Esensi Ibadah Haji

Haji diibaratkan sebagai ibadah komplet karena melibatkan fisik, batin, dan materi. Pimpinan Ihaqi Ustaz Erick Yusuf menjelaskan, dalam ibadah haji terdapat banyak esensi yang dapat diraih dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari. Dia menjelaskan, esensi tersebut terkandung dalam setiap ibadah yang dilakukan selama berada di Tanah Suci.

Ihram contohnya. Ustaz Erick menjelaskan, kain ihram merupakan bentuk keikhlasan seseorang untuk melepaskan seluruh jabatan dan pangkatnya saat menghadap Allah SWT. Kain ihram juga memiliki esensi di mana seluruh makhluk dianggap sama di mata Allah SWT.

“Pembedanya hanyalah ketakwaan. Jadi, saat mengenakan ihram, tidak ada kesempatan untuk merendahkan orang lain atau menyombongkan diri,” kata Ustaz Erick saat dihubungi Republika.co.id, belum lama ini.

Selanjutnya, ibadah wukuf di Arafah.Saat berwukuf, manusia harus memahami bahwa tidak ada keinginan lain selain menyembah dan bertemu dengan Allah. Wukuf, kata ustaz Erick, sejatinya adalah melepaskan segala ketergantungan kita kepada apa pun selain Allah SWT. Begitu pula saat melakukan tawaf.

Tawaf memiliki esensi bahwa kehidupan selalu berputar, tetapi seberapa sering pun kehidupan berganti, manusia harus tetap berada di orbitnya masing-masing, dan tidak lepas dari jalan Allah.

“Orang yang pulang dari Tanah Suci dengan persepsi yang benar dari setiap ibadah itulah yang disebut haji yang mabrur karena dia mengambil esensi dari setiap ibadah untuk diterapkan di kehidupannya sehari hari, kata dia.

Namun, bagi umat Islam yang belum berkesempatan berkunjung langung ke Tanah Suci, ustaz Erick menuturkan, beberapa amalan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pahala yang serupa dengan pahala berhaji. Menurut dia, pahala orang berhaji tak lain adalah jaminan suurga.

“Saat seseorang memuliakan tamu, sejatinya pahalanya serupa dengan pahala haji. Atau, misalnya umrah di bulan Ramadhan. Itu pahalanya sama dengan pahala haji, kata dia.

Sedangkan, keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah, kata Ustaz Erick, adalah hari di mana segala amal pahala dilipatgandakan dan dosa-dosa sangat mudah terampuni. Ustaz Erick menjelaskan, pada saat itu, Allah mengumpul kan para malaikat dan membanggakan hamba-Nya yang tengah wukuf dengan sepenuh hati dan ikhlas.

Saat itu Allah SWT memerintahkan seluruh malaikat untuk mencatat seluruh doa hamba-Nya dan Allah SWT akan mengabulkan seluruhnya.Jadi, intinya pada 10 hari itu Allah SWT akan memberi ampunan yang banyak dan pahala yang berlipat lipat, jelas dia.

Sedangkan, amalan yang dapat dilakukan, lanjut Ustaz Erick, adalah meningkatkan ibadah harian, seperti shalat, bertobat, puasa, dan lainnya. Bukan hanya dengan ibadah kepada Allah SWT, melainkan juga ibadah kepada manusia, seperti menolong, berbuat baik, dan lainnya.

 

REPUBLIKA

Perlunya Memahami Istithaah Kesehatan Haji

Ibadah haji diwajibkan bagi setiap Muslim dan Muslimah yang mampu (istitha’ah). Istithaah ini menjadisalah satu syarat wajib haji. Ada beberapa aspek bagi jamaah disebut isthitaah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Umum Majelis UlamaIndonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin, bahwa istithaah haji mencakup aspek finansialdan kesehatan.

