Benarkah Suro Bulan Musibah?

Benarkah suro bulan musibah? Tidak lama lagi kita akan segera memasuki bulan Muharram atau istilah Jawa wulan Suro. Nama ini begitu populer di kalangan orang Jawa, yang juga dikenal sebagai bulan yang penuh musibah. 

Namun jangan salah dalam Islam bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan Muharram justru merupakan salah satu bulan mulia Asyhurul Hurum dan juga bulan Allah (Syahrullah) karena terdapat amalan sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan seperti, berpuasa, bersedekah, dan membaca doa untuk akhir maupun awal tahun. Lantas bagaimanakah penilaian Islam mengenai bulan Suro sebagai bulan musibah? 

Islam Menilai Bulan Suro Termasuk Bulan Haram

Dalam agama ini, bulan Muharram atau bulan Suro, merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. 

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan suci. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah [9] : 36)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Hal ini dijelaskan dalam hadits Nabi SAW;

« …السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ »

“… satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan suci. Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3025)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; (4) Rojab. Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram ? Berikut penjelasan ulama mengenai hal ini. Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan;

“Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula sangat diagungkan jika dilakukan pada bulan haram ini.” (Lihat Zadul Maysir, Ibnul Jauziy, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Dalam Islam Bulan Muharram sebagai Syahrullah (Bulan Allah)

Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 2812)

Sangat mulianya bulan Muharram ini, karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalah Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 1/475).

Selain itu keistimewaan bulan Muharram yang paling nyata adalah sebagai bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun. Al Hafizh Abul Fadhl Al ‘Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, 

“Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab, “Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. 

Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) adalah untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah–Muharram (Syarh Suyuthi li Sunan An Nasa’i, 3/206).

Benarkah Suro Bulan Musibah?

Terkhusus di wilayah jawa bulan suro adalah bulan penuh musibah, penuh bencana, penuh kesialan, bulan keramat dan sangat sakral. Itulah berbagai tanggapan masyarakat mengenai bulan Suro atau bulan Muharram. Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka. Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran sehingga terhindar dari Bhatara Kala, simbol kejahatan.

Selain itu masyarakat jawa yang mempercayai adanya bulan musibah tersebut, mereka cenderung tidak mau melakukan hajatan nikah. Jika melakukan hajatan pada bulan itu dipercaya bisa mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis, dsb. Itulah berbagai anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan kesialan di dalamnya.

Melihat sejumlah mitos yang beredar di masyarakat tersebut, sebenarnya tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena ingatlah bahwa menyatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu. Lantas bagaimanakah penilaian agama Islam mengenai hal tersebut?

Mencela Waktu atau Bulan

Perlu kita ketahui bersama bahwa mencela waktu adalah kebiasaan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu. Allah pun mencela perbuatan mereka ini. 

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24). 

Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Itulah kebiasaan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang jelek. Begitu juga dalam berbagai hadits disebutkan mengenai larangan mencela waktu. Dalam Shahih Muslim, dibawakan Bab dengan judul ‘larangan mencela waktu (ad-dahr)’. Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000)

Maka kesimpulannya adalah, mencela waktu bisa membuat kita terjerumus dalam dosa bahkan bisa membuat kita terjerumus dalam perbuatan syirik. Hati-hatilah dengan melakukan perbuatan semacam ini. Oleh karena itu, jagalah selalu lisan ini dari banyak mencela. Dari pada khawatir akan datangnya musibah alangkah lebih baiknya kita untuk perbanyak ibadah, dekatkan diri pada Allah SWT.

Demikian penjelasan terkait benarkah Suro bulan Musibah? Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hadits: Puasa Asyura di Bulan Muharram adalah Sebaik-baik Puasa

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, karena di dalamnya ada puasa Asyura

DARI Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, tentang kemuliaan bulan Muharram yang dijuluki “sahrullah” (bulan Allah), yang di dalamnya ada puasa Asyura.

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163).

Muharram disebut syahrullah yaitu bulan Allah, itu menunjukkan kemuliaan bulan tersebut. Ath-Thibiy mengatakan bahwa yang dimaksud dengan puasa di syahrullah yaitu puasa Asyura. Sedangkan Al-Qori mengatakan bahwa hadits di atas yang dimaksudkan adalah seluruh bulan Muharram. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 2: 532).

Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa bulan Muharram adalah bulan yang paling afdhol untuk berpuasa. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 8: 50). Sedang Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).” (lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 67)

Hadits di atas menunjukkan keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum, termasuk di dalamnya adalah puasa Asyura.*

HIDAYATULLAH

Kisah Tsumamah Masuk Islam Terpesona Akhlak Rasulullah

Artikel ini akan mengulik kisah Tsumamah masuk Islam karena terpesona akhlak Rasulullah. Ia adalah seorang yang terpikat akan budi pekerti dan tata cara dakwah Rasulullah yang sangat elok dan baik.

Suatu hari diceritakan dalam majelis taklim bahwa seorang murid bertanya dan mengadu kepada gurunya;

“wahai guruku, berikan aku satu kitab sehingga aku bisa berpegang padanya untuk dibaca. Bertahun-tahun saya mengaji dengan engkau, akan tetapi tidak ada kitab tertentu yang aku baca.” Sang guru pun tak kunjung menjawab, sehingga pertanyaan dan pernyataan si murid itu dibiarkan begitu saja oleh sang guru.

