Makna Aurat dan Alasan Harus Ditutup Menurut Islam

Aurat adalah bagian dari tubuh yang tak pantas diumbar

Bagian-bagian tubuh yang tidak boleh terlihat bisa dinamai aurat. Dan aurat harus dijaga sebagai bentuk keimanan kepada Allah dan juga untuk menghindari diri dari hal-hal yang membahayakan.

Prof Quraish Shihab dalam buku Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah menjelaskan, kata aurat terambil dari bahasa Arab yang oleh sementara ulama dinyatakan terambil dari kata awara yang berarti hilang perasaan. 

Jika kata tersebut dikaitkan dengan mata, maka ia berarti hilang potensi pandangannya (buta) tetapi biasanya ia hanya digunakan bagi yang buta sebelah.

Sedangkan bila kata itu digandengkan dengan kalimat maka ia berarti ucapan yang kosong dari kebenaran atau tidak berdasar, atau ucapan yang buruk dan mengundang amarah pendengarnya. 

Dari makna-makna di atas kata aurat dipahami dalam arti sesuatu yang buruk, atau sesuatu yang hendaknya diawasi karena ia kosong, atau rawan dan dapat menimbulkan bahaya dan rasa malu.

Alquran, kata Prof Quraish, menggunakan maknya yang terakhir ini ketika merekam ucapan kaum munafik yang enggan meninggalkan kampung halaman mereka menuju medan juang. Mereka berdalih sebagaimana terbaca dalam Alquran surat Al Ahzab ayat 13, Allah SWT berfirman:  

إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ “Inna buyutana aurat.” Yang artinya, “Sesungguhnya rumah-rumah kami sungguh sangat rawan (sehingga dapat terancam, dan karena ini kami tidak dapat meninggalkannya).”  Dalam Alquran Surat Maryam ayat 58, Allah berfirman: 

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا ۚ إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَٰنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

“Ulaika lladzina an’amallahu alaihim minannabiyyina min dzurriyyati Aadama wa mimman hamalna ma’a Nuhin wa min dzurriyati Ibrahima wa Israila wa mimman hadaina wajtabayna idza tutla alaihim aayaturrahmaani kharruu sujjadan wa bukiyyan.” 

Yang artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Mahapemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.”  

Kata aurat dalam ayat tersebut menurut Prof Quraish, sering kali disamakan dengan sau’ah yang secara harfiah dapat diartikan sesuatu yang buruk. Akan tetapi dari sekian contoh penggunaannya di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua aurat pasti buruk.

Tubuh wanita cantik, yang harus ditutup, bukanlah sesuatu yang buruk. Ia hanya buruk dan dapat berdampak buruk jika dipandang oleh yang bukan mahramnya. Itu adalah aurat dalam arti rawan, yakni dapat menimbulkan rangsangan berahi yang pada gilirannya jika dilihat oleh mereka yang tidak berhak melihatnya dapat menimbulkan kecelakaan, aib, dan malu.

Dengan demikian, bahasan tentang aurat dalam ajaran Islam adalah bahasan tentang bagian-bagian tubuh atau sikap dan kelakuan yang rawan, mengundang kedurhakaan serta bahaya. 

Dalam pandangan pakar hukum Islam, aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang pada prinsipnya tidak boleh kelihatan, kecuali dalam keadaan darurat atau kebutaan yang mendesak.

Sedangkan pria dan wanita merupakan dua jenis manusia yang berbeda. Perbedaan mereka bukan saja pada alat reproduksinya, tetapi juga struktur fisik dan cara berpikirnya. Pria dan wanita memiliki hormon-hormon yang kadarnya berbeda satu dengan yang lain.

Darahnya pun memiliki perbedaan-perbedaan. Jumlah butir darah merah pada wanita lebih sedikit ketimbang pria, kemampuan bernapasnya pun lebih rendah dari pria, dan otot-ototnya tidak sekeras otot pria. Masa pubertas wanita berlangsung pada usia 9-13 tahun, sedangkan pada lelaki antara usia 10-14 tahun.

Namun demikian, pria menghasilkan sperma dan tetap subur sejak masa pubertas hingga akhir hayatnya. Berbeda dengan wanita. Sel telur wanita akan habis sekitar usia 51 tahun. Siklus menstruasinya ketika itu berhenti dan ia tidak dapat lagi melahirkan.

Para psikolog menyatakan bahwa ada dalil umum yang berkenaan dengan psikoseksual pria, yang berlainan dengan wanita. Hasrat seksual pria lebih aktif, mudah terangsang (bahkan kadang-kadang tanpa rangsangan sama sekali). Sedikit senyuman atau betis terungkap saja bisa jadi menimbulkan perasaan bermacam-macam.

Dari sinilah Islam memberikan batasan-batasan. Agama ini tidak memerintahkan membunuh nafsu, tetapi memerintahkan manusia untuk mengendalikannya. Karena itu ditemukan beragam tuntunan kepada pria maupun wanita dalam konteks hubungan mereka.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Antara Dosa yang Diampuni dan Tidak Diampuni

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Dalam surah An-Nisa ayat 48 dan 116, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah tingkatan syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisa: 48, 116).

Dalam ayat tersebut, dosa terbagi menjadi dua, yaitu:

Pertama, dosa yang tidak diampuni oleh Allah Ta’ala, jika pelakunya tidak bertaubat.

Kedua, dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, namun hanya bagi orang yang dikehendaki-Nya, meskipun pelakunya meninggal dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa tersebut.

Dan yang dimaksud dengan “dosa yang tidak diampuni” dalam ayat ini adalah apabila pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya. Hal ini karena dosa apa pun itu, apabila seseorang bertaubat darinya dengan memenuhi syarat-syarat diterimanya taubat, maka akan diampuni oleh Allah Ta’ala.

Karena Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar: 53).

Dan ampunan Allah atas seluruh dosa hamba-Nya dalam ayat ini dimaksudkan untuk orang yang bertaubat dari dosanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung” (QS. An-Nur: 31).

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اِنْ يَّنْتَهُوْا يُغْفَرْ لَهُمْ مَّا قَدْ سَلَفَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya), “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu” (QS. Al-Anfal: 38).

Sedangkan syarat diterimanya taubat ada tujuh, yaitu:

Pertama, Islam.

Kedua, ikhlas.

Ketiga, menyesal.

Keempat, berhenti dari dosa saat itu juga.

– Bertaubat dari dosa terkait dengan hak Allah, dengan cara melakukan kewajiban yang ditinggalkan atau meninggalkan keharaman yang terlanjur dilakukan.

– Bertaubat dari dosa terkait dengan hak makhluk, dengan cara menunaikan hak mereka atau meminta kehalalan/maaf kepadanya.

Kelima, bertekad untuk tidak mengulangi.

Keenam, sebelum sakaratul maut (sebelum nyawa sampai tenggorokan).

Ketujuh, sebelum matahari terbit dari barat.

Dosa yang tidak diampuni (jika pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat)

Ulama rahimahumullah berbeda pendapat dalam menafsirkan dosa yang tidak diampuni dalam ayat ini.

Baca Juga: Selingkuh Adalah Dosa Besar

Pendapat pertama

Syirik besar (dan setingkatnya) dan syirik kecil, karena di dalam kalimat tersebut mengandung keumuman jenis syirik dan tidak terdapat pengkhususan jenis syirik tertentu saja.

