Goa Berlindung Rasulullah di Uhud yang Terlupakan

Madinah (PHU)—Ia adalah salah satu kisah paling heroik dalam sejarah awal Islam, bahkan mungkin dalam sejarah dunia. Ketika Rasulullah terpojok dalam kekalutan pasukan Muslim, dikepung pasukan Quraish, dan dilindungi para sahabat yang mengasihinya melebihi cinta terhadap kehidupan dan diri mereka sendiri.

Kisah tentang Wahb Almuzani yang melepas anak panah demi anak panah untuk melindungi Rasulullah hingga akhirnya syahid bersama sepupunya Harits. Kisah tentang Abu Dujanah sang Sorban Merah Kematian dan Ali bin Abi Thalib sang pemegang Zulfikar, pedang bermata ganda, membabat pengepung Rasulullah.

Tentang Talhah bin Ubaidillah yang menjadikan dirinya perisai hidup untuk melindungi Nabi Muhammad SAW, dengan luka parahnya sendiri membopong Rasulullah ke tempat aman. Tentang Abu Ubaydah yang dengan giginya mencabut pecahan rantai baju besi yang menancap di pipi Rasulullah.

Ia juga kisah tentang Nusaibah bint Ka’ab, seorang perempuan Madinah yang mengambil pedang dan perisai dari mereka yang gugur dan dengan gagah berani pasang badan untuk Nabinya. Bertarung dengan kegigihan melebihi kebanyakan lelaki saat itu.

Kisah tentang Rasulullah yang dalam keadaan terluka menghadapi sendiri Ubay bin Khalaf yang menunggangi kuda menerjang dengan pedang untuk membunuh. Sekedipan mata, mengangkat tombak yang ia pegang dan melemparnya tepat sasaran dan merobohkan Ubay yang sedang mengayunkan pedang.

Periwayat awal sirah nabawiyah seperti Ibn Ishaq dan Ibn Hisham, kemudian penulis biografi modern Martin Lings alias Abu Bakar Sirajuddin belakangan, menuliskan dengan terperinci kejadian-kejadian tersebut. Saat Rasulullah sangat dekat dengan kematian menyusul kealpaan pasukan Muslim dalam Perang Uhud yang terjadi pada 625 Masehi. Saat sekitar 700 pasukan Anshar dan Muhajirin dari Madinah berhadapan dengan 3.200 pasukan Makkah di kaki Gunung Uhud.

Tapi di mana sebenarnya lokasi Rasulullah terdesak musuh tersebut?

Saat ini, yang dijadikan objek ziarah resmi oleh pihak Kerajaan Arab Saudi adalah tanah lapang yang jaraknya sekitar 10 kilometer di utara Masjid Nabawi. Di situ, ada Bukit Rumat, lokasi 50 pemanah Muslim yang nantinya meninggalkan posisi dan mengubah jalannya Perang Uhud untuk keuntungan pasukan Quraish. Sekitar 20 meter ke utara bukit itu, ada makam para syuhada, tempat Hamzah ibn Abdul Muthalib gugur dan 70 martir Perang Uhud syahid dan dikuburkan. Persis di bagian timur makam itu, ada masjid megah.

Lokasi Rasulullah terkepung, menurut berbagai riwayat, masih sedikit jauh ke utara, tepatnya sekitar satu kilometer dari kompleks ziarah, di kaki Gunung Uhud serta tebing-tebing gunung tersebut. Hal ini mengingat Rasulullah dan pasukan Muslim yang tercerai berai memang sempat terdorong ke utara dari lokasi utama pertempuran oleh desakan musuh.

Kompleks ziarah dan lokasi itu dipisahkan jalan raya yang kabarnya melintang persis di atas lokasi Rasulullah terluka dan tanggal giginya dalam Perang Uhud. Di utara jalan raya itu, kompleks perumahan padat dengan jalan-jalan sempit yang hanya bisa dilintasi satu atau dua mobil.

Saat mencoba mencari lokasi itu pada Rabu (12/9), saya harus mengira-ngira di antara kelindan labirin pemukiman tersebut. Sebuah bus kuning yang saya sangka mengantar peziarah dan saya ikuti ternyata hanya bus sekolah yang mengantar pulang anak-anak siang itu.

