Muasassah Berikan Jemaah Haji Batu Kerikil Untuk Lontar Jumrah

Makkah (PHU)—Puncak prosesi ibadah haji tinggal menunggu hari, persiapan demi persiapan sudah dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi terutama persiapan di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina).

Terobosan-terobosan baru demi melayani dan memudahkan jemaah terus dilakukan saat jemaah berada di Armina. Khsusunya di Arafah terobosan baru tersebut antara lain penambahan urinoir, penggunaan lampu LED saat wukuf, penyediaan sabun pencuci tangan dan penambahan toilet portable.

Untuk di Muzdalifah, ada beberapa terobosan baru yang dapat dirasakan jemaah haji antara lain, penyediaan karpet sebagai alas duduk jemaah, tahun lalu jemaah haji Indonesia hanya diberikan karpet 50%, tahun ini Muasassah akan menjanjikan seluruh jemaah akan diberikan karpet sebagai alas duduknya saat berada di Muzdalifah.

“Kalau tahun yang lalu ada alas untuk duduk jemaah yaitu karpet, tahun lalu masih 50% tahun ini muasassah menjanjikan akan seluruhnya akan diberi alas karpet,” kata Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis beberapa waktu lalu.

Terobosan selanjutnya adalah tahun ini Muasassah akan memberikan satu bungkus batu kerikil kepada jemaah untuk lontar jumrah, jadi jemaah kini tidak perlu lagi memungut, mengumpulkan lalu membawanya batu dari Muzdalifah.

“Jemaah haji akan diberikan batu kerikil untuk melaksanakan lontar jumrah, sehingga kini jemaah tidak perlu lagi memungut, mengumpulkan lalu membawa batu, kerena setiap jemaah akan diberikan satu bungkus batu saat di Muzdalifah,” kata Sri Ilham.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

Hindari Dehidrasi, Jamaah Haji Diminta Perbanyak Minum Air Putih

Jamaah haji diminta untuk memperbanyak minum air putih selama menjalani proses ibadah haji. Direktur Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Madinah, dr. Muhammad Yanuar, Sp.P mengatakan di KKHI terdapat pasien psikiatri akibat dehidrasi yang seolah-olah mengalami gangguan jiwa.

Yanuar menjelaskan, Tim Gerak Cepat (TGC)  menemukan jemaah tersebut sedang mengamuk di jalan. Kondisi itu yang membuat pihaknya meminta para jamaan untuk lebih memperbanyak minum air putih.

“Ini ciri khas orang yang mengalami dehidrasi. Seolah-olah mengalami gangguan jiwa, padahal karena kekurangan minum,” kata Yanuar melalui keterangan pers.

Tim TGC kemudian membawa jemaah tersebut ke KKHI. Setelah diinfus dan diberi obat, diketahui jamaah tersebut mengalami dehidrasi. Pentingnya perbanyak minum air putih dinilai membantu para jamaah terhindar dari dehidrasi di tengah cuaca yang terik.

”Orang Indonesia biasanya takut banyak minum karena takut buang air kecil. Padahal di Masjid Nabawi banyak toilet dan jarak ke hotel pun dekat. Kecuali kita punya penyakit tertentu yang tidak boleh banyak minum,”  terang dia.

Sementara, jika menemukan jamaah dengan kondisi seperti ini, Yanuar menganjurkan agar jamaah dibawa ke KKHI atau ke RS Arab Saudi Al Anshor yang jaraknya lebih dekat dari Masjid Nabawi. Untuk pasien yang dibawa ke RS Arab Saudi cukup menunjukkan gelang sebagai identias. Untuk itu Yanuar meminta agar jemaah jangan sampai bertukar gelang untuk kenang-kenangan.

”Identitas kita adalah gelang. Jangan sampai jamaah haji gelangnya ditukar, nanti bisa repot. Karena di gelang ada nama dan Kloternya. Ada jemaah yang saling bertukar gelang hanya karena ingin menyampaikan kenang-kenangan,” tandasnya.

Indonesia Turunkan 4520 Petugas Haji di Arab Saudi, Menag : Ini Sejarah Baru

Makkah (PHU)—Tahun ini, Indonesia mencatat sejarah baru dalam penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi. Pada tahun ini Pemerintah Indonesia telah menurunkan 4.520 petugas haji yang terdiri dari 2.535 petugas kloter, 755 petugas nonkloter, dan 1.230 petugas pendukung.

Demikian dikatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat memberikan sambutannya pada acara Ta’aruf Konsolidasi Petugas Haji 1439 H/2018 M dalam Rangka Persiapan Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna), Rabu (15/8) malam di Al Wihdah 1 Tower Hotel, Jarwal, Makkah, Arab Saudi.

“Inilah sejarah penyelenggaraan haji yang didukung jumlah petugas terbesar,” tegas Menag.

Dalam sambutannya, Menag mengatakan, penambahan kuota petugas ini didasari dari pengalaman tahun 2017 lalu, saat Indonesia untuk pertama kalinya mendapatkan kuota normal menjadi 221.000 dari sebelumnya 168.800. Karena sejak tahun 2014 kuota Indonesia berkurang 20% dari kuota normalnya, tapi di tahun 2017 lalu kuota haji Indonesia kembali normal, bahkan ditambah 10 ribu jemaah.

“Sehingga awalnya jumlahnya sebesar 168.800 orang kemudian menjadi 221 ribu, ada penambahan 52.200 jemaah,” jelas Menag.

Namun, penambahan kuota jemaah ini tidak dibarengi dengan jumlah petugas yang melayani jemaah yang saat itu hanya 3524 petugas. “Jadi bisa dibayangkan pengalaman kita tahun lalu jamaah haji meningkat tapi petugasnya tetap,” ucap Putra Mantan Menag Saifuddin Zuhri ini.

Atas penambahan kuota petugas tahun ini, memang tak luput dari peran kerjasama yang baik antara Kementerian Agama dengan DPR RI Khususnya Komisi VIII.

“Saya mengapresiasi DPR khususnya Komisi VIII yang telah menyetujui penambahan petugas haji kita, bahkan tidak hanya menyetujui justru merekalah para para pimpinan dan para anggota Komisi VIII yang sejak awal mengusulkan perlunya penambahan jumlah petugas kita,” ujar Menag.

Turut hadir Dubes Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR Fadli Zon serta Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar. (mch/ha)

Bekal Kurma dan Air Zamzam Saat Beraktivitas

Agar kesehatan tubuh tetap terjaga selama beribadah haji, para jamaah dianjurkan untuk membawa bekal kurma saat beraktivitas. Selain itu, rajin-rajin pula meminum air zamzam, agar terhindar dari dehidrasi.

Air zamzam yang penuh berkah dapat memenuhi kebutuhan cairan tubuh, sedangkan kurma, memiliki manfaat yang sangat luar biasa karena dapat memenuhi kebutuhan gizi dan kalori. Kendati manis, kurma tidak membahayakan jamaah haji yang sedang menderita kencing manis.

Persiapan kurma dan air zamzam perlu diperhatikan, lantaran jamaah membutuhkan asupan untuk menghadapi situasi berbeda, sehingga mereka berpeluang mengalami kelemasan dan kelemahan. Untuk memudahkan, jamaah harus sering meminum air zamzam setiap kali beribadah ke Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.

Bila perlu, Anda juga dapat mempersiapkan botol khusus untuk menampung air zamzam, sehingga dapat dikonsumsi sewaktu-waktu. Upaya memenuhi kebutuhan cairan tubuh ini terbilang krusial, terutama saat musim haji kali ini yang diprediksi akan diterpa suhu panas yang cukup ekstrem.

