pada Iduladha sampai shalat dilaksanakan karena ittiba‘. Tujuan makan sebelum shalat Idulfitri yang lainnya adalah agar membedakan hari Idulfitri dan hari sebelumnya yang masih haram untuk makan. … Adapun shalat Iduladha dianjurkan menahan diri dari makan, sebagaimana minum pun demikian. Meninggalkan sunnah ini dihukumi makruh sebagaimana ada perkataan dalam Al-Umm yang disebutkan dalam Al-Majmu’.” (Mugni Al-Muhtaaj, 1:467)

Syaikh Prof. Dr. Musthafa Diib Al-Bugha hafizhahullah berkata, “Untuk Idulfitri, makan sebelum shalat punya maksud untuk membedakan bahwa hari Idulfitri bukan lagi berpuasa. Sedangkan untuk Iduladha, tidak makan sebelum shalat punya maksud agar yang pertama kali dimakan adalah dari udhiyyah (hasil qurban).” (Ifaadah Ar-Raaghibiina bi Syarh wa Adillah Minhaaj Ath-Thalibiin, 1:494)

Yuk, amalkan sunnah yang satu ini sebelum shalat Idulfitri maupun shalat Iduladha. Semoga kita semua mendapatkan berkah di hari raya. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

  • Al-Bayaan fii Madzhab Al-Imam Asy-Syafii. Cetakan keempat, Tahun 1435 H. Abul Husain Yahya bin Abil Khair Saalim Al-‘Amrani Asy-Syafii Al-Yamani. Penerbit Dar Al-Minhaaj.
  • Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
  • Ifaadah Ar-Raaghibiina bi Syarh wa Adillah Minhaaj Ath-Thalibiin.  Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Syaikh Prof. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha. Penerbit Dar Al-Musthafa.
  • Minhaaj Ath-Thaalibiin. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Abu Zakariya Yahya bin Syarf An-Nawawi Ad-Dimasyqi. Tahqiq & Ta’liq: Dr. Ahmad bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Haddad. Penerbit Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah.
  • Mughni Al-Muhtaaj ila Ma’rifah Ma’ani Alfaazh Al-Minhaj. Cetakan keempat, Tahun 1431 H. Muhammad bin Al-Khathib Asy-Syirbini. Penerbit Dar Al-Ma’rifah.

Selesai disusun pada malam Iduladha, 10 Dzulhijjah 1443 H, 9 Juli 2022

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal 

Sumber https://rumaysho.com/34155-inilah-hikmah-tidak-makan-sebelum-shalat-idul-adha-sunnah-makan-sebelum-shalat-idul-fitri.html