Namun berkat mengikuti bus itu pula saya bertemu dengan Mukhtar Assaleh, seorang warga tempatan. Berkulit legam seturut asalnya yang dari Afrika, Mukhtar tak banyak bicara dan langsung membimbing ke lokasi yang saya cari.

Tiba di ujung timur laut pemukiman, tepat di kaki Gunung Uhud, ia menunjuk ke atas. “Di situ tempat berlindung Rasulullah,” kata dia dalam bahasa Arab. Ia menunjuk sebuah rekahan di gunung tersebut. Dari kaki gunung, jalur menanjak yang curam ke dasar rekahan itu sekitar dua puluh meter jaraknya

Menurut Mukhtar, ke situ Talhah menggendong Rasulullah saat keduanya terluka dan terdesak pasukan Quraish. Diriwayatkan, pasukan Muslim bertahan dari atas tebing sembari menghalau pasukan Quraish yang mencoba naik untuk membunuh Rasulullah selepas menyadari bahwa kabar kematian beliau yang beredar sebelumnya ternyata keliru. Kegigihan sisa-sisa pasukan Muslim yang langsung merapat melindungi Rasulullah membuat pasukan Quraish menyerah dan akhirnya kembali ke Makkah.

Rekahan yang tingginya sekitar lima meter lebih itu kini sudah disemen sepenuhnya. Dua tahun lalu, peziarah masih bisa naik sampai ke dasar rekahan. Mereka mengabarkan, ada bau harum misik keluar dari lokasi tersebut. Saat ini, kaki gunung sudah diimbuhi pagar besi dan kawat duri setinggi dua meter. “Sudah ditutup, sudah ditutup,” kata Mukhtar.

Sebelum ditutup sepenuhnya, peziarah dari Pakistan, India, Turki dan beberapa negara lainnya kerap memanjat dan berdoa di lokasi itu. Dilansir dari Saudi Gazette, hal itu yang membuat Kerajaan Saudi menutup lokasi meski sebagian sejarahwan di Saudi membenarkan bahwa rekahan itu memang tempat berlindung Rasulullah. Pada 2006 silam, menurut Arab News, sempat juga ada rencana penghancuran yang ditentang warga sekitar.

Bagaimanapun upaya penutupan itu agaknya berhasil. Siang itu, saya menyaksikan sejumlah orang dengan raut dan ciri khas peziarah Asia Selatan hanya berkendara melintas tanpa menengok rekahan tersebut.

Kenangan dan arti penting lokasi tersebut saat ini hanya dijaga penduduk di sekitarnya. Seperti Abdul Qadir, seorang bocah 10 tahun yang tinggal di rumah paling pojok tepat di kaki gunung di bawah rekahan. “Iya, Bapak bilang di situ dulu Rasulullah berlindung dan perangnya di rumah kami,” kata dia. (mch/ab).

KEMENAG RI

Jangan Sepelekan Batuk Sepulang Berhaji

Saat ini sebagian besar jamaah haji Indonesia secara bertahap kembali ke Tanah Air. Selain berbagai oleh-oleh yang dibawa, sebagian besar dari para jamaah haji ini juga mengalami batuk.

Akademisi dan Praktisi Kesehatan, Dr Ari Fahrial Syam mengatakan pengalamannya menjadi tim haji baik Rombongan Haji Reguler maupun Haji khusus (ONH plus) mendapatkan hampir 80 persen jamaah akan mengalami batuk pada waktu di tanah suci. Bahkan batuk tersebut terbawa juga sampai ke Tanah Air. Bahkan ada lelucon diantara para jamaah, hanya unta yang tidak batuk.

Ia mencoba untuk mengungkap sedikit kenapa para jamaah mengalami batuk dan bahkan batuk tersebut terbawa sampai Tanah Air. Batuk dapat terjadi karena adanya rangsangan pada saluran pernapasan. Batuk juga bisa merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang mengganggu saluran pernapasana.

Batuk yang terjadi bisa batuk produktif dengan banyak lendir atau dahak. Batuk bisa tanpa dahak atau batuk kering. Batuk yang terjadi juga bisa saja karena memang jamaah tersebut sudah mempunyai permasalahan pada paru sebelumnya misal berupa bronkitis, sinusitis atau  asma bronkiale yang memburuk saat berada di tanah suci.