Merasa muridnya berada dalam kebingungan, akhirnya sang guru berkata kepada si murid, “Wahai muridku, jika benar keinginanmu untuk belajar kitab, maka belajarlah kamu untuk membaca saya. Sebagaimana para sahabat Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang pandai membaca Nabi Muhammad Saw.” 

Kisah Tsumamah Masuk Islam 

Syahdan, dikisahkan juga ada seorang sahabat yang bernama Tsumamah bin Utsal tengah ditangkap oleh pasukan sahabat kemudian dibawa untuk menghadap Rasulullah di Madinah. Mengetahui hal itu, Rasulullah pada saat itu tersenyum dan berkata;

“wahai sahabat, apakah kalian tau dari golongan manakah dan siapakah orang yang kalian bawa ini?”. Para sahabat kemudian menjawab, “tidak ada satupun dari mereka yang mengetahuinya atau bahkan mengenalnya.”

Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, “orang itu adalah kepala suku yang selalu memerangi kita namanya Tsumamah dari Sayyid bani Hanif.” Spontan para sahabat terkejut. “Jadi inilah buronan yang banyak mengganggu umat Islam di Madinah,” jawab para sahabat.

Pertanyaanya adalah, apakah nabi memberikan hukuman yang sangat berat setelah mengetahui yang sebenarnya? Rupanya tidak! Justru nabi memanggilnya dan bertanya, “wahai Tsumamah! Apakah kamu mau masuk Islam, atau adakah keinginan kamu untuk masuk Islam?”. Dengan tegas Tsumamah menjawab, “tidak. Saya tidak mau.” Kemudian Rasulullah berkata:

إن تقتل تقتل ذا دم، وإن تنعم تنعم على شاكر

Artinya: “Jika kamu membunuhku berarti kamu telah menumpahkan darah, namun jika kamu membebaskanku, berarti kamu telah membebaskan orang yang pandai berterima kasih.”

Akhirnya, Rasulullah kemudian dengan hikmahnya mengatakan, “kurunglah dia di dalam masjid, ikat dan jangan sampai dia bisa lolos menemukan jalan keluar.” Tentu saja, perintah nabi ini bertujuan agar Tsumamah bisa melihat kegiatan dan aktifitas Rasulullah dan para sahabatnya dari segi bersosial dengan cara mengedepankan akhlak, dakwah dengan ilmu, mendengarkan orang-orang bergerombol melantunkan ayat-ayat al-Qur’an yang langsung dipandu oleh Rasulullah.

Keesokan harinya, Tsumamah dipanggil dan ditawarkan kembali oleh Rasulullah, “wahai Tsumamah apakah kamu sudah ada niat dan keinginan untuk masuk Islam?”. Ternyata Tsumamah masih tidak ada niat untuk masuk Islam. Dengan tegasnya, ia menjawab, “tidak!”. Di hari ketiga Rasulullah mendatanginya lagi dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, namun Tsumamah masih dengan jawaban yang sama. Akhirnya nabi kemudian membebaskannya, “baiklah hari ini kamu aku bebaskan”. 

Di hari itu Tsumamah bebas dalam keadaan belum Islam. Yang menarik, meski bebas dalam keadaan belum Islam, namun Tsumamah akhirnya mencari air untuk mandi dan membersihkan sekujur tubuhnya. Lalu ia kembali menuju ke masjid untuk menemui Rasulullah, dan mengulurkan tangannya seraya berkata: 

يارسول الله أمدد يدك فإني أشهد أن لا إله إلا الله وأنك محمد رسول الله 

Artinya: “Ya Rasulullah, ulurkan tanganmu saya sekarang masuk Islam. Dan saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan engkau Muhammad adalah utusan Allah.”

Setelah bersyahadah, Tsumamah kemudian berkata lagi, “ya Rasulullah, dulu dimuka bumi ini tidak ada wajah yang lebih saya benci dari pada wajahmu. Sekarang wajahmulah yang paling saya cintai. Dan, dulu dimuka bumi ini tidak ada kawanan yang saya benci melebihi sahabat-sahabatmu, tetapi sekarang sahabat-sahabatmu lah orang yang saya cintai.”

Pilihan untuk berserah diri ini bukanlah sebuah paksaan atau ancaman yang berakibat menghilangkan nyawa. Akan tetapi, ini benar-benar yang Islam ajarkan. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa Tsumamah tidak dari awal saja masuk Islam ketika berada dalam penjara?

Bahkan, justru sebaliknya, ia masuk Islam karena semenjak di penjara sering melihat akhlak dan cara Rasulullah berdakwah serta membumikan Islam di tanah Madinah. Inilah sebenarnya Islam, iman, dan mahabbah (cinta) yang tidak bisa terpisahkan. 

Bahkan, seringkali mahabbah akan semakin bertambah jika iman seseorang itu bertambah. Semakin sempurna jiwa seseorang, maka cintanya akan semakin bertambah. Dan semakin besar cinta yang dimilikinya, maka kebahagiaan dan kenikmatan yang dirasakannya akan semakin banyak.

