Khutbah Panjang Sayyidina Ali yang Tanpa Huruf Alif

 Sayyidin Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah keempat yang berkuasa dalam sejarah awal Islam. Secara silsilah, Sayyidina Ali merupakan sepupu dari Nabi Muhammad SAw. Pernikahannya dengan Fatimah az-Zahra juga menjadikannya sebagai menantu Rasulullah.

Selama hidupnya, Sayyidina Ali juga kerap menyampaikan pesan atau nasihat kepada umat Islam. Namun, uniknya Sayyidina juga pernah menyampaikan sebuah khutbah cukup panjang, yang di dalamnya tidak terdapat satu pun huruf alif.

Dalam potongan khutbah yang fenomenal ini memang tidak menyampaikan pesan khusus. Akan tetapi, nilai sastra dalam khutbah Sayyidina Ali sangat luar biasa. Dalam ilmu sastra bahasa Arab, susunan kalimat dalam khutbah Sayyidina Ali ini disebut “badi’ hadzf” atau suatu kalimat yang penyusunnya berkomitmen untuk tidak menggunakan huruf tertentu.

Berikut kutipan khutbah Sayyidina Ali:

حَمِدْتُ مَنْ عَظُمَتْ مِنَّتُهُ وَسَبَغَتْ نِعْمَتُهُ وَتَمَّتْ كَلِمَتُهُ وَنَفَذَتْ مَشِيَّتُهُ وَبَلَغَتْ حُجَّتُهُ وَعَدَلَتْ قَضِيَّتُهُ وَسَبَقَتْ غَضَبَهُ رَحْمَتُهُ حَمِدْتُهُ حَمْدَ مُقِرٍّ بِرُبُوبِيَّتِهِ مُتَخَضِّعٍ لِعُبُودِيَّتِهِ مُتَنَصِّلٍ مِنْ خَطِيئَتِهِ مُعْتَرِفٍ بِتَوْحِيدِهِ مُسْتَعِيذٍ مِنْ وَعِيدِهِ مُؤَمِّلٍ مِنْ رَبِّهِ مَغْفِرَةً تُنْجِيهِ يَوْمَ يَشْغَلُ كُلٌّ عَنْ فَصِيلَتِهِ وَبَنِيهِ وَشَهِدْتُ لَهُ شُهُودَ عَبْدٍ مُخْلِصٍ مُوقِنٍ ، وَفَرَّدْتُهُ تَفْرِيدَ مُؤْمِنٍ مُتَيَقِّنٍ، وَوَحَّدْتُهُ تَوْحِيدَ عَبْدٍ مُذْعِنٍ لَيْسَ لَهُ شَرِيكٌ فِي مُلْكِهِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ فِي صُنْعِهِ، جَلَّ عَنْ مُشِيرٍ وَوَزِيرٍ وَعَوْنٍ وَمُعِينٍ وَنَظِيرٍ عَلِمَ فَسَتَرَ وَبَطَنَ فَخَبَرَ وَمَلَكَ فَقَهَرَ وَعُصِيَ فَغَفَرَ وَعُبِدَ فَشَكَرَ وَحَكَمَ فَعَدَلَ وَتَكَرَّمَ وَتَفَضَّلََ لمْ يَزَلْ وَلَنْ يَزُولَ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْ‏ءٌ وَهُوَبَعْدَ كُلِّ شَيْ‏ءٍ ، رَبٌّ مُتَعَزِّزٌ بِعِزَّتِهِ مُتَمَكِّنٌ بِقُوَّتِهِ مُتَقَدِّسٌ بِعُلُوِّهِ مُتَكَبِّرٌ بِسُمُوِّهِ ، لَيْسَ يُدْرِكُهُ بَصَرٌ وَ لَمْ يُحِطْ بِهِ نَظَرٌ ، قَوِيٌّ مَنِيعٌ بَصِيرٌ سَمِيعٌ رَءُوفٌ رَحِيم عَجَزَ عَنْ وَصْفِهِ مَنْ وَصَفَهُ وَضَلَّ عَنْ نَعْتِهِ مَنْ عَرَفَهُ ، قَرُبَ فَبَعُدَ وَبَعُدَ فَقَرُبَ ، يُجِيبُ دَعْوَةَ مَنْ يَدْعُوهُ وَيَرْزُقُهُ وَيَحْبُوهُ ، ذُو لُطْفٍ خَفِيٍّ وَبَطْشٍ قَوِيٍّ وَرَحْمَةٍ مُوسَعَةٍ وَعُقُوبَةٍ مُوجِعَةٍ ، رَحْمَتُهُ جَنَّةٌ عَرِيضَةٌ مُونِقَةٌ ، وَعُقُوبَتُهُ جَحِيمٌ مَمْدُودَةٌ مُوبِقَةٌ

“Aku memuji Dzat yang anugerah-Nya agung, nikmat-Nya sempurna, Kalimat-Nya purna, dan kehendak-Nya selalu terjadi. Dzat yang bukti-bukti-Nya nyata, keputusan-Nya adil, dan Dzat yang rahmat-Nya selalu mendahului murka-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian orang yang mengakui ketuhanan-Nya, yang tunduk karena kehambannya, yang meminta maaf katena kesalahannya, yang mengakui ketauhidan-Nya, yang berlindung dari ancaman-Nya, serta memuji seperti orang yang senantiasa mengharap ampunan-Nya pada hari di mana semua orang tidak peduli kepada keluarga dan anaknya.

Dan aku bersaksi untuk-Nya sebagaimana kesaksian seorang hamba yang ikhlas dan yakin. Mengesakan-Nya sebagaimana pengesaan orang beriman nan mantap. Serta mentauhidkan-Nya sebagaimana tauhid hamba yang taat. Dia tak memiliki sekutu di kerajaan-Nya, serta tidak memiliki pembantu dalam ciptaan-Nya.

Maha agung Dia dari segala penunjuk, wazir, pertolongan, pembantu, serta sekutu. Ia mengetahui namun Ia menutup Dzat-Nya. Ia tersimpan namun Ia menunjukkan. Ia menguasai lalu Ia perkasa. Ia didurhakai namun Ia memaafkan. Ia disembah namun Ia menerima syukur. Ia memutuskan namun Ia tetap adil. Ia mulia dan Ia tetap memberi anugerah. Dia tidak sirna dan tidak akan sirna. Tidak ada yang menyerupai-Nya.

Dia akan tetap ada setelah segala sesuatu sirna. Dia adalah Tuhan yang mulia karena memang Dia mulia. Dia Maha Mampu dengan kekuatan-Nya. Maha Suci karena keluhuran-Nya. Maha Sombong karena kebesaran-Nya. Tidak ada penglihatan yang bisa mengetahuinya. Tidak pula pandangan mampu meliputinya. Dia Maha Kuat, Maha Mencegah, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang.

Orang yang mendeskripsikannya akan kesulitan menjelaskan. Dan orang yang mengetahuinya akan tersesat dari sifatnya. Dia dekat namun jauh dan ia jauh namun dekat. Dia mengabulkan sesiapa yang berdoa; Dia memberinya rizki dan menganugerahkannya nikmat. Dia memiliki kelembutan yang samar, namun siksa yang juga besar. Dia memilki rahmat yang luas namun juga memliki siksa yang menyakitkan. Rahmatnya adalah surga yang lebar dan indah, siksanya adalah neraka yang panjang dan merusak.”

IHRAM

Mengapa Malaikat Selalu Taat Kepada Allah?