Rangsangan yang menyebabkan batuk dapat terjadi karena berbagai hal misalnya iritasi pada saluran pernapasan atas. Ini juga bisa terjadi karena adanya infeksi (virus, bakteri atau jamur) atau hanya reaksi alergi misal karena debu, atau karena asap. Atau adanya rangsangan dari asam lambung yang naik keatas yang merangsang ke tenggorokan tersebut.

Ada perbedaan cuaca antara di Tanah Air dan di Indonesia. Kelembaban udara di Tanah suci yang rendah, udara kering dan dingin. Faktor itu mencetuskan terjadinya iritasi pada saluran pernapasan atas. Apalagi jika para jamaah kurang minum.

Selain itu aktivitas jamaah yang sering melakukan zikir dan berdoa yang kadang-kadang dilafazkan juga bisa membuat tenggorokan bertambah kering. Selain batuk maka kondisi ini juga bisa membuat peradangan pada pita suara sehingga jamaah yang mengalami kondisi tersebut suaranya menjadi serak.

Batuk pun tidak kunjung reda meski sudah di rumah. Apalagi biasanya jamaah tidak bisa beristirahat karena sibuk dikunjungi keluarga dan kerabat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi batuk tersebut adalah usahakan istirahat yang cukup, banyak minum air putih terutama air hangat, menghindari makanan yang berminyak, terlalu manis dan dingin. Jika gangguan batuk berlanjut, sebaiknya berobat ke dokter.

Dr Ari menganjurkan, batuk yang sudah lebih dari dua minggu setelah diobati sebaiknya perlu pemeriksaan foto thoraks (foto dada) untuk menilai kondisi paru. “Nanti dokter akan menilai apakah batuk yang dialami saat ini disebabkan oleh infeksi atau hanya alergi atau karena asam lambung berlebih. Pengobatan yang diberikan tentu disesuaikan dengan penyebab dari kondisi batuk tersebut.”

Jika batuk karena infeksi perlu antibiotika, jika karena ada unsur alergi perlu obat anti alergi, jika batuk karena sakit kronis (seperti bronchitis,sinusitis,asma bronkiale) yang kambuh maka penyakit dasarnya harus diobati. Sedang batuk karena asam lambung yang berlebih perlu obat-obat penekan asam lambung.

“Walaupun tampaknya sederhana batuk yang tetap terbawa sampai di tanah air ini harus dievaluasi jika berlanjut,” katanya.

Burung (Kota) Suci

Madinah (PHU)—Ahad (9/9/2018) siang itu sudah setengah hari saya ‘terkapar’ lemas di kamar 208 Wisma Daker Madinah. Ketidakberdayaanku itu hari merupakan seri lanjutan dari hari sebelumnya saat masih berada di Jeddah sejak Jum’at (7/9) lalu. Memang di hari terakhir tugas di Jeddah banyak petugas Daker Airport sakit, termasuk saya, mungkin sebagai bentuk solidaritas sesama petugas atau efek dari akumulasi kelelahan dan kangen keluarga yang lama tertahan. Ah sudahlah semoga semua teman yang masih bertugas selalu diberikan kesehatan dan istiqamah sampai akhir tugas.

Saat tengah sendirian di dalam kamar tidak banyak yang bisa saya kerjakan, hanya sesekali membuka hand phone untuk membaca Whats App (WA) siapa tahu ada kiriman foto anak dari keluarga. Ketika sedang membaca WA tiba-tiba terdengar suara ‘kemriyik’ dari luar jendela kamar. Suara merpati-merpati yang mungkin sedang bercumbu dengan pasangannya saya pikir.

Sungguh sesaat tiba-tiba saya terbawa pada suasana kecil, saat di mana saya pernah begitu dekat dengan banyak merpati. Seumuran SD sekitar kelas III kala itu, selain di rumah memiliki banyak merpati di rumah Simbah saya juga memelihara banyak merpati. Bahkan saat saya belajar di Madrasah Diniyyah soredi kampung juga sering mendapatkan tugas tambahan mengecek ‘piyikan’ merpati oleh Mbah Kaji, pemilik rumah yang dipakai belajar diniyyah saat itu.

Lalu bagaimana di tanah suci (Makkah dan Madina) ada begitu banyak merpati? Bahkan di kota-kota lain merpati juga tidak terbilang hitungannya, termasuk di Jeddah. Dari mana mereka berasal?

Tentu banyak pertanyaan seperti itu muncul dari orang yang pernah berkunjung ke Makkah dan Madinah. Merpati ada di berbagai sudut kota. Bersarang di gedung-gedung menjulang, di hotel mewah sekalipun mereka tidak diusir. Di susut-sudut tinggi bangunan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi juga mudah ditemukan kawanan burung lambing kesetiaan ini. Menurut Guru Biologi saya sewaktu masih belajar di Madrasah Aliyah Negeri Semarang, merpati konon burung yang hanya memiliki satu pasangan dalam hidupnya. Bahkan Bu Kris guru saya itu, menganggap kesetiaan merpati seperti Mimi Mintuno, binatang laut yang banyak dijumpai berpasangan di pantai-pantai utara Jawa.

Kembali ke asal-usul merpati di tanah suci. Burung yang jumlahnya ribuan dan hidup bebas itu banyak dipercaya merupakan keturunan merpati peliharaan Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad SAW. Dari sisi fisik, merpati Aisyah tidak berbeda dengan burung pada umumnya. Warnanya biru laut cenderung gelap. Penggemar burung menyebutnya warna megan.

Merpati Aisyah biasa beterbangan di tanah lapang beraspal arah pintu 21 atau Pintu Raja Fahd Masjid Nabawi. Juga ada di pemakaman Baqi yang berada di sebelah timur masjid. Bisa jadi merpati di kedua tempat ini burung yang sama. Mereka muncul hampir bersamaan dengan aktivitas ibadah jemaah.

Saat jemaah keluar dari masjid dari Pintu King Fahd, merpati Aisyah satu komando beterbangan dari atap hotel-hotel mewah dan turun ke trotoar lapang. Mereka seolah paham bahwa jemaah akan melemparkan makanan. Benar saja, beberapa jemaah membeli biji-bijian dari beberapa anak kecil penjual pakan burung, kemudian menaburkan ke trotoar.

Karena sudah biasa dengan manusia, merpati Aisyah tak terlalu khawatir bakal ditangkap atau disakiti oleh jemaah. Kalau sekadar di-gusah atau diusir, tidak masalah. Cukup beringsut sedikit, maka jemaah tak bakal mengejar. Bahkan ada keyakinan lain yang berkembang di masyarakat Arab, pantangan besar menyakiti merpati-merpati ini. Bagi pelanggarnya bisa terkena bala yang luar biasa seperti kematian atau sakit jiwa.

Selain diyakini sebagai keturunan merpati Aisyah, merpati tanah suci juga diyakini sebagai keturunan merpati yang pernah menolong Rasul saat bersembunyi di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah. Di gua itulah Rasulullah dan sahabatnya, Abu Bakar Ashiddiq, pernah bersembunyi setelah lolos dari kepungan orang-orang kafir. Waktu itu para kafir pengejar itu sudah menemukan gua. Tetapi mereka tak percaya nabi bersembunyi di gua itu, sebab di pintu gua ada sarang laba-laba dan merpati yang bertelur. Tiga hari, Rasul dan sahabatnya itu beristirahat di sini. Setelah kafir Quraisy itu pergi, nabi dan Abu Bakar menuju Madinah.

Cuplikan cerita tentang Jabal Tsur ini adalah penggalan kisah hijrah nabi. Cerita tentang Nabi Muhammad di Jabal Tsur ini terdapat dalam kita suci ummat Islam, Al-Quran. Misalnya dalam Surat Al Anfal (8) ayat 30; “dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memiliki daya upaya terhadapmu (Nabi SAW) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”

Dalam Islam, ada keyakinan tidak boleh menyakiti hewan. Apalagi di Tanah Suci dan hewan tersebut dipercaya berkaitan dengan Nabi Muhammad seperti merpati Aisyah atau merpati Gua Tsur. Bahkan kalau bisa harus menyayangi. Karena itulah, merpati-merpati tanah suci berkembang biak dengan baik. Lalu sebenarnya merpati ini darimana tidak ada kepastiannya, wa Allah a’lam. (ab/ab).

KEMENAG RI

Serba-serbi Haji (19): Unta Tak Punya Perasaan?