Oleh karena itu, akhlak seseorang dapat diketahui dengan mengetahui para sahabat dan teman duduknya. Seorang penyair sufi mengatakan:

“Jika engkau berada dalam satu kaum, maka bergaullah dengan orang-orang yang terbaik. Janganlah bergaul dengan orang-orang yang tercela, sehingga engkau terjerumus ke dalam kehinaan. Janganlah bertanya tentang seseorang, tetapi bertanyalah tentang sahabatnya. Sebab, setiap orang akan mengikuti sahabatnya.”

Para sahabat nabi tidak akan mencapai kedudukan dan derajat yang tinggi setelah mereka berada dalam kegelapan jahiliyah, kecuali mereka harus bergaul kumpul dengan Rasulullah. Begitu juga, para tabi’in tidak akan meraih kemuliaan yang agung, kecuali setelah mereka bergaul dan berinteraksi dengan para sahabat nabi yang mulia.

Para ulama pewaris nabi itulah sebenarnya yang mentransformasikan agama kepada umat manusia. Ajaran agama terwujud dalam tingkah laku, kondisi, dan gerak-gerik mereka. Dan merekalah yang ditegaskan nabi dalam sabdanya: 

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتي يأتي أمر الله وهم كذلك

Artinya: “Akan tetap ada segolongan dari umatku yang menegakkan kebenaran mereka tidak pernah terpengaruh oleh orang yang menghinakan mereka, sampai datang hari Kiamat dan mereka tetap berlaku seperti itu.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). 

Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib, ketika menafsirkan surat al-fatihah ia menyatakan, “bab ketiga, tentang rahasia-rahasia akal yang disimpulkan dari surat al-Fatihah.

Di dalamnya terdapat tiga pokok permasalahan, permasalahan ke tiga adalah sebagian ulama mengatakan bahwa ayat, “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah [1]: 6-7).

Ini menunjukkan bahwa seorang murid tidak memiliki jalan untuk bisa sampai ke maqam hidayah dan mukasyafah, kecuali jika dia mengikuti mursyid-nya yang menunjukkan ke jalan lurus, serta menghindarkan dari titik-titik kesalahan dan jalan yang sesat. Sebab, kekurangan terdapat pada mayoritas manusia. Dan akal mereka tidak cukup untuk mengetahui yang benar dan membedakan yang salah.

Oleh karena itu, dibutuhkan seorang yang sempurna yang dapat diikuti oleh orang yang kurang sempurna, sehingga akal orang yang kurang sempurna dapat menjadi kuat dengan cahaya akal orang yang sempurna itu. Ketika itu, dia akan sampai ke tangga-tangga kebahagiaan dan kesempurnaan. 

Demikian kisah Tsumamah masuk Islam karena terpesona akhlak mulia Rasulullah. Wallahu a’lam bishawab.

BINCANG SYARIAH

Perilaku Seksual Sesama Jenis Sudah Umum Dilakukan Kalangan Monyet  

Penelitian terbaru yang dimuat di jurnal Nature Ecology and Evolution, menunjukkan perilaku seksual sesama jenis (SSB) sudah biasa terjadi di antara monyet pejantan, tentu tidak bisa jadi dalih membenaran LGBT pada manusia

Sebuah penelitian terbaru koloni kera liar selama tiga tahun menunjukkan perilaku seksual sesama jenis di antara monyet pejantan tersebar luas.

Penelitian yang diterbitkan hari ini di jurnal Nature Ecology and Evolution, menunjukkan bahwa perilaku seksual sesama jenis (SSB) telah berevolusi dan mungkin menjadi ciri umum reproduksi primata.

Para peneliti di Imperial College London melakukan pengamatan dan data genetik membentuk studi jangka panjang pertama dari SSB pada pejantan dalam satu spesies.

Studi mereka menantang keyakinan beberapa orang bahwa SSB adalah perilaku langka pada hewan non-manusia atau semata-mata hasil dari kondisi lingkungan yang tidak biasa.

“Kami menemukan sebagian besar pejantan berperilaku biseksual, dan variasi dalam aktivitas sesama jenis dapat diwariskan,” ujar penulis pertama Jackson Clive, dari Georgina Mace Center for the Living Planet.

Ia juga menemukan bahwa pejantan yang menunggang satu sama lain juga lebih cenderung mendukung satu sama lain dalam konflik .  “Oleh karena itu, penelitian kami menunjukkan bahwa perilaku seksual sesama jenis dapat menjadi umum di antara hewan dan dapat berkembang. Saya berharap hasil kami mendorong penemuan lebih lanjut di bidang ini,” ujarnya dikutip sciencedaily.com.

Asal Usul Perilaku Sesama Jenis

Tim peneliti mempelajari 236 jantan dalam koloni 1.700 kera rhesus yang hidup bebas di pulau tropis Cayo Santiago, Puerto Rico. Selain mengamati perilaku mereka dan melakukan analisis genetik, tim memiliki akses ke catatan silsilah, yang merinci asal usul masing-masing individu hingga tahun 1956.

Para peneliti mencatat semua ‘mounting’ sosial untuk 236 pejantan, baik pejantan-pejantan (perilaku sesama jenis, SSB) dan pejantan-perempuan (perilaku berbeda jenis kelamin, DSB).

Mereka menemukan bahwa pemasangan jantan sesama jenis tersebar luas: 72% sampel jantan terlibat dalam pemasangan sesama jenis, dibandingkan dengan 46% untuk pemasangan berbeda jenis kelamin.