Di dalam Al-Quran, Allah menegaskan dalam banyak ayat bahwa para malaikat adalah para hamba-Nya yang mulia. Mereka senantiasa mengikuti perintah-Nya, selalu taat dan tidak pernah maksiat kepada-Nya. Mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Anbiya’ ayat 26-27 berikut;

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمٰنُ وَلَدًا سُبْحٰنَهٗ بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُوْنَ لَا يَسْبِقُوْنَهٗ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِاَمْرِهٖ يَعْمَلُوْنَ

Dan mereka berkataTuhan Yang Maha Pengasih telah menjadikan (malaikat) sebagai anak. Mahasuci Dia. Sebenarnya mereka (para malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.

Juga dalam surah Al-Tahrim ayat 6, Allah berfirman sebagai berikut;

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Para ulama telah menjelaskan mengenai sebab mengapa para malaikat selalu taat kepada Allah dan tidak pernah maksiat kepada-Nya. Salah satu sebabnya adalah karena para malaikat hanya dibekali akal semata, dan tidak dibekali syahwat. Para malaikat tidak memiliki syahwat sehingga tidak ada potensi di dalam diri mereka untuk bermaksiat kepada Allah.

Ini berbeda dengan manusia. Selain dibekali akal, manusia juga dibekali syahwat. Sehingga selain berpotensi melakukan taat dengan akalnya, manusia juga berpotensi melakukan maksiat dengan syahwatnya.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Thariq Al-Hijratain berikut;

فإن الله سبحانه خلق خلقَه أطواراً ، فخلق الملائكة عقولاً لا شهوات لها ولا طبيعة تتقاضى منها خلاف ما يراد من مادة نورية لا تقتضي شيئاً من الآثار والطبائع المذمومة

Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam bentuk yang bermacam-macam. Dia menciptakan malaikat dengan dibekali akal dan tidak dibekali syahwat dan watak yang memungkinkan menyelisihi maksud tujuan mereka yang diciptakan dari cahaya yang tidak mungkin memiliki tabiat-tabiat yang tercela.

Dalam kitab Majmu Al-Fatwa, Ibnu Taimiyah menyebutkan sebagai berikut;

خُلقَ للملائكة عقولٌ بلا شهوة وخُلق للبهائم شهوة بلا عقل وخُلق للإنسان عقل وشهوة فمَن غلب عقلُه شهوتَه : فهو خير من الملائكة ومَن غلبت شهوتُه عقلَه : فالبهائم خير منه

Diciptakan untuk malaikat akal tanpa syahwat, dan diciptakan untuk hewan syahwat tanpa akal, serta diciptakan untuk manusia akal dan syahwat. Siapa saja yang mendayagunakan akalnya dibanding syahwatnya, maka dia lebih baik dari malaikat, dan siapa saja yang mendayagunakan syahwatnya dibanding akalnya, maka hewan lebih baik darinya.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Allah Menciptakan Malaikat?

Di antara makhluk ciptaan Allah yang wajib diimani keberadaannya adalah para malaikat. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari cahaya, tidak makan dan tidak minum, dan mereka senantiasa taat melakukan segala yang diperintahkan oleh kepada mereka. Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran, setidaknya ada tiga alasan mengapa Allah menciptakan para malaikat ini.

Di antara tujuan mengapa Allah menciptakan malaikat itu pertama, untuk beribadah kepada Allah, bersujud dan bertasbih kepada-Nya, dan mengagungkan-Nya. Ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-A’raf ayat 206 berikut;

اِنَّ الَّذِيْنَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِهٖ وَيُسَبِّحُوْنَهٗ وَلَهٗ يَسْجُدُوْنَ

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka mentasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nyalah mereka bersujud.
Kedua, menjalankan perintah Allah untuk mengurus makhluk-makhluk-Nya. Misalnya, malaikat Hamalatul ‘Arsy yang bertugas memikul ‘Arsy. Jumlah malaikat Hamalatul ‘Arsy adalah delapan. Ini sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Haqqah ayat 17 berikut;

وَالْمَلَكُ عَلَىٰ أَرْجَائِهَا ۚوَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ

Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas mereka.

Selain malaikat Hamalatul ‘Arsy, terdapat beberapa malaikat yang mendapatkan tugas mengurus makhluk-makhluk Allah yang lain. Misalnya, Malaikat Ridhwan yang bertugas menjaga surga, Malaikat Malik yang bertugas menjaga neraka, dan lainnya.

Ketiga, menjalankan perintah Allah untuk mengurus manusia secara khusus. Misalnya, Malaikat Maut yang bertugas mencabut ruh manusia, Malaikat Rokib dan Atid yang bertugas mencatat amal baik dan buruk manusia, dan para malaikat yang bertugas mendoakan ampunan untuk orang-orang beriman.

Para malaikat yang bertugas mendoakan ampunan atas orang-orang beriman sebagaimana disebutkan dalam surah Ghafir ayat 7 berikut;

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

Para malaikat yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan); Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.

BINCANG SYARIAH

Memperingatkan Neraka, tapi Malah Masuk Neraka

“Ada duta anti-korupsi, malah dia korupsi. Ada duta anti-narkoba, malah pengguna dan pengedar narkoba. Semoga kita yang memperingatkan dari masuk neraka, tidak masuk neraka kelak. Terlihat alim di depan manusia, tapi banyak bermaksiat saat sendiri. Wal ‘iyadzu billah.”

Kaum muslimin dan para aktivis dakwah yang semoga dimuliakan oleh Allah. Semoga kita tidak termasuk yang sering memperingatkan manusia akan neraka, akan tetapi kita sendiri yang masuk neraka. Kita banyak menasihati orang lain, tetapi malah kita sendiri yang melanggarnya. Wal ‘iyadzu billah.

Allah Ta’ala berfirman,

أَتَأْمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ ٱلْكِتَٰبَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab (Al-Quran)?  Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. al-Baqarah: 43)

Adakah yang demikian? Jawabannya, ada. Sebagaimana hadis tentang orang yang selalu melakukan amal ahli surga, tetapi di akhir hayatnya justru ia masuk neraka dengan su-ul khatimah.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻞَ ﻟَﻴَﻌْﻤَﻞُ ﻋَﻤَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﻳَﺒْﺪُﻭ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﻫُﻮَ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ

“Sesungguhnya seseorang benar-benar melakukan amalan surga – menurut yang tampak bagi masyarakat – padahal ia termasuk penduduk neraka.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Mengapa bisa demikian? Ibnul Qayyim Rahimahullah menjelaskan alasannya dikarenakan hal buruk  yang tersembunyi dalam hatinya. Dia selama ini menyembunyikan keburukan dan ia tidak sabar beramal sampai sempurna. Beliau Rahimahullah berkata,

قال ابن القيم رحمه الله في “الفوائد” ص 163: لما كان العمل بآخره وخاتمته ، لم يصبر هذا العامل على عمله حتى يتم له ، بل كان فيه آفة كامنة ونكتة خُذل بها في آخر عمره

“Karena amal itu dilihat dari penutupnya. Dia tidak sabar mengamalkan sampai sempurna, bahkan ada yang tersembunyi berupa penyakit hati dan noda yang nampak pada akhit hayatnya.” (al-Fawaid, hal. 163)

Semoga Allah menjaga kita dari hal seperti ini karena ancamannya sangat keras. Dalam hadis disebutkan bahwa manusia yang pertama kali diadili oleh Allah pada hari kiamat salah satunya adalah orang yang mengajarkan agama dan Al-Quran, tetapi tidak ikhlas. Akhirnya ia termasuk yang pertama kali masuk neraka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Dan didatangkan pula seseorang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas. Allah bertanya, ‘Apa yang telah kamu perbuat? ‘ Dia menjawab, ‘Saya telah belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca Al Qur’an demi Engkau.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur’an agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca. Dan kini kamu telah dikatakan seperti itu. Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dia dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 3527)

Ada beberapa sebab mengapa hal ini bisa terjadi. Akan kami sebutkan beberapa saja dan semoga Allah menjaga kita dari hal ini. Beberapa sebabnya antara lain sebagai berikut:

1. Berdakwah tanpa ilmu

2. Tidak ikhlas dan menginginkan dunia

3. Ingin ketenaran dan pujian manusia

4. Banyak bermaksiat tatkala sendiri

Berikut ini penjelasannya.

Pertama, berdakwah tanpa ilmu

Berdakwah tanpa ilmu sangat berbahaya karena mendahului Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujuraat: 1)

Sebagian ulama menjelaskan bahwa ada dosa yang lebih besar dari dosa kesyirikan, yaitu berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu. Hal ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala,

قُلْ إنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, ‘Rabbku hanya mengharamkan: (1) perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi; (2) perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan); (3) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan); (4) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu).” (QS. Al A’raf: 33)

Mengapa dosanya di atas dosa kesyirikan? Karena dosa syirik sumbernya adalah berkata-kata atas nama Allah tanpa ilmu.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata menjelaskan ayat ini,

فرتب المحرمات أربع مراتب، وبدأ بأسهلها وهو الفواحش، ثم ثنى بما هو أشد تحريما منه وهو الإثم والظلم، ثم ثلث بما هو أعظم تحريما منهما وهو الشرك به سبحانه، ثم ربع بما هو أشد تحريما من ذلك كله وهو القول عليه بلا علم، وهذا يعم القول عليه سبحانه بلا علم في أسمائه وصفاته وأفعاله وفي دينه وشرعه

“Allah mengurutkan keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy (perbuatan keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi, yaitu berbuat syirik kepada Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu semua, yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat Allah, perbuatan-Nya, agama, dan syari’at-Nya.” (I’lamul Muwaqqi’in, hal. 31, Dar Kutubil ‘Ilmiyah)

Kedua, tidak ikhlas dan menginginkan dunia

Sebagaimana hadis yang kita bawakan sebelumnya, ia menjadi orang pertama yang dicampakkan ke dalam neraka karena tidak ikhlas kepada Allah.

Rasa ikhlas harus senantiasa kita perhatikan. Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah mengatakan,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik.” (Jami’ Al-‘ulum wal hikam, hal. 18, Darul Aqidah)

Ketiga, ingin ketenaran dan pujian manusia

Para aktivis dakwah dan dai bisa jadi terjerumus dalam hal ini.

Asy-Syathibi Rahimahullah berkata,

آخر الأشياء نزولا من قلوب الصالحين : حب السلطة والتصدر

“Hal yang paling terakhir luntur dari hati orang-orang salih adalah cinta kekuasaan dan cinta eksistensi (popularitas).” (Al-I’tisham, karya Asy-Syatibiy)

Keempat, banyak bermaksiat tatkala sendiri

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺃَﻣَﺎ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﺇِﺧْﻮَﺍﻧُﻜُﻢْ ﻭَﻣِﻦْ ﺟِﻠْﺪَﺗِﻜُﻢْ ﻭَﻳَﺄْﺧُﺬُﻭﻥَ ﻣِﻦْ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺄْﺧُﺬُﻭﻥَ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻬُﻢْ ﺃَﻗْﻮَﺍﻡٌ ﺇِﺫَﺍ ﺧَﻠَﻮْﺍ ﺑِﻤَﺤَﺎﺭِﻡِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻧْﺘَﻬَﻜُﻮﻫَﺎ

“Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian. Mereka salat malam sebagaimana kalian. Akan tetapi, mereka adalah kaum yang jika bersendirian, mereka menerjang hal yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah, sahih)

Semoga Allah menjaga ketakwaan kita di saat sendiri. Tidak lupa kita juga memperbanyak melakukan amal kebaikan saat sendiri, seperti sedekah sembunyi-sembunyi, salat sunnah, salat malam, dan lain-lainnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup, dan yang suka menyembunyikan amalannya.” (HR. Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ

“Barang siapa di antara kalian yang mampu untuk memiliki amal salih yang tersembunyi, maka lakukanlah.” (Lihat As-Shahihah, no. 2313)

Seorang ulama, Salamah bin Dinar Rahimahullah berkata,

اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ

“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu, sebagaimana Engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu.” (Hilyah auliya, no. 12938)

Demikian, semoga bemanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68893-memperingatkan-neraka-tapi-malah-masuk-neraka.html

Islam, Kontrol Diri, dan Perbaikan Sosial

Sejumlah santri serempak menutup telinga, saat terdengar suara musik mengalun di aula tempat mereka duduk dalam rangka mengantre vaksinasi. Mereka adalah santri-santri dari sebuah pondok pesantren tahfidz Al-Qur’an. Peristiwa ini menjadi viral, saat seorang tokoh nasional mengunggah video tersebut di Instagram, dan  dilengkapi dengan caption yang terkesan memojokkan aktivitas tersebut. Tokoh tersebut menyayangkan, karena santri-santri tersebut telah diberikan pendidikan yang salah.

Posting tokoh tersebut memicu kontroversi. Ada yang pro, namun banyak pula yang kontra. Kalangan yang pro dengan tokoh tersebut, bahkan mengaitkan perilaku menolak musik itu sebagai bibit radikalisme. Sementara, kalangan yang kontra, membela para santri itu dengan mencoba mengajukan argumen, bahwa para penghafal Al-Qur’an memang memiliki pola hidup yang sangat berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Menjaga hafalan Al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat sulit. Karena itu, mereka berusaha keras untuk menghindari berbagai hal yang diyakini mampu menghilangkan hafalan tersebut, salah satunya musik.

Lepas dari kontroversi tersebut, penulis ini mengemukakan satu hal yang menurut hemat penulis cukup menarik untuk didiskusikan. Yaitu bagaimana Islam memandang proses kontrol diri (personal control). Tangney (2004), mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah keinginan pada seseorang untuk tidak melakukan perilaku yang tidak diinginkan, serta menahan diri dari perbuatan yang dapat berefek negatif. Ada 3 aspek personal control menurut Averill (1973), yaitu kontrol perilaku (behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control) dan kontrol keputusan (decision control).

Kontrol diri adalah salah satu soft skill yang sangat dibutuhkan seseorang, khususnya dalam kehidupan bermasyarakat, yang tentunya akan bertemu dengan beraneka ragam karakter serta kecenderungan. Orang yang sudah memiliki kontrol diri bagus, atau berhasil mengendalikan dirinya, baik dalam perilaku, kognitif/pemikiran, maupun keputusan, sebenarnya merupakan orang-orang yang mampu menempatkan diri secara baik di ruang publik.

Pada kasus di atas, tampak bahwa santri-santri tersebut sebenarnya sudah melakukan proses kontrol diri dengan baik. Mereka memiliki keyakinan (belief) bahwa musik merupakan salah satu sebab rusaknya kegiatan menghapal Al-Qur’an. Tentu ini suatu hal yang debatable. Penulis sendiri termasuk yang meyakini bahwa dalam batasan-batasan tertentu, misalnya syairnya edukatif, musik diperbolehkan untuk didengarkan. Banyak pula pendapat ulama yang menyatakan hal tersebut, salah satunya pendapat dari Dr. Yusuf Al-Qardhawi, yang banyak dianut oleh kaum muslimin di dunia.

Akan tetapi, memang ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa musik, dalam segala bentuknya, adalah haram. Dan bagi penghafal Al-Qur’an, tentu lebih eksklusif lagi, karena mereka akan meminimalisir sedikit mungkin berbagai hal yang bisa mendistraksi fokus mereka dalam memasukkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam memori mereka.

Justru dari perbedaan pandangan inilah, penulis menilai bahwa santri-santri tersebut memiliki kontrol diri yang cukup kuat. Saat itu, mereka berjumlah banyak. Bahkan, jika dilihat dari video yang viral di media sosial, sepertinya hampir seluruh ruangan dipenuhi oleh mereka. Alih-alih melakukan proses unjuk kekuatan (show of force) misalnya dengan memaksa petugas mematikan musik, atau justru merusak sound system, mereka memilih menutup kuping mereka sendiri.

Akhir-akhir ini, kita sering melihat sekelompok orang yang merasa berkuasa, memaksakan kehendak dengan cara paksa, terlebih jika merasa sebagai mayoritas. Apakah santri-santri tersebut kurang beradab, karena tidak menghormati tuan rumah dan melecehkan “suguhan” tuan rumah yang berupa musik? Penulis berpendapat, justru tuan rumahlah yang sebenarnya harus memahami siapa tamu yang akan berkunjung, dan memberikan suguhan yang hendak dihidangkan.

Konsep Kontrol Diri Dalam Islam

Cukup menarik jika kita menelaah beberapa hadist Rasulullah yang memiliki hubungan dengan personal control. Salah satu hadist yang cukup relevan adalah perintah tentang menundukkan pandang (ghadul bashar). Dalam sebuah hadist disebutkan, “Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang perempuan, kemudian dia menundukkan dan memejamkan matanya, Allah mengganti sebagai suatu ibadah” (Riwayat Ahmad dari Abu Umamah).

Ajaran Islam menekankan, bahwa ketika kita mendapatkan stimulus dari luar, yang dianggap bisa melunturkan keimanan, atau mendekatkan para perilaku maksiat, adalah sebisa mungkin kita mengelola indera kita. Sebagaimana kita tahu, indera merupakan organ yang menerima stimulus dari orang lain. Rasulullah SAW, juga pernah menutup telinga ketika mendengar suara seruling yang ditiup seorang penggembala. Bukan kapasitas penulis untuk membahas peristiwa tersebut dalam tinjauan fiqih. Penulis hanya ingin menegaskan, bahwa—lagi-lagi—dalam Islam, memutus stimulus dengan cara mengendalikan diri, adalah sebuah ajaran yang sangat jelas.

Rasulullah tidak mencari si peniup seruling dan memarahinya, atau merebut serulingnya, tetapi lebih memilih menutup telinga. Rasulullah juga tidak menyuruh seorang lelaki menghardik perempuan cantik yang lewat untuk menjauh, tetapi meminta untuk menundukkan pandangan.

Belum lama ini, viral juga di media sosial, tentang curhat seorang perempuan cantik yang merasa dipersekusi oleh warga di kompleks rumahnya, hanya gara-gara dia senang berdandan dan sering berlari pagi melintas di jalan. Para lelaki yang berada di kompleks tersebut merasa terganggu dengan sosoknya yang dianggap “terlalu menggoda” dan membuat para perempuan cemburu. Curhat tersebut viral setelah diunggah di sebuah akun Selebtwit (pesohor di Twitter).

Kembali ke kasus di atas. Jadi, patut dihargai, karena para santri tersebut lebih memilih mengendalikan diri dengan menutup telinga, daripada melakukan aktivitas destruktif. Padahal, saat itu mereka berjumlah mayoritas.

Perbaikan Sosial

Kecenderungan penulis untuk lebih menekankan proses kontrol diri dalam kehidupan sosial masyarakat bukan berarti penulis tidak sepakat dengan upaya-upaya perbaikan sosial. Dalam konsep psikodinamika sendiri, kita mengenal adanya id, ego dan superego. Menurut Purwanto (2007: 94)[1]instink atau gharaiz, merupakan bagian dari struktur id, di mana perwujudan psikologisnya disebut sebagai hasrat (wish), dan rangsang jasmaniahnya disebut sebagai kebutuhan (need). Freud sendiri, sebagai tokoh yang mempopulerkan konsep tersebut, tidak menganjurkan manusia untuk berhenti di elemen id, tetapi harus ditarik ke dalam reality menjadi ego, dan kemudian dimasukkan dalam aspek morality yang disebut superego.

Id sendiri, adalah elemen paling primitif. The id is the primitive and instinctive component of personality[2]. Manusia adalah sosok pembelajar, yang harus diarahkan kepada derajat keadaban yang lebih tinggi. Meski Freud termasuk tokoh yang  menganggap Tuhan sebagai imajinasi schizoprenik (Purwanto, 2017: 115), dengan adanya konsep ego dan superego, Freud tentu tidak menginginkan manusia terus menjadikan the id sebagai  semata  pegangan dalam hidup.  Tak semua ilmuwan seperti Freud. Beberapa ilmuwan seperti Albert Einstein, Max Planck atau Karen Amstrong, merupakan tokoh-tokoh yang secara keras menyerang paham atheistik.

Perbaikan sosial merupakan suatu hal yang disepakati oleh siapapun. Personal control hanya salah satu sarana manusia saat berhadapan dengan sesuatu yang dianggap tidak ideal atau tidak sesuai dengan apa yang menjadi prinsip hidupnya. Namun, jika seseorang memiliki sebuah keyakinan (belief), maka secara alamiah, dia akan berusaha menularkannya kepada orang lain. Dalam Islam, ini disebut sebagai dakwah, atau amar ma’ruf nahy munkar.

Namun, dakwah tentu ada aturan-aturannya, yang sering disebut sebagai fiqih dakwah. Islam menekankan pada pendekatan persuasif, retorika yang baik, dengan berbasis keteladanan. Prinsip-prinsi dakwah sering disebutkan meliputi (1) al hikmah (hikmah); (2) al mau’izah al hasanah (pelajaran yang baik), dan (3) al mujadalah billati hiya ahsan (mendebat dengan cara yang baik)[3].

Sebagian kalangan, sering berkilah, bahwa ketika melakukan pemaksaan kehendak, adalah dalam rangka perbaikan sosial, atau nahy munkar. Misal, ada seorang perempuan tak berjilbab melintas di suatu kompleks yang dianggap religius, lalu perempuan tersebut dipakaikan jilbab secara paksa. Atau, pernah terjadi di suatu daerah, ketika ada beberapa anak muda menyetel musik keras-keras, lalu sejumlah kalangan yang religius mendatanginya dan memaksa untuk mematikan musik dengan disertai ancaman.

Kontrol diri atau personal control memang tidak bisa berdiri sendiri, harus didukung dengan upaya-upaya lain seperti perbaikan sosial, dan juga aturan hukum dari penguasa yang melindungi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi, kontrol diri merupakan salah satu ajaran penting dari Islam, yang semestinya diterapkan oleh semua pemeluk agama ini. []


[1] Purwanto, Yadi, 2017, Psikologi Kepribadian, Bandung: Refika Aditama

[2] https://www.simplypsychology.org/psyche.html

[3] https://republika.co.id/berita/pnozfj458/mengenal-metodemetode-dakwah-islam

BERSAMA DAKWAH

Imam Ahmad: Tegas pada Ahlul Bid’ah Tawadhu’ dengan Ulama Ahlus Sunnah

 IMAM Ahmad Bin Hambal (164-241 H), salah satu ulama madzhab 4, berasal dari Bagdad, karya beliau antara lain, Musnad Ahmad, Ar Radd ilal Jahmiyah Waz Zanadiqah, dll.  Beliau memang amat tegas terhadap para ahlul bid’ah, akan tetapi amat tawadhu terhadap sesama ulama ahlu sunnah, berikut ini beberapa nukilan yang menunjukkan kearifan Ahmad bin Hambal terhadap mereka yang berbeda pendapat dengannya.

Dalam Siyar ‘Alam An Nubala’, dalam tarjamah, Ishaq bin Rahuyah, berkata Ahmad bin Hafsh As Sa’di, Syaikh Ibnu ‘Adi: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: Tidak ada seorang pun yang pernah pergi ke Khurasan menyerupai Ishaq (kelebihannya), walaui dia telah menyelisihi kita dalam beberapa hal, sesungguhnya manusia masih berselisih satu sama lain. (Siyar ‘Alam An Nubala’ hal. 16, vol. 10).

Juga diriwayatkan oleh Al Hafidz Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr, dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi, dalam bab Itsbat Al Munadharah Wal Mujadalah Wa Iqamati Al Hujjah, dari Muhamad Bin ‘Attab bin Al Murba’, dia berka, aku mendengar Al ‘Abbas bin Abdi Al Al Adzim Al Ambari mengabarkan kepadaku: “Aku bersama Ahmad bin Hambal dan datanglah ‘Ali bin Madini dengan mengandarai tunggangan, lalu keduanya berdebat dalam masalah syahadah, hingga meninggi suara keduanya, samapi aku takut terjadi apa-apa diantara keduanya. Ahmad berpendapat adanya syahadah sedangakan ‘Ali menolak dan menyanggah, akan tetapi ketika Ali hendak meninggalkan tempat tersebut Ahmad bangkit dan menaiki kendaraan bersamanya (dalam Jami’ Bayan Al ‘Ilmi hal. 968, vol.2).

Juga diriwayatkan bahwa Ahmad bin Hambal juga pernah berdebat dengan guru beliau Imam Syaf’i dalam masalah hukum meninggalkan shalat, maka berkata kepada dia Imam Syafi’i: “Wahai Ahmad, apakah engkau mengatakan dia (yang meninggalkan shalat) kafir?” Ahmad menjawab: “Iya.” Imam Syafi’i lantas bertanya: ” Jika sudah kafir bagaimana cara untuk berislam?”, Ahmad menjawab: “Dengan mengatakan La ilaha ila Allah”. Dijawab Syafi’i: “Dia masih memegang kata itu dan tidak meninggalkannya (syahadat)”. Ahmad berkata: “Dengan menyerahkan diri untuk mau mengerjakan shalat”. Syafi’i menjawab: “Shalat orang kafir tidak sah, dan tidak dihukumi sebagai muslim dengan hanya shalat”. Maka Ahmad berhenti berbicara dan diam ( dalam Thabaqat As Syafi’iyah, hal. 61, vol.2).

Walau terjadi perselisihan dalam beberapa masalah, Imam Ahmad tetap bersikap tawadhu’, bahkan banyak memuji untuk Syafi’i.

Berkat Ishaq bin Rahuyah: “Aku bersama Ahmad di Makkah, dia berkata: “Kemarilah! Aku tunjukkan kepadamu seorang lelaki yang kamu belum pernah melihat orang seperti dia!” Ternyata laki-laki tersebut adalah Syafi’i. (Shifatu As Shofwah, hal. 142, vol. 2).

Berkata Ahmad bin Al Laits: “Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: “Aku akan benar-benar mendo’akan Syafi’i dalam shalatku selama 40 tahun, aku berdoa:” Ya Allah, ampunilah diriku dan orang tuaku, dan Muhammad bin Idris Asyafi’i.” (dalam Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi, hal. 254, vol. 2).

Dari Abu Dawud As Sijistani, bahwa Ahmad bin Hambal mendengar kabar bahwa Ibnu Ma’in menisbatkan Syafi’i kepada tasyayu’. Maka berakata Ahmad: “Apakah engkau mengatakan hal ini terhadap para imam umat Islam?” Yahya menjawab: “Aku melihat di bukunya tentang hukum memerangi ahlu al bagha (pemberontak), dari awal hingga akhir dia berdalil dengan ‘Ali bin Abi Thalib.”

Imam Ahmad berkata: “Engkau sungguh mengherankan! Dengan siapa lagi Syafi’i berhujjah dalam hukum memerangi ahli al bagha? Dan seorang yang pertama dari umat ini yang diuji dengan pemberontakan adalah ‘Ali bin Abi Thalib, dan dia yang telah menghukumi, tidak didapati dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasslam, juga tidak pula dari para khalifah selainnya, lalu dengan siapa dia (Syafi’i) mengambil hujjah? Maka malu lah Yahya bin Ma’in (Manaqib As Syafi’i, hal 450-451, vol. 1).*

HIDAYATULLAH

Jangan Kecewa Rasulullah Pernah Batal Berangkat Haji Umrah

Jamaah haji diminta tidak berkecil hati sudah dua kali gagal berangkat untuk melaksanakan ibadah haji. Pada masanya Rasulullah SAW pernah membatalkan berangkat ke Tanah Suci untuk ibadah haji dan umrah karena Makkah belum kondusif.

“Melihat sejarah kehidupan Rasulullah, di mana perjalanan umroh pernah diurungkan,” kata Subordinator Pembimbingan dan Penyuluhan Pusat Kesehatan Haji Muhammad Imran Saleh Hamdani, seperti dikutip situs Puskeshaji, dalam kegiatan Sosialisasi Haji Sehat dan Vaksinasi COVID-19 di Makassar, Sabtu (18/9).

 Imran mengatakan ketika itu ada perjanjian Hudaibiyah, saat itu Rasulullah dengan para sahabatnya melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah, dengan berpakaian ihram. Menurut catatan sejarah ketika itu rombongan membawa hewan kurban 70 ekor unta.

Di mana perjalanannya kata dia butuh waktu 10 hari. Rombongan tertahan karena kaum Quraisy menghalangi, sehingga lewat jalan lain tetapi tertahan di Hudaibiyah. Di mana posisi Hudaibiyah sekitar 20 km di luar Mekkah atau perjalanan setengah hari lagi.

“Betapa sahabat kecewa, tapi Rasul membawa kabar gembira bahwa pahala umrah tetap mereka dapatkan,” katanya.

 Batalnya perjalanan ibadah umrah Rasulullah mesti menjadi pelajaran jamaah untuk tidak kecewa telah dua kali batal berangkat haji. Jamaah harus yakin bahwa Allah SWT telah mencatat niatnya untuk melaksanakan ibadah haji.

 “Karena jamaah sudah memiliki niat dan melaksanakan niat,” katanya.

 Imran mengatakan bahwa sampai saat ini pemerintah Arab Saudi belum membuka umrah haji untuk warga luar negeri termasuk Indonesia. Alasannya karena, kondisi pandemi Covid-19 yang belum reda di semua negara.

“Namun pemerintah Indonesia tidak berhenti berusaha untuk menguatkan diplomasi. Misal dengan terus meningkatkan cakupan vaksinasi COVID-19 dan saat ini telah melewati pandemi Covid-19 dengan baik, di mana positivity rate di bawah 5 persen, yaitu 4,49 persen,” katanya.

 Imran mengatakan, kegiatan Sosialisasi Haji Sehat ini juga digelar Vaksinasi Covid-19. Tujuannya adalah menguatkan diplomasi kita bahwa vaksinasi kita naik.

 “Namun tetap jaga protokol kesehatan dan selalu berdoa semoga kita tetap sehat dan dapat melakukan ibadah haji tahun depan,” katanya.

 Kegiatan Sosialisasi Haji Sehat ini diikuti oleh 200 calon jemaah haji Kota Makassar. Kegiatan ini kerjasama Pusat Kesehatan Haji dengan Komisi IX DPR RI dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota Makassar.

 Kegiatan Sosialisasi Haji Sehat dan Vaksinasi COVID-19 dihadiri Anggota Komisi IX DPR RI Hj Aliyah Mustika Ilham, SE. Ia mengatakan target vaksinasi Indonesia belum tercapai, sehingga negara kita tidak dipercaya masuk negara lain termasuk Arab Saudi. Oleh karena itu agar kita bisa berumroh dan haji maka ayo kita ajak saudara-saudara kita ikut vaksinasi COVID-19. Tetap patuhi protokol kesehatan dan berdoa semoga pandemi COVID-19 cepat berakhir.

 Sementara vaksinasi COVID-19 akan diberikan sebanyak 1.000 dosis Sinovac untuk pelajar usia 12-17 tahun dan jemaah haji dan masyarakat umum.

Menurut Prof Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar, pada tahun kesembilan Rasulullah batal naik haji. Dan memerintahkan Abu Bakar as-Shiddiq menjadi Amirul-Hajj. 

Kemudian beliau usulkan dengan memerintahkan Ali bin AbuThalib membacakan Surat Baraah (at-Taubah), meyampaikan beberapa perintah.  “Di antaranya ialah bahwa tahun depan tidak boleh lagi ada orang yang tawaf keliling Ka’bah dengan bertelanjang,” katanya.

 Menurut informasinya kata Buya Hamka, karena beliau tidak mau melihat orang telanjang bertawaf itulah maka beliau tidak naik haji tahun itu. Dan akhirnya memerintahkan Abu Bakar memimpin haji.

 “Baru tahun depannya, di tahun kesepuluh beliau memimpin sendiri naik haji, setelah Ka’bah benar-benar bersih,” katanya.Dan haji beliau yang terakhir itulah yang dinamai Haji Wada’ Haji Selamat Tinggal atau haji perpisahan. Setelah beberapa bulan dari itu Rasulullah wafat.

IHRAM

Cerita Muslimah Amerika Kesulitan Cari Pasangan

Seorang pengacara dan penulis Muslim Afro-Latina yang tinggal di Bay Area, Tahirah Nailah Dea (29) mengungkap kesulitan wanita muslim mencari suami yang seiman di Amerika Serikat (AS). Dean baru dua tahun lulus dari sekolah hukum ketika dia mulai serius mencari suami.

Dia meminta teman-teman dan imam komunitas Muslim setempat untuk membantu menghubungkannya dengan prospek yang baik. Akan tetapi berulang kali, dia diberitahu bahwa setiap pria Muslim yang memenuhi syarat yang dia temui hanya mencari istri dari latar belakang etnisnya sendiri.

“Saya mendengar, ‘Pasangan mereka harus orang Mesir,’ atau ‘Mereka hanya mencari istri Palestina,'” kenang Dean, dilansir dari laman the Lily pada Selasa (21/9).

“Mereka bahkan tidak bisa mengajukan saya sebagai kandidat. Saya bahkan tidak bisa masuk ke pintu,” lanjutnya.

Pada tahun-tahun sejak itu, Dean telah mencatat perjuangan berat yang dihadapi wanita Muslim, sering kali berusia akhir 20-an dan lebih. Mereka kesulitan dalam menemukan suami Muslim di AS.

Sekarang, dalam seri foto berjudul “The ISMs Project,” Dean mendokumentasikan prasangka yang dia dan banyak wanita Muslim lainnya hadapi. Itu disebut sebagai “krisis pernikahan”: ageisme, seksisme, rasisme, dan warna kulit.

Dean bekerja dengan fotografer Qamara El-Amin dan videografer Hauwa Abbas untuk mengabadikan pengalaman wanita Muslim lajang di seluruh negeri. Setiap model digambarkan dalam dua foto. Satu yang menunjukkan dia berjuang dengan bentuk prasangka, dilambangkan dengan barang seperti jam, teko atau cermin. Satu lagi yang menunjukkan perlawanannya terhadap rintangan ini. 

“Sejak 2018, saya telah menulis tentang kesulitan menemukan suami Muslim yang taat dan budaya kencan Muslim di AS. Saya sedang bekerja untuk menerbitkan memoar, tetapi sementara itu, saya ingin mendapatkan memoar pengalaman saya dan wanita lain ke dalam ruang publik. Saya ingin menunjukkan para wanita yang mengalami kesulitan menemukan pasangan di usia berkencan di masyarakat Amerika, mencoba untuk mempertahankan nilai-nilai Islam mereka, tetapi menemukan “isme” ini di jalan mereka. Saya pikir serangkaian foto akan membantu menempatkan wajah pada masalah dan memanusiakan masalah tersebut,” kata dia.

 “Ini kata yang berat, krisis, tapi saya merasa kita berada dalam situasi seperti itu. Saya pernah mendengar istilah yang digunakan oleh para ulama dan pemimpin Muslim dalam dua hal. Salah satunya adalah meningkatnya angka perceraian di masyarakat. Banyak konselor pernikahan Muslim dan imam menanggapi hal ini dan bekerja pada inisiatif untuk membantu menjaga pernikahan tetap bersama. Aspek lain, yang tidak banyak Anda temukan dalam penelitian apa pun, adalah meningkatnya jumlah lajang Muslim. Tampaknya jumlah wanita yang belum menikah lebih tinggi daripada pria. Sebagian karena laki-laki Muslim diperbolehkan menikahi seseorang dari luar agama, menurut banyak ulama Islam. Tetapi wanita tidak diizinkan melakukan hal yang sama,” lanjut dia.

Dean mengatakan, kesulitan menemukan pasangan Muslim ini terutama di kalangan wanita berusia antara 25 hingga 35 tahun, seringkali berpendidikan tinggi dan berprestasi. Banyak juga yang berkulit hitam atau berkulit gelap. Inilah wanita yang dia fokuskan.

Ketika Dean mulai mewawancarai orang-orang untuk bukunya, ia menyadari bahwa ia bukan satu-satunya yang berjuang untuk menemukan seseorang yang cocok. 

“Semuanya diperbesar dalam komunitas Muslim, di mana ada penekanan pada pernikahan sebagai bagian dari iman, menikah muda, dan persetujuan atau fasilitasi orang tua. Ada beban budaya dengan ibu terutama memiliki gagasan tentang siapa anak laki-laki mereka harus menikah, ingin menantu perempuan mereka untuk mengambil tugas yang lebih tradisional, tinggal di rumah, kurang menghargai istri yang berprestasi, memiliki gagasan bahwa wanita “kedaluarsa” jika dia tetap tidak menikah melewati usia 27. Ini adalah kata-kata yang sebenarnya diucapkan kepada wanita: Anda sudah kadaluarsa, waktu Anda hampir habis,” ucap Dean.

IHRAM

Doa-doa Ini Akan Membuat Kita Dikejar-kejar Rezeki

Doa-doa tertentu bisa membantu kita mewujudkan harapan, termasuk harapan memperoleh kelancaran dan keberkahan rezeki.

Semua orang ingin mendapat kemudahan dalam urusan rezeki. Nyatanya, harapan tinggal harapan. Jangankan mudah, bisa mendapatkannya saja alhamdulillah. Adakah cara agar kita tak hanya berhasil memperoleh rezeki tapi bahkan dikejar-kejar olehnya?

Ulama-ulama kita mengatakan bahwa ada doa-doa yang bisa kita baca agar Allah melancarkan rezeki kita. Lima di antara doa-doa itu, seperti bisa kita baca dalam buku Risalah Doa & Zikir Keluarga, mudah kita hafalkan.

Kita tidak diwajibkan berada di suatu tempat atau waktu khusus untuk membaca doa-doa ini. Kita hanya dianjurkan membacanya setelah mengerjakan shalat fardhu dan ketika hendak berangkat ke tempat kerja.

Berikut lima doa yang bisa kita amalkan agar rezeki yang kita harap-harapkan mudah terwujud.

Doa Agar Rezeki Lancar

اَللَّهُمَّ يَاغَنِيُّ يَامُغْنِيْ أَغْنِنِيْ غِنًى أَبَدًا وَيَاعَزِيْزُ يَامُعِزُّ أَعِزَّنِيْ بِإِعْزَازٍ عِزَّةَ قُدْرَتِكَ وَيَامُيَسِّرَاْلأُمُوْرِ يَسِّرْ لِيْ أُمُوْرَ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ يَاخَيْرَ مَنْ يُرْجَى يَا اللهُ

Alloohumma yaa ghoniyyu yaa mughnii aghninii ginan abadan wa yaa ‘aziizu yaa mu’izzu a’izzani bi-i’zaazin ‘izzatia qudrotika, wa yaa muyassirol umuuri yassir lii umuurod dun-yaa waddiini yaa khoiro man yurjaa yaa allooh.

“Ya Allah, Dzat Yang Mahakaya dan memberikan kekayaan, berilah kekayaan yang abadi kepadaku. Wahai Dzat Yang Mahamulia dan yang memberikan kemuliaan, berilah kemuliaan kepadaku dengan kemuliaan kekuasaan-Mu. Wahai Dzat yang mempermudah semua urusan, berilah kemudahan kepadaku di dalam semua urusan dunia dan agama, wahai Dzat yang paling diharapkan, ya Allah.”

Doa Agar Rezeki Bertambah

اَللَّهُمَّ زِدْنَا وَلاَ تَنْقُصْنَا وَأَكْرِمْنَا وَلاَ تُوْهِنَا وَأَعْطِنَا وَلاَ تَحْرِمْنَا وَاٰثِرْنَا وَلاَ تُؤْثِرْ عَلَيْنَا وَأَرْضِنَا وَارْضَ عَنَّا

Alloohumma zidnaa wa laa tanqushnaa wa akrimnaa wa laa tuuhinaa wa a’athinaa wa laa tahrimnaa wa aatsirnaa wa laa tu’tsir ‘alainaa wa ardhinaa wardhoo ‘annaa.

“Ya Allah, tambahkanlah rezeki kepada kami, jangan Engkau kurangi. Muliakanlah kami dan jangan Engkau hinakan kami. Berilah kami dan jangan Engkau halangi kami. Pilihlah kami dan jangan Engkau tinggalkan kami, dan janganlah Engkau cegah kami.”

Doa Agar Diberi Rezeki Halal

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ رِزْقًا حَلاَلاً وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلاَ مَشَقَّةٍ وَلاَ ضَيْرٍ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Alloohumma innii as-aluka an tarzuqonii rizqon halaalan waasi’an thoyyiban min ghoiri ta’abin wa laa masyaqqotin wa laa dhoirin innaka ‘alaa kulli syai-in qodiir.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar melimpahkan rezeki kepadaku berupa rezeki yang halal, luas dan tanpa susah payah, tanpa memberatkan, tanpa membahayakan dan tanpa rasa lelah dalam memperolehnya. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”

Doa Agar Diberi Rezeki yang Berkah

اَللّٰهًمَّ اَصْلِحْ لِيْ دِيْنِيْ وَوَسِّعْ لِيْ فِيْ دَارِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْ رِزْقِيْ

Alloohumma ashlihli lii diinii wa wassi’lii daarii wa baarik lii fii rizqii.

“Ya Allah perbaikilah agamaku (yang menjadi pokok urusanku) lapangkanlah tempat tinggalku, dan berikanlah keberkahan pada rezekiku.”

Doa Agar Mendapat Rezeki yang Tak Disangka-sangka

رَبَّنَا اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا ِلاَوَّلِنَا وَاٰخِرِنَا وَاٰيَةً مِنْكَ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ

Robbanaa anzil ‘alainaa maa-idatan minas samaa-i takuunu lanaa ‘iidan li awwalinaa wa aakhirinaa wa aayatan minka warzuqnaa wa anta khoirur rooziqiin.

“Ya Tuhan kami, turunkahlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang haru turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, berilah kami rezeki, dan Engkau pemberi rezeki yang paling utama.”

***

Jika kita terus mengamalkan doa-doa ini, insya Allah rezeki kita akan dipermudah oleh Allah. Bahkan, Allah mungkin juga akan memberikan rezeki melalui jalan yang tak kita duga-duga.

Jika setelah mengamalkan lima doa di atas rezeki kita masih terasa sulit, mungkin adab berdoa kita yang masih masih perlu diperbaiki. Untuk memahami bagaimana adab-adab berdoa, kita bisa kembali membuka buku Risalah Doa & Zikir Keluarga.

Adab-adab berdoa tersebut di antaranya:

1. Niat yang ikhlas
Berdoa dengan kerelaan hati mengharap ridha Allah Ta’ala. Menyerahkan segalanya hanya kepada-Nya.

2. Tidak sering melakukan dosa
Tidak melanggar apa yang dilarang oleh Allah, seperti mengkorupsi dana masyarakat atau ikut menyebarkan berita bohong (hoax).

3. Disertai keyakinan yang kuat
Harus memiliki keyakinan bahwa doa kita akan dikabulkan oleh Allah, karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya.

4. Makanan yang dikonsumsi halal
Kita harus memperhatikan makanan yang kita konsumsi setiap hari. Makanan yang tidak halal tanpa kita sadari ikut mempengaruhi kebersihan hati kita. Hati yang kotor tentu akan sulit untuk ikhlas.

5. Berdoa pada waktu-waktu yang mustajabah
Hendaknya kita berdoa pada waktu-waktu yang mustajabah, di antaranya setelah selesai shalat, waktu antara adzan dan iqomah, dan waktu-waktu yang lainnya.

QULTUM MEDIA

Menyiapkan Bekal Perjalanan

Bila kita hendak pergi berbelanja kebutuhan sehari-hari ke pasar terdekat, seperti apakah persiapan yang kita buat? Perlukah membawa baju ganti satu koper penuh? Atau mengucapkan salam perpisahan serta mohon doa keselamatan dari segenap kerabat dan kawan? Apakah kita memerlukan peta dan kompas agar tidak tersesat?  

KITA tahu semua itu tidak diperlukan. Bahkan, memikirkan persiapan sedetail itu adalah gagasan paranoid dan kurang waras. Sebab, jarak yang kita tempuh dekat, waktu yang kita habiskan di sana sekejap, dan keperluan kita pun sangat sederhana.

Bisa jadi, kita hanya berpakaian asal-asalan dan membawa uang sekedarnya. Naik kendaraan apa saja juga tidak masalah, bahkan jalan kaki pun oke. Bukankah demikian?

Sekarang, mari beralih kepada perjalanan kita yang sesungguhnya, yakni perjalanan hidup sebagai hamba Allah. Kita tahu, Allah menciptakan manusia untuk dua kehidupan: dunia dan akhirat.

Kita juga tahu, bahwa akhirat itu lebih baik dan kekal, sebagaimana diceritakan oleh banyak ayat Al-Qur’an. Sebaliknya, dunia ini tidak abadi dan pasti ditinggalkan. Bila kita mau berpikir secara adil dan obyektif, manakah yang seharusnya dipersiapkan lebih terperinci?

Sepanjang-panjangnya usia manusia di dunia ini, suatu saat nanti pasti berujung pada kematian. Di zaman para Nabi terdahulu, walaupun manusia diberi umur sampai ratusan tahun, ternyata sekarang tidak tersisa seorang pun diantara mereka.

Terlebih-lebih lagi dewasa ini, ketika menemukan orang yang hidup diatas 100 tahun sudah menjadi kejadian langka. Dunia adalah perjalanan yang sangat singkat dan cepat berlalu.

Sepertinya, belum hilang dari ingatan masa-masa dimana kita bermain sebagai bocah kecil, berlarian mengejar layang-layang putus atau bermain petak umpet. Namun, sekarang kita bahkan telah menjadi orangtua yang mengasuh anak-anak pula.

Sepertinya, belum lama berselang kita menimang anak-anak itu dan mengganti popoknya. Sekarang, tiba-tiba saja mereka telah memberi kita cucu yang lucu-lucu. Sedemikian cepatnya semua ini bergerak, sehingga tanpa terasa uban dan kerutan sudah menyebar rata.

Bila selalu demikian kenyataan hidup di dunia, mengapa kita justru jauh lebih sibuk menyiapkan bekalnya dibanding perjalanan menuju akhirat yang abadi? Bertahun-tahun kita habiskan usia, energi, sumberdaya, kreatifitas, produktifitas, untuk menyongsong kesejahteraan duniawi.

Sejak kecil kita sangat fokus menyiapkan karir-karir duniawi. Bahkan, anak-anak kita pun telah belajar melafalkan aneka rupa cita-cita duniawi sejak mereka belajar bicara.

Banyak orang bersedia “menyumbang” ratusan juta agar bisa masuk fakultas tertentu atau untuk menjadi pegawai negeri, demi menyongsong kesejahteraan duniawinya.

Tetapi, bagaimana dengan akhirat? Sesibuk apa kita mempersiapkan bekalnya? Sebanyak apa yang telah kita “belanjakan” untuknya? Sejak kapan kita telah merencanakannya? Misalnya, berapakah ayat Al-Qur’an yang sudah kita pelajari, sebagai petunjuk jalan keselamatan, pengobat hati yang gelisah, dan peneguh jiwa menghadapi guncangan hidup?

Seberapa waktu yang kita alokasikan untuk mendengar hadits-hadits Rasulullah, agar hidup ini lurus dan terarah dengan benar? Apakah shalat dan puasa kita terpelihara dengan baik? Bagaimana dengan nikmat-nikmat Allah lainnya: harta, kekuatan fisik, waktu, kesehatan, dsb; kemana kita habiskan?

Sungguh, Allah dan Rasul-Nya banyak menegur kita dengan sangat keras atas kelalaian-kelalaian ini.

Dengarkanlah apa yang difirmankan-Nya dalam Surat an-Najm: 29-31, “Maka berpalinglah engkau (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah batas terjauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk. Hanya milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).”

Demikian juga firman-Nya dalam surah al-A’la: 14-17

قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ تَزَكّٰىۙ

وَذَكَرَ اسۡمَ رَبِّهٖ فَصَلّٰى‌

بَلۡ تُؤۡثِرُوۡنَ الۡحَيٰوةَ الدُّنۡيَا

وَالۡاٰخِرَةُ خَيۡرٌ وَّ اَبۡقٰىؕ‏

“Sungguh beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia mengingat nama Tuhannya, lalu dia mengerjakan shalat. Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.”

Rasulullah pun bersabda;

إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِيٍّ جَوَّاظٍ سَخَّابٍ بِالْأَسْوَاقِ جِيفَةٍ بِاللَّيْلِ حِمَارٍ بِالنَّهَارِ عَالِمٍ بِأَمْرِ الدُّنْيَا جَاهِلٍ بِأَمْرِ الْآخِرَةِ

“Sesungguhnya Allah membenci setiap orang yang keras-kasar-angkuh tabiatnya, gemar mengumpulkan harta namun pelit, suka berteriak-teriak di pasar-pasar, seperti bangkai di malam hari dan seperti keledai di siang hari, sangat mengerti urusan dunia tetapi tidak tahu-menahu urusan akhirat.” (Riwayat Ibnu Hibban dan al-Baihaqi. Sanad-nya shahih ‘ala syarthi muslim).

Beliau bahkan tidak khawatir jika kita menjadi fakir. Beliau justru cemas jika dunia ini dihamparkan seluas-luasnya bagi kita. Beliau bersabda:

“فَأَبْشِرُوا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ، فَوَاللَّهِ لاَ الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا، وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم

“Bergembiralah, dan harapkanlah apa saja yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kemelaratan yang aku khawatirkan atas kalian. Namun, aku khawatir jika dunia ini dihamparkan seluas-luasnya untuk kalian, sebagaimana dulu pernah dihamparkan kepada umat-umat sebelum kalian. Lalu, kalian berlomba-lomba memperebutkannya sebagaimana mereka dulu memperebutkannya, sehingga dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia dulu membinasakan mereka.” (Riwayat Ibnu Majah. Hadits shahih).

Kekhawatiran beliau terbukti di zaman ini. Mengapa ada korupsi, suap-menyuap, dan penyelewengan anggaran?

Mengapa para penipu dan maling tega memakan harta orang lain secara batil? Mengapa ada kelicikan dalam pembagian warisan dan pengelolaan harta anak yatim? Dari mana benih money politics dan black campaign dalam Pemilu dan Pilkada?

Ayat-ayat dan hadits diatas telah menunjukkannya: “kerakusan pada dunia dan kecintaan yang berlebihan terhadapnya”. Inilah yang disebut ghurur (ketertipuan).

Karena ghurur-lah manusia salah memilih. Maka, sebaiknya kita lebih berhati-hati dan bijak dalam menentukan prioritas.

Yahya bin Mu’adz ar-Razi (w. 258 H) berkata, “Seandainya dunia adalah bijih emas yang fana sedangkan akhirat adalah keramik yang kekal, maka sudah sepantasnya bagi orang yang berakal untuk lebih memilih keramik yang kekal dibanding bijih emas yang fana. Bagaimana jika kenyataannya dunia adalah keramik yang fana sedangkan akhirat adalah bijih emas yang kekal?” (Dikutip dari: Adabul ‘Ulama’ wal Muta’allimin).

Maka, sangat wajar jika Rasulullah ﷺ pernah mengajari ‘Ali bin Abi Thalib sebuah doa;

“قُلِ اللهُمَّ اهْدِنِي وَسَدِّدْنِي، وَاذْكُرْ، بِالْهُدَى هِدَايَتَكَ الطَّرِيقَ، وَالسَّدَادِ، سَدَادَ السَّهْمِ”

“Ya Allah karuniakan kepadaku hidayah dan tepatkanlah aku (memilih) pada kebenaran,” beliau berkata, “permisalan petunjuk adalah yang menunjukimu jalan dan permisalan tepat pada kebenaran seperti tepatnya anak panah mengenai sasaran.” (HR. Muslim).

Semoga kita pun diberi-Nya hidayah dan ketepatan, dalam menyiapkan bekal perjalanan ini. Amin. Wallahu a’lam. *

Oleh: Alimin Mukhtar, Pengasuh PP Arrahmah-Malang

HIDAYATULLAH