 

REPUBLIKA

Jangan Anggap Sepele, Minum Air Putih Diharuskan Selama Ibadah Haji

Direktur Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Madinah dr. Muhammad Yanuar, Sp.P mengatakan di KKHI ada pasien psikiatri akibat dehidrasi yang seolah-olah mengalami gangguan jiwa, sebenarnya ia mengalami dehidrasi. Karena itu, ia mengimbau jemaah haji Indonesia agar perbanyak minum air.

Yanuar mengatakan Tim Gerak Cepat menemukan jemaah tersebut sedang mengamuk di jalan. Kemudian tim TGC membawa ke KKHI. Setelah diinfus dan diberi obat, diketahui jemaah tersebut mengalami dehidrasi.

“Ini ciri khas orang yang mengalami dehidrasi. Seolah-olah mengalami gangguan jiwa, padahal karena kekurangan minum,” terang Yanuar.

Untuk itu, guna terhindar dari dehidrasi, Yanuar mengimbau jemaah untuk banyak minum.

“Orang Indonesia biasanya takut banyak minum karena takut buang air kecil. Padahal di masjid Nabawi banyak toilet dan jarak ke hotel pun dekat. Kecuali kita punya penyakit tertentu yang tidak boleh banyak minum,” ungkapnya.

Bila menemukan jemaah seperti ini, Yanuar menganjurkan agar jemaah dibawa ke KKHI atau ke RS Arab Saudi Al Anshor, yang jaraknya lebih dekat dari masjid Nabawi.

Untuk pasien yang dibawa ke RS Arab Saudi cukup menunjukkan gelang sebagai identias. Untuk itu Yanuar meminta agar jemaah jangan sampai bertukar gelang untuk kenang-kenangan.

“Identitas kita adalah gelang. Jangan sampai jamaah haji gelangnya ditukar, nanti bisa repot. Karena di gelang ada nama dan Kloternya. Ada jemaah yang saling bertukar gelang hanya karena ingin menyampaikan kenang-kenangan,” kata Yanuar.

Jangan Lepas Sandal

Sejak dibuka tanggal 17 Juli 2018 lalu, Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah telah merawat 9 pasien, 5 di antaranya sudah kembali ke Kloter masing-masing. Salah satu pasien yang dirawat adalah jemaah yang mengalami luka melepuh pada kaki karena tidak pakai sandal saat keluar pondokan dan jemaah yang dirawat di ruang psikiatri.

Yanuar menyebutkan bahwa jemaah ini sandalnya dititipkan ke temannya saat ibadah di masjid Nabawi. Kemudian pada saat pulang yang bersangkutan tidak ketemu dengan temannya dan pulang ke pondokan tanpa alas kaki.

“Jemaah ini nyeker (tidak beralas kaki), sehingga kakinya melepuh,” terang Yanuar.

Yanuar berpesan agar jemaah jangan menitipkan sendalnya ke teman. “Ini bisa jadi masalah. Jalan ke hotel tanpa alas kaki walaupun jaraknya dekat tapi itu sangat panas. Kaki bisa melepuh apalagi dengan kondisi pasien yang memiliki penyakit gula yang kakinya tidak merasakan panas namun ternyata kakinya melepuh,” tambahnya.

Jemaah pun diimbau agar membawa sandalnya ke dalam masjid dengan menggunakan kantong plastik.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.(D2)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat

drg. Widyawati, MKM

 

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Maktab Siapkan Batu Lempar Jumrah untuk Jamaah Indonesia

MAKKAH — Amirul Hajj Lukman Hakim Saifuddin mengatakan batu untuk amalan melempar batu atau jamrah sudah disediakan unit pengelola fasilitas jamaah dari Arab Saudi (maktab). Jamaah haji tidak perlu mencarinya secara swadaya.

“Batu kami carikan demi keselamatan jamaah,” kata Lukman usai meninjau kawasan Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armina), Kamis (16/8).

Dia mengatakan jika batu jamrah tidak disediakan maktab, maka jamaah sudah tentu mencari sendiri. Dengan begitu, saat tahapan haji memasuki fase menginap sementara (mabit) di Muzdalifah jamaah akan berkeliling mencari batu.

Pada proses pencarian itu, kata dia, jamaah kadang lupa dengan keselamatannya sendiri saat harus menyeberang jalan raya. Lalu lintas di Saudi menggunakan sistem lajur kanan yang berbeda dengan di Indonesia.

Di Indonesia, kata dia, menggunakan sistem lajur kiri karena umumnya mobil menggunakan setir kanan. “Beda kiri kanan jalan ini beda, sehingga bahaya,” kata dia.

Perbedaan lajur jalan raya membuat orang Indonesia terkadang gagap saat menyeberang jalan di Saudi. Dalam beberapa kasus, terdapat jamaah yang mengalami kecelakaan tertabrak kendaraan. Selain itu, mobil di Saudi umumnya dipacu kencang oleh pengemudinya.

“Sehingga maktab cari kerikil untuk jamaah daripada malah membahayakan keselamatan,” katanya.

Selain alasan itu, Lukman mengatakan jamaah bisa fokus untuk amalan haji lainnya jika batu untuk jamrah sudah dicarikan oleh maktab.

 

REPUBLIKA

Kenali Titik Krusial Arafah, Muzdalifah, dan Mina

Jamaah calon haji diminta agar mengenali Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) sebagai titik krusial dalam ibadah haji. Pada fase tersebut segala kemampuan fisik dan mental bisa terkuras.

“Para jamaah harus mengetahui rentetan itu semua sehingga mereka bisa mengukur diri,” kata Jaetul di Makkah, Rabu (15/8).

Dia mengatakan, JCH akan banyak berjalan kaki saat fase Armuzna berkilo-kilometer dengan tantangan cuaca panas dan paparan cahaya matahari. Maka mereka bisa sangat keletihan jika tidak dilakukan perencanaan aktivitas secara terpadu.

Saat fase Mina, dia mencontohkan jamaah setidaknya harus berjalan kaki menempuh jarak 2,5 kilometer bahkan lebih tergantung tempat tinggalnya untuk melakukan amalan melempar batu atau jumrah.

Sebelum itu, kata dia, jamaah harus mulai melakukan perjalanan pada 8 Dzulhijah atau Minggu (19/8), untuk rukun haji wukuf di Arafah. Wukuf berlangsung sehari kemudian hingga sore hari. Meski menggunakan bus tetapi akan ada proses panjang perjalanan yang melelahkan, terutama bagi calhaj yang berusia lanjut dan mereka yang mengalami gangguan kesehatan.

Selama di Arafah, kata dia, jamaah akan tinggal untuk menjalani prosesi wukuf mulai terbitnya matahari pada 9 Dzulhijah (Senin, 20/8) hingga sang surya tenggelam. Kemudian jamaah akan mulai bergerak menuju Muzdalifah untuk mabit hingga pukul 01.00 WAS di hari berikutnya.

Dari Muzdalifah, lanjut dia, JCH akan bergerak menuju tenda di Mina untuk tinggal sementara. Selanjutnya, mereka akan keluar tenda berjalan kaki menuju area jamarat untuk melakukan wajib haji jumrah aqabah kemudian kembali lagi ke tenda Mina.

Menilik tahapan yang panjang dan tergolong melelahkan untuk fase Armuzna di atas, maka tidak mengherankan jika banyak JCH terkendala kebugaran saat tahapan tersebut.

Kepala Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Nirwan Satria selalu mengingatkan jamaah untuk tidak terforsir dalam kegiatan yang sifatnya tidak prioritas karena fase Armuzna sangat menguras energi.

“Haji itu wukuf, sebaiknya fokus untuk memulihkan kebugaran dalam fase Armuzna,” katanya.

REPUBLIKA

Impian Amerika di Tanah Suci

Ada yang lain dari Bahasa Inggris Aksen Amerika Serikat. Saat diucapkan, ada semacam urgensi dalam nadanya. Orang mudah menangkap kesan, yang berbicara ingin dunia bergerak semau mereka. Setidaknya, demikian yang keluar dari mulut Yusuf Ali (50 tahun) saat ditemui di Bandara King Abdulaziz, Jeddah.

Pria itu berkulit legam dengan postur yang masih gagah meski tak sedemikian jangkung. Ada sekutip rambut putih di kepalanya. Coklat warna matanya ditutupi kaca mata tebal. Pakaian ihram sudah ia kenakan itu hari.

C’mon, I need to go to Mecca right now,” kata dia pada petugas Arab Saudi yang kemudian hadir memberikan bantuan.

Paspor berwarna biru tua bersegel gambar keemasan elang yang menggenggam 13 busur panah ia kibas-kibaskan. Agaknya Yusuf Ali paham, itu lelayang adalah salah satu yang paling kuat di dunia.

Ia menunggu tak sabar angkutan menuju Makkah itu hari. Rencananya, ia hendak menggunakan taksi saja sebab tak ingin menunggu lama. Apa mau dikata tak ada layanan transportasi itu dari Bandara Jeddah ke Makkah. Di sini bukan New York atau Los Angeles, atau Minnesota tempatnya tinggal.

Istrinya, Su’ad Yusuf punya pembawaan yang lebih santai dan ceria. Senyum kerap terkembang di wajahnya yang sewarna kayu jati dengan mata berbinar-binar. Hari itu, ia mengenakan abaya hitam dengan hijab di kepala. Ia perempuan yang tinggi semampai, masih belum hilang kecantikan masa mudanya.

“Berapa lama lagi dari sini sampai Makkah?” tanya dia. Saat mengetahui jawabannya hanya sekitar sejam berkendara dari Jeddah, ia menunjukkan keterkejutan yang tulus dengan rahang terjatuh dan mulut terbuka seperti aktris-aktris di film-film Hollywood. “Wow,sudah sebegitu dekatkah!?” kata dia penuh semangat.

Ia kemudian berkisah panjang soal jalan panjang memutarnya menuju Tanah Suci. Dari tempat Su’ad lahir di Mogadishu, Somalia, ke Arab Saudi sedianya hanya perlu menempuh perjalanan melalui darat ke utara kemudian menyeberangi Laut Merah ke timur.

Meski begitu, perang sipil meletus di Somalia sejak akhir 1980-an dan memuncak pada awal 1990-an. Sedikitnya 300 ribu orang tewas dari perang yang sampai sekarang belum benar-benar selesai itu. Su’ad menuturkan, beberapa keluarga jauhnya ikut jadi korban. Mata Su’ad tiba-tiba sendu saat mengenang perang tersebut.

Bersama ratusan ribu warga Somalia saat itu, Su’ad dan Yusuf Ali terpaksa melarikan diri dari gelombang kekerasan pada 1992. Mengarungi Afrika menuju ujung barat benua itu kemudian terbang melintasi Samudera Atlantik sebagai pengungsi ke Amerika Serikat.

Di Negeri Paman Sam, seperti banyak pengungsi dari Somalia lainnya, Yusuf Ali dan Su’ad memilih Minnesota di bagian Midwestern yang lebih dekat ke wilayah utara Amerika Serikat untuk memulai hidup baru. Minnesota saat ini adalah wilayah dengan komunitas keturunan Somalia terbanyak di Amerika Serikat. Sekitar 80 ribu keturunan Somalia tercatat tinggal di wilayah itu pada 2016.

Su’ad kembali tercengang saat tahu bahwa panas di Padang Arafah nanti bisa mencapai 53 derajat celcius alias 127 fahrenheit merujuk hitungan suhu standar AS. “Berbeda sekali dengan Minnesota yang dinginnya minta ampun,” kata dia.

Di Minnesota, mereka perlahan mencari modal bekerja serabutan untuk memulai usaha dan akhirnya punya cukup biaya untuk hidup nyaman. Empat putra-putri mereka lahir di tanah asing tersebut.

Yang paling tua, kata Su’ad, seorang putra berusia 23 tahun dan yang paling muda 15 tahun. Biaya sekitar 8.000 dolar AS atau setara Rp 115 juta untuk bepergian ke Tanah Suci untuk masing-masing orang dari Minnesota tak lagi memberatkan buat pasangan suami istri tersebut.

Seperti saat meninggalkan Somalia lebih dua dekade lalu, Yusuf Ali dan Su’ad kembali menempuh perjalanan berdua saja. Mereka mulanya berangkat dengan rombongan yang difasilitasi agensi perjalanan, namun memilih memisahkan diri di Dubai untuk menemui saudara jauh sejenak.

Su’ad mengatakan, sangat senang bisa bertemu banyak Muslim lainnya di Tanah Suci. Ini lain dengan keadaan di Tanah Air barunya yang tak begitu menenangkan buat umat Islam dengan kebangkitan sentimen tempatan belakangan beserta sorotan negatif terhadap imigran.

Yusuf Ali mengiyakan, kondisi di sebagian wilayah Amerika Serikat saat ini bukan yang paling ideal untuk umat Islam dan para imigran. Kendati demikian, ia tak bisa memungkiri, terbukanya kesempatan menggapai “American Dream” di negara itu adalah juga yang mengantarkannya ke Tanah Suci tahun ini.

“Ini memang sudah lama jadi impian terbesar saya. Kalau tak untuk berhaji, saya tak akan susah payah ke sini,” kata dia. “Saya ingin ke sini lima kali lagi,” kata Su’ad menimpali setengah berkelakar. Bus mereka menuju Makkah akhirnya tiba. Petugas dari Saudi melambaikan tangan memanggil mereka berdua. Sembari tersenyum lebar, Su’ad menemani Yusuf Ali berjalan menuju impian mereka.

Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi

 

REPUBLIKA

Rahasia di Balik Multazam

ADA apa di balik multazam? Pertanyaan ini banyak ditanyakan para jemaah haji dan umrah. Multazam berasal dari bahasa Arab dan dari kata lazima-yalzamu yang berarti tetap, pasti, dan wajib. Kemudian membentuk kata multazam berarti sesuatu yang dimintai pertanggungjawaban.

Multazam sebagai nama sebuah tempat yang terletak antara Hajar Aswad dan pintu Kakbah dihubungkan dengan hadis Nabi yang mengatakan, “Multazam adalah tempat berdoa yang dikabulkan (mustajabah), tak seorang pun hamba Allah yang berdoa di tempat ini tanpa terkabulkan doanya”.

Disebut multazam karena seolah ada kepastian dan ketetapan, siapa pun yang bermohon di tempat itu, maka Allah akan mengijabah doa-doanya. Ada sejumlah hadis Nabi menjelaskan tentang hal ini.

Tidak heran jika para sahabat Nabi menjadikan tempat ini sebagai salah satu tepat khusus untuk berdoa.

Dalam suatu riwayat sebagaimana diungkapkan di dalam Sunan Abu Dawud, dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya berkata, “Saya (menunaikan) tawaf bersama Abdullah, ketika sampai di belakang Kakbah, saya berkata: “Apakah kita tidak berlindung?” (Beliau) berkata: “Kita berlindung dengan (nama) Allah dari neraka.” Ketika telah lewat, saya menyentuh Hajar (Aswad), dan berdiri di antara rukun (Hajar Aswad) dan pintu (Kakbah). Maka (beliau) menaruh dada, wajah, lengan, dan kedua tangannya begini dan membentangkan lebar keduanya. Kemudian berkata: “Beginilah saya melihat Rasulullah SAW melakukannya.”

Keutamaan multazam dijelaskan dalam beberapa hadis, di antara keutamaannya ialah menunaikan salat sunah dan berdoa. Di dalam multazam inilah juga kita dianjurkan untuk salat dua rakaat setelah melakukan tawaf tujuh kali putaran.

Dalam buku-buku manasik haji disuguhkan redaksi doa yang sebaiknya dibaca saat kita berdoa di tempat ini setelah melaksanakan salat dua rakaat. Hanya, perlu hati-hati karena tempat ini sangat terbatas dan di musim haji hampir sulit salat di pelataran Kakbah di arah multazam.

Salat dan doa juga dapat dilakukan dalam garis lurus ke belakang, tempat lebih memungkinkan kita salat lebih aman dan tenang sambal berdoa secara khusyuk. Di sebelah kanan multazam di situ ada tempat air minum zamzam yang dianjurkan untuk diminum seusai melakukan tawaf.

Doa yang banyak dipanjatkan di tempat ini secara turun temurun semenjak dari masa sahabat hingga sekarang ialah sebagai berikut.

“Ya Allah, Tuhan kami, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu, anak budak-Mu. Engkau bawa kami dengan apa yang telah Engkau jalankan kepadaku dari makhluk-Mu. Dan Engkau jalankan diriku dari negeri-Mu sehingga Engkau sampaikan dengan nikmat-Mu ke rumah-Mu. Dan Engkau bantu kami agar dapat menunaikan manasikku.

Kalau sekiranya Engkau rida kepada diriku, maka tambahkanlah kepadaku keridaan-Mu. Kalau sekiranya (belum), maka dari sekarang (berikanlah) keridaan kepadaku sebelum meninggalkan rumah-Mu (menuju) rumahku. Ini adalah waktu kepergianku, jikalau Engkau mengizinkan kepadaku tanpa (ada rasa) menggantikan dari diri-Mu, juga rumah-Mu, dan (tidak ada perasaan) benci kepada-Mu dan pada rumah-Mu.

Ya Allah, Tuhanku. Sertakanlah kepada diriku kesehatan pada badanku, dan kesehatan di tubuhku serta jagalah agamaku, dan perbaikilah tempat kembaliku, berikanlah rezeki (dengan) ketaatan kepada-Mu selagi saya (masih) hidup. Dan gabungkanlah untuk diriku kebaikan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Engkau terhadap sesuatu Mahamampu”.

Bukan hanya doa ini, melainkan doa apa pun yang dianggap sangat prioritas dapat dipanjatkan di tempat mustajabah ini. Allahu a’lam.

Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

(mediaindonesia/suaraislam)

Tips agar Jamaah Haji Nyaman di Masjidil Haram

MAKKAH — Menjelang puncak ibadah haji, Masjidil Haram sudah mulai dipadati jamaah dari seluruh penjuru dunia. Biasanya kepadatan terjadi pada waktu menjelang salat fardu.

Kepala Seksi Transportasi Daerah Kerja Makkah Asep Subhana mengimbau jamaah haji Indonesia yang akan beribadah ke Masjidil Haram harus pintar-pintar memanfaatkan waktu.

“Saat berangkat ke Masjidil Haram, jamaah sebaiknya datang lebih awal 1–2 jam sebelum azan,” kata Asep melalui pesan singkat, sebagaimana Okezone kutip dari situs resmi Kementerian Agama, Senin (6/8/2018).

Begitupun saat pulang, Asep menyarankan jamaah haji dapat menahan diri dulu untuk keluar dari Masjidil Haram, karena jamaah kerap berdesak-desakan untuk keluar dari masjid.

“Saat pulang. Jamaah juga harus bersabar dan dapat menahan diri di dalam masjid 1–1,5 jam agar terhindar dari desak-desakkan dengan jamaah lain,” imbaunya.

Waktu lain yang harus diantisipasi jamaah haji adalah saat melaksanakan Salat Jumat. Jamaah yang hendak Salat Jumat di Masjidil Haram agar berangkat sebelum jam 10.00 dan pulang setelah pukul 15.00 waktu Arab Saudi.

“Karena pada pukul 10.00 sampai 15.00 WAS terminal ditutup,” jelas Asep.

OKEZONE