SSB telah diamati pada ribuan hewan yang berbeda, mulai dari serangga hingga penguin, membuat banyak orang berteori tentang mengapa hal itu terjadi.

Teori-teori ini mencakup gagasan tentang membangun dominasi dalam kelompok, kekurangan pasangan yang berbeda jenis kelamin, dan mengurangi ketegangan setelah agresi, tetapi hanya sedikit data yang tersedia untuk mendukung teori apa pun.

Tim menyelidiki beberapa teori ini dengan data mereka, menemukan bahwa, untuk koloni kera ini, SSB pada jantan berkorelasi kuat dengan ‘ikatan koalisi’. Ini berarti pasangan jantan yang secara teratur terlibat dalam SSB lebih cenderung saling mendukung dalam konflik, memberi mereka keuntungan dalam grup.

Perilaku yang Diwariskan

Para peneliti juga menyelidiki apakah SSB menyebabkan biaya kebugaran – pengurangan jumlah keturunan yang mereka miliki. Bahkan, mereka menemukan sebaliknya — pejantan yang terlibat dalam SSB mungkin lebih berhasil dalam bereproduksi, kemungkinan karena manfaat yang diberikan oleh lebih banyak ikatan koalisi.

Sejalan dengan itu, tim juga menganalisis apakah SSB dapat diwariskan. Dengan menggunakan data silsilah, mereka menemukan SSB pada pejantan adalah 6,4% dapat diwariskan, yang memberikan bukti pertama adanya hubungan genetik dengan SSB primata di luar manusia.

Kera dan manusia

Meskipun para peneliti berhati-hati terhadap perbandingan langsung dengan manusia, mereka mengatakan studi mereka menantang keyakinan beberapa orang bahwa SSB adalah perilaku langka pada hewan non-manusia atau semata-mata hasil dari kondisi lingkungan yang tidak biasa.

Sebaliknya, hasil menunjukkan beberapa tingkat SSB dapat berkembang secara adaptif, tergantung pada konteksnya, dan mungkin merupakan ciri umum ekologi reproduksi primata.

Sayangnya, penelitian baru ini dijadikan dalih membolehkan hubungan tidak normal ini kepada manusia.  Contohnya adalah jawaban peneliti utama Profesor Vincent Savolainen.

“Sayangnya masih ada kepercayaan di antara beberapa orang bahwa perilaku sesama jenis adalah ‘tidak wajar,’ dan beberapa negara dengan sedihnya masih memberlakukan hukuman mati. untuk homoseksualitas Penelitian kami menunjukkan bahwa perilaku sesama jenis sebenarnya tersebar luas di antara hewan non-manusia,” demikian alasan Direktur Georgina Mace Center for the Living Planet di Imperial beralasan.

Penelitian yang didanai oleh Natural Environment Research Council (NERC), American Institute of Bisexuality, dan Evolution Education Trust ini menunjukkan perilaku hubungan seks dengan sesama jenis pada monyet ternyata sangat umum, tentu tidak bisa jadi dalih membenarkanya pada manusia.*

HIDAYATULLAH

4 Tips Mendapatkan Ridho Allah

Berikut ini adalah empat tips mendapatkan ridho Allah Swt. Ridho Allah Swt adalah hal yang paling agung tanpa tandingan, yang selalu didambakan oleh setiap hambanya. Tidak ada satupun di dunia maupun di akhirat yang dapat menandingi nilai agung dari mendapat ridho Allah Swt. 

Hal ini sebagaimana firman Allah Swt di dalam Al-Qur`an surat At-Taubah ayat 72;

وَعَدَ اللّٰهُ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَمَسٰكِنَ طَيِّبَةً فِيْ جَنّٰتِ عَدْنٍ ۗوَرِضْوَانٌ مِّنَ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ.

Artinya; “Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung. (QS. At-Taubah ayat 72).

Secara garis besar cara mendapatkan ridho Allah adalah dengan senantiasa melakukan amal shaleh yang menandakan sikap takwa seorang hamba. Namun, ada beberapa tips di  yang secara spesifik bisa memudahkan kita seorang hamba bisa mendapatkan ridho Allah Swt. berikut penjelasannya.

4 Tips Mendapatkan Ridho Allah

Pertama, Adalah bersegera dalam menjalankan perintah Allah Swt serta menjalankan apa yang menjadi anjuran Rasul-Nya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Musa ketika ditanya oleh Allah mengapa beliau bersegera untuk menjalankan ibadah, yang kemudian hal ini diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur`an surat Thoha ayat 83-84.

وَمَآ اَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يٰمُوْسٰى

Artinya; ““Dan mengapa engkau datang lebih cepat daripada kaummu, wahai Musa?” (QS. Thaha ayat 83).

قَالَ هُمْ اُولَاۤءِ عَلٰٓى اَثَرِيْ وَعَجِلْتُ اِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضٰى

Artinya; “Dia (Musa) berkata, “Itu mereka sedang menyusul aku dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar Engkau ridlo (kepadaku).” (QS. Thaha ayat 84).

Kedua, Mengupayakan diri untuk senantiasa menjadi orang yang memiliki sifat jujur As-Shidq. Hal ini sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 119;

قَالَ اللّٰهُ هٰذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصّٰدِقِيْنَ صِدْقُهُمْ ۗ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ.

Artinya; “Allah berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridhp kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. Al-Maidah ayat 119).