Pendapat kedua

Syirik besar (dan setingkatnya) saja, karena mayoritas ayat dalam Alquran, maksud lafaz “syirik” ketika disebut secara mutlak (hanya disebut kata “syirik” saja, tanpa ada tambahan keterangan apapun) adalah “syirik besar”, dan bukan syirik kecil. Contohnya dalam surah Al-Maidah: 72 dan Al-Hajj: 31. Dan inilah pendapat yang terkuat.

Catatan:

Catatan pertama, definisi syirik besar

Menyamakan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang khusus milik Allah, yaitu perbuatan ketuhanan (rububiyyah), hak untuk diibadahi (uluhiyyah), dan nama dan sifat Allah (al-asma’ wash shifat).

Syirik ini disifati dengan sifat “besar”, karena mengeluarkan pelakunya dari Islam atau menghancurkan dasar iman. Sedangkan akibat syirik besar bagi pelakunya adalah sebagai berikut:

– Tidak diampuni jika mati dalam keadaan tidak bertaubat.

– Kekal selamanya di neraka.

– Menggugurkan seluruh amalan salih yang telah dilakukan.

Catatan kedua, dosa setingkat syirik besar (selain syirik besar)

– kufur besar

– nifaq besar

Dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, namun hanya bagi orang yang dikehendaki-Nya, meskipun pelakunya meninggal dalam keadaan tidak bertaubat dari dosa tersebut.

Sebelum kita mengetahui dosa yang diampuni oleh Allah Ta’ala, agar lebih jelas, maka kita perlu mengetahui macam-macam dosa dalam ajaran Islam:

1. Syirik besar (dan setingkatnya)

2. Syirik kecil (dan setingkatnya)

3. Bid’ah

4. Maksiat (dosa besar dan dosa kecil)

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ibnul Qayyim dalam Bada’iul Fawaid [1] dan Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah. Syaikh ‘Abdul Azin bin Baz Rahimahullah berkata,

المراتب: الشرك الأكبر ثم الأصغر ثم البدعة ثم كبائر الذنوب ثم صغائر الذنوب

“Tingkatan dosa-dosa, yaitu: syirik besar, lalu syirik kecil, lalu bid’ah, lalu dosa besar, kemudian dosa kecil” [2].

Sedangkan dalam surat An-Nisa: 48, Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah tingkatan syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An-Nisa: 48).

Berarti dalam ayat ini terdapat 2 kelompok besar dosa, yaitu:

a) Syirik besar dan yang setingkatnya

b) Dosa di bawah syirik besar dan yang setingkatnya.

Penjelasan ahli tafsir terhadap surat An-Nisa’: 48

Berikut ini tafsir para ulama tentang ayat di atas:

1. Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,

“Allah mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik (besar), baik dosa kecil maupun dosa besar, dan ampunan tersebut terealisasi ketika Allah menghendakinya, (dan hal itu) tatkala kebijaksanaan-Nya menuntut pengampunan-Nya”. (Taisiir Karimir Rahman)

2. Dalam Tafsir Jalalain,

ويَغْفِر ما دُون  Maksudnya dosa-dosa selain itu (di bawah syirik besar dan setingkatnya, pent.)

لِمَن يَشاء Ampunan untuknya berupa Allah memasukkannya ke dalam surga tanpa adzab. Dan barangsiapa yang Allah berkehendak menyiksanya, maka Allah akan menyiksa sebagian orang mukmin karena dosanya, kemudian Allah memasukkannya ke dalam surga.

3. Dalam Mahasinut Ta’wil, Al-Qasimi rahimahullah berkata,

“Yaitu (Allah mengampuni) dosa di bawah tingkatan syirik (besar) berupa maksiat-maksiat, baik dosa besar maupun dosa kecil.

لِمَن يَشاءُ Sebagai bentuk karunia dan kebaikan dari-Nya”.

4. Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata [3],

“Yaitu (Allah mengampuni dosa-dosa) di bawah syirik (besar), seperti zina, durhaka, minum khamr, dan semacamnya. Ini semua di bawah kehendak Allah. Jika Allah berkehendak, Allah mengampuni pelakunya pada hari kiamat dengan amal salihnya yang lain, dan dengan kebaikannya yang lain sebagai bentuk karunia Allah, kedermawanan-Nya, dan kebaikan-Nya.

Dan jika Allah berkehendak, Allah menyiksanya sesuai kadar kemaksiatan yang dia mati di atasnya, berupa kedurhakaannya kepada orangtuanya atau durhaka kepada salah satu dari keduanya, atau berupa meminum minuman yang memabukkan, berzina, ghibah, namimah, dan yang lainnya”.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan tentang jenis dosa yang diampuni dalam An-Nisa: 48 tersebut [4],

“Kesimpulannya: bahwa seluruh dosa semuanya di bawah kehendak Allah, sama saja apakah dosa itu berkaitan dengan hak Allah ataupun berkaitan dengan hak makhluk seperti ghibah, membunuh, namimah, dan yang semacamnya. Ini semua di bawah di bawah kehendak Allah. Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak, Allah mengampuni pelakunya. Dan jika Allah berkehendak (lain), Allah menyiksanya karena dosa yang dia belum bertaubat darinya.

Adapun jika dia telah bertaubat, maka dosanya terhapus oleh taubatnya. Akan tetapi untuk hak makhluk yang terzhalimi, Allah tidak akan terlantarkan. Bahkan Allah akan memenuhi hak orang yang dizhalimi tersebut, meskipun orang yang menzhalimi tersebut telah bertaubat darinya (namun belum meminta penghalalan kepada orang yang dizhalimi, pent.). Allah akan memenuhi hak orang yang dizhalimi tersebut.

Allah akan membuat orang yang dizhalimi ridha atas pahala Allah untuknya. Jika orang yang menzhalimi itu jujur dalam taubatnya, maka Allah akan membuat ridha orang yang terzhalimi dengan pahala sesuai kehendak-Nya”.

Kesimpulan:

Dari tafsir para ahli tafsir dan penjelasan tentang macam-macam dosa tersebut, maka jenis dosa yang diampuni oleh Allah bagi orang yang dikehendaki-Nya meskipun pelakunya mati dalam keadaan tidak bertaubat darinya adalah segala dosa di bawah kesyirikan besar dan setingkatnya, yaitu:

– Syirik kecil dan setingkatnya

– Bid’ah

– Maksiat (dosa besar dan dosa kecil)

Apakah dosa terkait dengan hak makhluk itu termasuk dosa yang memungkinkan diampuni oleh Allah?

Contoh dosa terkait dengan hak makhluk adalah mencuri, membunuh, menuduh zina, merampas harta, ghibah, mencela, menghina, dan lain-lain.

Ulama menjelaskan bahwa taubat dari dosa berkaitan dengan hak makhluk haruslah dengan mengembalikan hak mereka atau meminta kehalalan/maaf kepada mereka. Jika tidak bisa melakukan hal itu, maka pasti ada tuntutan di akhirat.

Hal ini tidaklah bertentangan dengan surat An-Nisa’ ayat 48 dan 116, karena dalam ayat ini disebutkan bahwa dosa di bawah tingkatan syirik besar diampuni Allah jika Allah menghendakinya. Berarti juga mencakup dosa berkaitan dengan hak makhluk yang tidak sampai membatalkan keislaman sebagaimana syirik besar!

Lalu bagaimana nasib orang yang menzhalimi saudaranya di akhirat jika Allah berkehendak mengampuninya, apakah berarti masih ada tuntutan kepadanya?

