Makkah, Ka’bah, Arafah: Sejarah Haji Zaman Pra Islam Hngga Kini

Makkah selalu menjadi pusat spiritual bagi semua umat Islam.  di istu ada Ka;bah yang menjadi arah Muslim sedunia ketika melakukan sholat.

Setiap kali musim haji, Makkah menerima lebih dari 3 juta peziarah di seluruh dunia untuk melakukan haji yang meruoakan ukun Islam kelima. Haji bagi Muslim adalah ibadah yang wajib bagi mereka yang mampu dan setidaknya dilakukan sekali dalam seumur hidup.

Dalam Alquran, Allah berfirman haji dilakuan pada bulan tertentu (bulan Dzuhijah).  Dan siapa pun yang telah membuat haji wajib bagi dirinya sendiri di dalamnya (dengan memasuki keadaan ihram), maka mereka tak melakukan hal-hal yang terlarang, misalnya tidak ada hubungan seksual, tidak menumpahkan darah  atau melakukan  perselisihan, dan berbagai tindakan terlarang lainnya.

Seperti dikutip Saudigazette.com, haji adalah perjalanan seumur hidup dan bagi banyak orang, ini adalah titik balik dalam iman mereka dan hubungannya dengan Allah. Yang lain menganggap haji sebagai perjalanan yang terus berlanjut, Ketika mereka kembali ke rumah mereka mengajari keluarga, kerabat dan temannya sehingga apa yang telah mereka pelajari tentang kesabaran, merawat orang lain, dan penyerahan yang murni serta lengkap selama musim haji tetap dilestarikan dalam kehidupan keseharian.

Haji secara harfiah berarti ‘berangkat ke suatu tempat’. Perjalanan haji berlangsung di Dhul-Hijjah pada bulan terakhir dalam sistem kalender Hijriyah. Ritual haji dimulai pada tanggal 9h Dhul-Hijjah dan berlangsung selama empat atau lima hari.

Alquran menjelaskan bahwa haji kembali ribuan tahun ke zaman Nabi Ibrahim. Allah memerintahkannya untuk meninggalkan istrinya Hajar dan anaknya Ismail sendirian di padang pasir Makkah dengan sedikit makanan dan air.

Dan, ketika bekal air mulai habis, Hajar mulai mencari air  dengan putus asa dengan berlari tujuh kali di antara dua bukit Al-Safa dan Al-Marwah. Mamun meski sudah bolak-balik, air tetap tidak dapat ditemukan.

Tapi di ujung keputusasaan mencarikan air untuk pada Ismail, Hajar kemudian melihat bayi itu menendang tanah dengan kakinya dan  air pun kemudian muncul dari bawah kakinya.”Zamzam-Zamzam (berkumpu-berkumpul) air itu,” kata Hajar ketika menjumpai ke luarnya mata air dari bawah kaki Ismail. Maka mata air yang muncul itu kemudian di namakan sumur Zamzam.

Selang bertahun-tahun kemudian, Ibrahim kemudian diperintahkan oleh Allah untuk membangun kembali Ka’bah. Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail kemudian mengangkat batu untuk membangun Ka’bah.

Ulama Islam, Shibli Nomani, menyebutkan bahwa Ka’bah yang diangkat oleh Nabi Ibrahim setinggi 27 kaki, lebarnya 96 kaki, dan lebar 66 kaki. Dia meletakkan Batu Hitam (Hjar Aswad) di sudut timur Ka’bah. Pada saat itulah, Nabi Ibrahim kemudian menerima wahyu dimana Allah memberitahunya bahwa dia harus mewartakan ziarah ke Ka’bah kepada umat manusia.

(Dan (sebutkan, wahai Muhammad), ketika Kami menunjuk Ibrahim ke rumah tersebut, (katakanlah), “Janganlah kamu bergaul dengan Aku dan sucikan rumah-Ku untuk mereka yang melakukan Tawaf dan orang-orang yang berdiri (dalam doa) dan orang-orang Yang sujud dan sujud.) (Surat 22, Ayat 26)

Setelah membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim akan datang ke Makkah untuk melakukan haji setiap tahun,. dan setelah kematiannya, anak keturunan Ibrahim pun melanjutkan ritual ini. Namun, sering perjalanan waktu lambat laun baik bentuk maupun tujuan ritual haji pun berubah.

Pada masa pra-Islam, Ka’bah dikelilingi oleh berbagai berhala yang dipasang oleh orang-orang Makkah maupun pendatang yang berasal diari luar yang terbiasa mengunjungi Ka’bah selama musim ziarah tahunan ini.

Shibli Nomani menyebutkan bahwa orang-orang Arab sat itu tidak berjalan di antara perbukitan Al-Safa dan Al-Marwah atau berkumpul di Arafah. Tapi mereka biasa menghabiskan satu hari di daerah terpencil di luar Makkah dan kembali ke Makkah yang mengelilingi Ka’bah.

Selama periode pra-Islam, haji menjadi acara beberapa festival dan kegiatan seperti kompetisi puisi. Puisi-puisi yang paling terkenal yang digunakan dipajang di dinding Ka’bah. Kegiatan dan pertunjukan yang tidak dapat diterima lainnya juga berlangsung selama masa haji.