Ketiga, Senantiasa menanamkan di dalam hati rasa takut kepada Allah Swt. karena dengan rasa takut yang kuat maka dengan sendirinya kita akan selalu menjadi orang yang melakukan ketakwaan sehingga mendapatkan Ridho-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt di dalam Al-Qur`an surat Al-Bayyinah ayat 8;

جَزَاۤؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗرَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ ۗ ذٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهٗ.

Artinya; “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridho kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah ayat 8).

Keempat, Mendapatkan ridho orang yang ridho Allah tergantung kepada ridhonya. Adapun orang-orang itu adalah. Pertama, adalah Rasulullah Saw sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur`an surat Al-Fath ayat 18 bahwa Ia ridlo kepada orang yang setia kepada Rasulullah Saw.

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ

Artinya; “Sungguh, Allah telah meridhoi orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al-Fath ayat 18).

Kemudian yang kedua adalah orang tua bagi anaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw

رِضَا اللَّهِ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ

Artinya; “Ridha Allah bergantung kepada ridho kedua orang tua.” (HR. At-Thabrani).

Dan yang orang yang ketiga ada seorang suami bagi istrinya. Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah Saw.

‌أيُّما ‌امرأةٍ ‌ماتَتْ وزوجُها عنها راضٍ، دخلَت الجنةَ

Artinya; “Wanita siapa saja yang meninggal dan mendapat ridlo suaminya, maka dia masuk surga.” (HR. Ibnu Syahin).

Demikianlah empat tips memudahkan kita untuk mendapatkan ridho Allah Swt. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Pencariaan Jamaah Haji Temui Titik Terang

Ada temuan jenazah yang mempunyain persamaan ciri dengan jamaah hilang.

Pencarian dua jamaah haji Indonesia perlahan menemui titik terang.

“Ada informasi semalam tetapi ini sedang diidentifikasi, konon ada temuan seorang jenazah yang punya persamaan ciri dengan salah satu (jamaah hilang), saya nggak usah sebutkan dulu, nanti saya kira bidang linjam (perlindungan jamaah) aja ya,” kata Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag) Arsad Hidayat di Madinah, Ahad (16/7/2023). 

Sejak puncak haji di Arafah 27 Juni, dua jamaah haji Indonesia belum ditemukan. Mereka adalah Idun Rohim Zen (87) dari Embarkasi Palembang Kloter 20 (PLM 20) dan Suharja Wardi Ardi (69) dari Embarkasi Kertajati Kloter 10. 

Arsad mengatakan, saat ini layanan linjam PPIH Arab Saudi sedang mengonfirmasi keberadaan jenazah salah satu terduga jamaah hilang dengan pihak keluarga korban. Adapun istri jamaah hilang itu masih berada di Arab Saudi. “Ini sedang dipanggil dari keluarga dan istrinya untuk melihat apakah jenazah yang ditemukan itu adalah si A atau bukan. Kebetulan yang bersangkutan (istrinya) ikut haji,” kata Arsad. 

Arsad mengatakan, jenazah tersebut berada di rumah sakit (RS) Muasyim, Mina, Makkah. Pencocokan dilakukan melalui ciri-ciri khusus fisik yang bisa dilihat, bukan DNA. “Kebetulan yang ditemukan itu tanpa gelang identitas, makanya perlu ada saksi langsung dari keluarga terdekat, mudah-mudahan mudah-mudahan, nanti tinggal tunggu lah,” kata dia. 

Arsad mengatakan PPIH Arab Saudi saat ini belum bisa memastikan soal jenazah itu. “Kalau ternyata betul, berarti sudah kita temukan, seandainya bukan, berarti masih ada sisa,” kata dia. 

Menurut Arsad, layanan linjam PPIH Arab Saudi secara intensif terus melakukan penelusuran ke tempat-tempat yang diidentifikasi berkaitan keberadaan jamaah hilang seperti rumah sakit di Makkah, Thaif, bahkan sampai ke Jeddah. 

“PPIH Arab Saudi melacak juga lokasi-lokasi yang dulu pernah disinggahi jamaah, khawatirnya mungkin tertinggal di toilet Arafah, Muzdalifah, atau Mina,” kata dia. 

Dia mengatakan PPIH Arab Saudi juga berkoordinasi dengan kepolisian Arab Saudi untuk memastikan bahwa jamaah tersebut bisa ditemukan. “Ini langkah-langkah kita lakukan semaksimal mungkin untuk bisa menemukan jamaah yang diidentifikasi, ” kata dia. 

Selain dua jamaah masih dalam pencarian, satu jemaah haji yang hilang sejak di Mina 29 Juni 2023 Niron Sunar Suna (77) dari Embarkasi Surabaya Kloter 65 (SUB 65) ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di RS An Noor, Makkah, Selasa (11/7/2023). 

Dengan demikian sejak puncak haji, dari total 10 jamaah hilang, delapan sudah ditemukan dan dua dalam pencarian. 

IHRAM

Seorang Muslim Harus Terbiasa dengan Penanggalan Hijriah

Setiap bangsa dan agama pasti memiliki budaya dan peradabannya tersendiri. Budaya dan peradaban yang dibanggakan oleh setiap individunya dan dikenalkan secara turun temurun kepada anak cucunya. Setiap peradaban juga memiliki sejarahnya masing-masing. Sejarah yang mengisahkan tentang bagaimana peradaban itu bermula, menjelaskan juga peristiwa-peristiwa penting yang telah dilaluinya, dan membedakan hari-hari besarnya dengan peradaban lain atau budaya lain.

