Jelang Idul Adha, Umat di Zona Merah Diimbau Waspada

 Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni mengatakan, masyarakat dan umat Islam perlu tetap waspada terhadap penyebaran virus Covid-19 di masjid pada Idul Adha nanti. Terutama dari masjid-masjid yang berada di kawasan atau zona merah.
Untuk itu pihaknya mengimbau kepada umat yang berada di zona masjid yang merah untuk tetap mematuhi protokol Covid-19.

Menurutnya, peran Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) yang berada di zona merah dibutuhkan lebih ekstra agar dapat menjabarkan dengan detail dan menerapkan protokol masjid yang ada.

“Imbauan kepada umat yang di masjid zona merah yakni harus tetap patuhi protokol Covid-19 masjid,” kata Imam saat dihubungi Republika, Jumat (10/7).

Pihaknya juga mengatakan bahwa masjid di zona merah memiliki tingkat kerawanan tinggi penyebaran apabila menggelar shalat Idul Adha tanpa memperhatikan protokol Covid-19. Apalagi, kata dia, masjid yang melakukan peribadatan di wilayah terbuka seperti jalan raya.

Menggelar peribadatan di tempat-tempat terbuka, kata dia, terdapat ancaman dari sanitasinya. Untuk meminimalisir hal tersebut, para jamaah pun diperintahkan membawa sajadah masing-masing serta medium serupa sajadah lainnya yang dapat memproteksi penyebaran itu.

Kewaspadaan terhadap penyebaran virus Covid-19 di dalam pelaksanaan shalat Idul Adha juga menurutnya harus dibarengi dengan sikap yang cerdas dan kehati-hatian. Salah satunya adalah dengan tidak menelan informasi yang tidak akurat dan hoaks yang banyak disebarkan melalui media sosial.

“Dibutuhkan peran serta semua elemen agar penyebaran Covid-19 di Idul Adha tidak terjadi. Kita berupaya dan berdoa, semoga tidak ada penyebaran, amin,” pungkasnya.


IHRAM

Makanan Yang Membuat Tidak Miskin

Nah pertanyaannya adalah makanan seperti apa yang baik untuk kita yang bukan hanya sekedar menghilangkan rasa lapar tetapi juga menghilangkan kemiskinan.

HILANGNYA kemiskinan dan nihilnya kelaparan (No Poverty and Zero Hunger) adalah goals pertama dan kedua dari 17 goals yang disepakati oleh negara-negara di dunia dengan apa yang disebut Sustainable Development Goals atau SDGs. Target pencapian SDGs ini semula adalah 2030, namun  banyak kalangan meragukan pencapaian ini lebih-lebih setelah adanya pandemi global Covid-19 yang dialami oleh hampir seluruh negara di dunia tahun ini.

Saya melihat justru sebaliknya, pandemi covid-19 bisa menjadi momentum global untuk mempercepat program pengentasan kemiskinan dan pengatasan problem kelaparan – yaitu apabila masyarakat di dunia mau berubah – itu saja syaratnya. Dan peluang masyarakat untuk­­­ berubah ini menjadi semakin besar ketika masyarakat kepepet – seperti dilanda pandemi, hilangnya pekerjaan, tekanan ekonomi dan lain sebagainya yang kini terjadi secara massif di seluruh dunia.

Mengapa saya sangat yakin dengan pendapat saya ini? Karena ada dasar hukum yang sangat kuat untuk masalah makanan dan kemiskinan ini baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun hadits. Kita tahu bahwa kemiskinan dan kelaparan itu amat erat dan keduanya beririsan di masalah makanan, ketika makanan kita benar maka akan hilang dengan sendirinya kelaparan dan kemiskinan itu.

Nah pertanyaannya adalah makanan seperti apa yang baik untuk kita yang bukan hanya sekedar menghilangkan rasa lapar tetapi juga menghilangkan kemiskinan. Jangan tanyakan masalah ini ke mbah Google karena kalau Anda bertanya kepadanya tentang makanan yang baik, hasilnya Anda akan bingung sendiri. Satu pihak mengatakan ini makanan yang baik, yang lain dengan kompetensi yang sama akan mengatakan makanan ini buruk dst.

Bertanyalah pada Al-Qur’an, maka Al-Qur’an akan memberikan jawaban yang sangat rinci yang kebenarannya hakiki sepanjang zaman. Tentang makanan kita misalnya, ada rincian detail yang merenceng susunan makanan kita dari biji-bijian, buah, sayur, rempah dan hasil ternak di Surat ‘Abasa dari ayat 23 sampai 32.

Contohlah sebaik-baik contoh –uswatun hasanah– yang memberikan rincian yang sangat detil tentang apa-apa yang beliau makan, bahkan termasuk bagaimana cara memperoleh atau memproduksi bahan makanan tersebut. Maka dalam konteks mencari makanan yang paling unggul inilah, sebaik-baik search engine yang kita gunakan adalah pencarian di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Setelah Al-Qur’an merenceng makanan terbaik kita di surat ‘Abasa tersebut misalnya, Allah juga memberi tahu kita cara mengkonsumsinya di Surat  Al-Mu’minun ayat 23 “…wa sibghil lil akilin” yaitu dengan mencelup/mengolesi makanan kita dengan minyak zaitun. Lebih jauh ada contoh yang sangat indah dari Rasulullah SAW ketika menghibur istrinya dengan mengungkapkan cuka adalah sebaik-baik lauk pauk dalam hadits berikut:

Dari Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa: “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memegang tanganku (dan menuntunku) ke rumahnya, disajikan ke beliau sejumlah roti, kemudian beliau bertanya: adakah lauknya? yang di rumah menjawab: Tidak, yang ada hanya cuka. Keemudian beliau membalas: cuka adalah lauk yang baik. Jabir berkata: saya selalu mencintai cuka ini setelah mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Talha mengatakan: Saya selalu mencintai cuka ini sejak saya mendengar tentangnya dari Jabir.” (Sahih Muslim).

Tentang lauk terbaik ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahkan mengajarkan sendiri kepada para sahabatnya cara membuatnya, agar tidak keliru dengan alkohol atau khamr yang dilarang. Keduanya adalah produk fermentasi dari buah atau biji-bijian, tetapi khamr haram dan dilarang untuk dikonsumsi sedangkan cuka justru dicontohkan dan dikatakan sebaik lauk terbaik. Bagaimana membedakannya? Perhatikan salah satu mukjizat Nabi yang ditunjukkannya melalui hadits berikut :

Dari Ibnu Al-dailami dari ayahnya berkata: “Kami bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, kami memiliki anggur, apa yang harus kami lakukan dengannya? Beliau menjawa: ‘Buat kismis”, Kami bertanya:”Apa yang harus kami lakukan dengan kismis?”, Beliau menjawab : “Rendam (dengan air) pagi hari dan  minum di sore hari, rendam di sore hari dan minum di pagi hari “, Saya bertanya : “Bolehkan saya rendam lebih lama agar lebih kuat?” beliau menjawab :”Jangah ditaruh dalam wadah yang terbuat dari tanah (keramik) tetapi taruhlah dalam wadah dari kulit,dia akan bertahan lama, dan berubah menjadi cuka” (Sunan An-Nasai, dan Sunan Abu Dawud dengan redaksi yang berbeda).

Apa mukjizat yang tersimpan dalam petunjuk Nabi tentang tata cara membuat cuka tersebut? perhatikan wadah yang digunakan. Lebih dari seribu tahun setelah hadits tersebut, manusia baru bisa membedakan apa itu ragi dan apa itu bakteri. Ragi melakukan fermentasi tanpa udara (anaerob)  dan menghasilkan Alkohol plus CO2, sementara bakteri melakukan fermentasi dengan udara (aerob) dan hasilnya adalah cuka.

Anggur bila direndam di tempat tanpa udara seperti pada wadah yang terbuat dari tanah liat atau keramik yang dihasilkan adalah alkohol yang haram. Bila disimpan dalam wadah dari kulit (Qirbah), bakteri yang ada di dalamnya tetap berespirasi dengan udara, fermentasinya dengan cara aerob dan hasilnya cuka yang menjadi lauk terbaik di atas.

Dari mana Nabi tahu cara kerja jazat renik yang sangat berbeda satu sama lain tersebut sedangkan mikroskop-pun baru ditemukan berabad-abad kemudian? Itulah mukjizat, Nabi memperoleh ilmunya langsung dari Allah tanpa perlu eksperimen maupun uji laboratorium, kita tinggal mengikutinya saja.

Di jaman modern ini alat yang kita gunakan bisa saja berbeda, tetapi harus mengikuti cara kerja yang sama. Proses pembuatan cuka yang halal tidak boleh mengikuti cara kaum non muslim yang membuatnya dari alkohol, harus dari awal dibuat dengan yang dijelaskan dalam hadits tersebut di atas. Kalau tidak punya wadah dari kulit, bisa diganti dengan wadah dari kaca yang ditutup kain, sehingga fermentasinya tetap aerob. Tidak boleh dipercepat dengan dibuat alkohol dahulu baru dijadikan cuka, karena hal inipun pernah ditanyakan ke beliau dan dijawab tidak boleh.

Dari Anas bin Malik berkata: “Abu Thalhah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang beberapa anak yatim yang mewarisi khamr dari anggur. Jawab Nabi: Tuang (buang ke tanah). Dia bertanya :”Bolehkah aku buat cuka darinya?” Nabi Menjawab: Tidak” (Sunan Abu Daud)

Dari rangkaian hadits ini satu sisi umat Islam harus ekstra hati-hati ketika membeli cuka organic sekalipun, karena kalau prosesnya melalui khamar dahulu – jatuhnya tidsk boleh seperti dalam hadits tersebut. Di sisi lain, inilah peluang untuk membuat cuka yang bener-bener halal sesuai panduan dalam hadits sebelumnya.

Lantas apa hubungan antara cuka sebagai lauk terbaik dengan pengentasan kemiskinan ? perhatikan hadits berikut :

Dari Ummu Sa’d berkata : ” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memasuki rumah Aisyah ketika saya sedang bersamanya, dan bertanya : ” Adakah makanan?”, dia menjawab: “kami punya roti, kurma dan cuka”, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berkata ” Betapa berkahinya lauk dari cuka, Ya Allah berkahilah cuka karena dia adalah lauk-pauk para Nabi sebelumku, dan tidak akan pernah  ada rumah yang menjadi miskin yang di dalamnya ada cuka” (Sunan Ibnu Majah)

Kuncinya adalah keberkahan cuka yang bukan hanya didoakan khusus oleh Nabi, tetapi juga dia merupakan lauk para nabi sebelumnya. dan secara spesifik sekali Nabi menyebut rumah yang tidak akan pernah miskin selama di dalamnya ada cuka. Apa Maknanya?

Cuka sangat mudah dibuat sendiri dari aneka buah-buahan yang ada di sekitar kita, dan karena dia adalah lauk terbaik – maka bisa kita gunakan untuk makan apa saja. Kita tidak akan pernah kelaparan asal mau saja sedikit berusaha untuk membuat cuka sendiri. Kalau kita tidak kelaparan, maka otomatis kita juga tidak miskin karena kebutuhan kita yang paling mendasar yaitu makan telah terpenuhi.

Manusia modern menggunakan cuka untuk makan salad, roti dan lain sebagainya. Dari sejumlah penelitian diketahuilah bahwa cuka dalam makanan ternyata membantu menstabilkan gula darah, mencegah penggumpalan darah, mencegah penyakit jantung, membuat kita awet kenyang dan karenanya merupakan instrumen yang ideal untuk weight management.

Nah sekarang kalau kita bisa makan cukup, dan kesehatan terkelola dengan baik – bukankah kebutuhan paling mendasar kita terpenuhi? Bukankah masalah kemiskinan dan kelaparan teratasi? Lebih dari itu segala macam buah, sayur dan rempah yang mudah tumbuh di sekitar kita akan terasa lezat bila dimakan bersama minyak (petunjuk Allah di QS 23:20 tersebut di atas) yang dicampur cuka  – yang juga dicontohkan dalam menu harian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Lebih dari 1000 tahun kemudian, di Eropa khususnya Perancis orang mulai mengenal lauk pauk yang disebut Vinegar – bahasa Perancis yang artinya anggur asem – yaitu cuka,kemudian mencampur Vinegar ini dengan minyak zaitun yang kemudian disebutnya Vinaigrette (bila emulsinya bersifat sementara) atau Mayonnaise (bila emulsinya bersifat permanen). Sejatinya Vinaigrette maupun Mayonnaise adalah campuran minyak dengan cuka dan bumbu-bumbu sesuai kesukaan, bedanya kalau Mayonnaise diberi juga emulsifier sehingga membentuk emulsi yang bersifat permanen – menjadi seperti cream. Vinaigrette dan Mayonnaise adalah versi kekinian dari lauk pauk yang digunakan oleh Rasulullah tersebut di atas. Kemungkinan besarnya Perancis belajar dari negeri tetangganya Spanyol yang menyerap peradaban Islam selama berabad-abad lamanya.

Bila manusia modern makan salad dengan lauk vinaigrette atau mayonnaise agar sehat, mengapa kita tidak mau lebih maju dari itu – kembali ke petunjuk dan sebaik-baik contohnya langsung – yang sudah diformulasikan dan digunakan sehari-hari seribu tahun sebelumnya, dan bahkan dijamin tidak miskin bila kita mengikutinya?

Mengapa kita tidak miskin kalau makanan kita berbasis cuka, minyak, aneka buah, sayur dan rempah atau yang dikenal sebagai salad? Karena seluruh unsurnya bisa kita produksi sendiri  dari segala jenis sumber daya yang ada di sekitar kita. Lihat formula dasar ekonomi suatu negara yang menghitung GDP = Konsumsi + Investasi+Pengeluaran Pemerintah+(Ekspor-Impor). Ketika kita tidak mengimpor makanan atau mendatangkan dari tempat lain, maka GDP kita akan tinggi dan kita akan menjadi rakyat yang makmur. InsyaAllah*

Oleh: Muhaimin Iqbal , Penulis adalah pendiri Geraidinar.com



MUI Fatwakan Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban

Majelis Ulama Indonesia (MUI) fatwakan terkait teknis sholat Idul Adha dan penyembelihan hewan qurban saat wabah corona. Fatwa MUI Nomor: 36 Tahun 2020 Tentang Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban Saat Wabah Covid-19 ini telah disepakati semua pimpinan fatwa pada 15 Dzul Qa’dah1441 H/6 Juli 2020 M di Jakarta.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Shaleh mengatakan, fatwa ini dibahas dan ditetapkan untuk memastikan pelaksanaan sholat idul adha dan ibadah qurban sesuai ajaran agama.

“Namun tetap menjaga keselamatan, menjaga protokol kesehatan agar tidak berpotensi menyebabkan penularan covid,” kata Asororun Niam melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/7).

Berikut isi lengkap fatwa MUI Nomor: 36 Tahun 2020 Tentang Sholat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah Covid-19 yang telah ditanda tangani: 

Ketentuan Hukum 

1. Sholat Idul Adha hukumnya _sunnah muakkadah_  yang menjadi salah satu syi’ar keagamaan ( _syi’ar min sya’air al-Islam_).

2. Pelaksanaan sholat Idul Adha saat wabah Covid-19 mengikuti ketentuan Fatwa MUI: 

a. Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah di Saat Wabah Pandemi Covid-19; 

b. Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Sholat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19; 

c. Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jum’at dan Jamaah Untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19. 

3. Ibadah qurban hukumnya adalah sunnah muakkadah, dilaksanakan dengan penyembelihan hewan ternak. 

4. Ibadah qurban tidak dapat diganti dengan uang atau barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka dihukumi sebagai shadaqah. 

5. Ibadah qurban dapat dilakukan dengan cara _taukil_, yaitu pekurban menyerahkan sejumlah dana seharga hewan ternak kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga sebagai wakil untuk membeli hewan qurban, merawat, meniatkan, menyembelih, dan membagikan daging kurban.

6. Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban harus tetap menjaga protokol kesehatan untuk mencegah dan meminimalisir potensi penularan, yaitu: 

a. Pihak yang terlibat dalam proses penyembelihan saling menjaga jarak fisik ( _physical distancing_) dan meminimalisir terjadinya kerumunan.

b. Selama kegiatan penyembelihan berlangsung, pihak pelaksana harus menjaga jarak fisik ( _physical distancing_), memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun selama di area penyembelihan, setiap akan mengantarkan daging kepada penerima, dan sebelum pulang ke rumah.

c. Penyembelihan qurban dapat dilaksanakan bekerja sama dengan rumah potong hewan dengan menjalankan ketentuan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal. 

d. Dalam hal ketentuan pada huruf c tidak dapat dilakukan, maka penyembelihan dilakukan di area khusus dengan memastikan pelaksanaan protokol kesehatan, aspek kebersihan, dan sanitasi serta kebersihan lingkungan. 

e. Pelaksanaan penyembelihan qurban bisa mengoptimalkan keluasan waktu selama 4 (empat) hari, mulai setelah pelaksanaan shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah hingga sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah. 

f. Pendistribusian daging qurban dilakukan dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan. 

7. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan protokol kesehatan dalam menjalankan ibadah qurban agar dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan terhindar dari potensi penularan Covid-19.

Rekomendasi

1. Pengurus masjid perlu menyiapkan penyelenggaraan sholat idul Adha dan penyembelihan hewan qurban dengan berpedoman pada fatwa ini.

2. Umat Islam yang mempunyai kemampuan dihimbau untuk melaksanakan qurban, baik dilaksanakan sendiri maupun dengan cara diwakilkan ( _taukil_).

3. Panitia kurban agar memfasilitasi jamaah yang hendak melaksanakan ibadah qurban dengan berpedoman pada fatwa ini.

4. Panitia qurban agar menghimbau kepada umat Islam yang tidak terkait langsung dengan proses pelaksanaan ibadah qurban agar tidak berkerumun menyaksikan proses pemotongan. 

5. Panitia qurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah qurban perlu menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

6. Pemerintah perlu menjamin keamanan dan kesehatan hewan qurban, serta menyediakan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan qurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal.

IHRAM

Empat Hal Penghambat Rezeki

BERIKUT diantaranya bahaya yang ditimbulkan jika tidur di pagi hari yaitu tidur ketika selesai salat subuh hingga matahari terbit:

[Pertama] Tidak sesuai dengan petunjuk Al Quran dan As Sunnah.

[Kedua] Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.

[Ketiga] Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.

[Keempat] Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya. Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Saadah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

[Kelima] Menghambat datangnya rizeki. Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rezeki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit salat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.” (Zaadul Maad, 4/378)

[Keenam] Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Maad, 4/222)

[Pembahasan berikut disarikan dari tulisan Ustadz Abu Maryam Abdullah Roy, Lc yang berjudul Tholabul Ilmi di Waktu Pagi dan sedikit tambahan/ Muhammad Abduh Tuasikal]

INILAH MOZAIK

Keutamaan Puasa Asyura

Kata Asyura dalam bahasa Arab bermakna sepuluh.

Mengenai derajat keutamaan berpuasa di hari Asyura ini kalangan ulama memiliki pendapat yang berbeda. Sebagian ulama berpendapat derajat pertama dan yang paling utama adalah dengan melakukan puasa tiga hari, yaitu tanggal sembilan, sepuluh, dan sebelas Muharam.

Ada juga yang berpendapat derajat keutamaan ini adalah dengan berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluhnya saja sebagaimana diterangkan dalam hadis riwayat Muslim dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, Apabila (usia) ku sampai tahun depan, aku akan berpuasa pada (hari) ke sembilan.”

Sementara ada pula yang berpendapat, berpuasa hanya pada tanggal sepuluhnya. Namun, sebagian ulama memakruhkannya. Sebab, Nabi SAW memerintahkan umat Islam untuk membedakan kebiasaan Yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asyura dengan umat Islam agar berpuasa pada hari ke sembilan atau hari ke sebelas secara beriringan dengan puasa pada hari ke sepuluh, atau ketiga-tiganya.

Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura itu ada tiga tingkat: tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari, yaitu hari ke sembilan, ke sepuluh dan ke sebelas. Tingkat kedua, berpuasa pada hari ke sembilan dan ke sepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari ke sepuluh.

Dalam kitab Shahih Muslim terdapat riwayat dari Abu Qatadah RA, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa Asyura, beliau bersabda: Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lewat.”

Dari Aisyah RA, dia berkata, Hari Asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy pada masa jahiliyah, Rasulullah juga biasa mempuasakannya. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, tatkala diwajibkan puasa Ramadhan, beliau bersabda, ‘Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka.” (Muttafaq alaihi).

Dari Abu Hurairah RA dia berkata, Rasulullah SAW ditanya, ‘Shalat apa yang lebih utama setelah shalat fardhu? Nabi menjawab, ‘Shalat di tengah malam’. Mereka bertanya lagi, ‘Puasa apa yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?’ Nabi menjawab, ‘Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan Muharram.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud).

Puasa Muharram dan sangat dianjurkan pada tanggal 9 dan 10 (Tasu’a dan ‘Asyura). Dari Muawiyah bin Abu Sufyan RA, dia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Hari ini adalah hari Asyura dan kamu tidak diwajibkan berpuasa padanya. Sekarang, saya berpuasa, siapa yang mau, silakan puasa dan siapa yang tidak mau, silakan berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Nabi SAW datang ke Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, Nabi bertanya, ‘Ada apa ini?’ Mereka menjawab, hari Asyura itu hari baik, hari Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa SAW dan Bani Israel dari musuh mereka sehingga Musa AS berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi SAW bersabda, ‘Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu,’ lalu Nabi SAW berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq alaihi).

KHAZANAH REPUBLIKA

Apa Penyebab Seseorang Putus Asa dari Rahmat Allah Swt?

Seperti yang telah kita uraikan di artikel sebelumnya, putus asa dari Rahmat Allah adalah penyakit serius yang menimpa banyak manusia. Dan yang ingin kita cari jawabannya kali ini adalah “Apa penyebab seseorang bisa berputus asa dari Rahmat Allah?”

Banyak sebab-sebab yang membuat orang berputus asa, antara lain :

(1). Karena kebodohan dan minimnya pengetahuan tentang Allah Swt.

Apabila seorang hamba tidak mengenal Tuhannya, tidak memahami betapa besar Rahmat dan Kasih Sayang Allah kepada hamba-Nya, maka ia akan mudah terjerembab dalam lubang putus asa.

(2). Karena kurang bersabar dan ingin mendapatkan hasil yang instan.

Putus asa bisa juga muncul dari lemahnya jiwa seseorang dalam menjalani cobaan atau ujian hidup. Ia ingin segera meraih hasil yang ia dambakan, namun tidak mau bersabar untuk melalui proses yang berat untuk mendapatkannya.

(3). Karena bergaul dan berteman dengan orang-orang yang pesimis dan mudah putus asa.

Teman juga sangat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang. Bergaul bersama teman yang pesimis akan menjadikan jiwa kita mudah terlempar dalam jurang putus asa. Teman yang baik akan selalu memberi semangat dan harapan bagi kita bahwa selalu ada kesempatan untuk menjadi lebih baik.

(4). Karena terlalu cinta dunia dan terikat dengannya.

Keterikatan kepada dunia akan membuat seseorang mudah lupa ketika ia senang dan mudah putus asa ketika ia kehilangan sesuatu yang ia cintai. Betapa banyak orang yang kehilangan harapan dan semangat hidup ketika ia kehilangan orang yang ia sayangi atau kehilangan harta, jabatan dan kesehatan yang selama ini ia banggakan.

Simak ayat-ayat berikut ini :

وَإِذَآ أَذَقۡنَا ٱلنَّاسَ رَحۡمَةٗ فَرِحُواْ بِهَاۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَيِّئَةُۢ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيهِمۡ إِذَا هُمۡ يَقۡنَطُونَ

“Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan (rahmat) itu. Tetapi apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa.” (QS.Ar-Rum:36)

لَّا يَسۡأمُ ٱلۡإِنسَٰنُ مِن دُعَآءِ ٱلۡخَيۡرِ وَإِن مَّسَّهُ ٱلشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika ditimpa malapetaka, mereka berputus asa dan hilang harapannya.” (QS.Fushilat:49)

وَإِذَآ أَنۡعَمۡنَا عَلَى ٱلۡإِنسَٰنِ أَعۡرَضَ وَنَئَا بِجَانِبِهِۦ وَإِذَا مَسَّهُ ٱلشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا

“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya dia berpaling dan menjauhkan diri dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa.” (QS.Al-Isra’:83)

Lalu apa obat yang mampu menyembuhkan penyakit yang mematikan ini? Tunggu jawabannya di artikel esok hari, Insya Allah !

Semoga Bermanfaat….

KHAZANAH ALQURAN

Seperti Apa Hiasan Cincin yang Dipakai Rasulullah?

Seorang Muslim boleh menghias cincin yang ia pakai.

Para ulama semuanya sepakat tentang diperbolehkannya menghias cincin yang dipakai oleh seorang Muslim dengan mata cincin dari bebatuan. Bebatuan yang dipakai untuk menjadi mata cincin bisanya adalah batu akik, fairusz atau juga berlian serta mutiara. 

Namun, seperti apakah hiasan cincin yang dipakai Rasulullah? Dalam buku Risalah al-Khatam, Ahmad Zarkasih menjelaskan Nabi SAW mempunyai cincin yang berhias dengan mata cincin berupa batu hitam mulia dari habasyah alias Ethiopia.

“Dari Anas bin Malik Ra, bahwasanya cincin Nabi SAW itu terbuat dari perak, dan matanya dari batu hitam dari habasyah,” (HR Muslim).

Dalam kitabnya yang menjelaskan hadits-hadits dalam shahih Muslim, Imam Nawawi juga menyebutkan beberapa riwayat tentang rupa cincin yang Nabi pakai. Beliau menyebutkan Nabi pernah memiliki cincin perak, dan matanya adalah batu hitam dari negeri Habasyah, Yaman. 

Namun, Nabi juga mempunyai cincin perak yang matanya itu dari batu akik. “Rasulullah SAW punya cincin perak yang matanya dari perak juga. Di lain waktu mata cincinnya batu hitam dari Ethoipia. Di waktu berbeda pun Nabi SAW punya cincin matanya batu akik”. (syarhu al-Nawawi li Muslim 14/71). 

Ahmad Zarkasih menambahkan, yang perlu diketahui juga kebanyakan ulama justru menganjurkan adanya mata cincin bagi laki-laki Muslim dan posisi mata cincin itu baiknya di dalam. Berbeda dengan cincin wanita yang matanya sangat baik jika itu berada di bagian luar agar terlihat. 

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menyebutkan hal demikian. Bahkan, beliau menyebut mata cincin berada di bagian dalam itu sesuai dengan model cincin Nabi Saw.

“Dibolehkan cincin itu mempunyai mata atau juga tidak punya mata. Dan matanya itu adanya di bagian dalam telapak tangan atau di luar telapak tangan (bagian luar cincin). Akan tetapi posisi mata cincin di bagian dalam itu lebih baik karena begitulah yang disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih”. (al-Majmu’ 4/463).

KHAZANAH REPUBLIKA

Hidup Sehat Ala Rasulullah

Bagaimana hidup sehat ala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Hadits kali ini dari Jamiul Ulum wal Hikam akan menjawabnya.

Hadits Ke-47 dari Jamiul Ulum wal Hikam Ibnu Rajab

الحَدِيْثُ السَّابِعُ وَالأَرْبَعُوْنَ

عَنِ المِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيْكَرِبَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ

رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ:حَدِيْثٌ حَسَنٌ

Hadits ke-47

Dari Al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada tempat yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Ahmad, 4:132; Tirmidzi, no. 2380; Ibnu Majah, no. 3349. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa perawi hadits ini tsiqqah, terpercaya].

Faedah hadits

  1. Hadits ini dijadikan landasan untuk memahami kiat hidup sehat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  2. Ada seorang dokter di masa silam bernama Ibnu Masawaih ketika ia membaca hadits ini di dalam kitab Abu Khaitsamah, ia berkata, “Andai kaum muslimin mengamalkan isi hadits ini, niscaya mereka akan selamat dari berbagai penyakit. Kalau demikian, rumah sakit dan farmasi akan jadi kosong.” Beliau mengatakan demikian dikarenakan berbagai penyakit disebabkan oleh perut yang terbiasa terisi penuh. Sebagian pakar juga mengatakan, “Asal dari berbagai penyakit adalah perut yang selalu terisi penuh.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  3. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Sedikit makan itu lebih baik daripada banyak makan. Ini lebih manfaat bagi sehatnya badan.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:468)
  4. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Manfaat dari sedikit makan bagi baiknya hati adalah hati akan semakin lembut, pemahaman semakin mantap, jiwa semakin tenang, hawa nafsu jelek tertahan, dan marah semakin terkendali. Hal ini berbeda dengan kondisi seseorang yang banyak makan.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:469)
  5. Imam Syafii rahimahullah berkata, “Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali satu kali saja yang aku berusaha untuk mengeluarkannya. Kekenyangan itu membuat badan menjadi sulit bergerak, kecerdasan semakin berkurang, jadi sering tidur, dan melemahkan seseorang dari beribadah.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:474)
  6. Hadits ini menerangkan adab syari bahwa kita ketika makan hendaklah sesuai kadar kebutuhan.
  7. Hadits ini mengingatkan agar tidak membuat perut kekenyangan karena dampaknya adalah mudah datang penyakit, dan mudah malas.
  8. Secukupnya dalam mengisi perut lebih memanjangkan umur.
  9. Jika memang mau makan lebih dari cukup, jadikanlah jangan sampai lebih dari sepertiga untuk perut.

Referensi:

  1. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  2. Fath Al-Qawi Al-Matin fii Syarh Al-Arba’in wa Tatimmah Al-Khamsiin li An-Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/25270-hidup-sehat-ala-rasulullah-hadits-jamiul-ulum-wal-hikam-47.html

Imam Hanafi dan Maliki Menghukumi Qurban Wajib

Meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas.

Para ulama sepakat melaksanakan qurban adalah salah satu amalan yang diperintahkan dalam Islam. Mengamalkan qurban akan menambah ketaqwaan dan mendekatkan diri pada Allah. Sangat disesalkan sekali jika tidak melaksanakannya.

“Hal ini tidak ada pertentangan di antara ulama, oleh karenanya hendaknya kita meyakininya,” kata Ustaz Rafiq Jauhary saat berbincang dengan Republika.co.id, seputar pahala Qurban, Kamis (9/7).

Ustaz lulusan Darul Hadits Al-Ghomidy, Awaly, Makkah Al-Mukkarommah ini menjelaskan, yang menjadi perbedaan di antara ulama hanyalah dalam menklasifikasi hukumnya. Misalanya para ulama dari Madzhab Hanafi dan sebagian dari pengikut Madzhab Maliki berpendapat hukumnya Wajib. “Namun mayoritas berpendapat hukumnya sunnah muakkadah (sunnah) yang ditekankan,” katanya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa wajib ataupun sunnah muakkadah, dua ketentuan hukum ini menuntut kita untuk menjalankannya. “Bukan berarti perkara sunnah adalah hal yang dapat diremehkan,” katanya.

Kewajiban atau anjuran qurban ini lebih khusus ditujukan bagi ummat Islam yang mampu secara finansial. Oleh karenanya qurban masuk dalam kategori ibadah yang menuntut pengorbanan harta.

Kemampuan secara finansial tidak selalu dalam bentuk uang tunai berlebih. Namun bisa jadi benda berharga yang dimiliki adalah bukti bahwa seseorang mampu dan terbebani ibadah qurban. “Maka boleh hukumnya menjual benda berharga yang berlebih untuk membeli qurban,” katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, qurban adalah ibadahnya para nabi, ini menjadi pembuktian seberapa besar ketaqwaannya pada Allah. Qabil dan Habil diuji oleh Allah dengan qurban, begitupun Nabi Ibrahim dan keluarganya diuji oleh Allah dengan qurban.

Ujian qurban bagi ummatnya Nabi Muhammad seperti kita lebih ringan dibanding qurban umatnya nabi terdahulu. Walau demikian tidak sedikit di antara kita yang tidak perdulikannya.

Ustaz Rafiq menyampaikan bahwa meninggalkan qurban padahal dirinya mampu adalah perbuatan yang tidak pantas. Sekalipun mayoritas ulama berpendapat qurban adalah sunnah, namun sengaja meninggalkan qurban tanpa alasan syar’i tidak pernah dicontohkan oleh ulama manapun.

“Orang yang meninggalkan qurban padahal dirinya mampu, bisa jadi karena tidak mengetahui ilmu, terlalu cinta dengan harta yang dimilikinya, atau bisa jadi karena meremehkan ajaran nabi,” katanya.

UMRAH