Secara finansial, calon jamaah dikatakan Istithaah jika memiliki cukup harta selama perjalanan untuk keperluan makanan dan kendaraaan untukdirinya sendiri, maupun bagi keperluan keluarga yang ditinggalkan selama ke Tanah Suci. Selanjutnya, keperluan jamaah itu sendiri setelah kembalinya dari haji.

Dari aspek kesehatan, kemampuan fisik dan rohani yang sehat menjadi faktor yang harus diperhatikan bagi calon jamaah haji. Permenkes No.15 tahun 2016 telah mengatur soal istithaah kesehatan jamaah haji. Yang mana di dalamnya dijelaskan, bahwa istithaahkesehatan jamaah haji memiliki makna kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan. Sehingga, jamaah bisa menjalankan ibadah haji sesuai dengan syariat agama Islam.

Meski Permenkes soal istithaah haji ini telah diterapkan, namun dalam penyelenggaraannya, kasus wafatnya jamaah haji di Arab Saudi masih tinggi. Pada musim haji 2017, jamaah haji Indonesia yang wafat mencapai 431 orang. Sementara pada 2016, jamaah haji yang wafat tercatat 390 orang.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Puskes Haji Kemenkes) Eka Jusup Singka mengatakan, angka kematian jamaah haji tersebut memiliki banyak variabel. Pertama, karena kondisi jamaah sejak dari tanah air. Kedua, lingkungannya dan pola perilaku jamaah selama berada di Tanah Suci. Misalnya, jamaah kerap melakukan kegiatanyang tidak penting di luar kegiatan rukun haji.

Kendati angka jamaah haji yang wafat masih tinggi, namun Eka mengatakan, bahwa angka kematian pada 2017 tidak bisa dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal itu karena pada 2017, Indonesia mendapat kuota sebanyak 221 ribu jamaah.

Sedangkan pada 2016, jamaah haji yang diberangkatkan ialah sebanyak 168.800 jamaah. Tahun ini, pemerintah Saudi memang telah mengembalikan kuota jamaah haji kembali normal. Bahkan, Indonesia mendapat tambahan kuota sebanyak 10 ribu jamaah.

“Jamaah yang masuk berbeda kondisi kesehatannya dan lebih parah pada 2017. Banyak jamaah usia lanjut yang diprioritaskan berangkat. Jamaah di atas usia 75 tahun itu banyak, hampir 12 ribu orang dengan lanjut usia berangkat pada musim haji 2017,” kata Eka, saat dihubungi Republika.co.id.

Dia mengatakan, hampir semua jamaah diberangkatkan saja pada musim haji 2017 tanpa dilihat betul kondisi kesehatannya mampu atau tidak. Menurutnya, sebagian kalangan berpendapat bahwa orang yang sakit agar diberangkatkan saja. Padahal, aturan terkait istithaah kesehatan telah jelas diatur oleh pemerintah.

Eka menekankan, pengukuran kesehatan atau disebut istithaah kesehatan yang ditetapkan oleh Kemenkes tentunya merujuk pada fikih islam. Yang mana, istithaah kesehatan ini menjadi syarat wajib haji yang harus disosialisasikan kepada masyarakat. Permenkes No.15 tahun2016 itu, kata dia, ditetapkan atas rekomendasi dari Komite Pengawas HajiIndonesia (KPHI) dan dibuat bersama dengan Kementerian Agama.

Dia mencatat, terdapat lebih dari4.000 jamaah haji yang dirawat di rumah sakit di Arab Saudi pada penyelenggaraan haji musim 2017. Karena itulah, Eka menekankan, agar masyarakat memahami dan tidak memaksakkan untuk berangkat ke Tanah Suci. Sementara, kondisi kesehatannya tidak memungkinkan atau tidak isthitaah.

“Sangat disayangkan jika jamaah memaksakkan berangkat ke Tanah Suci. Namun setibanya di sana tidak mampu melaksanakan ibadah haji sebagaimana mestinya,” ujar Eka.