Di dalam agama Islam, kita mengenal salah satu warisan budaya dan peradaban Islam yang sangat fenomenal, yaitu sistem penanggalan Hijriah. Sebuah kalender penanggalan yang berpatokan dengan bulan untuk menentukan jumlah harinya. Sebuah penanggalan yang menjadi amat penting untuk diketahui oleh setiap muslim. Karena dengannya, ia dapat mengetahui hari-hari penting terkait sejarah Islam dan dengannya pula, ia dapat menentukan hari-hari kapan ia akan berpuasa dan berlebaran serta menentukan kapan ia harus membayar zakat dan lain sebagainya.

Sayang seribu sayang, jika kita bertanya kepada mayoritas umat Islam yang hidup di masa sekarang, kebanyakan dari mereka tidak hafal dan tidak terbiasa dengan sistem penanggalan Hijriah ini. Sebaliknya, mereka sangat hafal dan paham dengan sistem penanggalan Masehi. Yang sayangnya, jika kita runut kembali, sistem penanggalan ini bersumber dari agama yang berasaskan kemusyrikan dan kekufuran kepada Allah Ta’ala.

Saudaraku, berikut ini kami paparkan beberapa alasan kuat yang mengharuskan kita untuk kembali menggunakan kalender Hijriah serta membiasakan anak dan kerabat kita untuk menggunakannya.

Pertama: Kalender Hijriah adalah kalender yang diakui oleh Allah Ta’alaAllah Ta’ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu.” (QS. At-Taubah: 36)Sistem penanggalan umat Islam yang digunakan untuk menandai berbagai macam waktu ibadah mereka adalah penanggalan yang berpatokan dengan peredaran bulan. Dan permulaan setiap bulannya ditandai dengan permulaan bulan baru, tidak sebagaimana penanggalan orang-orang Romawi dan Persia. Oleh karenanya, Allah Ta’ala menekankan

يَسْأَلونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia.’” (QS. Al-Baqarah: 189)Kedua: Ibadah-ibadah tahunan dalam Islam patokannya adalah kalender HijriahTidak seperti salat lima waktu yang penentuan waktunya berpatokan dengan peredaran matahari, ibadah-ibadah yang bersifat tahunan, penentuan waktunya berkaitan erat dengan peredaran bulan. Contohnya adalah ibadah puasa. Di dalam menentukan waktu mulainya puasa Ramadan, maka yang kita gunakan sebagai patokan adalah terbitnya hilal (bulan baru). Allah Ta’ala berfirman,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.” (QS. Al-Baqarah: 185)Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan perihal tata cara mengetahui ‘bulan itu’ di dalam hadisnya yang berbunyi,

لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

“Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (awal bulan baru). Dan jangan pula kamu berbuka (berhari raya) sehingga kamu melihat hilal. Bila hilal tertutup awan (mendung), maka perkirakanlah (jumlah harinya).” (HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080)Kalender Hijriah juga menjadi patokan kapan dimulainya bulan-bulan haji. Allah Ta’ala berfirman,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ

“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.” (QS. Al-Baqarah: 197)Yaitu, bulan Syawal, Zulkaidah, dan sepuluh awal bulan Zulhijah. Kesemuanya itu adalah nama-nama bulan dalam kalender Hijriah dan bukan yang lainnya.

Ketiga: Ibadah yang memiliki waktu dan durasi tertentu tidak diatur, kecuali dengan menggunakan penanggalan bulan HijriahBanyak sekali hukum-hukum fikih yang berkaitan erat dengan penanggalan dan kalender hijriah. Masa iddah (masa tunggu) perempuan yang tidak haid dan mereka yang sudah menopause adalah tiga bulan. Bulan apakah yang dimaksudkan? Tentu saja hitungan bulan dengan penanggalan Hijriah.Begitu pula dengan iddah bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, maka jangka waktunya adalah empat bulan sepuluh hari. Iddah ini pun juga berdasarkan penanggalan Hijriah. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ

“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah: 239)Dalam permasalahan zakat, apabila harta yang wajib dizakati tersebut telah melewati ‘satu tahun’, maka wajib untuk dikeluarkan. Lalu, ‘satu tahun’ apa yang dimaksudkan dalam permasalahan ini? Tentu saja maksudnya adalah satu tahun dengan perhitungan kalender Hijriah.Mereka yang menghitung masa tunggu (haul) dalam bab zakat dengan kalender Masehi, maka ia telah melakukan kezaliman karena telah memakan harta orang-orang yang berhak menerima zakat sebanyak dua puluh satu hari. Kenapa? Karena jumlah hari dalam kalender Masehi lebih banyak, sedangkan kalender yang disetujui penggunaannya oleh Allah Ta’ala untuk menghitung periode zakat adalah kalender Hijriah.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, dapat kita simpulkan bahwa bagaimana mungkin seorang muslim mengamalkan dengan tepat hukum-hukum fikih, kecuali jika dirinya benar-benar paham dengan sistem penanggalan Hijriah.Keempat: Menggunakan kalender Hijriah sama dengan mengakui identitas agama IslamKalender Hijriah merupakan salah satu identitas Islam yang Allah Ta’ala tentukan dengannya tanggal-tanggal penting umat ini. Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu tatkala ingin menentukan titik permulaan kalender Hijriah, maka beliau memilih tahun hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai permulaannya, karena hijrah merupakan peristiwa penting yang dialami oleh kaum muslimin di masa tersebut. Pada tahun itu, kaum muslimin berpindah secara bertahap dari kota Makkah menuju Madinah, sebagai bentuk perlindungan mereka terhadap agama Islam.

