Saudi: Pendatang Internasional Dikarantina Lima Hari

Kerajaan Arab Saudi akan mengurangi karantina wajib bagi para pelancong ke kerajaan. Penumpang dari penerbangan internasional diwajibkan melakukan karantina hanya selama lima hari.

Dari aturan sebelumnya, Otoritas Umum Penerbangan Sipil (GACA) disebut telah memotong masa karantina ini sebanyak dua hari. Hal ini disampaikan dalam surat edaran resmi untuk semua bandara di Kerajaan, Senin (13/9) lalu.

Dilansir di The National News, Selasa (14/9), GACA juga meminta pihak berwenang untuk memperbarui prosedur kedatangan bagi penduduk dan pelancong dari negara-negara dalam daftar hijau yang sesuai.

Aturan tersebut berlaku bagi mereka yang telah mendapat vaksinasi yang disetujui untuk digunakan di Kerajaan, baik satu maupun dosis penuh. Semua kedatangan juga harus memberikan bukti tes PCR negatif Covid-19, yang diambil dalam waktu 72 jam sebelum perjalanan.

Tes Covid-19 juga akan dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kedatangan mereka, sementara tes lainnya harus dilakukan setelah lima hari. Masa karantina akan otomatis berakhir berdasarkan hasil negatif dan akan diperbarui statusnya di aplikasi ‘Tawakkalna’ Covid-19.

Kasus Covid-19 di Arab Saudi telah menurun secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Negara itu memberlakukan denda berat dan hukuman penjara bagi mereka yang tidak mematuhi prosedur kesehatan dan keselamatan.

Terbaru, Kerajaan Saudi melaporkan 75 kasus Covid-19 baru dan enam kematian, Senin (13/9).

Arab Saudi telah menyumbangkan 20 juta riyal untuk membeli vaksin Covid-19, bagi negara-negara anggota yang kurang berkembang di Organisasi Kerjasama Islam (OKI).

Pusat Bantuan Raja Salman juga mengumumkan Kerajaan Saudi sejauh ini telah berkontribusi pada lebih dari 40 proyek di seluruh dunia untuk memerangi virus corona, dengan biaya sekitar 800 juta dolar AS.  Zahrotul Oktaviani

https://www.thenationalnews.com/gulf-news/saudi-arabia/2021/09/13/saudi-arabia-cuts-quarantine-for-international-arrivals-to-five-days/

IHRAM

Hukum Membongkar Kuburan untuk Kepentingan Autopsi

Autopsi mayat adalah prosedur untuk mencari tahu tentang sebab, cara, kapan, dan bagaimana seseorang meninggal. Karena suatu kecurigaan, terkadang sebuah makam terpaksa dibongkar untuk kepentingan autopsi. Lantas, bagaimana hukum membongkar kuburan untuk kepentingan autopsi?

Mengenai hukum autopsi sendiri, ulama membolehkan untuk membedah seluruh tubuh jenazah atau sebagian tubuhnya untuk menentukan penyebab kematian, mengidentifikasi identitas, atau untuk mengetahui jenis penyakit jenazah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut,

يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لأغراض طبية أو لمعرفة سبب الوفاة وإثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لأغراض جنائية إذا توقف عليها الوصول فى أمر الجناية للأدلة الدالة على وجوب العدل فى الأحكام حتى لا يظلم بريئ ولا يفلت من العقاب مجرم أثيم

Artinya : “Boleh melakukan otopsi jenazah ketika sangat dibutuhkan untuk tujuan medis, atau untuk mengetahui sebab kematian, menentukan bentuk pidana yang diduga karena dibunuh atau lainnya jika hal itu bisa memberikan bukti yang valid dalam masalah hukum sehingga orang yang salah tidak terzalimi dan pelaku kriminal tidak bisa menghindar dari hukuman.”

Kebolehan melakukan autopsi ini dapat menjadi udzur kebolehan untuk membongkar dan memindahkan kuburan. Udzur tersebut diperlukan karena pada dasarnya seseorang diharamkan untuk memindahkan kuburan kecuali dalam kondisi tertentu. Sebagaimana disebutkan dalam keterangan Safinatun Naja, (halaman 53) berikut ini

ينبش الميت لأربع خصال: للغسل إذا لم يتغير ولتوجيهه إلى القبلة وللمال اذا دفن معه وللمرأة اذا دفن جنينها معها وأمكنت حياته

 Artinya: “Mayit yang telah dikubur boleh digali kembali dengan empat alasan: untuk memandikannya bila kondisinya masih belum berubah, untuk menghadapkannya ke arah kiblat, karena adanya harta yang ikut terkubur bersamanya, dan bila si mayat seorang perempuan yang di dalam perutnya terdapat janin yang dimungkinkan masih hidup.”

Selain itu, disebutkan juga dalam kitab Al-Sirajul Wahhaj keterangan berikut ini:

و كذلك يحرم نقله بعد دفنه الا لضرورة

Artinya : “Begitu juga haram memindahkan jenazah setelah dikuburkan kecuali karena darurat.”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa membongkar kuburan untuk kepentingan autopsi itu boleh karena terdapat udzur. Udzur tersebut diperlukan karena pada dasarnya seseorang diharamkan untuk memindahkan kuburan kecuali dalam kondisi tertentu. Demikian. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

IDI: Hanya Ada 2 Cara untuk Melindungi Anak di Bawah Usia 12 dari Covid-19

Persoalan pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas selama pandemi Covid-19 masih menyisakan problem bagi sebagian orang tua. Menanggapi itu, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban menjelaskan hanya ada dua cara yang bisa melindungi anak-anak di bawah 12 tahun karena belum bisa disuntik vaksin Covid-19.

“Saya rasa ikhtiar kita melawan Covid-19 belum berakhir. Kita harus tetap waspada khususnya untuk anak-anak di bawah usia 12 yang belum dapat divaksinasi (Covid-19). Apalagi mereka akan memulai sekolah tatap muka dan amat mungkin membawa pulang Covid-19 ke anggota keluarga di rumah,” kata Prof Zubairi di akun twitternya, seperti dikutip Hidayatullah.com, Senin (13/09/2021).

“Hanya ada dua cara untuk melindungi anak-anak di bawah usia 12 ini: tetap sekolah di rumah atau sekolah tatap muka dengan pakai masker dan tetap jaga jarak. Hal terbaik yang bisa dilakukan sekolah adalah mengawasi anak-anak itu dengan detail. Jangan sampai kecolongan,” sambungnya.

Selain itu, Prof Zubair juga mengingatkan anak-anak yang sekolah tatap muka ini juga jadi peringatan bagi orang tua atau kakek neneknya di rumah yang belum divaksinasi.

“Mereka harus punya protokol sendiri di rumah saat sang Anak kembali. Paling tidak bersih-bersih dan biasakan anak mandi sebelum berinteraksi,” terangnya.

Terkahir, Zubairi menyatakan untuk perlindungan semua, sekeliling anak-anak itu ya harus sudah divaksinasi, disiplin memakai masker, jaga jarak, ventilasi yang baik dan hindari kerumunan. “Termasuk hindari kebiasaan makan siang bersama. Semoga saja semua sekolah bisa menegakkan protokol dengan baik. Semoga,” tukasnya.*

HIDAYATULLAH

Harga Mencari Bahagia Itu Mahal?

Sebagaimana umumnya hotel, pasti  memiliki pondasi bangunan yang mewah, terdiri dari beberapa lantai, dan berada di tengah kota.

Namun, Peru Sacred Valley, sebuah lembah di Andes Peru, yang letaknya dekat dengan ibukota Inca Cusco dan kota kuno Machu Picchu menawarkan hal yang tidak biasa bagi para wisatawan. Namanya Hotel Skylodge.

Hotel Skylodge ada sebuah hotel mirip kapsul, yang dinilai hotel paling mengerikan di dunia.

Maklum, hotel ini  ini memiliki kamar yang letaknya berada di dinding tebing dengan ketinggian 400 kaki (sekitar 121 meter dari atas tanah).

Untuk mencapai hotel tersebut harus membutuhkan perjuangan. Harus memanjat tebing dengan melewati beberapa pos dan tali

Sebagaimana dikutip dailymail.co.uk, untuk mencapai hotel tersebut harus membutuhkan perjuangan. Setidaknya, harus  memanjat tebing dengan melewati beberapa pos dan tali.

Hotel Skylodge dikonstruksi menggunakan aerospace aluminium dan polikarbonat yang tahan cuaca.

Bangunan ini memiliki enam jendela dan empat saluran ventilasi yang menjamin suasana yang nyaman. Ditambah empat tempat tidur, ruang makan, dan kamar mandi pribadi.

Untuk menginap di sana, setidaknya Anda akan harus seorang petualang sejati dan punya uang tebal. Sebab, sekali menginap, kabarnya harganya sekitar 3000 USD (atau sekitar Rp. 3 juta) semalam.  Rupanya, untuk mencari bahagia, orang Barat harus mengeluarkan biaya tak sedikit, bahkan harus beresiko nyawa.*

HIDAYATULLAH

Penjelasan Hadits “Kemuliaan Bagi Penduduk Dunia adalah Harta”

Terdapat sebuah hadis yang menyebutkan bahwa kemuliaan penduduk dunia adalah dengan memiliki banyak harta. Bagaimana maksud hadis ini? Apakah hadis ini adalah motivasi untuk mengumpulkan harta? Simak penjelasan singkat dalam artikel ini.

Dari Buraidah Al Aslami Radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَحْسَابَ أَهْلِ الدُّنْيَا هَذَا الْمَالُ

“Sesungguhnya ahsab (kemuliaan) bagi penduduk dunia adalah harta” (HR. Ahmad no. 23059, Syekh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “hadis ini sanadnya qawiy [kuat]”).

Dalam riwayat lain,

إنَّ أحسابَ أهلِ الدنيا الذين يذهبونَ إليه هذا المالُ

“Sesungguhnya ahsab (kemuliaan) bagi penduduk dunia, yang mereka senantiasa kejar-kejar, adalah harta” (HR. An Nasa’i no.3225, disahihkan oleh Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

Al Hafizh Al Iraqi Rahimahullah menjelaskan makna ahsab dalam hadis ini,

الْحَسَبُ بِفَتْحِ السِّينِ أَصْلُهُ الشَّرَفُ بِالْآبَاءِ وَمَا يُعِدُّهُ الْإِنْسَانُ مِنْ مَفَاخِرِهِمْ وَجَمْعُهُ أَحْسَابٌ

Al hasab dengan huruf sin di-fathah, maknanya adalah kemuliaan terhadap nenek moyang dan hal-hal yang dianggap kebanggan oleh manusia. Bentuk jamaknya: ahsab” (Tharhu at-Tatsrib, 7/19).

Kemudian beliau menjelaskan,

هَذَا الْحَدِيثُ يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ خَرَجَ مَخْرَجَ الذَّمِّ لِذَلِكَ؛ لِأَنَّ الْأَحْسَابَ إنَّمَا هِيَ بِالْإِنْسَانِ لَا بِالْمَالِ فَصَاحِبُ النَّسَبِ الْعَالِي هُوَ الْحَسِيبُ، وَلَوْ كَانَ فَقِيرًا وَالْوَضِيعُ فِي نَسَبِهِ لَيْسَ حَسِيبًا وَلَوْ كَانَ ذَا مَالٍ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ خَرَجَ مَخْرَجَ التَّقْرِيرِ لَهُ وَالْإِعْلَامِ بِصِحَّتِهِ وَإِنْ تَفَاخَرَ الْإِنْسَانُ بِآبَائِهِ الَّذِينَ انْقَرَضُوا مَعَ فَقْرِهِ لَا يَحْصُلُ لَهُ حَسَبٌ وَإِنَّمَا يَكُونُ حَسَبُهُ وَشَرَفُهُ بِمَالِهِ فَهُوَ الَّذِي يَرْفَعُ شَأْنَهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ طَيِّبَ النَّسَبِ

“Hadis ini bisa bermakna celaan (terhadap harta). Karena kemuliaan sesungguhnya dimiliki oleh orang yang bernasab mulia, walaupun dia fakir. Orang yang nasabnya rendah, maka ia bukan orang yang punya ahsab walaupun dia kaya raya.

Atau hadis ini bermakna pemberitahuan tentang benarnya suatu fakta. Karena orang yang berbangga dengan nasabnya ketika dia miskin, maka ia tidak mendapatkan kemuliaan. Ia akan mendapatkan kemuliaan dengan hartanya, inilah yang akan meninggikan dia di dunia, walaupun ia tidak baik nasabnya” (Tharhu at-Tatsrib, 7/20).

Beliau lalu juga mengatakan,

وَيَتَرَتَّبُ عَلَى هَذَيْنِ الِاحْتِمَالَيْنِ أَنَّ الْمَالَ هَلْ هُوَ مُعْتَبَرٌ فِي كَفَاءَةِ النِّكَاحِ حَتَّى لَا يَكُونَ الْفَقِيرُ كُفُؤًا لِلْغَنِيَّةِ أَوْ لَيْسَ مُعْتَبَرًا … وَفِي ذَلِكَ خِلَافٌ لِأَصْحَابِنَا الشَّافِعِيَّةِ وَالْأَصَحُّ عِنْدَهُمْ عَدَمُ اعْتِبَارِهِ، وَقَدْ فَهِمَ النَّسَائِيّ مِنْ هَذَا الْحَدِيثِ هَذَا الْمَعْنَى فِي الْجُمْلَةِ

“Dengan dua kemungkinan makna di atas, memberikan satu pertanyaan yaitu apakah harta menjadi pertimbangan dalam kafa’ah nikah sehingga lelaki yang fakir sebaiknya tidak menikahi wanita kaya? Ataukah tidak perlu menjadi pertimbangan? Dalam masalah ini ada khilaf di antara ulama. Ulama mazhab Syafi’i mengatakan, yang sahih harta tidak perlu menjadi pertimbangan. An Nasa’i juga memahami hadis ini dengan makna tersebut secara umum” (Tharhu at-Tatsrib, 7/20).

Dari sini kita ketahui bahwa hadis ini disebutkan oleh para ulama dalam pembahasan kafa’ah (kesetaraan) dalam pernikahan, yaitu apakah perlu mempertimbangkan masalah harta dari calon pasangan ataukah tidak perlu? Menurut sebagian ulama, kesetaraan dalam masalah harta perlu dipertimbangkan, sebagaimana penjelasan Al Iraqi di atas. Sebagaimana juga dalam hadis Fathimah bintu Qais Radhiallahu’anha, ia berkata,

أتيت النبي صلى الله عليه وسلم، فقلت‏:‏ إن أبا الجهم ومعاوية خطباني‏؟‏ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‏:‏‏”‏أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن عاتقه‏

“Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu aku berkata, ‘Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya’” (HR. Muslim no. 1480).

Perkataan beliau “Adapun Mu’awiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta” ini menunjukkan masalah harta boleh jadi pertimbangan.

Namun hadis Buraidah di atas bukan berarti memotivasi untuk menjadikan masalah harta sebagai patokan utama atau motivasi untuk menumpuk dan mengejar harta dunia. Karena Al Iraqi menjelaskan, makna hadis ini tidak lepas dari dua:

1. celaan terhadap harta;

2. mengabarkan bahwa yang dianggap kemuliaan oleh penduduk dunia adalah harta.

Ash Shan’ani Rahimahullah juga menjelaskan,

(إن أحساب أهل الدنيا) التي هي همهم (الذين يذهبون إليه) يتفاخرون به (هذا المال) وفيه أن فخر أهل الآخرة هو الدين الذي ليس فوقه من فخر

“[Sesungguhnya kemuliaan bagi penduduk dunia] yang mereka berambisi padanya, [yang mereka semangat mengejarnya], serta mereka berbangga dengannya [adalah harta]. Hadis ini menunjukkan bahwa kebanggaan ahlul akhirah (orang yang ambisinya pada akhirat) adalah agama dan tidak ada kebanggaan yang lebih tinggi dari agama” (At Tanwir Syarhu Jami’is Shaghir, 3/564).

Semakna juga dengan perkataan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ’anhu,

ألا وإن الدنيا قد ترحلت مدبرة ، ألا وإن الآخرة قد ترحلت مقبلة ، ولكل واحدة منهما بنون ، فكونوا من أبناء الآخرة ولا تكونوا من أبناء الدنيا ، فإن اليوم عمل ولا حساب ، وغدا حساب ولا عمل

“Ketahuilah, bahwa dunia sedikit-demi-sedikit kita tinggalkan, sedangkan akhirat sedikit-demi-sedikit akan segera kita temui. Masing-masing mereka memiliki anak-anak. Maka jadilah anak-anak akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Karena hari ini (di dunia) adalah waktunya beramal dan belum ada hisab, sedangkan besok (di akhirat) waktunya hisab dan tidak ada lagi amalan” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 7/3426).

Anak-anak dunia, merekalah yang menjadikan perkara duniawi sebagai kebanggaan dan patokan kemuliaan.

Maka hadis ini, walaupun bisa bermakna bahwa dianjurkan kafa’ah (setara) dalam masalah harta dalam mencari calon pasangan, namun bukan berarti memuji harta atau menjadikan harta sebagai patokan utama. Patokan utama tetap saja masalah agama. Allah Ta’ala berfirman,

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا  وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

“Bahkan kalian mengutamakan kehidupan dunia. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” (QS. Al-A’la: 16-17).

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya” (QS. An Nur: 32).

Dalam ayat ini Allah perintahkan untuk menikahkan para bujang walaupun mereka miskin. Ini menunjukkan bahwa masalah harta bukan acuan utama. Lebih jelas lagi hadis dari Abu Hurairah Radhiallahu ’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأرْبَعٍ: لِمالِها ولِحَسَبِها وجَمالِها ولِدِينِها، فاظْفَرْ بذاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَداكَ

“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi” (HR. Bukhari no. 5090, Muslim no. 1466).

Dari Zaid bin Tsabit Radhiallahu’ahu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

“Barangsiapa ambisi terbesarnya adalah dunia, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, Allah jadikan kefaqiran di depan matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali sesuai apa yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang ambisi terbesarnya adalah akhirat, Allah akan memudahkan urusannya, Allah jadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam ia tidak menyangkanya” (HR. Ahmad, disahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 950).

Dalil-dalil ini jelas memotivasi kita untuk menjadikan masalah agama sebagai patokan utama dan sebagai parameter kemuliaan dunia dan akhirat. Bukan masalah dunia.

Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/68803-penjelasan-hadits-kemuliaan-bagi-penduduk-dunia-adalah-harta.html

Tanda Seseorang Mendapatkan Hidayah Allah

Dalam perjalanan waktu seorang hamba, pastilah pernah menjumpai berbagai pengalaman keagamaan secara  pribadi. Pengalaman tersebut akan mengalami suatu proses perenungan dan reduksi secara spiritual. Proses ini selanjutnya akan menghasilkan konklusi terhadap hubungan dan kedekatan seorang hamba tersebut dengan Allah Swt. Ketika seseorang sudah dekat dengan Allah, ia pun akan terus mendapatkan hidayah.

Realitanya, banyak yang beranggapan bahwa hidayah merupakan suatu perkara yang harus ditunggu kehadirannya. Asumsi ini memang tidak sepenuhnya keliru, karena faktor datangnya hidayah memang berasal dari Allah Swt. Syekh al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad dalam karyanya, Risalah Adab Suluk al-Murid, mengutarakan bahwa,

وهذاالباعث من جنودالله الباطنة، وهومن نفحات العناية وأعلام الهداية، وكثيرامايفتح به على العبدعندالتخويف والترغيب والتشويق

Artinya : “Perasaan ingin menuju Allah Swt. ini, termasuk salah satu tentara Allah Swt. dari segi batin, ia merupakan hembusan pertolongan dan petunjuk yang jelas, sehingga ia akan diliputi kegamangan dan kerinduan (kepada Allah Swt.)

Akan tetapi, hal tepat yang harus dilakukan seorang hamba adalah menjemput serta mendekat kepada hidayah Allah Swt. Apabila seseorang sudah melangkah untuk taqarrub ilallah, maka sungguh Allah Swt. telah menanamkan benih hidayah pada hati orang tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan Syekh Abdullah bin Alwi al Haddad,

اعلم ان اول الطريق باعث قوي يقذف فى قلب العبد يزعجه ويقلقه ويحثه على الاقبال على الله والدارالاخرة

Artinya : “Ketahuilah bahwa seorang yang ingin menempuh jalan menuju Allah Swt., datangnya perasaan itu dari Allah Swt. yang ditanamkan di hati seorang hamba, sehingga hati orang itu tergerak untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan menuju kebahagiaan di kampung akhirat

Kapan Hidayah akan Datang?

Tentu akan muncul pertanyaan mengenai waktu diturunkannya hidayah secara kaffah kepada seorang hamba. Apakah Allah Swt. ingin menguji komitmen kita untuk senantiasa mengharapkan hidayah dari-Nya, adalah sebuah pertanyaan besar. Akan tetapi, bila merujuk pernyataan-pernyataan di atas, memiliki tekad awal untuk dekat dengan Allah Swt. saja, sebenarnya Allah Swt. pun juga sudah menanamkan benih hidayah tersebut.

Nabi SAW. dalam al Mu’jam al Kabir li at Thabarani (no. 519) pernah bersabda bahwa,

إِنَّ لِرَبِّكُمْ فِي أَيَّامِ دَهْرِكُمْ نَفَحَاتٌ فَتَعَرَّضُوا لَهُ، لَعَلَّهُ أَنْ يُصِيبَكُمْ نَفْحَةٌ مِنْهَا فَلَا تَشْقَوْنَ بَعْدَهَا أَبَدًا

Artinya : “Sesungguhnya Tuhan memiliki curahan rahmat dalam setiap waktunya bagi kalian. Karena itu, nantikanlah selalu kedatangannya bagi kalian. Mudah-mudahan sesuatu yang kalian adalah karunia dari-Nya. Maka jangan selalu bersusah (hati) setelahnya” (HR. at Thabarani)

Syekh Abdullah bin Alwi al Haddad pun kembali memberikan penegasan terhadap bagaimana respon kita terhadap tertanamnya benih hidayah dan rahmat yang kita rasakan. Hal ini dituangkan pada kitabnya,

ومن اكرمه الله بهذاالباعث الشريف فليعرف قدره المنيف, وليعلم انه من اعظم نعم الله تعالى عليه التى لايقدر قدرها ولا يبلغ شكرها فليبالغ فى شكرالله تعالى على مامنحه واولاه، وخصه به من بين اشكاله واقرانه فكم من مسلم بلغ عمره ثمانين سنة واكثرلم يجد هذا الباعث ولم يطرقه يوما من الدهر

Artinya : “Barangsiapa yang dimuliakan Allah Swt. dengan (ditanamkannya) dorongan untuk berada di jalannya yang lurus, hendaknya ia memahaminya sebagai karunia terbesar dari Allah Swt. yang (nilainya) sangat tinggi kepadanya. Sehingga karunia tersebut harus disyukuri dengan benar-benar, karena banyak dari kaum muslimin yg telah mencapai usia delapan puluh tahun lebih, namun ia belum pernah mendapat jalan petunjuk menuju Allah Swt.

Jadi, dapat kita petik informasi bahwa kedatangan hidayah Allah Swt. adalah merupakan kehendak yang preogratif dari Allah Swt. sendiri. Namun dapat disinyalir bahwa seorang hamba yang berkeinginan untuk menjemput hidayah, sekaligus taqarrub kepada Allah Swt., maka Allah Swt. akan menanamkan benih hidayah tersebut.

Ikhtiar ini harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Mengingat bahwa hidayah Allah Swt. bisa datang kapanpun dan dimanapun, sekaligus kepada siapapun seseorang yang dikehendaki-Nya. Niscaya jalan menuju kedekatan kepada Ilahi Robbi akan semakin jelas dan dimudahkan untuk melakukannya.

Wallahu A’lam bi as Showaab

BINCANG SYARIAH

Bahaya dan Cara Mengetahui Istidraj

Asal muasal istidraj ialah lupa kepada Allah, merasa cukup dengan selain Allah, dan berpaling kepada selain Allah. Janganlah engkau tertipu dengan baiknya perilakumu dan baiknya menjaga waktumu, karena Barsiso dan Bal’am adalah lelaki yang ahli ibadah di masanya, dan pada akhir hayatnya mereka mati dalam keadaan suulkhotimah. Bagaimana cara mengetahui istidraj atau bukan tindakan yang kita lakukan?

Jangalah tertipu berteman dengan orang-orang shalih bila di hatimu tidak tertanam rasa hormat kepada mereka. Andaikan pertemanan memberi manfaat tanpa adanya rasa hormat, maka istri Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak akan celaka, dan tidak akan membangkang kepada suaminya.

Terkadang Allah menghiasi musuh-musuhnya dengan hiasan para kekasihnya, sehingga mereka tertipu dengan bersihnya waktu, (waktu yang digunakan dalam kebaikan) dan mereka mengira bahwa mereka termasuk para kekasih Allah, mereka tidak sadar bahwa ia masuk dalam jebakan istijrad.

Allah menghiasi mereka dengan kemuliaan, pangkat, dan kedudukan. Mereka mengira bahwa mempunyai keutamaan di sisi Allah, padahal mereka tidak sadar bahwa hal tersebut merupakan istidraj atau azab berwujud kenikmatan.

Allah menghiasi mereka dengan bermacam kenikmatan dan mereka tertipu dengan berbagai hiasan dan glamornya kehidupan.

Mereka mengira kenikmatan yang ia rasakan adalah anugerah dari Allah, dan mereka tidak sadar semua kenikmatannya adalah istidraj.

Istidraj bisa menimpa semua kalangan baik orang awam, ahli imu, ahli ibadah, dan lain sebagainya. Cara mengetahui istidraj atau bukan tindakan kita itu bisa merujuk pada pandangan Imam Ar-Rifa’i dalam kitab Halatu Ahli Al-Haqiqati Ma’allahi Ta’ala, (juz 1, hlm. 104)

واستدراج أهل الذنوب الركون إليها، والإصرار على الإعراض عن الله سبحانه

Istidrajnya ahli maksiat berupa kecondongan untuk berbuat maksiat, dan terus menerus berpaling menjauh dari Allah.

واستدراج أهل العلم طلب الجاه والمنزلة عند الخلق

Istidrajnya ahli ilmu berupa ingin memperoleh kedudukan dan derajat dihadapan mahluk.

واستدراج أهل الاجتهاد الاستكثار والإعجاب

Istidrajnya ahli ijtihad (ahli hukum fikih) berupa gemar memperbanyak ibadah (dohir) dan ujub dengan ibadahnya tersebut.

واستدراج المريدين تطلعهم إلى العطايا والكرامات وسكونهم إليها

Istidrajnya ahli suluk (murid)  senang memperlihatkan kelebihan dan kekeramatan yang diberikan oleh Allah dan senangnya mereka terhadap kekeramatan itu.

واستدراج العارفين استغناؤهم بالمعرفة دون المعروف حتى جعلوا لها حداً وغاية ونهاية

Istidrajnya ahli makrifat berupa merasa cukupnya mereka dengan kemakrifatannya tersebut namun justru lalai dari Allah yang memberikan kemakrifatan tersebut, sehingga mereka menjadikan kemakrifatan itu sebagai tujuan akhirnya.

BINCANG SYARIAH

Jangan Mudah Menyalahkan, Banyak Jalan Menuju Keselamatan

Perbedaan pendapat merupakan hal yang biasa dalam Islam. Perbedaan tersebut sudah ada sejak zaman sahabat. Saat ini kita melihat Islam tumbuh dan berkembang dengan berbagai corak, mazhab, aliran, organisasi, gerakan, dan manhaj. Masing-masing orang berpegang pada identitas dan keyakinan yang dianutnya.

Sayangnya, keberagaman pendapat ini tak jarang menimbulkan sikap mudah menyalah-nyalahkan dan merasa paling benar sendiri. Kemudian orang-orang yang berbeda pemahaman agamanya dianggap sebagai orang-orang yang belum mendapatkan “hidayah”.

Padahal, sebenarnya boleh jadi ada banyak jalan menuju keselamatan. Hal ini sudah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya,

يَهْدِيْ بِهِ اللهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيْهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ المائدة: 16

“Dengan (Al-Qur’an) itulah Allah menunjukkan banyak jalan menuju keselamatan kepada siapa saja yang mengikuti keridaan-Nya, (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya dengan izin-Nya, serta menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Q.S. Al-Maidah: 16)

Menarik untuk diperhatikan bahwa ayat ini menggunakan diksi subul as-salam, bukan sabil as-salam. Kata subul merupakan bentuk jamak dari kata sabīl yang berarti ‘jalan’. Hal ini bermakna bahwa melalui Al-Qur’an itulah Allah telah menyediakan banyak jalan untuk mengikuti keridaan-Nya, bukan hanya satu jalan saja.

Kita tahu bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dengan kekhasan bahasanya mempunyai kandungan makna yang dalam dan luas sehingga kerap menimbulkan beragam penafsiran dan pemahaman. Oleh sebab itu, apa pun mazhab yang kita yakini, selama pemahamannya masih berangkat dari Al-Qur’an dan melalui para ulama yang tepercaya, insyaallah dapat menjadi jalan keselamatan.

Selain itu, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menjalani dan menghayati ajaran agamanya. Ada yang berkiprah di bidang keilmuan, pendidikan, sosial, politik, dan sebagainya. Bidang-bidang yang digeluti tersebut dapat saja menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah.

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam al-‘Athaiyyah mengatakan,

لَا يُخَافُ عَلَيْكَ أَنْ تَلْتَبِسَ الطُّرُقُ عَلَيْكَ، وَإِنَّمَا يُخَافُ عَلَيْكَ مِنْ غَلَبَةِ الْهَوَى عَلَيْكَ

“Tidak dikhawatirkan atasmu, berbagai cara yang engkau tempuh untuk menuju Allah. Namun yang dikhawatirkan adalah kemenangan hawa nafsu atasmu.”

Maka hendaknya kita belajar menghargai perbedaan jalan dan cara orang lain dalam beragama. Kita pun hendaknya berhati-hati dalam menempuh jalan yang kita pilih. Jangan sampai kita dikuasai ambisi duniawi ketika berkiprah di bidang yang kita geluti.

BINCANG SYARIAH

Penyebab Umar bin Khattab Marah Saat Jamuan Makan Haji

 Umar Ibnu Khattab Khalifah yang menggantikan Abu Bakar. Umar termasuk salah seorang bangsawan Quraisy yang membela perjuangan Rasulullah SAW.  

Prof Hamka mengatakan, Umar sangat bijaksana, pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. Kadang-kadang keras sikapnya, dan kadang-kadang lemah lembut.  

“Sikap Umar itu disesuaikan menurut keadaannya,” tulis Prof Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Pra Kenabian Hingga Islam di Nusantara

Sikap keras dan lemah lembut Umar itu seperti disampaikan Ibnu Abbas. Ketika itu Umar pergi naik haji, Shafwan Ibnu Umayyah membuatkannya makanan. Kemudian, dikeluarkan orang sebuah talam besar yang diangkat empat orang khadam (pelayan). “Kaum yang banyak itu makan, tetapi khadam tegak saja tidak ikut makan,” katanya.  

Kemudian, Umar berkata, “Mengapa aku melihat khadam-khadam tuan tidak turut makan? Apkah tuan-tuan benci kepada mereka?”  

Kemudian Sufyan Ibnu Abdullah menjawab, “Tidak demi Allah ya Amirul Mukminin. Namun, kami mengakhirkan mereka makan untuk menunjukkan kelebihan kita.”  

Mendengar itu, Umar pun marah lalu berkata, “Tiap-tiap kaum yang merendahkan keadaannya, tentu akan direndahkan Allah pula. Ayo khadam-khadam, mari makan bersama-sama.”

Khadam-khadam itu pun turut makan sehingga tidak ada lagi makanan yang dipisahkan untuk dimakan Amirul Mukminin. Di hadapan Amirul Mukminin semua sama tidak ada beda semua Makhluk ciptaan Allah SWT dan umat Nabi Muhammad SAW. 

IHRAM

4 Nasihat untuk Orang yang Takut Mati dan Gemar Waswas

Berdzikir bisa memberikan dampak ketenangan bagi orang waswas

Seorang pendakwah Islam, Syekh Ashraf El Fil menerima pertanyaan dari seseorang yang selalu berpikiran waswas dan takut mati karena banyak dosa yang telah dilakukannya. 

Menanggapi pertanyaan itu, Syekh Ashraf kemudian memberikan empat nasihat kepadanya.

Dikutip dari laman Masrawy, berikut empat nasihat bagi orang waswas dan takut mati.

Pertama, menurut Syekh Ashraf El Fil, orang yang was-was tersebut harus memperbanyak wudhu, dan menghilangkan pikiran waswas selama wudhu.

Kedua, orang tersebut juga harus menjaga sholat tepat waktu dan tidak memperhatikan orang yang waswas dalam sholat.

Ketiga, sebaiknya orang yang waswas dan takut mati juga membaca ayat Alquran setiap hari.

Keempat, orang tersebut juga harus membaca dzikir “لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه”, yang artinya “Tidak ada tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya”.

Menurut Syekh Ashraf El Fil, dzikir tersebut kalau mampu dibaca sebanyak 1.000 sampai 10 ribu kali setiap harinya, dan tetap istiqomah selama sebulan. 

Namun, jika tidak mampu membaca dzikir sebanyak itu, bisa membaca Surat Al Baqarah setiap hari. Dia pun mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:  

الشيطان جاثم على قلب ابن آدم فإذا ذكر الله خنس وإذا غفل وسوس له “Setan tinggal didalam hati anak Adam, jika manusia berdzikir kepada Allah, setan bersembunyi, namun jika lalai, dia menebarkan waswas.”

Syekh Ashraf El Fil menambahkan, jika pikiran waswas tidak hilang setelah melaksanakan empat nasihat tersebut, maka orang tersebut harus pergi ke psikiater.

Sumber: masrawy 

KHAZANAH REPUBLIKA