Keadaan menyedihkan ini berlanjut selama hampir dua setengah ribu tahun dan baru berubah setelah periode Rasulullah Muhammad saw.

Pada 630 M, Nabi Muhammad saw dan orang-orang Muslim kembali dari Madinah ke Makkah serta membebaskan Ka’bah dari ritual kaum pagan dan penyembah berhala. mengklaim Mekah. Saat embebaskan kota Makkah ini Rasullah bersama kaum muslimin membersihkan Ka’bah dan menghancurkan semua berhala.

Tahun berikutnya, Abu Bakr, memimpin 300 Muslim untuk melakukan ibadah haji di Makkah. Ali ibn Abi Thalib berbicara kepada orang-orang, yang menentukan ritual haji yang baru. Dia menyatakan bahwa tidak ada orang kafir atau telanjang yang diizinkan untuk mengelilingi Ka’bah dari tahun berikutnya.

Pada tahun kesepuluh setelah Hijrah (632 M), Nabi Muhammad SAW melakukan haji terakhir dan terakhir dengan sejumlah besar umat Islam, dan dia mengajar mereka ritual haji dan tata krama untuk melakukan ibadah haji.

Di padagang gurun Arafah, Nabi Muhammad SAW menyampaikan pidatonya yang terkenal (Pidato Haji Wada) kepada mereka yang hadir di sana. Di situlah nabi menyampaikan firman Alah: Pada hari ini saya (Allah) telah menyempurnakan agamamu dan melengkapi nikmat-Ku atasmu dan telah menyetujui Islam sebagai agamamu.

IHRAM

Alasan Kiswah Kabah Digulung Saat Musim Haji

Pada saat musim haji beberapa tahun ini, jemaah akan melihat bagian bawah kiswah selalu diangkat. Dari kejauhan, jemaah akan melihat bagian bawah Kabah dilapisi dengan kain putih. Seperti dikutip dari surat kabar Al Sharq, Direktur Umum Lembaga Pembuatan Kiswah Kabah Dr Muhammad Bajudan menjelaskan, berrdasarkan keterangan Pengurus Besar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Syekh Dr. Abdurrahman as-Sudais dan pantauan dari wakil ketua umumnya, Muhammad Khuzaim, bagian bawah kabah memang sudah diangkat setinggi tiga meter sejak Selasa pekan lalu.

Bagian kabah Kiswah kemudian dilapisi dengan kain katun dari empat arahnya, dalam rangka penghormatan dan menjaga kebersihannya. Langkah ini juga sudah sesuai dengan agenda operasional tahunan dari tim yang terdiri dari para spesialis dan teknisi. Tujuan lain dari pengangkatan Kiswah yaitu guna menghindari tindakan yang tidak diinginkan dari jemaah haji.

Saat musim haji memang banyak jemaah haji yang berupaya menyentuh Kiswah kabah. Bahkan, ada sebagian jemaah haji yang berusaha memotong bagian bawah Kiswah yang bergelantungan dalan rangka bertabarruk. Hal tersebut adalah tindakan yang salah. Setelah diangkat dan ditutup dengan kain putih sepanjang 47 meter, posisi kemudian akan dikembalikan lagi seperti semula setelah musim haji selesai.

 

VIVA

Bani Israel, Ahlul Kitab, Yahudi dan Zionis (selesai )

Sambungan artikel PERTAMA

Malapetaka pengkhianatan pun terjadi [722 SM], mereka merubah Taurat menjadi Talmud, dan Talmud kembali dirobah menjadi Protocolat. Watak mereka yang berani merubah ayat-ayat Allah dalam Taurat [Qs. Al-Maidah/5:41] dan sikap penolakan keras terhadap kebijakan para Nabi [Qs. Al-Maidah/5: 20 – 26], begitu sangat jelas dipaparkan dalam firmanNya.

وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ يَـٰقَوۡمِ ٱذۡكُرُواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ جَعَلَ فِيكُمۡ أَنۢبِيَآءَ وَجَعَلَكُم مُّلُوكً۬ا وَءَاتَٮٰكُم مَّا لَمۡ يُؤۡتِ أَحَدً۬ا مِّنَ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٢٠) يَـٰقَوۡمِ ٱدۡخُلُواْ ٱلۡأَرۡضَ ٱلۡمُقَدَّسَةَ ٱلَّتِى كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَرۡتَدُّواْ عَلَىٰٓ أَدۡبَارِكُمۡ فَتَنقَلِبُواْ خَـٰسِرِينَ (٢١) قَالُواْ يَـٰمُوسَىٰٓ إِنَّ فِيہَا قَوۡمً۬ا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَا حَتَّىٰ يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا فَإِن يَخۡرُجُواْ مِنۡهَا فَإِنَّا دَٲخِلُونَ (٢٢) قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡہِمَا ٱدۡخُلُواْ عَلَيۡہِمُ ٱلۡبَابَ فَإِذَا دَخَلۡتُمُوهُ فَإِنَّكُمۡ غَـٰلِبُونَ‌ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ (٢٣) قَالُواْ يَـٰمُوسَىٰٓ إِنَّا لَن نَّدۡخُلَهَآ أَبَدً۬ا مَّا دَامُواْ فِيهَا‌ۖ فَٱذۡهَبۡ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَـٰتِلَآ إِنَّا هَـٰهُنَا قَـٰعِدُونَ (٢٤) قَالَ رَبِّ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ إِلَّا نَفۡسِى وَأَخِى‌ۖ فَٱفۡرُقۡ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَـٰسِقِينَ (٢٥) قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيۡہِمۡ‌ۛ أَرۡبَعِينَ سَنَةً۬‌ۛ يَتِيهُونَ فِى ٱلۡأَرۡضِ‌ۚ فَلَا تَأۡسَ عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡفَـٰسِقِينَ (٢٦)

“Dan [ingatlah], ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah ni’mat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain”.

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci [Palestina] yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang [karena takut kepada musuh], maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.

Mereka berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.”

Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut [kepada Allah] yang Allah telah memberi ni’mat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang [kota] itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.

Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.”

Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu” Allah berfirman: “[Jika demikian], maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, [selama itu] mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi [padang Tiih] itu. Maka janganlah kamu bersedih hati [memikirkan nasib] orang-orang yang fasik itu.” (QS: Al-Maidah: 20-26)

Zionis

Sejak diselenggarakannya Kongres Zionisme Internasional Pertama [1895] di Bassel Swiss, Theodore Hertzl [1860 – 1904] menggunakan nama kebesaran “Israil [el]” untuk menyebut negara Yahudi dengan tendensi atas kepentingan politik global yang dibangun di atas kebencian ras dan agama terumuskan dalam “dua puluh empat pasal rahasia” dan dikenal dengan “Protocols of Zion” yang dunia mengenalnya dengan “ayat-ayat setan Zionis Yahudi”.

Bermula dari bocornya ayat-ayat rahasia ini oleh seorang Prancis dan sampai ke tangan Sergyei A. Nilus [pendeta ortodok Rusia], lAl- diterjemahkan dalam bahasa Rusia [1901]. Seiring dengan bocornya rahasia ini, kalangan Yahudi memborongnya di pasaran Eropa Timur, namun sebuah naskah berhasil lolos oleh wartawan Inggris Victor E. Marsden dan menyebar ke Eropa Barat [1917] yang kemudian diterjemahkan menjadi “The Protocols of The Learned of Zion“.

Berikutnya menyebar ke Amerika dan Jerman, serta diterjemahkan kepada lebih dari 21 terjemajan bahasa dunia. [Lihat: “Blueprint Zionis Untuk Menguasai Dunia” [ed. 2014].

Namun tidak ada yang sulit bagi Allah Subhanahu Wata’ala untuk membuka topeng dan membongkar rencana jahat mereka, karena Dialah Khairul Maakirin (Sebaik-baiknya Pembuat strategi).*/Teten Romly Q, Ketua Bidang Kajian Ghazwul Fikri dan Harakah Haddamah Dewan Da’wah Pusat

 

HIDAYATULLAH

 

Bani Israel, Ahlul Kitab, Yahudi dan Zionis

SUNGGUH fenomenal dan sangat menguras perhatian dunia, apabila mencermati sepak terjang bangsa yang satu ini dari zaman ke zaman. Banyak hal dari ‘tingkah polahnya’ yang menyebabkan bumi ini semakin panas, ideologi perang yang selAl- dikobarkannya membuat bumi ini berdarah-darah, tak terkecuali tempat-tempat suci seperti Baitul Maqdis di Palestina.

Al-Qur’an mengisyaratkan, sungguh bangsa yang pernah dihinakan Allah Subhanahu Wata’ala ini; disebabkan karena mereka menolak ayat-ayat Allah, membunuh para NabiNya, mendurhakaiNya dan banyak bersikap melampaui batas. [QS. Al Imran/ 3:112].

Yang dimaksud adalah kaum mereka, walaupun Allah sendiri menyebutkan “laisuu sawaa-an min ahlil kitaab“. Tidaklah sama [di antara mereka] ada ummat yang komitmen dan tetap membaca ayat-ayatNya siang dan malam, mereka bersujud, beriman pada Allah dan hari akhir, menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan, serta berlomba dalam kebaikan [Qs. Al- ‘Imran/3: 113 – 114].

Kalaulah ada Ahlul Kitab seperti dalam ayat tersebut, menurut para ahli Tafsier seperti halnya ‘Abdullah bin Salam, Asad bin ‘Ubaid, Tsa’labah bin Tsu’bah dan lain-lainnya yang benar-benar membaca kitab Taurat yang sebenarnya.

Ada banyak nama yang disematkan pada kaum ini, terkadang mereka dipanggil Bani Israil, Ahlul Kitab, Ibrani, Yahudi dan juga Zionis yang lebih populer sejak masa-masa pendudukkan.

Bani Israil

Disebut Bani Israil, disandarkan pada Nabiyullah Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim yang mendapatkan gelar Israil [bahasa Ibrani; israa: kekasih, hamba dan iil: Tuhan]. Maka dikatakan Bani Israil, adalah anak keturunan nabi Ya’qub. Gelar serupa sama dengan “Khalilullaah” atau “Khalilurrahmaan” sebagai gelar Nabiyullah Ibrahim [bahasa Arab; khaliel: kekasih, Rahmaan: Allah].

Adapun turunan Nabi Ya’qub memiliki empat orang istri dan dua belas anak;

1) Isteri pertama [Li’ah] melahirkan enam orang anak: Rawabin, Sami’un, Lawiyah, Yahudza, Badzakir dan Dzambalan.

2) Isteri kedua [Rahil] melahirkan dua anak: Yusuf dan Benyamin.

3) Isteri ketiga [Zalifah] melahirkan dua anak: Za’ad dan Asyir, dan

4) Isteri keempat [Barihah] melahirkan anak: Dana dan Naftalia. [Lihat: “Yahudi Ahl al-Kitab”, Ulil Amri, 2004]

Ahlul Kitab

Dalam Al-Qur’an ditemukan tidak kurang 31 kata Ahlul Kitab, yang secara mayoritas para ulama tafsir klasik yang lebih berpegang pada teks-teks wahyu dan hadits nabi lebih memaknai dengan Yahudi dan Nashrani sebagaimana dikuatkan At-Thabary, Al-Qurthuby, Ibnu Katsir dan lain-lain.

Bahkan Imam Syafi’i lebih menekankan Yahudi dan Nashrani dari kalangan Bani Israil. Sedangkan yang beranggapan Ahlul Kitab itu termasuk selain Yahudi dan Nashrani [Majusi/ Zoroaster, Shabi’un, Hindu, Budha, Kongfucu dan Shinto] hanyalah sebagian kecil dari “pemikir belakangan” seperti dipopulerkan Nurcholis Madjid (dalam Islam Doktrin dan Peradaban) dan Huston Smith ketika menjelaskan agama-agama besar dunia. [Lihat: The Religions of Man, ed. terj. 1991]

Ibrani

Sebutan ini lebih disandarkan kepada datuknya yang kelima bangsa Yahudi bernama ‘A’bir, dan ini dipakai oleh bangsa Palestina kuno. Ada pula yang menyandarkannya pada kota ‘Ibri yang dihubungkan dengan peristiwa nabi Ya’qub keluar dari Iraq dan menyebrang melintasi Eufrat [kata aa baa raa, artinya melintas, menyebrang].

Berikutnya, ada yang menyandarkan kepada nabi Ibrahim al-‘Ibrani, di mana keturunannya melakukan perjalanan menuju Khuran Suriah yang dilanjutkan lawatannya ke negeri Kananiyah [2000 SM] dan menetap di sana hingga melahirkan Ya’qub dan keturunannya. Dan kini, kata ‘Ibrani lebih disematkan pada masalah ras dan bahasa.

Yahudi

Ada beberapa pandangan, mengapa mereka disebut Yahudi; Sebagian mufassir mengaitkannya dengan peristiwa penyembahan anak sapi [Qs. Al-A’raf/7:156], pandangan lainnya menyandarkan pada ‘sikap gemetar’ mereka ketika membaca Taurat, dan yang paling populer pandangan yang menyebutkan bahwa kata Yahudi disandarkan pada Yahudza [anak keempat nabi Ya’qub yang paling berpengaruh] sekalipun masih silang pendapat karena perbedaan lafazh keduanya [yaitu Yahudi dan Yahudza].

Setelah wafatnya Sulaiman bin Dawud, keturunan Ya’qub ini terpecah menjadi dua golongan besar; Pertama, kelompok Yahudza [kerajaan selatan] yang mendapat dukungan Yahudza dan Bunyamin. Kedua, kelompok Israil [kerajaan utara] yang mendapatkan dukungan dari sepuluh keturunan lainnya dan disebut pula Samaria sampai jatuhnya mereka ke tangan bangsa As-Syiria, walaupun akhirnya mereka bersatu kembali.*>>> (Bersambung)

 

HIDAYATULLAH

Cerita Mahfud MD Nyaris Tertipu First Travel

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengaku pernah menggunakan jasa First Travel untuk ibadah umrah. Dia menuturkan pernah hampir menjadi korban, walaupun awalnya sempat lancar.

“Memang First Travel itu saya pun hampir pernah menjadi korban dulu. Jadi, saya dulu alumni UII (Universitas Islam Indonesia Yogyakarta) tahun 2011, saya membawa peserta 750 orang. Murah sekali waktu itu, Rp 12 juta, lancar,” ucap Mahfud di Jakarta, Senin (21/8/2017).

Namun, saat hendak memberangkatkan lagi, dengan membawa 500 orang, rombongan itu sempat tertunda.

“Sampai di Jakarta, penerbangan ditunda. Ini sudah dari seluruh Indonesia sampai di bandara sampai tiga hari lagi. Padahal, orang sudah cuti dan harus menginap dan bayar sendiri di situ. (Tapi) masih bisa berangkat,” jelas Mahfud.

Kemudian, dia menuturkan ada pasangan suami istri yang harus terbang terpisah. Padahal, awalnya memesan untuk berangkat bersama.

“Nah, yang ketiga itu yang berangkat dipisah. Suaminya terbang ke Jedaah, istrinya terbang lewat mana. Sehingga di Mekah pun terpisah-pisah. Umrah menjadi kurang menyenangkan,” ungkap Mahfud.

Karena pengalaman itulah, masih kata dia, dirinya enggan lagi menggunakan jasa First Travel. Meskipun harganya murah.

“(Kejadiannya) 2011, 2012, dan 2013. Akhirnya saya putuskan tidak boleh lagi pakai First Travel. Dan ini akan terjadi sesuatu dan sekarang terjadi betul,” tegas Mahfud.

Dia berpendapat pemerintah jangan mengganti kerugian para anggota jemaah. Hal itu merupakan beban tanggung jawab First Travel.

“Saya kira kalau ditanggung pemerintah, tidak benar juga. Itu kan keperdataan semua. Kemudian, kalaupun berbelok menjadi tindak pidana. Itu kan perusahaan dan perorangan,” tukas Mahfud.

Meski demikian, lanjut dia, pemerintah cukup mengusahakan uang itu kembali saja. Artinya, harus dicari dari aset milik First Travel.

“Pemerintah harus mengusahakan uang itu kembali. Itu saja, diburu di mana pun lalu dikembalikan ke rakyat,” Mahfud memungkasi.

 

LIPUTAN6

Jangan Bertanya Fee kepada Ustadz

“Ustadz, maaf. Fee-nya berapa?”

Kalimat tersebut dikatakan oleh praktisi pendidikan keluarga Ustadz Bendri Jaisyurrahman dalam seminar guru “Menjadi Guru Inspiratif” di Pondok Pesantren Darul Falah, Temanggung, Jawa Tengah pada Jumat (14/7/2017). Ia menirukan kalimat pengundang kajian yang menanyakan tarif dirinya.

Ustadz Bendri menilai kalimat tersebut mencederai adab para pencari maupun penyampai ilmu. “Saya bayar fee Anda sebagai panitia deh,” lanjutnya.

“Saya tidak biasa ditanya fee,” ujarnya lagi. Bagi dirinya, fee salah satunya berlaku untuk selebritis atau artis, “Saya bukan artis,” ungkapnya.

Suatu kali Ustadz Bendri juga pernah ditanya oleh sebuah stasiun televisi nasional. “Maaf, Ustadz. Honor ustadz berapa?” Menanggapi hal tersebut, Ustadz mengatakan, “Kamu maunya honor saya berapa?” Tak lama kemudian ia mengatakan, “Honor saya tidak terbayar. Saya bayar honor kamu saja!” Pihak stasiun televisi nasional itu pun meminta maaf.

Sementara itu, penulis buku dan dai muda Felix Siauw juga merasakan kesedihan ketika ada yang bertanya fee atau tarif kepada dirinya.

“Yang paling bikin saya sedih itu ya itu, panitia ngundang kajian, pertanyaan pertamanya “bayarannya berapa’,” kata Ustadz Felix melalui akun Twitternya pada 20 Maret 2017.

Ustadz Munzir Situmorang pernah bertanya kepada ustadz selebriti tentang fee. Ustadz Munzir kaget ketika ia mendapati jawaban bahwa tarif ustadz selebriti itu puluhan juta rupiah.

Seharusnya Bersikap dan Tidak Gebyah Uyah

Jangan pernah memosisikan ustadz seperti layaknya seorang artis. Jika memosisikan sebagai “orang yang dibayar” artinya jamaah atau pengundang kajian akan ‘mengatur’ ustadz sedemikian rupa. Jika guru diatur oleh murid maka itu sangat berbahaya.

Jika ingin memuliakan ustadz tidak dengan cara menanyakan tarif. Apabila ingin memberikan hadiah atau bingkisan tangan berikan semampu dan seoptimalnya. Namun jangan membawa-bawa fee di awal karena itu akan membuat siapapun ustadz atau guru akan tersinggung.

Ustadz yang mematok fee memang ada. Bahkan ada yang harus “melangkahi mayat” manajer terlebih dahulu Namun fenomena tentang “ustadz fee” tentu saja tidak bisa digebyah uyah atau digeneralisir. Masih banyak para ustadz lain yang hidupnya sederhana, rizkinya berkecukupan, kemana-mana naik ojek online (juga ada yang naik mobil pribadi), namun kapasitas keilmuan yang mereka miliki jauh lebih tinggi dan lebih dalam dari pada ustadz yang bertarif konglomerasi. Yang tak kalah penting ikhlas menyampaikan ilmunya.

Sebagai jamaah yang mengundang kita harus tahu diri untuk memberikan hadiah kepada ustadz. Tahu dengan kemampuan uang jamaah dan tahu kondisi ustadz tersebut atau minimal mengira-ngira agar hadiah yang kita berikan manusiawi. Jangan bicara angka-angka kepada ustadz.

Orang yang waktunya didekasikan penuh untuk berjihad dan berdakwah sementara tugas itu memang mutlak harus dikerjakan, maka orang itu berhak mendapatkan dana zakat dari asnaf ‘fi sabilillah’. Kelompok ‘fi sabililah’ menurut para ahli fiqih (fuqoha) tak berhenti pada mereka yang berperang di daerah konflik, namun bagi mereka yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dengan ikhlas dan benar pun bisa dikategorikan berjuang fi sabilillah.

Yang Tarif (Mahal) Tak Usah Diundang

Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis pernah menyarankan agar umat Islam untuk tidak mengundang jika ustadz yang dipanggil memasang tarif tinggi untuk memberikan tausiyah. Karena sesungguhnya seorang ustadz menurutnya tidak akan mengambil keuntungan dari orang lain.

“Kalau mahal nggak usah diundang, karena kalaupun ustadz yang bener-bener ustadz, tidak mungkin dia menjual ilmunya, tidak mungkin pakai tarif-tarif. Nggak mungkin, karena semangatnya itu semangat menyampaikan ilmu, bukan mengambil profit dari kebutuhan orang. Oleh karena itu masyarakat yang cerdas hendaklah menyadari, orang yang masang seperti itu pasti bukan ustaz,” kata Cholil.

Mari berhenti menanyakan fee kepada ustadz, agar ilmu yang kita dapatkan berkah dan manfaat. Wallahua’lam. [ @paramuda / BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Sembilan Orang Muslim Inggris Pergi Haji dengan Naik Sepeda

Sembilan orang asal Inggris yang pergi haji dengan naik sepeda kini telah tiba di Madinah. Mereka telah menempuh perjalanan sejauh 3.000 kilometer  dari Inggris. Jarak sejauh itu ditepuh selama enam pekan.

Kedatangan para penggemar sepeda itu,  disambut hangat oleh kalangan pemerintah Saudi dan para penggemar bersepeda. Ketika sampai di Madinah sebuah upacara tradisional digelar dengan penampilan pemain rebana hingga menghujaninya dengan tabungar bunga mawar.

“Memang ini merupakan inspirasi bagi para pesepeda dan perayaan yang menyenangkan untuk menyambut peziarah haji bersepada asal Inggris yang tiba di Kota Nabi (Madinah),”  kata Mohammed, Al Sarani seorang pejabat pemerinah setempat  kepada Saudi Gazette.

Seusai menyambut mereka, para peziarah haji bersepada ini langsung dibawa masuk ke Masjid Nabawi.

Kelompok pesepada ini berangkat dari London pada 14 Juli lalu. Perjalanan mereka melewati banyak negara seperti Prancis, Swiss, Italia, Yunani dan Mesir.

Pada awalnya, kelompok tersebut sebenarnya berencana untuk datang ke Saudi . melalui Turki, Suriah dan Yordania. Namun, karena alasan keamanan mereka kemudian melakukan perjalanan dengan naik kapal dari Yunani ke Mesir darn kemudian melakukan perjalanan darat ke Jeddah.

Dari Jeddah, kelompok tersebut melakukan perjalanan ke Madinah dengan sepeda. Sepanjang perjalanan ini mereka dikawal  oleh  polisi lalu lintas dan petugas medias dari Otoritas Bulan Sabit Merah Saudi.

Kepala kelompok tersebut, Abdul Wahid Don White, mengatakan bahwa perjalanan tersebut bertujuan untuk menyampaikan gambaran Islam sebagai agama damai dan toleransi di negara-negara yang mereka lewati.

Sebelum memulai perjalanan, para pembalap yang merupakan para anggota Badan Amal Kemanusiaan berharap dapat mengumpulkan mengumpulkan dana hingga 1 juta  poundsterling untuk bantuan medis di Suriah.

Perjalanan bersepeda tersebut dimulai dari London Timur lalu ke New Haven. Setelah itu naik feri ke Dieppe di Prancis. Dari sana, mereka bersepeda ke Paris dan kemudian melakukan perjalanan ke Swiss, Jerman, Austria, Liechtenstein dan memasuki Italia.

Di Venesia, kelompok tersebut naik feri ke Igoumenitsa di Yunani. Mereka bersepeda melalui Yunani dan naik pesawat menuju Alexandria, Mesir. Mereka mengayuh sepeda di Mesir dan pergi ke kota pelabuhan Hurghada. Setelah itu merea naik kapal fery menuju kota Yanbu di Arab Saudi. Dari

pengakuan Abdul Wahid rencana perjalanan itu sudah digagas semenjak 11 tahun silam atau semenjak pertama kali dia menyatakan memeluk agama Islam.

“Orang bilang Anda harus mengubah segalanya tentang Anda saat Anda menjadi Muslim. Aku punya banyak waktu untuk memikirkan bagaimana aku bisa menggabungkan hidupku. Saya pikir saya suka bersepeda dan saya ingin pergi ke haji, jadi mengapa kita tidak kembali ke jalan lama untuk melakukan perjalanan?”  kata Abdul Wahid.

 

IHRAM

Tabiat Masyru’ Rabbani

Kita adalah orang-orang yang dipilih Allah untuk ada di sini.

Kita, orang-orang yang diseleksi Allah ada dalam barisan yang diberi amanah menjalankan misi, memenej, memantau, mengendalikan, mengoperasikan kerja-kerja.

Kita, bekerja dalam masyruu’ rabbani proyek Tuhan. Allah Yang Tentukan segalanya. Kita hanya diperintah dan sama sekali tidak pegang wewenang menentukan.

Jika kita menang. Sejarah kemenangan dakwah tak pernah karena jumlah, SDM, manajemen, senjata, uang, pemikiran sekalipun.

Kita menang, bukan karena narasi. Bukan pula krna pidato berapi-api. Sbab dahulu para sahabat umumnya tidak jago diplomasi apalagi menyusun narasi dan berorasi.

Kemenangan semata-mata datang krn kita lebih banyak menyandarkan kerja-kerja optimal kita pada Allah Yg Maha Penentu.

Jika kita kalah. Sejarah kekalahan dakwah tak pernah kalah krn jumlah, sdm, manajemen, senjata, uang atau pemikiran.

Kekalahan dalam sejarah dakwah lebih pada kita tidak atau kurang sandarkan kerja pada keyakinan akan Kuasa Allah.

Kita lebih yakin pada sarana ketimbang keimanan. Lebih banyak fokus pada fasilitas ketimbang hati yang tertambat dekat dengan Allah. Lebih sombong dengan kemampuan ketimbang tawadhu di hadapan kekuatan Allah. Itu yang mnyebabkan kita kalah.

Semakin kita sandarkan perjuangan ini pada manusia, kita smakin letih lemah dan ringkih. Meski dukungan SDM manajemen dan material berlimpah.

Dulu kita pernah “menang” ketika syarat-syarat lahir kemenangan blm banyak kta miliki. Tapi mugkin syarat-syarat batin ketika itu lebih kita miliki.

Semakin kita sandarkan perjuangan ini pada Allah, kita smakin kuat, imun dari ragam serangan, stabil. Meski mgkn dukungan SDM, material, fasilitas kurang.

Itu tabiat masyruu Rabbani… [Ustadz Muhammad Lili Nur Aulia]

 

BERSAMA DAKWAH

Tukang Ojek di Hari Raya dan Istri yang Pindah Agama

“Mas lagi penumpangnya,” kata driver ojek daring. Semringah.

Penulis tersenyum. Di hari raya idul fitri ini agaknya susah mendapatkan driver ojek. Seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Mencoba tiga aplikasi yang keterima hanya Uber saja. Wajar.

Driver dalam tokoh kita ini namanya Effendy. Dari Stasiun Pasar Minggu menuju tempat peliputan di kediaman menteri era SBY dengan dia yang agak cukup lama menunggu. Ketika mau cancel, ia justru menelepon. Wajahnya oriental.

“Bayar 10 ribu mas, nggak papa,” katanya ketika sampai di tempat pak menteri.

Seharusnya tarif yang harus penulis bayar sejumlah Rp 12 ribu. Yang mengejutkan seusai penulis melepas helm, ia buru-buru salaman dan mengucapkan maaf lahir batin.

Hari ini memang ia tidak masuk kerja seperti biasanya. Sebab ITC Fatmawati tempat ia jualan tutup hingga 4 hari ke depan. Jualan ponsel.

“Mas tidak merayakan hari raya?” tanya penulis, usik.

“Kebetulan istri yang merayakan,”.

Wah?

“Mas tadi pagi ke gereja dong?”

“Kok mas tahu kalau saya Kristen?” ia balik bertanya, kaget.

Penulis hanya asal usil. Ia ke gereja sore, yang bagian kedua. Bagian pertama diundur jadi jam 10 untuk menghormati yang sedang sholat Id.

“Tadinya saya Budha.”

Wah?

Penulis terusik tentang nikah beda agama. Mereka menikah di kota atau negara mana. Ternyata istrinya tadinya beragam Kristen. Lalu mengikuti suaminya beragama Budha agar bisa menikah secara resmi. Namun secara keyakinan istri masih Kristen. Setelah menikah istrinya pindah ke agama awal:Kristen. Suaminya pun ikutan Kristen. Sembilan tahun usia pernikahan, istrinya kemudian pindah agama lagi. Ia memilih islam sebagai persinggahan terakhir.

“Sepertinya pengaruh temannya. Saya tidak begitu mencari tahu sih. Saya sih membebaskan asal dia taat,” kata pria berkacamata itu. Adiknya pun pindah agama ke Islam.

 

Dalam keluarganya, ayah dan ibunya adalah pemeluk Katolik. Anaknya ada yang Budha dan ada yang Kristen.

“Anak saya sudah dua. Yang pertama down syndrom. Yang kedua kayaknya lebih condong ke agama ibunya,” katanya setelah penulis tanya jumlah anak.

“Saya sih tidak memusingkan agama istri. Itu kan urusan dia sama Tuhan,” lagi ia berkata.

Penulis menghela nafas dalam-dalam.

 

BERSAMA DAKWAH

Jadilah Muslim Terampil

ISLAM mengajarkan umatnya untuk mendiri dan bekerja. Karenanya banyak pesan-pesan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam yang memerintahkan umatnya bekerja, memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangannya sendiri, bukan menjadi peminta-minta.

Bahkan pernah suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam memerintahkan mencari kayu dan menjualnya di pasar itu lebih baik dari meminta-minta.

Makna secara lebih luas dari penekanan beliau bagi umat Islam tersebut dapat diartikan dengan dorongan; milikilah skill (keahlian) yang akan membuat dirimu terampil dalam skill praktis itu lebih baik diutamakan daripada berpikir untuk meminta-minta dan menyandarkan hidup pada manusia.

Mengapa demikian? Ternyata secara makro, banyaknya SDM yang menganggur akan berdampak buruk pada stabilitas sebuah bangsa dan negara.

Nicolas Wyman, CEO dari The Institute Workplace Skill and Innovation menegaskan bahwa sebuah negara yang penduduknya banyak menjadi pangangguran akibat pemutusan hubungan kerja akan mendorong sebuah negara pada masalah (ekonomi) yang gawat. Terlebih jika mayoritas penduduknya ternyata tidak memiliki practical skills yang dibutuhkan, jelas itu sangat berbahaya.

Dalam sebuah hadits Nabi menerangkan, “Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran.” (HR. Baihaqi).

Jika kita perhatikan, Nabi Muhammad sejak kecil telah berusaha membekali diri dengan kemampuan praktis guna menunjang kebutuhan hidupnya. Mulai dari menggembala, berdagang, hingga menjadi pebisnis ulung di seluruh Jazirah Arab.

Demikian pula ketika kita perhatikan Nabi Ibrahim yang ahli dalam membangun, Nabi Musa yang juga ahli dalam menggembala, Nabi Daud yang memiliki kemampuan pandai besi, serta Nabi Yusuf yang ahli keuangan atau ahli ekonomi.

 

Artinya, tidak sepatutnya seorang Muslim membiarkan waktunya berlalu tanpa mengasah skill untuk menjadi terampil sehingga bisa hidup secara mandiri.

Lantas, apa yang harus dilakukan agar diri mampu menjadi insan terampil dan bermanfaat bagi sesama?

Pertama, ingat pesan Nabi bahwa belajar itu dari dalam kandungan hingga liang lahat. Artinya, jangan pernah mengenal kata stop dalam belajar alias menuntut ilmu.

Analoginya sederhana, setiap buah yang telah sampai pada titik kematangan, jika tidak dimanfaatkan dengan dikonsumsi segera, maka buah itu akan membusuk dan tidak bernilai guna bagi kehidupan. Demikian pula manusia, ketika dirinya merasa telah bisa dan berhenti belajar atau berinovasi, maka dirinya akan ditinggalkan zaman.

Kedua, mengenali talentaa diri dan mengasahnya

Beruntung jika diri telah mengetahui talenta yang dimiliki, tinggal mengasahnya setiap hari. Belajarlah dari pohon besar. Sekiranya pohon itu kala baru ditanam dipindah-pindah, tidak mungkin akan tumbuh besar dengan akar-akar yang besar. Demikian pun manusia, jika telah mantap dengan talenta yang dimiliki maka asahlah setiap hari.

Seorang Cristiano Ronaldo bisa menjadi bintang sepakbola, karena memang dalam 24 jam sepanjang hayatnya, akal dan kakiknya, bahkan perasaannya tidak bisa dilepaskan dari sikulit bundar.

Pertanyaannya bagaimana kalau belum tahu talentaa dirinya?

Kebanyakan orang memandang talenta adalah sesuatu yang bersifat genetika, sehingga itu sudah ada dari sononya. Padahal tidak.

Talenta dimulai dengan terjadinya pertemuan singkat dan kuat yang memicu dan memacu motivasi diri yang berhubungan dengan mungkin hobi atau kegemaran tertentu yang menjadi identitas diri dengan orang atau pun grup yang mendukung mood diri melejit, sehingga muncul kesadaran bahwa diri bisa melakukan sesuatu yang jika diteruskan dan ditajamkan akan menajamkan talenta yang tersembunyi di dalam diri.

 

Ketiga, jadikan skill diri sebagai media jihad dan dakwah

Di dalam Al-Qur’an perintah berjihad itu ada dua, pertama dengan harta dan kedua dengan jiwa. Dengan harta (amwal) artinya umat Islam tidak boleh jadi pengangguran, mesti ada kemampuan praktis yang dikuasai, sehingga dengan itulah dirinya bisa ikut serta dalam ‘jihad’ dan dakwah.

Ada yang sibuk bekerja dan karena itu tidak bisa berdakwah. Maka harta yang dimiliki bisa disumbangkan untuk dakwah, mendukung kiprah para dai dalam dakwahnya. Dan, mereka yang dianugerahi kekayaan berkat skill yang diasah sejak lama, maka dengan harta itulah bisa terlibat dalam jihad.

Dengan demikian, menjadi Muslim terampil pada dasarnya adalah kebutuhan, agar diri tak menjadi beban orang lain dengan hanya bisa berpangku tangan. Jadi, belajarlah dan asahlah skill yang ada pada diri untuk mendapatkan keridhoan Allah Ta’ala semata. Wallahu a’lam.*

 

HIDAYATULLAH