Saat menentukan bulan permulaannya, Umar radhiyallahu ‘anhu lebih memilih bulan Muharam sebagai bulan pertamanya ketimbang bulan di mana Rasulullah berhijrah di dalamnya. Hal itu semata-mata karena beliau melihat bahwa bulan Muharam merupakan waktu pulangnya jemaah haji setelah melaksanakan salah satu ibadah yang paling utama. Sebuah ibadah yang memberikan ‘permulaan baru’ bagi setiap pelakunya. Mereka yang pulang dari haji, maka kondisinya layaknya bayi yang baru lahir, bersih dan suci tanpa adanya dosa sekecil apapun.Sungguh, penanggalan Hijriah benar-benar menjadi identitas kuat bagi umat Islam ini. Karena dengannya, kita menandakan dan mengingat kembali momen-momen besar yang telah dilalui oleh agama Islam sepanjang zaman.Wallahu a’lam bisshawab.

Toko Bangunan Sari Bumi Punya 150 Cabang, Kini Sedang Bangun Pesantren 30 Hektar

Generasi pertama merintis, generasi kedua mengembangkan, generasi ketiga menghabiskan. Begitu guyonan yang disematkan pada perusahaan keluarga. Faktanya memang banyak perusahaan keluarga tumbang begitu dipegang generasi pelanjutnya.

Syukurnya, itu tidak terjadi pada Toko Bangunan Sari Bumi. Setidaknya sampai hari ini. Semoga selanjutnya makin berkembang.

Sekarang Sari Bumi dipegang generasi kedua. Anas Asyrofi adalah putra sulung dari pendiri Sari Bumi. Secara grup, Sari Bumi kini punya cabang 150, tersebar di Sidoarjo, Gresik, Lamongan dan beberapa kota di Jawa Timur.

Dari toko bangunan, Sari Bumi merambah dunia Pendidikan. Sebuah sekolah Islam berdiri di Sidoarja. Anas sendiri lulusan Pondok Pesantren Gontor yang terkenal itu. Kini Anas sedang membangun pesantren di Wonosalam Jombang seluas 30 hektar.

Bukan berarti Anas tak pernah mengalami situasi sulit. Pernah Sari Bumi punya hutang 1 milyar lebih, sementara barang di toko sudah tidak ada. Anas mampu menyelesaikan persoalan berat itu. Apa kiatnya? Menariknya lagi, Anas tak menggunakan dana bank sebagai modal. Lantas, modalnya dari mana?

Jawabannya dapat di simak di dalam video di sini

HIDAYATULLAH

Ada Keutamaan Saling Membantu Selama di Tanah Suci

Tanah Suci merupakan tempat para nabi mendakwahkan tauhid.

Ada keutamaan ketika jamaah haji Indonesia saling membantu selama berada di Tanah Suci. Utamanya, memberikan bantuan kepada jamaah lansia. 

Konsultan Ibadah Daerah Kerja Madinah, KH Ahmad Wazir Ali, mengutip sejumlah hadist:

من نفس عن مؤمن كربة نفسه الله كربه يوم القيامة

“Barang siapa yang menggembirakan kesusahan orang Mukmin, maka Allah SWT akan menggembirakan kesusahannya di hari kiamat.

من يسر مؤمنا يسر الله له يوم القيامة

“Barang siapa yang memudahkan urusan orang mukmin, maka Allah SWT akan memudahkan urusannya di hari kiamat”.

والله فى عون العبد مادام العبد فى عون أخيه

“Allah SWT selalu menolong hamba, selagi dia mau menolong saudaranya”.

Diperkirakan 30-35 ribu jamaah haji lansia yang tergabung dalam Jamaah haji gelombang kedua dijadwalkan tiba di Madinah pada Senin, 10 Juli 2023. Berdasarkan data yang dihimpun ada sekitar 109.000 jamaah yang akan ke Madinah. 

“Informasi yang kita dapat dari Kota Makkah itu 1 maktab sekitar 6-7 kloter itu sekitar 3.000 ya. Andai secara keseluruhan jemaah haji lansia 60.000, sisanya ada kemungkinan sekitar 30.000 lansia yang akan datang ke Kota Madinah setelah sebagian juga kembali ke Tanah Air. Ya sekitar 30.000-35.000 jemaah lansia,” kata Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Zaenal Muttaqin, Senin (10/7/2023).

Zaenal menyebut, jumlah jmaah haji gelombang dua yang masuk ke Madinah lebih banyak dibandingkan gelombang pertama. “Kalau yang pertama 101.000 gelombang kedua ini sekitar 109.000 atau 108.000 jemaah. Belum nanti kalau ada tambahan lagi. Jumlahnya sekitar 295 kloter. Gelombang pertama sekitar 263 kloter, gelombang kedua lebih banyak jumlahnya.”

Zaenal menambahkan, untuk melayani para jamaah lansia, pihaknya telah menyiapkan sejumlah fasilitas, seperti sandal, kursi roda di setiap hotel, juga pos-pos di Masjid Nabawi dan fasilitasi yang lainnya untuk memantau para jemaah. “Kita juga sudah bekerja sama dengan pihak Nabawi dan kita follow up untuk pos-pos. Masjid Nabawi menawarkan bahwa kita nanti akan diberikan selain kursi roda, jadi meja meja untuk pos teman-teman yang berjaga,” katanya. 

IHRAM

Hukum Menjual Barang Temuan

Dalam kehidupan sehari–hari, seringkali kita menemukan barang milik orang lain. Entah itu di tempat kerja, di pinggir jalan atau dimanapun kita berada. Namun, banyak pula di antara kita yang menggunakan barang temuan itu sambil mencari orang untuk mengembalikan barang temuan itu kepada yang berhak. Bahkan, ada juga sebagian orang yang justru menjual barang temuan tersebut. Lantas, bagaimana hukum menjual barang temuan?

Dalam literatur kitab fikih, dijumpai beberapa keterangan yang menjelaskan mengenai kesunnahan bagi seseorang yang amanah untuk mengambil barang temuan dan mengumumkannya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana dalam kitab Majmu Syarh Muhadzab berikut, 

وموضوع الفصل: هل يجبُ أخذُ اللقطة ، أم تركُها؟ نقل المزني عن الشافعي رحمه الله في المختصر قال: «ولا أحبُّ لأحدٍ ترك لقطةٍ وجدها إذا كان أميناً عليها» . وفيه استحباب أخذها. 

Artinya : “Inti dalam dalam pembahasan fasal ini :  ‘Apakah wajib untuk mengambil barang temuan atau membiarkannya?’ Dalam hal ini Imam Muzani pernah menukil keterangan dari Imam asy-Syaafi’i dalam kitab al-Mukhtashor, Imam asy-Syafi’i pernah berkata ‘Aku tak menyukai terhadap seseorang yang membiarkan barang temuan tergeletak apabila ia berstatus orang yang terpercaya dalam mengamankan benda tersebut”. Dalam Qaul dari Imam asy-syafi’i ini terkandung penetapan disunnahkan untuk mengambilnya.”

Apabila seseorang menemukan barang yang tidak bernilai harta maka boleh langsung memilikinya dan tidak perlu diumumkan. Jika berupa barang yang bernilai harta dan jumlahnya sedikit, maka menurut pendapat yang paling sahih tidak perlu diumumkan selama setahun, akan tetapi cukup diumumkan sebentar saja sekiranya pemiliknya sudah tidak memperdulikannya.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Kifayatul Akhyar berikut;

إِذَا وَجَدَ مَا لاَ يَتَمَوَّلُ كَزَبِيْبَةٍ وَنَحْوِهَا فَلاَ يُعَرَّفُ وَلِوَاجِدِهِ اْلاسْتِبْدَادُ بِهِ وَإِنْ تَمَوَّلَ وَهُوَ قَلِيْلٌ فَاْلأَصَحُّ أَنَّهُ لاَ يُعَرَّفُ سَنَةً بَلْ يُعَرَّفُ زَمَنًا يُظَنُّ أَنَّ فَاقِدَهُ يُعْرِضُ عَنْهُ غَالِبًا وَضَابِطُ الْقَلِيْلِ مَا يَغْلِبُ عَلَى الظَّنَّ أَنَّ فَاقِدَهُ لاَ يَكْثُرُ أَسَفُهُ عَلَيْهِ وَلاَ يَطُوْلُ طَلَبُهُ غَالِبًا

Artinya : “Jika menemukan barang yang tidak bernilai harta, misalnya biji-bijian dan lainnya, maka tidak perlu diumumkan dan bagi yang menemukan boleh memilikinya. Jika berupa barang yang bernilai harta dan jumlahnya sedikit, maka menurut pendapat yang paling sahih tidak perlu diumumkan selama setahun, akan tetapi cukup diumumkan sebentar saja sekiranya pemiliknya sudah tidak memperdulikannya. Batasan sedikit adalah barang sekiranya tidak banyak merugikan orang yang kehilangan dan mencarinya juga tidak lama.”

Selain itu, Seseorang juga diperbolehkan menggunakan dan menjual barang tersebut dengan syarat harus menggantinya ketika telah datang pemiliknya.

 Hal ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Zaid bin Khalid al-Juhani, dia berkata;

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللُّقَطَةِ الذَّهَبِ أَوْ الْوَرِقِ فَقَالَ اعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً فَإِنْ لَمْ تَعْرِفْ فَاسْتَنْفِقْهَا وَلْتَكُنْ وَدِيعَةً عِنْدَكَ فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا يَوْمًا مِنْ الدَّهْرِ فَأَدِّهَا إِلَيْهِ

“Rasulullah saw pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak, lalu beliau berkata, ‘Kenalilah pengikat dan penutupnya, lalu umumkan satu tahun. Jika tidak diketahui (pemiliknya), maka gunakanlah dan hendaknya barang itu bagaikan titipan di sisimu. Tetapi jika datang pemiliknya mencari barang itu suatu hari dari masa, maka serahkanlah barang itu padanya.”

Demikian penjelasan mengenai hukum menjual barang temuan. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH