Santun Berpakaian

Islam memandu perempuan untuk berlaku santun, baik santun dalam berpakaian maupun bertingkah laku. Oleh karena itu, perempuan didorong untuk melepaskan diri dari jebakan tabarruj. Menurut Haya binti Mubarok al-Barik, tabarruj adalah menampakkan hal yang seharusnya tertutup di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya.

Perbuatan itu meliputi menampakkan perhiasan yang dipakainya dan bagian-bagian dari diri perempuan yang menawan hati orang lain. Dalam pandangan Syekh al-Maududi, jika dikaitkan dengan perempuan, tabarrujberarti menampakkan keelokan wajah dan bagian tubuh yang membangkitkan berahi di hadapan laki-laki bukan muhrim.

Islam memandu perempuan untuk berlaku santun, baik santun dalam berpakaian maupun bertingkah laku. Oleh karena itu, perempuan didorong untuk melepaskan diri dari jebakan tabarruj. Menurut Haya binti Mubarok al-Barik, tabarruj adalah menampakkan hal yang seharusnya tertutup di hadapan laki-laki yang bukan muhrimnya.

Perbuatan itu meliputi menampakkan perhiasan yang dipakainya dan bagian-bagian dari diri perempuan yang menawan hati orang lain. Dalam pandangan Syekh al-Maududi, jika dikaitkan dengan perempuan, tabarruj berarti menampakkan keelokan wajah dan bagian tubuh yang membangkitkan berahi di hadapan laki-laki bukan muhrim.

REPUBLIKA

Awas, Jangan Berteman dengan 5 Macam Manusia Ini

SAYYIDINA Husein bin Ali pernah berwasiat kepada putranya, “Wahai anakku, perhatikanlah lima macam manusia ini. Lalu janganlah engkau berteman dengan mereka.”

“Siapa mereka wahai ayahku, beritahukan kepadaku,” tanya sang anak.

“Janganlah engkau berteman dengan pembohong karena ia seperti fatamorgana. Mendekatkan yang jauh darimu dan menjauhkan yang dekat.Janganlah engkau berteman dengan seorang fasiq (ahli maksiat). Karena ia bisa menjualmu dengan sesuap makanan, bahkan lebih sedikit dari itu.

Janganlah engkau berteman dengan seorang yang bakhil (kikir). Karena ia akan menjerumuskanmu dengan hartanya disaat engkau sangat membutuhkannya.

Janganlah engkau berteman dengan orang dungu. Karena ia ingin memberi manfaat untukmu tapi malah menyusahkanmu.

Dan janganlah engkau berteman dengan orang yang memutus silaturahmi. Karena aku menemukan (pemutus tali silaturahmi) sebagai orang-orang yang terlaknat di dalam Al-Quran di tiga tempat,

“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang Dikutuk Allah..” (QS.Muhammad:22-23)

“Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang Diperintahkan Allah agar disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS.Ar-Rad:25)

“(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang Diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS.Al-Baqarah:27)

Mari kita lebih berhati-hati untuk memilih teman dan jangan lupa untuk mengingatkan kepada keluarga dan anak-anak kita. Karena kepribadian seseorang sangat bergantung dengan siapa ia berteman. []

Allah Mengampuni Niat Buruk Hamba-Nya

SESUNGGUHNYA bisikan setan yang jahat sangat halus. Rasulullah Saw bersabda, “Allah akan memaafkan angan-angan (niat) buruk manusia selama tidak mengatakannya atau mengerjakannya.”

Rasulullah mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah berfirman kepada para malaikat pencatat amal, “Apabila hamba-Ku berniat melakukan kejahatan, janganlah kamu mencatatnya sampai ia melakukan niat jahatnya itu. Apabila hamba-Ku berniat melakukan kebaikan dan lalu melakukannya, maka tulislah sepuluh kebaikan untuknya.”

Dari keterangan tersebut, jelaslah bahwa niat melakukan kejahatan akan dimaafkan selama seseorang tidak mengerjakannya. Dan, sebaliknya, apabila seseorang berniat melakukan kebajikan namun belum atau tidak sempat berbuat kebajikan itu, maka ia sudah mendapat satu pahala kebaikan, dan kalau kebajikan itu jadi dikerjakan maka ia mendapat sepuluh bahkan tujuh ratus pahala, tergantung pada jenis kebajikannya.

Ada sebuah hadis nabi mengatakan bahwa Allah berfirman, “Aku mengampuni orang yang berniat melakukan kejahatan namun tidak jadi melakukan kejahatan itu.” Allah Swt berfirman, “Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau menyembunyikannya, niscaya Allah akan memperhitungkan perbuatan kamu itu.” (Qs al-Baqarah [2]: 284).

Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Qs al-Isra’ [17]: 36).

Dengan demikian, jelas bahwa segala perbuatan hati akan diperhitungkan atau dihisab dan tidak ada satu pun yang terlewatkan. Firman Allah lainnya, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi allah menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang disengaja untuk bersumpah oleh hatimu.” (Qs al-Baqarah [2]: 225)[Imam Al-Ghazzali]

Istri Harus Taat Suami atau Orang Tua?

Suatu saat, dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA dikisahkan—sebagian ahli hadis menyebut sanadnya lemah—, tatkala sahabat bepergian untuk berjihad, ia meminta istrinya agar tidak keluar rumah sampai ia pulang dari misi suci itu.

Di saat bersamaan, ayah anda istri sedang sakit. Lantaran telah berjanji taat kepada titah suami, istri tidak berani menjenguk ayahnya.

Merasa memiliki beban moral kepada orang tua, ia pun mengutus seseorang untuk menanyakan hal itu kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Taatilah suami kamu.” Sampai sang ayah menemui ajalnya dan dimakamkan, ia juga belum berani berkunjung. Untuk kali kedua, ia menanyakan perihal kondisi nya itu kepada Nabi SAW.

Jawaban yang sama ia peroleh dari Rasulullah, “Taatilah suami kamu.” Selang berapa lama, Rasulullah mengutus utusan kepada sang istri tersebut agar memberitahukan Allah telah mengampuni dosa ayahnya berkat ketaatannya pada suami.

Kisah yang dinukil oleh at-Thabrani dan divonis lemah itu, setidaknya menggambarkan tentang bagaimana seorang istri bersikap. Manakah hak yang lebih didahulukan antara hak orang tua dan hak suami, tatkala perempuan sudah menikah. Bagi pasangan suami istri, ‘dialektika’ kedua hak itu kerap memicu kebingungan dan dilema.

Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al Jami’ fi Fiqh An Nisaa’ mengatakan seorang perempuan, sebagaimana laki-laki, mempunyai kewajiban sama berbakti terhadap orang tua. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA menguatkan hal itu. Penghormatan terhadap ibu dan ayah sangat ditekankan oleh Rasulullah.

Mengomentari hadis itu, Imam Nawawi mengatakan hadis yang disepakati kesahihannya itu memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat. Dan, yang paling berhak mendapatkannya adalah ibu, lalu bapak. Kemudian disusul kerabat lainnya.

Namun, menurut Syekh Yusuf al- Qaradhawi dalam kumpulan fatwanya yang terangkum di Fatawa Mu’ashirah bahwa memang benar, taat kepada orang tua bagi seorang perempuan hukumnya wajib. Tetapi, kewajiban tersebut dibatasi selama yang bersangkutan belum menikah.

Bila sudah berkeluarga, seorang istri diharuskan lebih mengutamakan taat kepada suami. Selama ke taatan itu masih berada di koridor syariat dan tak melanggar perintah agama.

Oleh karena itu, imbuhnya, kedua orang tua tidak diperkenankan mengintervensi kehidupan rumah tangga putrinya. Termasuk memberikan perintah apa pun padanya. Bila hal itu terjadi, merupakan kesalahan besar. Pasca menikah maka saat itu juga, anaknya telah memasuki babak baru, bukan lagi di bawah tanggungan orang tua, melain kan menjadi tanggung jawab suami.

Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan se ba hagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita). (QS an-Nisaa’ [4]: 34).

Meski demikian, kewajiban menaati suami bukan berarti harus memutus tali silaturahim kepada orang tua atau mendurhakai mereka. Seorang suami dituntut mampu menjaga hubungan baik antara istri dan keluarganya. Ikhtiar itu kini—dengan kemajuan teknologi—bisa diupayakan sangat mudah. Menyambung komunikasi dan hubungan istri dan keluarga bisa lewat telepon, misalnya.

Alqaradhawi menambahkan, di antara hikmah di balik kemandirian sebuah rumah tangga ialah meneruskan estafet garis keturunan. Artinya, keluarga dibentuk sebagai satu kesatuan yang utuh tanpa ada intervensi pihak luar. Bila selalu ada campur tangan, laju keluarga itu akan tersendat.

Sekaligus menghubungkan dua keluarga besar dari ikatan pernikahan. Allah SWT berfirman, “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Mahakuasa.” (QS al-Furqan [25]: 54).

Ia menyebutkan beberapa hadis lain yang menguatkan tentang pentingnya mendahulukan ketaatan istri kepada suami dibandingkan orang tua. Di antara hadis tersebut, yaitu hadis yang diriwa yatkan oleh al-Hakim dan ditashih oleh al-Bazzar.

Konon, Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah, hak siapakah yang harus diutamakan oleh istri? Rasulullah menjawab, “(hak) suaminya.” Lalu, Aisyah kembali bertanya, sedang kan bagi suami hak siapakah yang lebih utama? Beliau menjawab, “(hak) ibu nya.”

Kemenag Kaji Masa Tinggal di Hotel Transit dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus

Bandung (Kemenag) — Kementerian Agama akan mengkaji masa tinggal di hotel transit dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus. Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Umrah dan Haji Khusus Mulyo Widodo saat ditemui di sela-sela kegiatan Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus 1439H/ 2018M mengatakan bahwa ada beberapa Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang melebihi batas masa tinggal di hotel transit dengan argumentasi efisiensi.

“Kita dorong agar masa tinggal di hotel transit lebih singkat dibanding di hotel,” ujar Widodo, Kamis (18/10).

Menurut Widodo, idealnya masa tinggal di hotel transit tidak boleh lebih dari lima hari. Jika melebihi dari batas tinggal itu, Kemenag akan melakukan pemanggilan dan teguran terhadap PIHK. Ia mengatakan bahwa sejauh ini, pihak Kemenag telah memberikan teguran secara lisan kepada lima PIHK.

“Dalam evaluasi penyelenggaraan ibadah haji khusus ini kita akan mengkaji apakah sistem hotel transit akan ditiadakan atau tetap diberlakukan,” ujar Widodo.

Ia menambahkan bahwa selain hotel transit, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh PIHK antara lain ketentuan bahwa setiap 90 orang jamaah harus di dampingi seorang dokter. Kemudian dari sisi pembimbing ibadah, PIHK wajib menyertakan pembimbing ibadah dalam setiap perjalanan ibadah haji khusus.

Widodo menegaskan apabila ketentuan-ketentuan tersebut dilanggar, maka Kemenag akan menegur PIHK tersebut. Oleh karenanya, ia menganggap penting adanya evaluasi penyelenggaraan haji khusus yang kali ini digelar di Bandung. Peserta dalam evaluasi pelaksananaan haji khusus terdiri dari para kepala bidang haji dari 34 kanwil kemenag provinsi di Indonesia, 214 orang Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), serta 12 orang peserta pusat.

Widodo mengatakan bahwa meski sebenarnya penyelenggaraan ibadah haji khusus merupakan agenda tahunan, namun Kemenag senantiasa mengedepankan sisi perlindungan jamaah.

“Bagaimana jamaah itu pada saat berada di Arab Saudi, mereka nyaman, mendapatkan pelayanan yang baik, tapi alhamdulillah untuk tahun ini dari sisi jamaah juga menyatakan telah lebih baik dari tahun sebelumnya,” ujarnya.

“Tentu untuk aspek pelayanan ini, kami ingin meningkatkan bagaimana yang terbaik,” pungkasnya.

 

KEMENAG RI

Urgensi Malu untuk Muslimah

Sifat malu bagi perempuan adalah perhiasan, kehormatan, sekaligus jati diri yang utama. Karena, pada hakikatnya para kaum Hawa memiliki peran strategis dan krusial di tengah-tengah peradaban.

Luhur tidaknya sebuah komunitas masyarakat dan bangsa turut ditentukan oleh sejauh mana tingkat kesalehan para wanitanya. Dan, sejarah Islam membuktikan, kegemilangan peradaban Islam ditopang oleh akhlak dan kemuliaan para perempuan.

Demikian, ujar Syekh Muhammad bin Musa as-Syarif, dalam karyanya yang berjudul Haya’ al-Mar’ah Ushamh wa Unutsah wa Zinah. Serangan bertubi-tubi dunia luar, pada intinya mencoba untuk merobohkan sedikit demi sedikit kemuliaan perempuan, termasuk memudarkan sifat malu, lewat gaya hidup, efek negatif dari keterbukaan informasi, hingga melibatkan propaganda budaya.

Padahal, bandingkan para perempuan di era awal, terkenal teguh menerapkan sifat malu. Lihatlah sikap yang ditunjukkan oleh putri dari Abu Bakar, yaitu Asma’. Suatu ketika, ia pernah menghindar lantaran malu bertemu segerombol sahabat dari kalangan Anshar. Rasulullah SAW pun menyarankannya agar mengambil arah lain.

Maka, hiasilah diri dengan malu. Sebab malu, kata seorang tokoh salaf, Abu Hatim al-Busti, berarti menjauhkan diri dari segala perilaku yang tak disukai. Selain itu, mengutip Ensiklopedi Fikih Kuwait (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah), sifat malu itu terbagi menjadi dua. Malunya seorang hamba kepada Allah SWT bila melanggar larangan-Nya dan malu melakukan segala perkara yang tak disukai, baik perkataan atau perbuatan.

Lantas, apa urgensi sifat malu bagi perempuan? Syekh as-Syarif mengatakan malu adalah bukti kecintaan tarhadap Allah SWT dan para rasul-Nya. Dan dengan malu agama seorang Muslimah akan tetap terpelihara. Malu membentengi dirinya dari tindakan yang tercela. Dan, sebab malu itu pula, kehormatan dan keanggunan perempuan terjaga.

Perempuan yang berhias dengan sifat malu akan terjaga sikap femininnya yang sejati. Jauh bedanya dengan wanita yang tomboi atau kasar, misalnya bahkan perempuan yang bersolek terlewat batas sekali pun. Kecantikan dan keanggunan perempuan akan terpancar dengan sifat malu yang dimiliki.

Sifat malu juga mempertegas identitas dan jati diri seorang perempuan. Ia akan mampu menempatkan diri secara proporsional. Seperti diriwayatkan oleh Bukhari dari Busyair bin Ka’ab, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Telah tertulis dalam takdir, sesungguhnya terdapat kemuliaan dalam sebagian sifat malu dan kedewasaan di bagian lainnya. Dan, bagi seorang istri sifat malu akan menambah kecintaan kepada suami.”

Syekh as-Syarif mengakui memperteguh sifat malu bukan perkara gampang. Potret ketidakmampuan perempuan menguatkan sifat tersebut, seperti tergambar dalam beragam fenomena yang muncul di masyarakat. Tak heran didapati perempuan yang berperangai kasar, gaya berbicaranya tak patut, mengumbar konflik internal keluarga ke orang lain, berbusana tak etis dan cenderung menampakkan aurat, serta seringkali didapati sebagian oknum Muslimah merokok tanpa rasa malu.

Syekh as-Syarif tak terhenti pada kritikan, ia pun mengutarakan sederet solusi untuk menanamkan rasa malu bagi perempuan sejak dini. Yang paling mendasar adalah menanamkan keimanan dalam pribadi anak-anak perempuan. Keimanan ini melebihi segalanya. Dengan iman tersebut, seorang hamba akan tergiring untuk malu. Ketika turun perintah berjilbab dalam surah an-Nuur, segenap sahabat perempuan bergegas menuju kamar dan menutup aurat mereka. Hanya keimanan yang mendorong hal itu terjadi.

Selanjutnya, menciptakan pendidikan yang kondusif, paling tidak di level mendasar dan utama, yakni institusi keluarga. Para orang tua berkewajiban memberikan pemahaman yang memadai perihal pentingnya rasa malu bagi anak perempuan mereka.

Dan, jangan lupa memberikan suri teladan yang baik. Keteladanan memancing simpati dan ketertarikan. Berapa banyak pendidikan gagal lantaran nihil keteladanan. Ingin anak-anak perempuan Anda malu, maka mulakan dan biasakan rasa malu dari diri Anda.

Dunia Sangat Membutuhkan Islam

KENYATAAN dalam sejarah, hijrah (migrasi) dari satu negeri ke negeri yang lain tidak bisa berlangsung kecuali dengan darah.

Contoh yang sering kita saksikan dalam film-film, migrasi orang-orang Eropa ke Amerika. Berapa orang Indian yang terbunuh. Berapa banyak darah yang berceceran sampai mereka menguasasi Amerika.

Namun, migrasi terhebat dalam sejarah adalah hijrah kalangan Muhajirin ke Madinah. Sebab, migrasi ini berlangsung dalam naungan Islam yang berisi cinta kasih dan sikap altruisme (mengutamakan orang lain).

Betapa luar biasa kejadian di atas. Semua sahabat Anshar membagi rumah, harta, dan semua yang mereka miliki menjadi dua bagian; separuh untuk mereka dan separuh lagi untuk kalangan Muhajirin.

Tidakkah Anda ingin seperti mereka? Mulailah sekarang dan niatkan untuk mengubah hidup Anda! Jadikan semuanya menjadi sikap altruisme (mengutamakan orang lain). Mampukah Anda melakukannya? [amru muhammad khalid]

 

INILAH MOZAIK

Allah tak Pernah Ingkar Janji

Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali ‘Imran [3]:9)

Al-Wa’du dain, janji adalah utang, demikian ungkapan yang sering kita dengar. Karena utang, maka ia harus ditunaikan atau dibayar. Caranya, yaitu dengan memenuhi atau menepatinya.

Menepati janji adalah salah satu bukti keimanan serta ketakwaan seseorang. “Telah beruntunglah orang-orang beriman, yaitu orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya.” (QS. Al-Mukminun [23]:8). Sedangkan menyalahi janji atau mengingkarinya merupakan salah satu tanda dari kemunafikan.

Rasulullah saw dalam salah satu sabdanya menegaskan bahwa di antara tanda-tanda kemunafikan adalah “idza wa’ada akhlafa”, jika berjanji mengingkarinya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tidak menyadari akan hal ini. Banyak di antara kita yang sering dengan mudah mengucap janji, tetapi sering juga mengingkari. seolah-olah hal ini menjadi lumrah. Padahal, jika kita mau kaji lebih lanjuut, dalam sejumlah ayat Al-Qur’an Allah Swt, secara tegas memerintahkan kepada kita untuk memenuhi janji.

“Dan tepatilah perjanjianmu apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kami telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS.An-Nahl [16]:91)

“Sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra [17]: 34)

Beberapa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya menepati janji. Janji yang telah kita ucapkan dan tidak kita tunaikan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Allah Swt melalui sejumlah ayat Al-Quran menegaskan bahwa diri-Nya tidak pernah mengingkari janji. Allah selalu menepati janji-Nya. Hal ini tentu berbeda dengan kebiasaan kita pada umumnya. Kita sering kali mudah mengucapkan janji, tetapi sering kali pula sulit untuk menepatinya.

Padahal, sering disebutkan dalam beberapa keterangan ayat di atas, bahwa ketika berjanji kemudian kita tidak memenuhi janji kita, maka kelak di akhirat Allah akan menagih janji yang pernah kita ucapkan.

Apa bukti bahwa Allah tidak pernah ingkar janji? Mari perhatikan sekeliling kita. Pernahkah kita jumpai orang-orang yang rajin bersedekah, misalnya, atau orang-orang yang senang menyantuni anak yatim, mengulurkan tangannya untuk membantu fakir miskin, hidupnya susah, usahanya bangkrut, keluarganya berantakan? Pernahkah kita temui orang-orang berhati mulia yang tak segan-segan mengorbankan harta, pikiran, tenaga serta jiwanya untuk membantu sesama, kemudian hidup mereka menderita? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: Tidak! ya, sekali lagi: Tidak!

Allah menjanjikan kebaikan dan kebahagiaan hidup kepada mereka yang peduli kepada sesama, empati kepada orang lain, senang berbagi, gemar menolong, serta rajin membantu orang lain yang kesusahan. Ini janji Allah. Dan kita saksikan mereka yang selalu memberi kebaikan kepada orang lain terus diliputi kebahagiaan. Inilah salah satu bukti janji Allah. Dan masih banyak lagi bukti-bukti yang menunjukkan bahwa janji Allah itu nyata. [Didi Junaedi]

INILAH MOZAIK

 

Tak Ada Ulama Jika Manusia Sempurna

Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasihati kalian, dan bukan berarti aku orang yang terbaik di antara kalian, bukan pula orang yang paling saleh di antara kalian.”

Kemudian beliau melanjutkan, “Sungguh, akupun telah banyak melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati Rabb-nya.

Andaikata seorang muslim tidak memberi nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat. Akan menjadi sedikit jumlah orang yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang berdakwah di jalan Allah Azza wa Jalla, tidak ada yang mengajak untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.

Namun dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan kepada sebagian yang lain, niscaya hati-hati orang-orang yang bertakwa akan hidup dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan kekhilafan.

Maka terus meneruslah berada pada majelis-majelis zikir (majelis ilmu), semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni kalian. Bisa jadi ada satu kata yang terdengar dan kata itu merendahkan diri kita namun sangat bermanfaat bagi kita.

Bertakwalah kalian semua kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”

Pada suatu hari beliau rahimahullah pergi menemui murid-muridnya dan mereka tengah berkumpul, maka beliau rahimahullah berkata:

“Demi Allah Azza wa Jalla, sungguh! Andai saja salah seorang dari kalian mendapati salah seorang dari generasi pertama umat ini sebagaimana yang telah aku dapati, serta melihat salah seorang dari Salafus Saleh sebagaimana yang telah aku lihat, niscaya di pagi hari dia dalam keadaan bersedih hati dan pada sore harinya dalam keadaan berduka. Dia pasti mengetahui bahwa orang yang bersungguh-sungguh dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang bermain-main di antara mereka.

Dan seseorang yang rajin dari kalangan kalian hanya serupa dengan orang yang suka meninggalkan di antara mereka. Seandainya aku rida terhadap diriku sendiri pastilah aku akan memperingatkan kalian dengannya, akan tetapi Allah Azza wa Jalla Maha Tahu bahwa aku tidak senang terhadapnya, oleh karena itu aku membencinya.” []

(sumber: Mawaizh lil Imam Al-Hasan Al-Bashri)

 

 

Putri Salehah

Anak-anak adalah perhiasan hidup. Firman Allah SWT:Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS al-Kahfi: 46).

Namun, hanya anak yang terdidik dengan baik yang akan menjadi perhiasan hidup. Pembiasaan baik terhadap anak akan sangat ampuh dilakukan melalui keteladanan. Keteladanan hidup dari ayah dan ibu sangat menentukan kadar keberhasilan pendidikan di keluarga.

Pendidikan pada masa kecil bagaikan memahat batu. Bahkan, menurut Freud, sebagian besar dari kompleks kejiwaan yang tampak saat dewasa merupakan dampak dari perlakuan dan pengalaman saat kanak-kanak. Ibu, karena kedekatan dan keterikatan batinnya, berperan dalam pembentukan watak anak.

Saya teringat Syifa, putri semata wayang kesayangan kami. Sepanjang istri sakit dan meninggal dunia beberapa waktu lalu, sikap Syifa menyiratkan banyak pelajaran hidup, khususnya bagi saya sebagai seorang ayah. Sejak kecil, Syifa sudah dikenalkan dengan konsep kematian oleh ibunya. Kematian itu keniscayaan. Jangan takut dengan kematian, tetapi takutlah jika kita tak punya bekal amal kebajikan yang cukup untuk hidup setelah mati.

Syifa memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menjalani ujian hidup yang seolah terwariskan dari ibunya. Saat kami dihadapkan dengan kenyataan sulit, istri harus keluar masuk rumah sakit untuk mengobati penyakit yang dideritanya maka Syifa sering kami tinggalkan. Jika waktu libur sekolah, Syifa ikut bersama kami tinggal di rumah sakit. Luar biasanya, kemandirian belajar dan kemandirian hidup Syifa terbangun dengan sendirinya.

Syifa tetap menjalani hari-hari indah di sekolah dengan penuh kec eriaan. Hal tersebut membuat guru- guru Syifa heran sekaligus menimbul kan rasa salut karena Syifa sangat tegar menghadapi satu kenyataan hidup, ibunya sedang sakit. Sikap hidup Syifa merupakan cerminan sikap hidup ibunya. Sosok ibu yang memahami puncak kesabaran, tetap tersenyum menikmati ujian sakit yang mendera, mensyukuri ujian sakit yang Allah berikan. Allah SWT berfirman:Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. (QS al-Ma’arij: 5).

Syifa punya sifat penyayang dan mudah berempati dengan kesusahan orang lain. Tulisan penyemangat Syifa untuk ibunya sungguh mengharukan. Saat ibunya dilanda sakit hebat, secarik kertas berisi tulisan Syifa dititipkan kepada saya agar dibacakan khusus untuk ibunya, Syifa sayang Bunda (pang gilan sayang untuk ibunya). Bunda harus kuat. Bunda harus semangat. Aku yakin Bunda bisa sembuh.

Tak terasa air mata menetes di pelupuk mata saya. Tiba-tiba Syifa sudah berada di belakang saya dan mengusap punggung saya sambil berucap, Ayah sabar ya! Tangis saya tertahan, lalu saya anggukkan kepala dan mengusap kepala Syifa.

Menjelang detik-detik terakhir kepergian istri, kami menyaksikan dokter dan perawat berjibaku mengembalikan kesadaran istri setelah mengalami koma selama enam jam. IIkhtiar sudah sempurna dilakukan. Di satu titik, kami sudah ikhlas melepas kepergian sosok yang sangat kami sayangi.

Syifa menghampiri ibunya dan berbisik di telinga kiri ibunya, Syifa sayang Bunda. Syifa ikhlas Bunda pergi. Ketegaran Syifa menguatkan saya untuk melakukan hal serupa, membisikkan kata-kata di telinga kanan istri saya, Ayah tahu Bunda sudah berjuang luar biasa melawan sakit ini. Terima kasih sudah menemani perjuangan Ayah selama ini. Ayah ikhlas melepas kepergian Bunda. Ayah dan Syifa sayang Bunda.

Saat dokter menyatakan istri sudah meninggal dunia, Syifa memeluk saya dan berkata, Alhamdulillah Bunda gak akan merasa sakit lagi, Yah. Syifa, putri salehah. Anugerah terindah dari Allah SWT yang dihadiahkan untuk kami.Wallahu a’lam bishawab.

OLEH ASEP SAPA’AT

 

KHAZANAH REPUBLKA