Dan jika Allah berkehendak mengampuni orang yang menzhalimi, maka bagaimanakah nasib orang yang dizhalimi di akhirat, apakah tidak mendapatkan haknya di sana?

Yang jelas, Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana, namun bagaimana penjelasannya, akan kami jelaskan di kesempatan yang lain.

Wallahu a’lam.

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/69776-antara-dosa-yang-diampuni-dan-tidak-diampuni.html

Tiga Waktu Aurat, Ini Penjelasannya

Allah berfirman dalam Alquran Surah Nuh ayat 58, “Ulaika lladzina an’amallahu alaihim minannabiyyina min dzurriyyati Aadama wa mimman hamalna ma’a Nuhin wa min dzurriyati Ibrahima wa Israila wa mimman hadaina wajtabayna idza tutla alaihim aayaturrahmaani kharruu sujjadan wa bukiyyan,”.

Yang artinya, “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis,”.

Prof Quraish Shihab dalam buku Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah menjelaskan, terdapat tiga waktu yang merupakan aurat dalam ayat tersebut dalam arti rawan. Sehingga siapapun termasuk anak-anak, harus meminta izin sebelum menemui seseorang saat-saat itu.

Waktu-waktu tersebut berdasarkan Surah Nuh ayat 58 ini adalah:

Pertama, sebelum sholat subuh. Sebab ketika itu adalah waktu bangun tidur di mana pakaian sehari-hari belum dipakai.

Kedua, ketika menanggalkan pakaian (luar) di tengah hari (karena itu biasanya seseorang akan berbaring untuk beristirahat).

Ketiga, sesudah sholat Isya. Yakni sampai sepanjang malam, sebab ketika itu seseorang telah bersiap tidur atau sedang tidur.

Ketiga waktu ini, kata Prof Quraish, merupakan waktu rawan untuk terganggunya privasi seseorang sehingga diperlukan adanya izin khusus agar setiap orang dapat merasa aman dari gangguan orang lain.

KHAZANAH REPUBLIKA

Fiqih Ringkas Lafaz “Aamiin”

Bismillah walhamdulillah washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Dalam kesempatan kali ini, kami akan seikit membahas fiqh lafaz “aamiin” secara ringkas dalam poin-poin berikut ini.

  1. Bagaimana harakatnya?

Harakatnya adalah آمِيْنَ

Huruf أ berharakat fathah dan dibaca mad badal karena aslinya adalah dua hamzah, lalu hamzah yang kedua diubah menjadi alif mad.

– Huruf م berharakat kasrah.

Huruf ي berharakat sukun.

– Huruf ن berharakat fathah karena آمِيْنَ adalah isim mabni ‘alal fathi, yaitu isim yang harakat akhirnya tetap berharakat fathah pada setiap kondisi.

Adapun jenis isimnya adalah isim fi’il amr, yaitu sebuah isim mabni yang menggantikan fi’il ‘amr (kata kerja perintah) secara makna dan penggunaan sehingga ia mengandung makna  fi’il ‘amr serta zamannya. Di samping itu, juga beramal seperti amalannya, namun tidak terdapat tanda-tanda fi’il pada isim tersebut.

Isim fi’il, baik madhi, mudhari’, maupun ‘amr lebih kuat menghantarkan makna daripada fi’ilnya masing-masing. Beberapa contoh isim fi’il, seperti هيهات , أفّ , dan صهٍ .

  1. Bagaimana cara bacanya? [1]

Pertama, memendekkan alif (أَمِيْنَ) dengan wazan : فَعِيْلٍ

Kedua, memanjangkan huruf alif dan ya’ , masing-masing 2 harakat (آمِيْنَ) dengan wazan فَاعِيْلٍ 

Ketiga, memanjangkan alif dan ya’, kedua huruf tersebut bisa 2/4/6 harakat.

-Alasan alif bisa 2/4/6 harakat karena statusnya mad badal.

-Alasan ya’ bisa 2/4/6 harakat karena statusnya mad ‘aridh lissukun.

  1. Adakah cara membaca آمِيْنَ yang salah?

Ulama berselisih pendapat tentang mentasydidkan huruf mim pada lafaz aamiin sehingga menjadi آمِّيْنَ. Pendapat terkuat adalah ini bacaan yang salah karena bisa merubah arti. Artinya adalah orang-orang yang menuju. (seperti dalam surat Al-Maidah ayat 2). [2]

Ulama juga berselisih pendapat apakah bacaan dengan mentasydidkan huruf mim ini membatalkan salat?

Pendapat terkuat adalah ulama yang menyatakan bahwa bacaan tersebut membatalkan salat dan haram diucapkan. Hal ini karena maknanya berubah, sehingga hal itu termasuk kata-kata manusia di luar lafaz salat. [3]

  1. Apakah makna aamiin yang benar?

Kata آمِيْنَ isim fi’il amr, mengandung makna kata kerja perintah, yaitu استجب (kabulkanlah). Perintah ini konteksnya adalah memohon alias berdoa sehingga makna lengkap آمِيْنَ adalah اللهم استجب  (Ya Allah, kabulkanlah doaku/doa kami).

Karena kandungan lafaz aamiin adalah doa, hendaknya pada saat mengucapkannya, seseorang menghadirkan dalam hati rasa berharap kepada Allah Ta’ala agar Allah Ta’ala memberi hidayah shirathal mustaqim, yaitu jalan lurus, jalan ilmu syar’i, dan amal saleh.

  1. Apakah آمِيْنَ adalah ayat Al-Qur’an dan bagian dari Al-Fatihah?

آمِيْنَ bukanlah ayat Al-Qur’an, dan bukan juga bagian dari Al-Fatihah, hal ini berdasarkan ijma’ ulama rahimahumullah.

  1. Apakah hukum mengucapkannya?

Hukum mengucapkannya adalah sunnah, baik di luar salat (seperti saat doa dalam khuthbah Jum’at dan membaca Al-Fatihah di luar salat), maupun di dalam salat, baik ketika salat sendirian, atau menjadi makmum, atau imam, baik dalam salat fardhu maupun salat sunnah, baik dalam salat jahriyyah maupun sirriyyah, termasuk juga ketika qunut dalam witir atau lainnya, begitu pula saat salat Istisqo’.

Jika lafaz aamiin tidak dibaca atau lupa saat salat, maka tidak membatalkan salat dan tidak ada kewajiban sujud sahwi.

  1. Apakah membacanya dengan mengeraskan suara?

Jumhur ulama menyatakan disunnahkan bagi imam, makmum, dan orang yang salat sendirian untuk membacanya dengan keras pada salat jahriyyah, dan dipelankan pada salat sirriyyah.

  1. Kapan makmum dan imam membacanya pada salat jahriyyah?

Berdasarkan hadis di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim [4], dapat disimpulkan waktu membaca dalam salat jahriyyah sebagai berikut:

– Apabila makmum mendengar aamiin imam, maka hendaknya makmum mengucapkannya bersamaan dengan imam.

Dan agar ucapan aamiin makmum dapat bertepatan dengan ucapan aamiin imam, maka caranya adalah dengan menunggu imam mengucapkan permulaan kata aamiin (huruf pertama), lalu makmum segera mengucapkannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Al-Albani rahimahullah. [5]

– Apabila makmum tidak mendengar aamiin imam, maka makmum mengucapkannya langsung setelah imam selesai membaca Al-Fatihah, karena saat itu waktu imam mengucapkan aamiin.

Dan makmum mengucapkannya bersamaan dengan imam ini adalah perkara yang dikecualikan dari hukum makruhnya makmum membarengi imam saat salat karena adanya perintah khusus membarengi imam saat mengucapkan aamiin dalam hadis di dalam Shahih Bukhari tersebut. [6]

  1. Apa hukum makmum mendahului imam dalam mengucapkannya?

Makmum yang mendahului imam dalam mengucapkan aamiin, maka ia tidak mendapatkan keutamaan ganjaran membersamai imam saat mengucapkan aamiin, berupa diampuni dosa yang telah lalu sebagaimana hal ini disampaikan oleh Syekh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah.

Dan bila makmum mengucapkan aamiin dengan sengaja, padahal imam belum selesai membaca Al-Fatihah, maka sebagian ulama menyatakan bahwa makmum itu berdosa sebagaimana hal ini disampaikan oleh Syekh Al-Albani dan Syekh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithi rahimahumallah karena melanggar larangan menyelisihi imam dalam hadis yang muttafaqun ‘alaih.

Sedangkan jika tidak dengan sengaja, maka ia mengulang mengucapkan aamiin bersama imam sebagaimana telah dijelaskan di atas. [7]

  1. Apakah keutamaan mengucapkan aamiin dalam salat berjamaah bagi imam maupun makmum?

Dalam salat jama’ah, jika makmum mengucapkan aamiin bertepatan dengan imam mengucapkannya sehingga ucapan aamiin makmum bertepatan dengan ucapan aamiin malaikat, maka dosanya yang telah lalu diampuni oleh Allah, keutamaan ini untuk imam, makmum, maupun orang yang salat sendirian.

Di samping itu, makmum dan imam pun juga mendapatkan keutamaan lainnya, yaitu dikabulkan doanya.

Dalil pertama adalah hadis dalam Shahihain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا أمَّن الإمامُ فأمِّنوا؛ فإنَّه مَن وافَقَ تأمينُه تأمينَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه

“Jika imam mulai mengucapkan ‘Aamiin’ ucapkanlah ‘Aamiin’! Karena barangsiapa yang ucapan aminnya bertepatan dengan ucapan amin malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”

Dan hadis riwayat Imam Al-Bukhari rahimahullah, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قَالَ الْإِمَامُ : ( غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ) ، فَقُولُوا : آمِينَ ، فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلَائِكَةِ ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Jika imam selesai mengucapkan, ‘ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhoolliin’, maka ucapkanlah, ‘Aamiin’! Karena barangsiapa yang ucapan aminnya bertepatan dengan ucapan amin para malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan dalam Fathul Bari [8] ,

وفيه فضيلة الإمام؛ لأن تأمين الإمام يُوافِق تأمين الملائكة؛ ولهذا شُرِعت للمأموم موافقته

Dalam hadis ini terdapat keutamaan kedudukan imam karena ucapan aamiin imam bertepatan dengan ucapan aamiin para malaikat. Oleh karena itu, disyari’atkan bagi makmum agar membersamai imam dalam mengucapkannya.

Dalil kedua adalah hadis sahih dalam Shahih An-Nasa’i rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وإذا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ فَقولوا آمينَ يُجِبكمُ اللَّهُ

“Jika imam selesai mengucapkan, ‘ghoiril maghdhuubi ‘alaihim waladhdhoolliin’, maka ucapkanlah ‘Aamiin’, niscaya Allah mengabulkan doa kalian.” [9]

  1. Bagaimana cara ucapan bertepatan dengan ucapan aamiin malaikat?

Ada dua pendapat ulama dalam masalah ini [10],

Pendapat pertama

Syekh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah saat ditanya dengan pertanyaan ini, beliau menjawab,

“Apabila Anda mengucapkan aamiin saat imam (selesai) mengatakan ‘waladhdhoolliin’, maka berarti Anda telah bertepatan dengan ucapan aamiin (malaikat).”

Pendapat kedua

Makmum baru mengucapkan aamiin saat imam memulai mengucapkan aamiin agar ucapan aamiin makmum bersamaan dengan ucapan aamiin imam, sebagaimana dijelaskan dalam jawaban pertanyaan nomor delapan. Dan inilah pendapat terkuat, wallahu a’lam.

  1. Dosa apakah yang dilebur sebagai ganjaran aamiin makmum bersamaan dengan aamiin imam sehingga dikatakan bertepatan dengan aamiin malaikat?

Berdasarkan dari gabungan dalil-dalilnya, maka maksud dosa telah lalu yang diampuni di sini adalah (khusus) dosa kecil.

  1. Apakah wanita dan orang yang salat sendirian (tidak berjama’ah) yang mengucapkan aamiin juga mendapatkan keutamaan diampuni dosanya yang telah lalu?

Sebagian ulama menyatakan bahwa wanita dan orang yang salat sendirian yang mengucapkan aamiin juga mendapatkan keutamaan diampuni dosanya yang telah lalu asalkan sama dengan malaikat dari sisi sama-sama ada keikhlasan, kekhusyu’an dan tidak lalai dalam berdoa dengan doa aamiin.

Karena maksud dari “bertepatan dengan ucapan aamiin malaikat” adalah bertepatan dengan mereka dalam hal keikhlasan, kekhusyu’an, dan tidak lalai dalam berdoa dengan doa aamiin, menurut sebagian ulama.

Alasan lainnya, menurut sebagian ulama adalah karena dalam hadis tidaklah disebutkan barangsiapa yang ucapan aamiinnya bertepatan dengan ucapan aamiin imam, namun yang disebutkan dalam hadis adalah bertepatan dengan ucapan aamiin malaikat. Sehingga keutamaan amalan ini tidak khusus untuk makmum, tetapi juga untuk orang yang salat sendirian, termasuk wanita yang salat di rumah.

Hal ini diperkuat oleh hadis riwayat Imam Muslim rahimahullah,

إذا قال أحدكم في الصلاة آمين والملائكة في السماء آمين فوافق إحداهما الأخرى غفر له ما تقدم من ذنبه

“Jika salah seorang di antara kalian mengucapkan dalam salatnya “Aamiin” dan malaikat di langit mengucapkan “Aamiin” (pula), lalu satu dengan lainnya saling bertepatan, maka diampuni dosanya yang telah lalu.”

Dari hadis inilah Badruddin Al-’Aini rahimahullah menyimpulkan bahwa keutamaan amalan tersebut juga untuk orang yang salat sendirian. [11]

Wallahu a’lam.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukasyah

Sumber: https://muslim.or.id/70281-fiqih-ringkas-lafazh-aamiin.html

Kematian Sebagai Nasihat

Kematian menjadi penyemangat agar kita memperbanyak dan meningkatkan kualitas amal ibadah.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” (QS al-Anbiya: 35).

Ayat Alquran itu menegaskan bahwa maut adalah sesuatu yang pasti terjadi pada diri setiap orang. Dan, tidak ada satu pun manusia mengetahui kapan dirinya akan wafat. Sungguh, perkara kematian merupakan salah satu rahasia Ilahi.

“Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat meminta penundaan(nya)” (QS al-Hijr: 5).

Allah Ta’ala juga menetapkan, tenggat waktu datangnya mau sudah ditentukan. Tidak dapat dimundur. Tidak pula bisa dimajukan.

Karena itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya untuk sering mengingat mati. Bukan untuk berputus asa. Justru zikrulmaut menjadi penyemangat agar kita memperbanyak dan meningkatkan kualitas amal ibadah.

Jangan lalai

Pernak-pernik duniawi kerap kali melalaikan manusia dari mengingat mati. Saking semangatnya menumpuk-numpuk harta, lupa bahwa usia kian menua dari tahun ke tahun. Saat melihat pada cermin, tampak bahwa rambut telah memutih, kulit tak lagi kencang, atau pandangan mata tak lagi tajam.

Bukannya memikirkan umur, yang ada dalam pikiran justru pertanyaan, bagaimana menutup-nutupi itu semua. Warna hitam melapisi putihnya uban. Berbagai krim dioles untuk perawatan kulit. Dan berbagai upaya lainnya.

Adalah hasrat manusiawi untuk tampil sebagus-bagusnya. Akan tetapi, janganlah hal itu membuai kita dari perenungan. Sejauh ini, sudah baikkah ibadah-ibadah kita dalam pandangan Allah? Bagaimana dengan tobat yang kita lakukan?

Dunia ini sementara

Banyak orang ketika dicabut nyawanya sedang berada dalam kondisi maksiat. Sesaat sebelumnya, mereka cenderung berpikir bahwa waktu kehidupan masih panjang. Nanti sesudah mereguk kenikmatan duniawi, dapatlah kembali ingat ibadah atau bertobat.

Padahal, sekali lagi, tidak ada yang mengetahui kapan dan di mana ajalnya tiba. Kecenderungan lalai biasanya terjadi lantaran seseorang sudah tidak ingat lagi kepada kematian. Kenikmatan duniawi telah melalaikannya.

Nabi SAW bersabda, “Perbanyaklah mengingat sang pemutus kelezatan, yaitu kematian.” Pesan Rasulullah SAW itu bermakna sangat dalam. Inilah imbauan untuk selalu menyadari, kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Adapun negeri akhirat lebih kekal dan utama.

Kembali kepada Allah

“Siapapun yang pelatarannya dihampiri oleh kematian, maka tak ada bumi maupun langit mampu melindunginya. Bumi Allah teramat luas. Namun, tatkala mati menjemput, sempitlah semua ruang.” Begitu petikan dari sebuah syair karya Imam Syafii.

Banyak karya sastra mengibaratkan kematian sebagai pengalaman yang sangat sepi. Dalam arti, hanya si calon jenazah yang sedang sekarat bisa mengalaminya. Bukan anaknya, istri/suaminya, orang tua, sahabat, atau siapapun di sekitarnya. Mereka semua hanya bisa menyaksikan, bukan ikut merasakan.

Karena itu, segeralah bertobat selama hayat masih di kandung badan. Dengan kembali kepada Allah, hati menjadi tenang.

Wallahu a’lam.

OLEH HASANUL RIZQA

KHAZANAH REPUBLIKA

Malaikat Mendoakan Orang yang Menjaga Wudhu

SIAPA yang tidak senang didoakan dalam kebaikan? Setiap orang pasti senang didoakan dalam kebaikan. Apalagi jika yang mendoakan adalah para malaikat. Siapakah orang yang mendapat doa dari para malaikat?

Orang yang senantiasa dalam keadaan suci dengan menjaga wudhu akan didoakan oleh para malaikat. Para malaikat yang langsung akan memonohonkan ampunan kepada Allah bagi orang-orang yang senantiasa menjaga wudhu.

Simaklah Hadis Rasulullah ﷺ berikut ini.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

دخلت الجنة فرأيت بلالاً فيها فقلت لبلال بم سبقتني إلى الجنة فقال لا أعرف شيئاً إلاّ أني لا أحدث وضوأً إلاّ أصلي عقيبه ركعتين

“Aku memasuki surga, tiba-tiba aku melihat Bilal sudah berada di sana. Akupun bertanya kepada Bilal : Amalan apa yang menjadikanmu mendahuluiku masuk surga?” Dia menjawab : “Aku tidak tahu apapun, hanya saja aku tidak pernah berhadats kecuali aku langsung berwudlu dan shalat dua rakaat setelahnya.” (HR: Ahmad no 22487)

Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَهُ ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ ، فَيُقْبِلُ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلا وَجَبَ لَهُ الْجَنَّةُ

“Tidaklah seorang muslim berwudhū’ lalu dia membaguskan wudhū’ nya dan shalat 2 raka’at dalam keadaan hati dan wajahnya khusyū’ pada 2 raka’at (shalat) tersebut kecuali wajib baginya untuk mendapatkan surga.” (HR Muslim)

Kita mengetahui bahwa jumlah malaikat itu sangat banyak. Lebih banyak dari jumlah manusia di bumi ini. Bisa dibayangkan jika seluruh malaikat memohonkan ampunan kepada Allah untuk kita, betapa beruntungnya kita. Mudah-mudahan dosa-dosa kita diampuni oleh Allah Swt. Karena itu, berusahalah menjadi orang yang senantiasa menjaga wudhu.

Dari Abdullah bin Umar radliyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا، بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا

“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.’” (HR. Ibn Hibban 3/329. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Perawi hadis ini termasuk perawi kitab shahih).

Menjaga wudhu adalah bagian dari karakter seorang mukmin sejati. Karena dengan menjaga wudhu, kita akan lebih mampu menjaga perilaku kita. Mulut kita akan terkontrol untuk tidak membicarakan hal-hal yang buruk.

Mata kita juga akan terjaga untuk tidak melihat hal-hal yang diharamkan Kita akan lebih mampu menjaga telinga kita dari mendengarkan pembicaraan yang negatif. Tangan kita juga lebih teraga untuk tidak melakukan perbuatan tercela.

Demikian juga kita akan jaga kaki kita untuk tidak melangkah ke tempat tempat maksiat itu semua kita lakukan karena kita merasa dalam keadaan suci berwudhu. Kita merasa tidak nyaman untuk mengotori kesucian diri dan jiwa kita dengan perkataan dan perbuatan tercela.

Dengan demikian, pantaslah para malaikat memohonkan ampunan bagi orang orang mukmin yang menjaga wudhu. Inilah doa para malaikat bagi orang-orang mukmin sejati.

ٱلَّذِينَ يَحۡمِلُونَ ٱلۡعَرۡشَ وَمَنۡ حَوۡلَهُۥ يُسَبِّحُونَ بِحَمۡدِ رَبِّهِمۡ وَيُؤۡمِنُونَ بِهِۦ وَيَسۡتَغۡفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ رَبَّنَا وَسِعۡتَ كُلَّ شَىۡءٍ رَّحۡمَةً وَعِلۡمًا فَٱغۡفِرۡ لِلَّذِينَ تَابُواْ وَٱتَّبَعُواْ سَبِيلَكَ وَقِهِمۡ عَذَابَ ٱلۡجَحِيمِ

رَبَّنَا وَأَدۡخِلۡهُمۡ جَنَّٰتِ عَدۡنٍ ٱلَّتِى وَعَدتَّهُمۡ وَمَن صَلَحَ مِنۡ ءَابَآئِهِمۡ وَأَزۡوَٰجِهِمۡ وَذُرِّيَّٰتِهِمۡ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ

وَقِهِمُ ٱلسَّيِّـَٔاتِ وَمَن تَقِ ٱلسَّيِّـَٔاتِ يَوۡمَئِذٍ فَقَدۡ رَحِمۡتَهُۥ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ

“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala.”

“Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

“dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS: Al Mukmin: 7-9)

Setiap perbuatan yang kita lakukan mesti mengandung konsekuensi. Perbuatan baik menimbulkan kebaikan dan maslahat, sedangkan perbuatan buruk menimbulkan keburukan dan mudharat.

Sebagai orang yang berakal dan beriman, semestinya kita selalu berusaha melakukan perbuatan baik, sehingga menimbulkan konsekuensi kebaikan pula.

Salah satu perbuatan baik dan perlu untuk diamalkan adalah menjaga wudhu. Wudhu akan menimbulkan kebaikan yang banyak.

Setiap tetes air yang kita gunakan untuk berwudhu, insya Allah akan dicatat sebagai kebaikan bagi diri kita. Bahkan, jika setelah berwudhu kita pergi ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah, maka setiap langkah kita juga dicatat sebagai kebaikan.

Rasulullah ﷺ  bersabda;

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: «إذا توضَّأ العبدُ المسلم، أو المؤمن فغسل وَجهَهُ خرج مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نظر إليها بِعَينَيهِ مع الماء، أو مع آخر قَطْرِ الماء، فإذا غسل يديه خرج من يديه كل خطيئة كان بَطَشَتْهَا يداه مع الماء، أو مع آخِرِ قطر الماء، فإذا غسل رجليه خرجت كل خطيئة مَشَتْهَا رِجْلَاه مع الماء أو مع آخر قطر الماء حتى يخرج نَقِيًا من الذنوب».
[صحيح.] – [رواه مسلم.]

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- secara marfū’, “Apabila seorang muslim atau mukmin berwudhu, lalu ia membasuh wajahnya, akan keluarlah dari wajahnya setiap dosa akibat pandangan kedua matanya bersamaan dengan air, atau bersama dengan tetesan air terakhir. Lalu jika ia membasuh kedua tangannya, akan keluarlah setiap dosa akibat kekerasan yang dilakukan kedua tangannya bersamaan dengan air, atau bersama dengan tetesan air yang terakhir. Lalu jika ia membasuh kedua kaki, akan keluarlah setiap dosa akibat langkah kedua kakinya bersamaan dengan air, atau bersama tetesan air terakhir, hingga ia keluar (dari wudu) bersih dari dosa.”  (HR: Muslim]

“Barangsiapa yang berwudhu dalam keadaan masih suci Allah akan menulis sepuluh kali pahala kebaikan baginya dengan wudhu itu.” (HR Abu Daud ).

Ulama menjaga wudhu

Apabila kita baca dan cermati biografi para ulama, maka kita dapati mereka amat bersung-sungguh menjaga wudhunya dalam setiap keadaan. Sebagai contoh, Al-Imam asy-Syathibi, Beliau adalah seorang yang buta, akan tetapi tidaklah beliau duduk di suatu majelis ilmu, kecuali beliau selalu dalam keadaan suci.

Bahkan di antara ulama ada yang tidak mau membaca hadis-hadis Rasulullah ﷺ kecuali mereka berwudhu terlebih dahulu. Bukan karena mereka berpendapat wajibnya berwudhu ketika hendak membaca hadis, akan tetapi yang mendasari hal itu adalah kesungguhan mereka untuk memuliakan ilmu dan untuk mendapatkan keutamaan yang besar dalam wudhu.

Wudhu bukanlah amalan yang remeh dan sepele, melainkan merupakan amalan yang besar di sisi Allah Swt. Sehingga mendorong kita untuk selalu dalam kondisi suci dan berupaya bagaimana berwudhu dengan sempuna, yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad  ﷺ.

Kapan orang harus berwudhu?

Sangat dianjurkan bagi seseorang untuk selalu berada dalam keadaan bersih dan suci lahir batin. Karena hal ini akan berdampak kepada perilaku dan perbuatan orang tersebut.

Orang yang selalu punya wudhu, akan berusaha untuk menjaga perilaku maupun perbuatannva tetap bersih dan sangat berhati-hati. La akan selalu mengikat dan menjaga setiap kegiatannya, ucapan, kata-kata, maupun perilaku dan perbuatan-nya agar selalu di dalam koridor kesucian jiwa dan kebersihan hati.

Berikut beberapa waktu yang disunnahkan (dianjurkan) untuk berwudhu, kecuali bagi orang-orang yang selalu menjaga dirinya dalam keadaan wudhu.

Pertama,  hendak ke Masjid

Langkah menuju masjid adalah langkah menuju kebaikan, maka sudah tentu langkah itu mempunyai nilai ibadah. Setiap perbuatan akan mempunyai nilai ibadah kalau diniatkan dengan benar dan dibarengi dengan kebersihan kesucian hati serta semata-mata dikeakan nanya untuk mengharap ridha Allah Swt

Berwudhu sebelum berangkat shalat berjamaah ke masjid merupakan salah satu sunnah Nabi Muhammad Saw. Allah Swt. Menjanjikan berkah pada setiap langkah kaki kanan maupun berkah pada setiap langkah kaki kanan maupun kiri berupa penghapusan dosa dan penambahan pahala.

Langkah kita bernilai ibadah. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ. Dari bnu Umar Rasululiah ﷺ bersabda

Hadis dari Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من توضأ للصلاة فأسبغ الوضوء ثم مشى إلى الصلاة المكتوبة فصلاها مع الناس، أو مع الجماعة، أو في المسجد غفر الله له ذنوبه

Siapa yang berwudhu untuk shalat dan dia sempurnakan wudhunya, kemudian dia menuju masjid untuk shalat fardhu. Lalu dia ikut shalat berjamaah atau shalat di masjid maka Allah mengampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim).

Kedua, Menyentuh Mushaf AI-Qur an

Al-Qur’an adalah kalanullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai kitab suci umat Islam. Dalam rangka memuliakan Al-Qur’an sebagai firman Allah, maka disunnahkan untuk berwudhu sebelum memegang kitab Suci ini.

Al Imam Ath Thabrani dan Al Imam Ad Daraquthni meriwayatkan hadis Rasulullah ﷺ

أن لا يمس القرآن إلا طاهر

“Tidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang sudah bersuci.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ no. 419 dan Ad-Darimi no. 1266).

Berwudhu sebelum membaca Al-Qur’an adalah wujud kita memuliakan Allah Swt, sebab membaca Al-Qur’an adalah semulia-mulia zikir kepada Allah Swt

Ketiga, hendak Tidur

Termasuk sunnah Rasulullah adalah berwudhu sebelum tidur. Hal ini bertujuan agar setiap muslim dalam kondisi suci pada setiap keadaannya, walaupun ia dalam keadaan tidur.

Hingga bila memang ajalnya datang menjemput, maka dia pun kembali ke hadapan Rabbnya dalam keadaan suci. Sunnah ini juga akan mengarahkan umat Muslim pada mimpi yang baik dan terjauhkan diri dari permainan setan yang selalu mengincarnya (lihat Fathul Bari 11/125 dan Syarah Shahih Muslim 17/27).

Tentang sunnah ini, Rasulullah telah menjelaskan dalam sabda beliau

Dari Abdullah bin Umar radliyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا، بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلَانٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا

“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci.’” (HR: Ibn Hibban 3/329. Syuaib Al-Arnauth mengatakan, Perawi hadis ini termasuk perawi kitab shahih).

Lebih jelas lagi, dari riwayat sahabat Mu’adz bin Jabal, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang muslim tidur di malam hari dalam keadaan dengan berzikir dan bersuci, ke mudian ketika telah terbangun dari tidurnya lalu meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, melainkan pasti Allah akan mengabulkannya.” (dalam Fathul Bari juz 11/124)

Demikianlah sunnah yang selalu dijaga oleh Rasulullah ﷺ ketika hendak tidur, yang semestinya kita sebagai muslim meneladaninya. Bahkan ketika beliau terbangun dari tidurnya untuk buang hajat, maka setelah itu beliau berwudhu lagi sebelum kembali ke tempat tidurnya.

Sebagaimana yang diceritakan Abdullah bin Abbas ra: “Bahwasanya pada suatu malam Rasulullah pernah terbangun dari tidurnya untuk menunaikan hajat. Kemudian beliau membasul wajalı dan tangannya (berwudhu) lalu kembali tidur.” (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Keempat, hendak berhubungan intim

Rasulullah ﷺ juga memberikan bimbingan bagi para pasutri (pasangan suami istri ketika hendak berhubungan badan. Hendaknya bagi pasutri berwudhu dahulu kemudian berdoa sebelum melakukannya, dengan doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.

Rasulullah  sallam bersabda,

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.” (HR. Muslim)

Wudhu yang dilakukan sebelum berhubungan antara suami dengan istrinya bertujuan agar setan tidak ikut campur dalam acara yang sakral ini. Kelak ketika mereka kemudian dikaruniai anak, maka setan tidak mampu memudharatkannya. Hal ini sesungguhnya merupakan ‘pembelajaran awal terhadap sang calon anak yang insya Allah akan dikaruniakan kepada pasangan suami-istri tersebut, apabila Allah Swt. Mengizinkan.*

HIDAYATULLAH

5 Cara Mualaf untuk Lebih Dekatkan Diri kepada Allah SWT

Langkah mualaf mengenali Allah SWT terkadang cukup terjal

Nabi Muhammad SAW memberi tahu umatnya bahwa Allah SWT berjanji untuk lebih dekat ketika hamba-Nya berusaha untuk dekat dengan-Nya , selama upaya hambanya tulus.  

Dilansir di aboutislam.net, seorang Muslim bisa lebih dekat dengan Allah melalui berbagai sederhana, tetapi yang paling penting adalah kegigihan. Karena Nabi Muhammad memberi tahu kita bahwa Tuhan menyukai perbuatan baik dan ibadah yang gigih, teratur dan konsisten, bahkan jika itu tidak terlalu rumit, yang penting adalah bahwa mereka menjadi kebiasaan.  Berikut ini lima cara untuk lebih dekat dengan Allah di antaranya:  

Pertama, mengenal Allah SWT. Allah bukan hanya sebuah konsep, Dia benar-benar ada, dan Dia mengenal hamba dan mendengarkan apa yang seorang hamba ucapkan, jadi berbicaralah dengan-Nya dan dengarkan Dia berbicara melalui firman-Nya di dalam Alquran. 

Pelajari tentang Dia, kenali Dia melalui asmaul husna atau 99 nama dan sifat-Nya, baca kitab-Nya, ikuti utusan-Nya, dan pelajari serta terapkan perintah dan larangan-Nya. 

Kedua, mengenali diri sendiri. Luangkan waktu setiap hari untuk fokus ke dalam untuk benar-benar mengenal diri yang sebenarnya dan menciptakan kedamaian dengan diri sendiri. Pelajari bagaimana tubuh dan pikiran berfungsi, dan bagaimana emosi bekerja, seperti yang disebutkan Alquran dengan melihat keajaiban menakjubkan yang disebut tubuh. 

Ketiga, mengenali lingkungan sekitar. Alquran juga memerintahkan kita untuk melihat ke sekeliling terutama pada ciptaan Tuhan yang menakjubkan dan merenungkannya. Kontemplasi adalah ibadah yang sangat dihargai dalam Islam. Dan ingat muslim memiliki contoh praktis yang bagus untuk perilaku teladan dalam diri Nabi Muhammad saw. Alquran menyebut dia sebagai pemimpin kita bagi Tuhan. 

Keempat, seimbangkan hidup. Kita semua memiliki tiga bidang dalam hidup kita, diri sendiri, pekerjaan, dan hubungan. Islam mengajarkan bahwa ketiganya saling berhubungan dan saling terkait, mereka adalah satu kesatuan, dan kita harus melakukan upaya yang baik ke dalam ketiganya untuk menjalani hidup yang seimbang dan sehat. Mengatur ulang prioritas hidup sesuai dengan ajaran Islam, dan menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan adalah jalan terpendek untuk dekat dengan Allah SWT. 

Kelima, sholat tepat waktu. Seorang Muslim berada paling dekat dengan Allah ketika dahi berada di tanah dalam keadaan sujud, dan Allah menyukai sholat tepat waktu sebagai amal terbaik dari seorang mukmin.n Ratna Ajeng Tejomukti  

Sumber: aboutislam 

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa Memohon Pelindungan Pada Allah

Dalam buku Doa Harian Bersama M. Quraish Shihabterdapat doa memohon perlindungan pada Allah dari pelbagai kejahatan, keburukan, dan dosa. Doa cocok diamalkan oleh seorang muslim agar terhindar dan terlindungi dari pelbagai keburukan.

Berikut doa memohon perlindungan tersebut;

اللَّـهُـمَّ أنتَ العـالِمُ بِـسرائرنا فَـأصلحها، وانت العـالِمُ بِـحوائجنا فاقـضِها، و العـالِم بِـذنوبنا فاغـفِرها، و العـالِم بِـعيوبنا فاسـتُرها,  اللهم لاترنا حيث نهيتنا ولا تفقدنا حيث امرتنا اعزنا باالطاعة ولا تذلنا بالمعصية واشغلنا بك عمن سواك واقطع عنا كل شيئ يقطعنا عنك اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ. وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

 Allohumma anta alimu bi sarairina fa aslihha wa anta al alimu bi u’yubina fas turha, wa anta al alimu bihawaijina, faaqdiha.

Allohumma la tarana haisu nahaitana wa la tafqidna haisu amartana a’izzana bit thaa’ti wa la tuzilluna bil ma’shiati wa asyghilna bika amman siwaka wa aqtha’ anna kulla syain ya qatau’na anka.

Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wasyukrika wa husni ‘ibadatika. Wa shallahu taa’la  a’la saidina wa a’la alihi wa shahbihi wa sallam

Artinya; Ya Allah, Engkaulah Maha Mengetahui rahasia hati kami, maka sucikanlah. Engkau maha mengetahui keburukan-keburukan kami, maka tutupilah. Engkau maha mengetahui kebutuhan kami, maka penuhilah.

Ya Allah jangan lihat kami di tempat engkau larang kami berada, dan jangan juga cari kami di tempat yang engkau perintahkan kami berada di sana. Muliakanlah kami dengan ketaatan, jangan hinakan kami dengan kedurhakaan.

Jadikan kami dengan sibuk berdzikir kepada mu, sehingga kami tidak disibukkan oleh selain-Mu. Putuskan lah semua hubungan yang menjadi pemutus hubungan kami dengan Mu.

Ya Allah bantulah kami berdzikir, bersyukurdan beribadah dengan indah kepada Mu. Semoga shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad , serta atas keluarga beliau, dan juga kepada sahabat beliau yang mulia.

Demikian doa memohon perlindungan pada Allah. Semoga doa ini memberikan bermanfaat dan bisa diamalkan. 

BINCANG SYARIAH

Ketika Punya Hajat, Sebaiknya Bernazar Atau Berdoa?

Terdapat sebagian orang yang sering melakukan nazar ketimbang minta didoakan ketika dia punya hajat tertentu. Misalnya, ketika dia punya hajat agar bisa diterima menjadi PNS, dia bilang pada seseorang, ‘Jika aku diterima menjadi PNS, aku akan membelikanmu baju.’ Nazar ini dia lakukan dengan harapan agar melalui nazar tersebut hajatnya bisa tercapai. Sebenarnya, ketika punya hajat, sebaiknya bernazar atau memperbanyak berdoa kepada Allah?

Menurut para ulama, ketika kita punya hajat tertentu, baik hajat yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, kita dianjurkan untuk memperbanyak berdoa kepada Allah agar hajat tersebut bisa tercapai ketimbang kita melakukan nazar. Meski nazar dalam Islam diperbolehkan, namun hal itu tidak dianjurkan untuk kita lakukan. Bahkan Islam cenderung melarang nazar karena nazar tidak bisa menjadi sebab apapun untuk tercapainya sebuah hajat.

Ini sebagaimana hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, dari Ibnu Umar, dia berkata;

نَهَى النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عَنِ النَّذْرِ قَالَ: إِنَّهُ لاَ يَرُدُّ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

Nabi Saw melarang untuk bernazar, beliau bersabda; Nazar sama sekali tidak bisa menolak sesuatu. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.

Juga hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

لاَ تَنْذُرُوا فَإِنَّ النَّذْرَ لاَ يُغْنِى مِنَ الْقَدَرِ شَيْئًا وَإِنَّمَا يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنَ الْبَخِيلِ

Janganlah bernazar. Karena nazar tidaklah bisa menolak takdir sedikit pun. Nazar hanyalah dikeluarkan dari orang yang pelit.

Ini berbeda dengan doa. Dalam Islam, berdoa sangat dianjurkan dalam setiap waktu dan keadaan, terutama ketika kita punya hajat tertentu. Selain itu, doa bisa merubah ketetapan Allah. Sehingga jika kita punya hajat tertentu, maka kita sebaiknya memperbanyak berdoa ketimbang nazar. Karena doa itulah yang bisa menjadi sebab hajat kita cepat tercapai dan dikabulkan oleh Allah.

Ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa berikut;

ليس النذر سببا لحصول مطلوبه كالدعاء فإن الدعاء من أعظم الأسباب وكذلك الصدقة وغيرها من العبادات جعلها الله تعالى أسبابا لحصول الخير ودفع الشر إذا فعلها العبد ابتداء

Nazar bukanlah sebab untuk mendapatkan apa yang diinginkan, sebagaimana doa. Sesungguhnya doa termasuk sebab terbesar untuk mendapatkan yang diinginkan, demikian pula sedekah dan ibadah lainnya, yang Allah jadikan sebagai sebab untuk mendapatkan kebaikan dan menghindari keburukan, ketika dilakukan seorang hamba tanpa nazar.

BINCANG SYARIAH

Apa Hukum Sedekah Sambil Buat Konten Youtube?

Konten sedekah di Youtube menjadi fenomena.

Di era digital dan media sosial ini banyak terjadi pergeseran budaya dan kebiasaan masyarakat. Salah satunya fenomena sedekah sambil membuat konten media sosial seperti Youtube.

Muncul pertanyaan, sedekah sambil membuat konten media sosial apakah termasuk sikap riya atau bukan? Ulama memandang bahwa orang yang sedekah sambil membuat konten media sosial tidak bisa dihukumi karena hanya Allah yang tahu niatnya, isi hatinya dan pikirannya.

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Mahbub Maafi, mengatakan, sedekah wajib seperti membayar zakat sebaiknya dipublikasikan agar orang lain tahu. Sementara, sedekah sunnah sebaiknya dilakukan secara diam-diam.

“Tapi memang di era sekarang, orang bersedekah sambil membuat konten (untuk media sosial), kita tidak tahu maksud orang membuat konten itu apa,” kata Kiai Mahbub kepada Republika, Selasa (16/11).

Ia mengatakan, kalau berpikir positif, bisa jadi konten tersebut menjadi bagian dari edukasi. Agar orang-orang yang menontonnya bisa meniru perbuatan baik dalam konten tersebut.

Menurutnya, manusia tidak boleh berprasangka buruk kepada orang yang bersedekah sambil membuat konten. Mungkin saja konten yang dibuatnya dimaksudkan untuk dakwah agar orang-orang mau berbagi.

Kiai Mahbub menerangkan, memang kadang ada sedekah dibuat konten sehingga menjadi kurang etis. Tapi itu bukan berarti tidak boleh sedekah. Karena mungkin tujuan orang yang sedekah sambil membuat konten itu untuk edukasi dan dakwah.

“Sepanjang itu konten yang baik dan punya dampak yang baik terhadap masyarakat, itu yang penting menurut saya. Sebab ada konten yang baik tapi memiliki dampak yang tidak baik itu jadi tidak baik. Menurut saya itu acuannya,” ujarnya.

Namun menurut Kiai Mahbub, sedekah sambil membuat konten dengan tujuan untuk mendapatkan penonton dan uang sama saja melakukan kapitalisasi terhadap sedekah, perbuatan itu tidak baik. Tapi kalau tujuan membuat kontennya baik dan memiliki dampak baik, itu perbuatan yang baik.  

“Sebab kita tidak bisa tahu isi hati dan niat seseorang jadi kita tidak bisa menghukuminya, maka kita harus bijak melihat, kalau ada orang buat konten diniatkan yang benar, bukan untuk mencari sensasi dan viewer,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, sedekah merupakan amalan mulia yang dianjurkan agama Islam dan selalu dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Tapi belakangan, amalan ini dibuat oleh beberapa konten kreator sebagai tontonan di video miliknya dan disebarkan melalu berbagai platform.

Dalam pandangan, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan, sedekah dalam berbagai bentuk bisa dilakukan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al Baqarah Ayat 274.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُم بِٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Baqarah: 274)

Menurut Buya Amirsyah, dua cara itu boleh dilakukan dengan syarat ikhlas memberi karena Allah SWT. Jadi ada dua cara sedekah, pertama dengan terang terangan, kedua dengan sembunyi-sembunyi atau sirran wa ‘ala niyyah. Jadi yang penting adalah ikhlasnya.

Buya Amirsyah juga menjelaskan, yang perlu diperhatikan dalam bersedekah adalah proses penyaluran dan proses mendapatkan dana sedekah tersebut. Sedekah baik dalam bentuk zakat, infak atau wakaf harus benar dalam proses distribusinya.

Sekretaris Jenderal MUI ini juga menyoroti soal pundi-pundi uang yang diterima konten kreator dari platform-platform media sosial. Menurutnya, uang yang didapat haruslah berasal dari yang baik dan tidak melanggar syariat.

Ia mengatakan, sebaiknya kreator tidak mengambil uang dari iklan-iklan yang diharamkan seperti iklan minuman keras atau judi. “Jadi (harta sedekah) halal dalam arti administrasi dan goiru dzat, di luar dzat itu termasuk perilakunya, pengelolaannya, penyalurannya, supaya dana yang kita peroleh itu berkah,” jelasnya.

KHAZANAH REPUBLIKA