ISLAM mengajarkan kasih sayang pada binatang. Manusia sering menganggap binatang itu tak punya akal dan perasaan. Tak pernahkan melihat sapi meneteskan air mata saat disembelih? Tak pernahkah menyaksikan ayam dan kambing mengamuk melawan yang mengganggu diri dan keluarganya?

Mat Kelor punya pengalaman yang layak didengarkan. Kisah nyata saat ke Jabal Magnet bersama rombongan berhenti di kandang peternakan unta. Ingin coba merasakan nikmatnya air susu unta yang masih segar, fresh from the “source”nya. Semua penumpang turun menyaksikan pemilik unta memeras susu unta itu. Ternyata tak langsung main peras. Dielus-elus dulu punggungnya, si unta memberikan isyarat siap, lalu diperas, mengucur deras itu susu. Subhanallah. Semua membutuhkan cara dan kasih sayang.

Mat Kelor maju ingin mencoba memerasnya. Dia mengelus unta itu, si unta melirik. Dia memeras susu unta itu, untanya menendangnya. Semua rombongan tertawa terbahak-bahak. Ada yang bilang: “Walau pun unta, dia tahu hukum oy, belum ijab kabul tak mau dipegang.” Ada yang nyeletuk pula: “Hahaha, tangan pemilik dan tangan tamu terasa beda oleh unta. Unta juga punya perasaan.” Suasana jadi ramai, tapi semua anggota rombongan sudah merasakan nikmatnya susu unta.

Cerita lucu dan gojlokan ternyata tak berhenti di sana. Dalam perjalanan lanjutan di dalam mobil, Mat Kelor tetap menjadi bahan pembicaraan dan candaan. Mat Kelor hanya diam. Sesekali tersenyum tipis. Lalu dia berkata ringan: “Jangan terlalu keras sindir-sindir saya. Kita semua kan saudara sepersusuan. Yakni sama-sama menyusu pada satu unta. Sesama saudara dilarang saling buka aib dan malu.” Semua tertawa lagi, lalu diam.

Sayapun diam dan berupaya mengambil hikmah: semua ada caranya, semua ada aturannya, kasih sayang diperlukan siapa saja, senasib seperjuangan jangan saling olok dan bertengkar. Untung saya tidak ikut minum susu unta itu. Hahaaa.

 

INILAH MOZAIK

Syekh Abdulrahman Al-Sudais Nilai Haji Tahun Ini Sukses

Ketua Presidensi Umum untuk Dua Masjid Suci, Syekh Abdulrahman Al-Sudais mengucapkan terima kasih pada pihak yang melayani jamaah haji. Ia menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun ini sukses dan lancar.

Dilansir di Arab News pada Selasa (11/9), Al-Sudais memuji semua pihak atas upaya dan kontribusi pada keberhasilan musim haji. Ia juga memuji pejabat yang mengupayakan layanan terbaik mengurus kebutuhan jamaah selama tinggal di kota-kota suci.

Dia memuji Raja Salman Abdulaziz al-Saud dan Putra Mahkota Saudi atas dukungan penyelenggaraan ibadah haji. Tak lupa, dia berterima kasih kepada petugas keamanan atas upaya mengamankan ibadah haji. Secara khusus, dia mengapresiasi peran media atas berbagai pemberitaan layanan untuk jamaah haji dari Dua Masjid Suci.

Direktur Jenderal Pertahanan Sipil Brigjen Abdullah bin Eid Al-Qurashi juga mengapresiasi peran yang dilakukan berbagai institusi dalam melayani tamu-tamu Allah SWT. Gubernur Makkah Pangeran Khaled Al-Faisal menyatakan Saudi akan mengupayakan yang terbaik dalam melayani jamaah. Ia mengatakan pemerintah memastikan jamaah menikmati perjalanan haji dan umrah yang lebih nyaman dan mudah.

Dia berujar, Raja Salman telah membentuk Komisi Kerajaan untuk Makkah dan Tempat-Tempat Suci yang dipimpin Putra Mahkota Saudi. Komisi itu bertugas memfasilitasi prosedur haji dan umrah serta mengembangkan tempat-tempat suci.

REPUBLIKA

Serba-serbi Haji (18): Tantangan Cium Hajar Aswad

SIAPA yang tak ingin cium hajar aswad, beberapa keping batu surga yang disatukan dan terletak di salah satu pojok ka’bah itu? Pojok hajar aswad menjadi pojok yang paling ramai. Kata “berlomba” lebih tepat digunakan dari pada kata “antri” untuk menggambarkan kedahsyatan rebutan mencium batu hitam itu.

Orang-orang bertubuh besar sangatlah menyulitkan orang-orang bertubuh kecil tipikal kebanyakan jamaah Indonesia. Namun ada juga jamaah Indonesia yang berhasil mencium hajar aswad itu.

Seorang jamaah yang bertubuh mungil asal Madura, Mat Tellor namanya, berhasil menyelinap di antara ketiak orang-orang bertubuh besar itu. Tekniknya mudah, cukup membuat geli ketiak orang besar-besar itu maka jalan kepala menjadi terbuka. Kami yang mendengar kisah perjuangan Mat Tellor tertawa.

Lalu, banyak teman yang menantang Mat Kelor untuk bisa cium hajar aswad. Hadiahnya menarik, umroh gratis. Mereka yang memberikan tantangan ini tak yakin bahwa Mat Kelor yang kalem dan tubuhnya tak kecil akan selincah Mat Telor. Namun, Mat Kelor menerima tantangan itu. Hitung-hitung, hadiah UMROH.

Setelah makan siang, Mat Kelor berangkat menuju Masjid dengan membawa tongkat. “Dia agak sakit kaki mungkin,” duga teman-temannya. Teman-temannya mendampingi sebagai saksi. Rupanya Mat Kelor salah duga. Setelah makan siang, walau panas menyengat ternyata jamaah penuh di halaman masjid. Mat Kelor tak langsung ke Masjid, dia menuju toko kacamata sebelah mall. Dia membeli kaca mata hitam. “Untuk menahan panas,” duga teman-temannya. Mat Kelor cuma diam saja.

Masuklah Mat Kelor ke dalam masjid lalu mulai ikut thawaf. Temannya terus mengikuti dan mengamati apa yang akan dilakukan Mat Kelor untuk cium hajar aswad. Kira-kira jarak 2 meter dari hajar aswad, Mat Kelor berlagak seperti orang buta, tongkatnya dipindah-pindah seperti mencari jalan, matanya dengan kaca mata hitamnya tolah toleh ke atas ke bawah ke kanan dan ke kiri persis orang buta sambil teriak: “Allaaaah, thariq thariq thariq.” Banyak orang yang kasihan kepadanya dan bahkan polisi (Askar) penjaga kabah membantunya membuka jalan dan menuntunnya sampai mencium hajar aswad.

Tersenyumlah Mat Kelor, lalu pergilah dia dengan melepas kacamata hitamnya. Orang-orang pada melongo. Ada yang tertawa dan ada pula yang jengkel. Lalu pulanglah Mat Kelor untuk bertemu Sang Penantang. Mat Kelor ditantang. Ada yang mau coba trick ini? Dosa apa tidak?

 

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (17): Jangan Merasa Lebih Unggul

RASULULLAH yang menyatakan pada waktu haji Wada’ bahwa tak ada keutamaan orang Arab atas non Arab. Keutamaan seseorang itu ditentukan oleh kadar ketakwaannya.

Dalil ini dihafal betul oleh Mat Kelor semenjak dia mendengarnya dari khatib khutbah Arafah. Maka dia tak pernah kecil hati terlahir sebagai orang Madura dari kampung terpencil di desa terpencil. “Tuhan kita sama, mari berlomba untuk lebih dekat,” ujarnya dengan semangat.

Tadi pagi Mat Kelor terlibat dalam sebuah diskusi yang agak mengolok-ngoloknya sebagai orang Madura. Saya tak tahu asal-muasalnya. Namun Mat Kelor berkata bahwa orang Madura itu pekerja keras dan yakin bahwa dunia ini memang milik Allah, Tuhan mereka. Karena itu orang Madura itu ada di mana-mana termasuk di Saudi ini. Tak masalah bahwa pekerjaannya adalah pekerjaan “bawahan” yang penting penghasilannya “atasan.” Orang-orang tertawa mendengar pilihan kata atasan bawahan itu.

“Bagaimana kok bahasanya kok gak jelas Pak Haji,” kata sebagian pendengar. Mat Kelor menjawab: “Begitulah ciri khas orang Madura kalau bicara bahasa Indonesia, yang penting kalian paham. Lagian bahasa itu kan berubah-ubah. Dulu orang tulis “okay” lalu menjadi “oke” lalu menjadi “ok.” Semakin pendek kan?” Orang-orang tertawa.

Banyak yang heran akan pengamatan Mat Kelor tentang perkembangan bahasa. Belajar dari mana dia. Mat Kelor semakin percaya diri menjelaskan bahasa bagi masyarakat Madura bahwa orang Madura istiqamah memberikan E di awal banyak kata.

Itu punya makna tersembunyi, katanya. SIP menjadi ESSIP, TEH menjadi ETTEH, TEST menjadi ETTEST, SAH menjadi ESSAH, dan sebagainya. “Tapi tak sembarangan, ada grammarnya. Nikmati keragaman, jangan saling menghina,” tutup Mat Kelor. Sebagai pendengar, saya nyeletuk: “Essiiiiip.” Semua tertawa.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

 

 

Lebih dari 100 Jemaah Haji “Tanazul”

Madinah (PHU)—Lebih dari seratus jemaah diproses lebih cepat atau lebih lambat kepulangannya melalui mekanisme tanazul pada gelombang pertama pemulangan jemaah haji. Para jemaah yang ditanazulkan tersebut menderita berbagai penyakit.

Menurut Kordinator Tim Mobile Kesehatan Daker Airport, dr Rachmawanti Agustina, total 103 jamaah ditanazulkan melalui Bandara Kibg Abdul Aziz (KAA), Jeddah. Mereka diberangkatkan sepanjang masa pemulangan gelombang satu sejak 27 Agustus hingga 9 September ini.

Menurutnya, tiga jemaah sempat ditunda pemulangan lebih cepatnya. Kendati demikian, masuk lagi tiga permohonan tanazul baru yang akan berangkat sebelum pemulangan kloter terakhir pada Ahad (9/9) dini hari waktu Arab Saudi.

Tanazul adalah proses percepatan atau penundaan pemulangan jemaah individual. Alasan utamanya biasanya karena jemaah masih dalam perawatan medis. Para jemaah dipulangkan dengan kloter berbeda pada debarkasi yang sama tempat di mana mereka berangkat.

“Kebanyakan yang ditanazulkan memang sudah berisiko tinggi dari Tanah Air dan berusia tua,” kata Rachmawanti di Madinah, Sabtu (8/9) malam. Menurutnya, jemaah yang ditanazulkan ada yang mengidap demensia, menderita penyakit paru kronis hingga stroke.

Jemaah yang ditanazulkan biasanya mengambil kursi kosong dari kloter tertentu akibat anggota kelompok tersebut ada yang wafat atau masih dirawat di Saudi. Sepanjang pemulangan gelombang satu, kebanyakan jemaah tanazul bisa duduk dan hanya mengambil masing-masing kursi kosong kloter pemulangan. “Hanya dua jamaah yang harus dibaringkan,” kata Rachmawanti.

Sebelum pemulangan, kata dia, jemaah yang ditanazulkan diserahkan ke Tenaga Kesehatan Haji Daerah yang mendampingi masing-masiing kloter. Para jemaah tersebut kemudian dijemput keluarga di debarkasi untuk menjalani perawatan kesehatan lanjutan di Tanah Air.

Sejauh ini, dua jemaah masih dirawat di RS King Abdullah, Jeddah. Mereka akan terus diawasi perawatannya oleh petugas PPIH Arab Saudi untuk nantinya diputuskan penanganan selanjutnya. Ratusan jemaah lain masih dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah maupun RS Arab Saudi. Jika memungkinkan, mereka akan dievakuasi ke Madinah seiring dengan pemulangan jemaah berikutnya. (mch/ab).

 

KEMENAG RI

Pemulangan Jemaah Haji Gelombang Dua Dimulai

Jemaah haji Indonesia mulai menjalani fase pemulangan gelombang II dari Bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah pada Ahad (9/9/2019) dini hari. Kloter 41 Debarkasi Jakarta-Bekasi jadi yang pertama terbang ke Tanah Air.

Sebanyak 410 jemaah berangkat dalam rombongan tersebut. Menurut Kepala Seksi Pelayanan Kedatangan dan Pemulangan Daker Airport Muhammad Syarif, rombongan tersebut diberangkatkan dari dua hotel di Madinah secara bersamaan pada Sabtu (8/9) pukul 20.30 waktu setempat. Mereka akan bertolak ke Tanah Air pada Ahad (9/9) pukul 4.30 dini hari dengan penerbangan Saudia Airlines.

Setelah kloter tersebut, akan dipulangkan Kloter 38 Debarkasi Surabaya (450 jemaah) dengan pesawat yang berangkat setengah jam kemudian. Lalu menyusul Kloter 30 Debarkasi Jakarta-Pondok Gede (376 jemaah) pada pukul 5.30.

Sebanyak 17 kloter dipulangkan pada hari pertama pemulangan gelombang pertama tersebut. Sedikitnya 7.000 jemaah akan dipulangkan dari Bandara Madinah pada hari ini.

Pada waktu bersamaan, di Bandara King Abdulaziz Jeddah juga berangkat kloter terakhir pemulangan gelombang pertama pada Ahad (9/9) dini hari. Sampai dengan pukul 01.30 WAS sebanyak 5 kloter.

“Ada 1.916 orang terdiri dari jemaah haji 1.891 orang dan petugas kloter 25 orang,” ujar Syarif.

Secara keseluruhan pemulangan jemaah haji gelombang satu dari Jeddah telah melayani 218 kloter. Total ada 88.944 penumpang dengan rincian jemaah haji 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang. (mch/ab).

KEMENAG RI

Serba-serbi Haji (16): Mendadak Masuk Rumah Sakit

TADI malam Mat Kalor harus ke rumah sakit mengantarkan tetangga kamarnya yang mengalami migrain berat semenjak tiba di tanah suci. Saat di Indonesia, sepasang suami istri ini tak pernah mengalami migrain alias sakit kepala seberat ini. Sebagai orang desa, biasanya dengan minum obat bintang tujuh sakit kepala sudah beres. Migrain kali ini unik, tidak sembuh-sembuh.

Sepasang suami istri ini berembuk dengan Mat Kelor tentang hal ini. Dugaan mistik pun muncul, jangan-jangan selama di Indonesia sering membuat tetangga sakit kepala. Dugaan lainnya adalah masalah menu makanan, jangan-jangan makanan Arab tak cocok untuk tubuhnya. Mau ke dokter, dana terbatas karena sudah dihabiskan belanja oleh-oleh untuk anak cucu, kerabat dan tetangga. Mat Kelorlah yang kemudian menanggung biaya ke rumah sakit.

Walau tak berbekal bahasa Arab yang cukup selain SYUKRON dan HAMBALI, Mat Kelor nekat ke rumah sakit demi sahabat. Sahabat yang baik adalah yang mau menanggung derita sahabatnya, ujarnya. Setelah cek kesehatan lengkap, ternyata tak ditemukan kelainan apapun. Maka dugaan mistik kembali semakin menguat. Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, Mat Kelor usul untuk sowan ke Kiai yang kebetulan masih ada di Mekah. Kata Mat Kelor, kiai ini biasa melihat masalah dengan berbagai pendekatan.

Saat menghadap Sang Kiai, sepasang suami isteri itu sibuk menghubungi semua keluarganya di tanah air mengabarkan penyakitnya dan kekhawatirannya. Kelihatan dari cara menelponnya bahwa mereka itu masih baru punya hape. Suaranya agak nyaring setengah teriak-teriak karena lawan bicaranya jauh ada di Indonesia.

Cara mengetik keyboardnya pun masih kaku. Jam sudah menunjukkan jam 23.00 (sebelas malam). Kiai itu langsung berkata: “Tolong ya malam ini Hapenya titip ke saya. Ada syetannya di hape itu.” Langsung saja mereka taat dan menyerahkan hape itu. Lalu disuruh pulang, wudlu ‘ dan rebahan di kamarnya.

Barusan, Mat Kelor laporan bahwa mereka tidur nyenyak. Bahkan setelah subuh tidur lagi. Mat Kelor bertanya tentang syetan di hape itu. Kiai menjawab: “Juallah hape smartphone itu dan ganti dengan hape jadul yang biasa yang tak berinternet, maka dia akan rukun dan tidur nyenyak.” Mat Kelor tersenyum paham. Mat Kelor berterimakasih kepada kiai itu, “SYUKRON.” Kia menjawab: “HAMBALI.”

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK