Tobat Sarana Kesuksesan

Setiap insan mendambakan apa yang menjadi cita-citanya dapat tercapai. Untuk itu, ia mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya, baik berbentuk materi, tenaga, maupun pikiran. Tujuannya agar cita-citanya tercapai. Namun, setelah segala upaya dilakukan, tidak jarang cita-cita yang didambakannya tak kunjung tercapai, bahkan kegagalanlah yang diraihnya.

Penyebabnya bisa karena jalan yang ditempuhnya salah, terlalu percaya terhadap kemampuan diri sehingga melupakan Allah SWT, bisa juga karena tidak bersabar meniti tangga kesuksesan. Kegagalan ini terkadang membuat kita berputus asa.

Padahal, berputus asa merupakan perbuatan yang dilarang. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba- Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'” (QS Az-zumat [39]: 53).

Lantas, apa yang harus kita lakukan saat upaya kita meraih cita-cita diadang kegagalan? Bersegeralah bertobat kepada Allah SWT. Mengingat kembali apa yang telah kita lakukan, menyesali perbuatan salah yang pernah kita lakukan, bertekad memperbaikinya disertai memohon ampunan Allah SWT. Sebab, tobat merupakan sarana yang disediakan Allah SWT untuk menggapai cita-cita bagi orang-orang yang mengalami kegagalan dalam hidupnya.

Penjelasannya, ketika kita bertobat akan menjadikan diri kita sadar atas kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dan menyadari bahwa kita adalah makhluk lemah yang tidak memiliki kemampuan apa-apa bila tidak ada pertolongan dan perlindungan Allah SWT.

Kesadaran ini akan menjadikan kita memperbaiki diri dan selalu berdoa serta bergantung pada Allah SWT. Selain itu, ketika bertobat akan menjadikan diri kita rendah diri di hadapan Allah SWT dan rendah hati terhadap sesama. Hal inilah yang akan menjadikan kita mendapatkan pertolongan Allah SWT dan disukai serta dibantu sesama karena manusia sealalu memiliki perhatian dan ingin membantu orang-orang yang rendah hati.

Contoh nyata tobat sebagai sarana meraih kesuksesan dapat kita lihat dari kisah Nabi Yunus ketika beliau merasa gagal dan putus asa atas dakwah yang dilakukannya. Kisah ini tercantum dalam Alquran.

Allah berfirman: “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka, ia ditelan ikan besar dalam keadaan tercela. Maka, kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian, Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan ia dalam keadaan sakit.

Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada 100 ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS ash-Shaffat [37]: 139-148).

Untuk itu, bila kita mengalami kegagalan dalam meniti cita-cita, janganlah kita berputus asa. Namun, hendaknya kita bersegera bertobat karena ia sarana yang disediakan Allah SWT untuk meraih kesuksesan yang tertunda. Allahu’alam.

 

OLEH Moch Hisyam

REPUBLIKA

Berkah dalah Keberlimpahan

Hidup berkah berarti hidup yang senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah

 

Sering kali manusia silau dengan apa-apa yang melekat dalam kehidupan seseorang, umumnya karena dua hal, yakni kekuasaan dan harta.

Lalu, Qarun lengkap dengan segala perhiasannya keluar rumah menemui kaumnya. Kala itu orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia terkagum-kagum dan berkata: ‘mudah-mudahan kita diberi kekayaan seperti yang diberikan kepada Qarun, sejatinya ia adalah orang yang benar-benar mendapat keberuntungan besar’. (QS al-Qashas [28]:79).

Ayat di atas memberikan penjelasan penting bahwa manusia kerap salah mengorientasikan hi dup, rata-rata menilai harta kekayaan sebagai sum ber kebahagiaan. Karena itu, orang yang memiliki kekayaan banyak dinilai sebagai orang yang beruntung.

Adanya orang kaya itu perlu, tetapi menilai kekayaan sebagai keberuntungan itu jelas keliru. Pada dasarnya, keberuntungan hidup seorang Muslim bukan pada apa yang ada atau apa yang Allah titipkan kepadanya, melainkan apa yang ia kerjakan dalam kehidupan fana ini.

Jika harta kekayaan menjadikan seseorang bersikap seperti Khadijah ra, Abu Bakar ra, Utsman bin Affan ra, dan Abdurrahman bin Auf ra, insya Allah kekayaan sangatlah baik bahkan berkah. Tetapi, jika seperti Qarun, hidup semakin jauh dari keberkahan, bahkan Allah tenggelamkan ia bersama seluruh harta kekayaannya. (QS. 28: 81).

Lantas apa yang harus diupayakan oleh kaum Muslimin dalam kehidupannya, tidak lain adalah bagaimana mendapatkan hidup berkah. Secara bahasa, berkah berasal dari kata barakayabruku- burukan-wa barakatan, yang berarti kenikmatan dan kebahagiaan. Ibn Abbas ra menyatakan, berkah adalah keberlimpahan dalam setiap kebaikan. Tentu saja yang didasari iman dan takwa.

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada me reka berkah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa me re ka disebabkan perbuatannya.(QS al-A’raaf [7] : 96).

Dengan demikian, hidup berkah berarti hidup yang senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah, sehingga seseorang senantiasa diberi ke mam puan mengatasi masalah, hidup teratur dalam ibadah, mampu membangun keluarga sakinah, memberikan kemanfaatan bagi orang lain dan mendapatkan rezeki yang halal lagi baik (thayyiban).

Semua itu tidak akan diperoleh, kecuali oleh orang yang benar-benar beriman, bertakwa, dan beramal shaleh, serta tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan-Nya.

Artinya, hidup berkah membuahkan jiwa tauhid yang kuat, akidah yang kokoh, senantiasa ikhlas dan ridha dengan apa yang Allah tetapkan dalam hidupnya, serta ia benar-benar yakin dan mantap menja lani kehidupan yang semata-mata berorientasi mendapatkan ridha-Nya.

Indikasi konkretnya dapat kita lihat dalam diri masing-masing, apakah kala diri semakin pintar, semakin cerdas, semakin bertambah kekayaan, kita menjadi diri yang kian rajin sujud, semakin bisa menghargai orang lain, bahkan lebih jauh apakah kita semakin peduli terhadap agama dan semakin terdepan dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan umat manusia. Allahu a’lam.

 

Oleh: Imam Nawawi

REPUBLIKA

Amal Tak Memasukkan Seseorang ke dalam Surga

SESEORANG tidaklah memasuki surga melainkan dengan rahmat Allah. Sebagaimana pula disebutkan dalam hadits,

Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.”

Sedangkan firman Allah Taala, “Surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya”. Mungkin ayat ini dapat dipahami bahwa seseorang memasuki surga karena amalannya yaitu beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana mengkompromikannya?

Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:

  • Yang dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk surga karena amalan.
  • Amalan itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga. Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah, tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena sebab rahmat Allah bagi hamba-Nya.
  • Amalan hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab seseorang masuk ke dalam surga.
  • Amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah beri. Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan karunia Allah.

 

INILAH MOZAIK

2 Modal Meraih Surga

BAGAIMANAKAH luasnya surga? Lihatlah keterangan dalam ayat selanjutnya,

“Dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi”. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Jika lebar surga saja selebar langit dan bumi. Lantas bagaimanakah lagi dengan panjangnya.” Demikianlah luasnya surga. Namun sedikit yang mengetahui hal ini, sehingga lihatlah sendiri bagaimana dunia begitu dikejar dibanding akhirat. Padahal jauh sekali antara kenikmatan surga dibanding dunia.

Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Saad As Saidi, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.” Seharusnya kenikmatan di surga lebih semangat kita raih.

Modal surga adalah dengan beriman pada Allah dan Rasul-Nya. Iman yang dimaksud di sini mencakup iman yang pokok (ushulud diin) dan iman yang di luar pokok agama (furu). Dari sini, berarti bukan hanya ushulud diin saja yang wajib diimani. Namun pada perkara yang di luar pokok agama jika telah sampai ilmunya pada kita, wajib pula diimani.

Contohnya, kita punya kewajiban beriman pada hari akhir secara umum. Namun jika datang ilmu mengenai perinciannya seperti di antara tanda datangnya kiamat adalah munculnya Dajjal, maka ini juga patut diimani.

 

INILAH MOZAIK

Siapa itu Wahabi?

ISTILAH Wahabi sebenarnya bukan istilah baku dalam literatur Islam. Dan penisbahan istilah wahabi kepada sebagian umat Islam pun kurang objektif. Meski istilah `wahabi` bila kita runut dari asal, memang mengacu kepada tokoh ulama besar di tanah Arab yang bernama lengkap Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al-Najdi (1115-1206 H atau 1703-1791 M). Namun para pendukung dakwah beliau umumnya menolak bila dikatakan bahwa gerakan mereka adalah gerakan wahabiyah. Justru mereka lebih sering menggunakan istilah ahlisunnah wal jamaah atau dakwah salafiyah.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir di ‘Uyainah dan belajar Islam dalam mazhab Hanbali. Beliau telah menghafal Alquran sejak usia 10 tahun. Dakwah beliau banyak disambut ketika beliau datang di Dar`iyah, bahkan beliau dijadikan guru dan dimuliakan oleh penguasa setempat saat yaitu pangeran (amir) Muhammad bin Su`ud yang berkuasa 1139-1179. Oleh amir, dakwah beliau ditegakkan dan akhirnya menjadi semacam gerakan nasional di seluruh wilayah Saudi Arabia hingga hari ini.

Pokok Ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab

Sosok Muhammad bin Abdul Wahhab menjadi pelopor gerakan ishlah (reformasi). Sosok beliau muncul menjelang masa-masa kemunduran dan kebekuan berpikir pemikiran dunia Islam, yaitu sekitar 3 abad yang lampau atau tepatnya pada abad ke-12 hijriyah. Dakwah ini menyerukan agar akidah Islam dikembalikan kepada pemurnian arti tauhid dari syirik dengan segala manifestasinya.

Sementara fenomena umat saat itu sungguh memilukan. Mereka telah menjadikan kuburan menjadi tempat pemujaan dan meminta kepada selain Allah. Kemusyrikan telah merajalela dan merata di hampir semua penjuru negeri. Bid`ah, khurafat dan takhayyul menjadi makanan sehari-hari. Dukun berkeliaran ke sana ke mari, ramalan-ramalan dari setan sangat digemari, sihir menjadi aktifitas umat, ilmu gaib seolah menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam kehidupan umat Islam.

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab saat itu bangkit mengajak dunia Islam untuk sadar atas kebobrokan akidah ini. Beliau menulis beberapa risalah untuk menyadarkan masyarakat dari kesalahannya. Salah satunya adalah kitabut-tauhid, yang hingga kini masih menjadi rujukan banyak ulama di bidang akidah.

Dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini kemudian melahirkan gerakan umat yang aktif menumpas segala bentuk khurafat, syirik, bid`ah dan beragam hal yang menyeleweng dari ajaran Islam yang asli. Mereka melarang membangun bangunan di atas kuburan, juga mengharamkan untuk menyelimuti kuburan atau memasang lampu di dalamnya. Mereka juga melarang orang meminta kepada kuburan, orang yang sudah mati, dukun, peramal, tukang sihir dan tukang teluh. Mereka juga melarang tawassul dengan menyebut nama orang saleh seperti kalimat bi jaahirrasul atau keramatnya syeikh Fulan dan Fulan.

Dakwah beliau lebih tepat dikatakan sebagai dakwah salafiyah. Dakwah ini telah membangun umat Islam di bidang akidah yang telah lama jumud (beku) akibat kemunduran akidah umat. Dakwah beliau sangat memperhatikan pengajaran dan pendidikan umum serta merangsang para ulama dan tokoh untuk kembali membuka literatur kepada buku induk dan maraji` yang mu`tabar, sebelum menerima sebuah pemikiran. Sebenarnya mereka tidak pernah mengharamkan taqlid, namun meminta agar umat ini mau lebih jauh meneliti dan merujuk kembali kepada nash-nash dan dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam serta pendapat para ulama salafus shalih.

Di antara tokoh ulama salaf yang paling sering mereka jadikan rujukan adalah:
a. Imam Ahmad ibn Hanbal (164-241 H)
b. Ibnu Taimiyah (661-728 H)
c. Muhammad Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (669-751 H)

Oleh banyak kalangan, gerakan ini dianggap sebagai pelopor kebangkitan pemikiran di dunia Islam, antara lain gerakan Mahdiyah, Sanusiyah, Pan Islamisme-nya Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh di Mesir dan gerakan lainnya di benua India. Paling tidak, masa hidup Muhammad bin Adbul Wahhab lebih dahulu dari mereka semua. Dalam penjulukan yang kurang tepat, gerakan ini sering dijuluki dengan wahabi. Namun istilah ini tidak pernah diterima oleh mereka yang ikut mengembangkan dakwah salafiyah.

Demikian sekelumit tentang gerakan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka dengan demikian, sesungguhnya dakwah ini juga dakwah ahlisunnah wal jamaah. Sebab tetap berpegang kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga para jemaah (sahabat ridhwanullahi ‘alaihim). Para pendiri dakwah ini umunya bermazhab fiqih dengan mazhab Al-Hanabilah, jadi tidak benar kalau dikatakan mereka anti mazhab. Namun memang mereka tidak selalu terikat dengan mazhab tersebut dalam fatwa-fatwanya. Terutama bila mereka menemukan dalil yang lebih rajih. Oleh karena itu dakwah mereka sering disebut La Mazhabiyyah, namun sebenarnya lebih kepada masalah ushul, sedangkan masalah furu`nya, mereka tetap pada mazhab Al-Hanabilah.

Dakwah ini jelas-jelas sebuah dakwah ahlisunnah wal jamaah serta berpegang teguh dengannya. Mereka menyeru kepada pemurnian tauhid dengan menuntut umat agar mengembalikan kepada apa yang dipahami oleh umat Islam generasi pertama. Sedangkan bila dikatakan bahwa dakwah ini mengharamkan ziarah kubur, sebenarnya tidak juga. Sebab mereka pun mengakui bahwa ziarah kubur itu ada masyru’iyahnya dari syariat Islam. “Dahulu Aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) melarang kalian ziarah kubur, namun sekarang silahkan berziarah kubur.” (HR Muslim dan merupakan hadits Shahih dan terdapat dalam syarah imam Nawawi)

Hanya saja mereka agak lebih berhati-hati, agar jangan sampai niat ziarah yang baik itu dirusak dengan praktek-praktek yang diharamkan. Seperti meminta doa dari ahli kubur, meminta keberkahan, minta diselamatkan, minta dilindungi, minta jodoh, rezeki dan sebagainya. Sebenarnya praktek seperti inilah yang mereka takutkan. Dan memang praktek seperti ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebab tempat meminta itu hanya kepada Allah Ta’ala saja, bukan kepada kuburan.

Yang Berlebihan

Memang ada sebagian dari orang yang mengaku sebagai penerus dakwah wahabi, namun berperilaku agak kurang bijak. Namun kami menganggap ini sebagai kasus yang bersifat pribadi. Misalnya sering kita dengar adanya makian dan umpatan dari mereka kepada orang-orang yang masih awam, atau tuduhan sebagai ahli bid’ah. Sayangnya semua itu dilakukan di muka umum, atau di pengajian-pengajian, bahkan termasuk di situs-situs yang dibaca orang secara umum.

Padahal mungkin maksudnya baik, namun ketika caranya dilakukan dengan cara yang kurang simpatik, justru orang-orang semakin menjauh. Pakar ilmu jiwa mengatakan bahwa untuk mengubah sikap dan tindakan seseorang, tidak harus selalu dengan cara hukuman, cacian, ejekan atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Sebab secara fitrah, seorang yang dipojokkan dan diperlakukan dengan cara kurang menyenangkan justru akan melakukan resistensi. Alih-allih mau mendengarkan nasihat, malah akan semakin menjauh.

Mungkin kalau diterapkan cara ‘kasar’ seperti itu kepada orang arab di padang pasir yang punya karakter tertentu, bisa efektif. Kira-kira sama perlakuan kita kepada unta, bila dipukul baru mau jalan. Tetapi umat Islam di luar padang pasir itu bukan unta. Mereka adalah manusia yang harus dihormati dan dihargai perasaaan dan harga dirinya.

Mengapa tidak digunakan bahasa yang lembut, simpatik, sopan dan manusiawi? Mengapa harus dengan cara mencaci maki dan menyinggung perasaan orang? Mengapa harus mengatai-ngatai para ulama yang kebetulan berbeda pendapat dengannya dengan gelar paling buruk? Seperti menulis buku tentang Dr. Yusuf Al-Qardawi yang disebut dalam judulnya sebagai ‘anjing’ (maaf)? Padahal bukankah tujuannya untuk berdakwah?

Tindakan konyol seperti ini jelas tidak akan mengundang simpati umat Islam, bahkan akan semakin mencoreng nama Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri. Dan yang pasti, ulama sekelas beliau pasti tidak suka melihat pengikutnya bersikap memalukan seperti itu. Namun sekali lagi kami tegaskan bahwa akhlak buruk seperti ini bukan cerminan dakwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Namun hanya kasus yang mungkin terjadi pada siapa pun juga.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

INILAH MOZAIK

Memahami Ilmu Tarikh

Ketika belajar di pondok pesantren salaf, salah satu mata pelajaran yang diajarkan, yakni tarekh. Tak hanya di pondok pesantren, ilmu tarekh atau tarikh juga menjadi salah satu mata pelajaran wajib di lembaga pendidikan Islam.

Tarikh secara bahasa berarti ketentuan waktu. Secara pengertian tarikh adalah ilmu yang menggali peristiwa-peristiwa masa lampau agar tidak dilupakan. Ilmu tarikh sepadan dengan pengertian ilmu sejarah pada umumnya.

Awalnya, tarikh bermakna penetapan bulan kemudian meluas menjadi kalender dalam pengertian umum. Dalam perkembangan selanjutnya, tarikh bermakna pencatatan peristiwa. Semakin maju, ilmu tarikh menjadi lebih luas dan beragam sesuai dengan perkembangan teknologi pencatatan itu sendiri.

Beberapa pembagian ilmu tarikh, di antaranya peristiwa sejarah secara umum, seperti Tarikh at-Tabari, Tarikh Ibn Asr, kemudian biografi seperti Mu’jam Ibnu Khallikan, pembukuan peristiwa tahun demi tahun (hauliyyat), pembukuan berita-berita secara kronologis (khabar), dan silsilah.

Kedudukan ilmu tarikh pada awalnya bukan menjadi perhatian utama para ulama. Baru antara tahun 170-194 H, saat ulama dan pemikir Islam mengenal klasifikasi ilmu, ilmu tarikh mulai dimasukkan sebagai salah satu cabang ilmu. Meskipun saat itu ilmu tarikh tidak berdiri sendiri namun masih menjadi bagian dari ilmu lain.

Para ulama juga tidak sama memandang klasifikasi ilmu tarikh. Misalny, Ibnu Nadim dalam al-Fihrist menempatkan ilmu tarikh di antara bab-bab mengenai bahasa Arab dan sastra. Al-Khawarizmi menempatkan ilmu tarikh sebagai bagian dari enam pengetahuan ilmu agama, yakni fikih, akidah, bahasa Arab, menulis, sastra, dan khabar.

Dalam kitab Rasail Ikhwani as-Safa ilmu biografi dan tarikh dipandang sebagai ilmu dasar sederajat dengan menulis, membaca, bahasa Arab, dan puisi. Ilmu yang lebih tinggi dari itu merupakan ilmu agama. Ibnu Hazm dalam Maratib al-Ulim wa Kaifiyyah Talabuha bahkan memasukkan tarikh ke kurikulum persiapan dari ilmu fisika, matematika, dan linguistik.

Ilmu tarikh yang terus berkembang tidak lepas dari beberapa dorongan. Alquran banyak menyajikan kisah-kisah yang bertujuan dijadikan teladan bagi manusia. Selain itu, ada perintah untuk memperhatikan tarikh sebagai pelajaran. Seperti, dalam surah ar-Ruum ayat 9. “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat oleh orang-orang sebelum mereka…”

Kemudian, adanya kebutuhan untuk menghimpun hadis karena ajaran Islam yang terkandung di dalam Alquran mengenai ibdah dan muamalat masih bersifat umum. Penulisan hadis merupakan perintis jalan menuju perkembangan ilmu tarikh. Setelah muncul ilmu hadis, muncul juga metode kritik hadis untuk menyeleksi hadis yang benar dan salah.

Metode kritik ini juga menjadi metode kritik tarikh paling awal. Kemudian, adanya kitab-kitab as-Sirah (biografi Nabi Muhammad SAW) oleh para ulama hadis agar keteladanan Nabi bisa diikuti oleh umat Islam. Sejak itu, penulisan tarikh semakin berkembang.

Pada masa sebelum Islam dan awal kebangkitan Islam, para sahabat belum menulis tarikh. Semua peristiwa sejarah dan hadis disimpan dalam ingatan dan disebutkan berulang karena mereka menganggap kemampuan mengingat lebih terhormat.

Hadis Nabi, biografi, dan keadaan tertentu untuk tujuan agama baru ditulis pada akhir abad ke-1 H dan awal abad ke-2 H setelah wilayah kekuasaan Islam meluas. Masa itu disebut sebagai awal penulisan tarikh Islam. Perkembangan ilmu tarikh mencapai puncaknya pada abad ke 9 dan 10 pada Dinasti Abbasiyah.

Pada awal abad ke-3 H, penulisan tarikh di dunia Islam berkembang pesat didorong oleh penggunaan kertas yang diprodukasi di Baghdad pada 795 M. Pada masa itu sejarawan Muslim mulai menulis tarikh umum. Memasuki abad ke-4 perhatian sejarah lebih diarahkan pada tarikh politik daripada agama. Tarikh politik menjadi alat propaganda dan objektivitasnya mulai berkurang karena kebanyakan ditulis dari kalangan istana.

Tiga Olahraga Warisan Islam

Banyak Muslim tidak menyadari betapa besarnya kontribusi Islam di masa lalu bagi pengembangan olahraga. Islam menganjurkan penganutnya untuk berbadan sehat. Salah satunya dengan berolahraga, seperti berenang, berkuda, dan memanah. Kata Arab untuk olahraga adalah riyadhah. Menarik untuk dicatat bahwa kata yang sama digunakan untuk matematika dan tasawuf.

Olahraga dalam Islam berkaitan dengan melatih tubuh, pikiran, dan jiwa. Ketika Muslim mencapai Spanyol, Sisilia, Istanbul (Konstantinopel) dan belahan dunia lainnya, mereka menghentikan semua olahraga yang menyebabkan para pemain terluka, seperti gladiator dan sejenisnya. Tiga olahraga warisan Islam adalah sebagai berikut.

Catur

Selama bertahun-tahun, catur telah menjadi bagian penting sejarah sepanjang era Muslim. Menurut bu ku sejarah dan sastra, catur sangat terkenal di kalangan elite masyarakat Arab. Pangeran, khalifah, penu lis, ahli bahasa, penyair, dan dokter, menguasai permainan itu.Mereka yang menyukai itu termasuk pendiri dinasti Ayyubiyah, Salahudin al-Ayubi, khalifah Harun ar- Rasyid, al-Mu’tadi, al-Mu’taz, dan penyair Miti bin Iyas.

Selain itu, Arib al-Ma’muniyya dikenal segaian wanita yang pandai bermain catur. Beberapa sejarawan mengata kan bahwa dia adalah anak perempuan Jafar al- Barma ki. Dia diculik saat masih muda dan Khalifah al-Ma’mun membebaskannya.

Memanah

Nabi Muhammad dikenal sebagai pemanah andal. Tiga busurnya masih tersimpan di museum Top- kapi di Istambul. Dalam praktik memanah, area antara garis tembak dan target dianggap suci. Seseorang harus cermat dan pandai menyiasati keadaan sebelum melepaskan anak panah. Tentu saja seorang pemanah harus mampu mengukur arah angin dan ketepatan sasaran tembak. Pertimbangan yang cermat dan tepat akan menentukan kemana anak panah akan menancap.

Kung Fu Muslim

Proses islamisasi berlangsung dalam penyelenggaraan seni bela diri di negara-negara Muslim Asia Tenggara. Kung fu di kalangan umat Islam Cina mudah terlihat di Qing Zhen Siatau kuil suci dan kebenaran (masjid). Masyarakat di dalamnya berkomunikasi dengan bahasa Arab. Kalimat bismillah akan digunakan untuk memulai sebuah tindakan, bukannya membungkuk atau berteriak Kiai, seperti yang orang Jepang lakukan untuk membangkitkan semangat.

Kungfu dipraktikkan oleh Muslim Hui dan menjadi bagian dari kuri kulum, kehidupan sosial, dan kehidupan madrasah mereka, terutama saat perayaan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, dan Maulid Nabi. Komunitas Hui berkumpul di halaman Masjid untuk perayaan dan dihibur oleh demonstrasi dan pameran Wu Shu setelah shalat.

 

Oleh Ratna Ajeng Tejomukti

REPUBLIKA

Beras dalam Ekspansi Kekuasaan Islam

Oryza sativa (padi) memulai per jalanan panjangnya ke Ita lia dari tempat asalnya dibudidayakan di Cina dan Asia Timur sekitar tahun 6.000 SM. Dari Asia Timur dan Cina, padi lalu menyebar ke India dan Asia Tenggara. Di duga, orang-orang Persia yang membawa padi ke Timur Tengah. Dari Timur Tengah, padi kemudian diseberangkan ke Mesir sekitar 600 M.

Pada abad ketujuh dan delapan Masehi, padi turut serta dibawa dalam ekspansi kekuasaan Islam ke Afrika Utara, Spanyol selatan (Andalusia), lalu ke Pulau Sisilia, Prancis, Portugal, barulah ke Italia. Namun, di utara Italia, keberadaan padi bertahan lebih lama dibandingkan tempat lain di Mediterania. Padi ikut mengubah lanskap, ekonomi, kawasan, dan tentunya kuliner warga setempat.

Padi tak sampai Mediterania sebatang kara. Orang-orang Arab juga mengenalkan lemon, jeruk, terung, tebu, delima, semangka, tin, dan rempah-rempah. Padi pun sebenarnya bukan barang baru. Bangsa Romawi sudah mengenal pa di dan beras, tapi hanya sebatas barang impor mahal untuk kebutuhan pengobatan. Di area basah seperti Valensia, orang-orang Arab dari Andalusia membangun sekitar 800 noria (kincir air). Sejak itu, padi menjadi salah satu komoditas pertanian yang berkembang di sana.

Seorang ahli pertanian di Sevilla pada abad ke-12, Ibrahim al-Awwam, dalam bukunya ber judul Kitab al-Filaha (Buku Pertanian) me nu lis tentang musim tanam padi, termasuk iri gasi dan drainase yang dibutuhkan, pemeri ha raan dari hama, cara panen, hingga penyim pa nannya. Al-Awwam juga menulis, cara terbaik un tuk memasak beras adalah dengan menam bahkan mentega, minyak, lemak, dan susu ke da lamnya. Catatan itu adalah referensi awal ca ra memasak nasi di kawasan Mediterania kala itu.

Menyusul penaklukan Islam atas Sisilia pada abad kesembilan, padi tumbuh dan diekspor dari sana pada abad ke-10. Meski risiocultura (aktivitas menanam padi) perlahan hilang dari Sisilia, produksinya berpindah dan ber tahan ke utara, ke tempat yang lebih lembap dan subur di dataran Vercelli.

 

REPUBLIKA

Teladan Imam Syafii, Berharap Pahala Bukan Pujian

Ar-Rabi bin Sulaiman berkata, “Aku mendengar Asy Syafii berkata, “Aku ingin bahwasanya manusia mempelajari ilmu ini dan tidak dinisbatkan kepadaku sedikitpun darinya.” Ar-Rabi juga menuturkan, “Aku masuk menemui Asy-Syafii ketika ia sakit, lantas ia menanyakan keadaan sahabat-sahabat kami, lalu ia berkata, Hai anakku, sungguh aku sangat ingin, bahwasanya manusia semuanya mempelajari maksudnya kitab-kitabnya dan tidak dinisbatkan kepadaku sedikitpun darinya.”

Dari Harmalah ia berkata, “Aku mendengar Asy Syafii berkata, “Aku ingin bahwasanya setiap ilmu yang kuajarkan kepada kepada manusia aku diberi pahala atasnya dan mereka tidak memujiku.” (Hilyatul Awliya oleh Abu Nuaim: 9/118)

Semoga Allah merahmatimu wahai Imam Asy Syafii. Perjuangannya untuk membela dan menyebarkan sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallama sehingga ia digelari Naashirus Sunnah (pembela sunnah). Perjuangannya membukukan sendi-sendi ilmu ushul fiqh untuk pertama kali dalam sejarah, sehingga terbukalah kunci-kunci ilmu fiqh bagi orang-orang sesudahnya. Namun ia tidak ingin orang memujinya, tidak ingin manusia menyebut-nyebut jasanya sedikitpun. Demikianlah ketulusan para ulama, jauh dari keinginan tenar dan tersohor, jauh dari ujub dan sumah.

Adapun penuntut ilmu hari ini. Tidak sedikit yang bangga hanya karena menulis satu, dua atau beberapa artikel yang itupun isinya mencomot (copy paste) dari sana dan sini. Bangga karena gelar kesarjanaan yang telah diraih. Semoga Allah Taala melimpahkan kepada kita keikhlasan dalam beramal, dan menjauhkan kita dari penyakit riya, ujub dan hubbusy syuhrah (cinta ketenaran) , amin. [Ustadz Abu Zubair Al-Hawary, Lc.]

 

INILAH MOZAIK

Doa pada Musim Hujan

Musim hujan telah tiba. Dengan hujan, Allah menyuburkan tanaman-tanaman yang dibutuhkan manusia dan semua makhluk yang hidup di bumi, menumbuhkan pepohonan dan buahbuahan serta biji tanaman yang dibutuhkan manusia. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman, “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan bijibiji tanaman yang diketam.” (QS Qaaf [50] : 9).

Selain membawa kebaikan bagi kehidupan, pada musim hujan, berbagai hal yang tidak kita inginkan pun bisa terjadi, seperti banjir bandang, tanah longsor, pohon tumbang, petir menyambar, dan angin beliung yang merusak.

Hujan yang pada awalnya menjadi sumber air dan pembawa rahmat (QS al-An’am [6]: 99) bisa berubah menjadi banjir bandang (QS al-Baqarah [2]: 59), angin yang pada awalnya berperan dalam proses penyerbukan tumbuhan (QS al-Kahfi [18]: 45) dan mendistribusikan awan (QS al-Baqarah [2]: 164) tiba-tiba berubah menjadi puting beliung yang meluluhlantakkan (QS Fushshilat [41]: 16), dan laut yang pada awalnya jinak (QS al-Hajj [22]: 65) tiba-tiba berubah menjadi tsunami yang meng gulung apa saja yang dilaluinya (QS at-Takwir [81]: 6).

Berkaitan datangnya musim hujan dan berbagai hal buruk yang mungkin terjadi, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan—selain usaha secara manusiawi—Nabi SAW memberikan panduan doa pada musim hujan. Doa sebagai senjata bagi Mukmin (HR Abu Ya’la), dan doa di saat hujan tidak akan tertolak (Mustadrak Hakim).

Pertama, doa saat ada angin kencang. “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang terkandung padanya serta kebaikan apa yang dibawanya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejeleken yang ada padanya dan kejelekan apa yang dibawanya.” (HR Bukhari dan Tirmidzi).

Kedua, doa jika mendengar petir. Nabi SAW pernah ditanya tentang petir, Nabi menjawab, “Petir adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.”

Doa ketika mendengar petir, “Mahasuci Allah yang petir bertasbih dengan memuji-Nya, begitu juga para malaikat, karena takut kepada-Nya.” (Shahih Mauquf al- Muwatha).

Ketiga, doa ketika turun hujan. Ketika turun hujan, Nabi SAW memberikan tuntunan doa, “Allahumma shayyiban nafi’an (Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat).” (HR Bukhari).

Keempat, doa apabila terjadi hujan lebat. “Allahumma hawaalaina walaa ‘alaina, Allahumma ‘alal aakami, wadzadziraabi, wa buthuni audiyati, wa manaabitisy syajari (Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turunkanlah hujan di dataran tinggi, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan).” (HR Bukhari dan Muslim).

Kelima, doa usai turun hujan. Dalam hal ini, usai turun, hujan Nabi SAW bersabda, “Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.” (HR Bukhari dan Muslm).

Semoga Allah melindungi kita dari berbagai hal buruk yang tidak kita inginkan terjadi dan menjadikan hujan sebagai rezeki yang memberikan manfaat bagi kehidupan. Amin.

 

 Oleh: Imam Nur Suharno