Eka mengatakan, ada tiga hal yangmembuat jamaah haji tidak memenuhi syarat isthitaahkesehatan. Hal itu di antaranya, penyakit yang bisa membahayakan jamaah haji itu sendiri, gangguanj iwa berat, dan penyakit yang tidak mungkin bisa disembuhkan.

Dikatakan Eka, jamaah haji yang memiliki penyakit menular atau penyakit lain seperti demensia (lupa ingatan) seharusnya tidak boleh diberangkatkan ke tanah suci. “Kalau jamaah haji mengertibahwa dirinya sudah tidak Istitha’ah, maka tidak wajib baginya melaksanakanibadah haji,” lanjutnya.

Pada musim haji tahun ini, Eka mengatakan, jamaah haji yang tidak bisa diberangkatkan karena terkait istithaah kesehatan tidak sampai 1 persen atau sekitar 100 ribu orang. Namun, faktanya jumlah kecil tersebut telah menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa pemerintah menghambat mereka untuk beribadah. Padahal, kata dia, istithaah itu sendiri adalah syarat wajib dalam ibadah haji.

Dalam rangka meningkatkan keselamatan haji dan agar kasus wafat jamaah haji bisa ditekan, Eka mengatakan, ada beberapa hal yang akan dilakukan pemerintah. Dalam hal ini, ia mengatakan, Kemenkes akan terus melakukan advokasi kepada para stakeholder penyelenggara ibadah haji.

Selanjutnya, Kemenkes juga akan melakukan sosialisasi kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dan masyarakat. Tidak hanya itu,Kemenkes akan melakukan testimoni kepada jamaah yang mengalami sakit selama di Tanah Suci, yang mulai dari awal mendarat hingga pulang tidak pernah melaksanakan ibadah haji dan justru harus dirawat di rumah sakit.

Kemenkes, menurut Eka, juga akan melakukan implementasi dari Permenkes No.15 tahun 2016 secara lebih baik lagi. Hal itu dengan melakukan pembinaan kesehatan, penyuluhan kesehatan, dan manasikkesehatan. Langkah-langkah tersebut bertujuan agar jamaah bisa mempersiapkan dirinya jauh hari sebelum berangkat ke Tanah Suci dan agar jamaah bisa menjalankan rukun haji dengan baik.

“Kesehatan itu pada prinsipnya mendukung jamaah haji agar bisa beribadah dengan lancar. Sehingga, bisa menjadi haji mabrur. Ini menjadi fokus pemerintah, dalam hal ini Kemenkes, supaya banyak jamaah haji kembali menjadi agen-agen perubahan untuk pembangunan bangsa,” ujarnya.

Eka menjelaskan, terdapat empat keadaan isthitaah kesehatan haji. Pertama, memenuhi syarat istithaah kesehatan haji. Kedua, memenuhi syarat istithaah kesehatan haji dengan pendampingan. Ketiga, tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan haji untuk sementara. Keempat, tidak memenuhi syarat istithah kesehatan haji.

Pada poin ketiga, Eka mengatakan, bahwa calon jamaah haji tersebut masih bisa diberangkatkan setelah penyakitnya sembuh. Dalam hal ini, calon jamaah haji ditunda keberangkatannya dan diundur ke dalam kloter berikutnya.

Karena itu, Eka pun memberikan beberapa saran bagi masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Dia menyarankan, agar masyarakat bisa mempersiapkan kesehatannya jauh-jauh hari sebelum berangkat. Bagi yang tidak memenuhi syarat istithaah, seperti yang memiliki penyakit berat, menular, atau yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain, sebaiknya ditunda atau penyakitnya disembuhkan dulu.

Sementara itu, Eka menilai, tidak perlunya ada fatwa MUI lagi terkait istithaah kesehatan haji. Karena secara teknis, menurutya, pengukuran kesehatan dilakukan oleh institusi kesehatan yang lebih memadai. Kalaupun MUI akan memfatwakan istithaah kesehatan, hal itu, menurutnya, harus dipertimbangkan oleh semua pihak. Selain itu, menurutnya, istithaahsecara umum sudah menjadi fatwa MUI pada 1979.

REPUBLIKA

116 WNI Terjaring Razia Haji Ilegal di Makkah

Sebanyak 116 warga negara Indonesia (WNI) terjaring razia pihak keamanan Arab Saudi di sebuah penampungan yang terletak di kawasan Misfalah, Makkah. Ratusan WNI ini diketahui akan melaksanakan ibadah haji secara ilegal.

Keterangan pers dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah yang dikirim ke Jakarta, Rabu (1/8) dinihari menyebutkan, hasil pemeriksaan berita acara (BAP) oleh Tim Petugas KJRI Jeddah di Tarhil (Pusat Detensi Imigrasi) menyebutkan 116 WNI yang terjaring ini sebagian besar memegang visa kerja, sisanya masuk ke Arab Saudi dengan visa umrah dan visa ziarah.

Disebutkan staf informasi dan kebudayaan KJRI Jeddah, Fauzy Chusny, penggerebekan tersebut berlangsung pada Jumat (27/7) tengah malam. Sebagian besar para WNI yang terjaring razia ini berdomisili di Makkah, sebagian lagi berasal dari luar Mekkah namun menyeberang melalui perbatasan masuk ke Kota Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Menurut Koordinator Pelayanan dan Perlindungan Warga (KPW), Safaat Ghofur, para WNI yang digerebek tersebut sebagian besar berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat dilakukan BAP, mereka mengaku berniat ingin melaksanakan ibadah haji.

Kepada pihak penampung, menurut Safaat, mereka membayar sewa kamar dengan biaya bervariasi, dari 150 hingga 400 riyal per kepala. Mereka menyewa beberapa syuggah (rumah) dalam satu imarah (gedung) melalui orang Bangladesh yang berlaku sebagai calo, di mana rumah-rumah tersebut dihuni 10 sampai 23 orang, bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Salah seorang yang ditangkap mengaku berangkat dengan visa umrah dan masuk ke Arab Saudi sebelum bulan Ramadhan dan ada juga yang datang pada saat Ramadhan. WNI tersebut mengaku juga berniat melaksanakan haji dan usai haji, akan langsung pulang ke Indonesia melalui Tarhil.

Sayangnya, sebelum mewujudkan niatnya, ia terlanjur terjaring razia, padahal jamaah tersebut telah membayar ke travel Rp 50 juta hingga Rp 60 juta. Sesampainya di Makkah mereka juga harus membayar uang tambahan sebesar 500 riyal untuk menebus paspor ke pemandunya.

“Setelah di Makkah, mereka bebas mau ke mana saja dan tidak ada urusan lagi dengan travel,” tutur Tolabul Amal, Staf KJRI yang bertugas di Tarhil.

Tolab juga menyayangkan karena mereka mengaku tidak ingat nama biro tavel yang memberangkatkan. Namun demikian, KJRI menyayangkan, jamaah yang memiliki dokumen resmi juga ikut diamankan petugas karena tinggal dengan WNI lainnya yang ilegal.

Cerita lainnya menyebut, adanya seorang yang berangkat dengan visa kunjungan pribadi (ziarah syakhshiah) yang visanya diurus oleh anaknya dengan membayar hingga Rp90 juta, karena berharap visanya bisa diperpanjang hingga bulan haji.

Sebagian dari pengguna visa ziarah ini enggan dimintai keterangan oleh Tim Petugas dari KJRI saat melakukan BAP. Mereka berdalih telah melakukan perpanjangan visa dan ada pihak yang sedang berupaya membebaskan mereka.

Dua tahun lalu KJRI mengurus sedikitnya 52 orang yang tertahan kepulangannya hingga 50 hari, karena berhaji dengan visa bisnis, kunjungan dan jenis visa lainnya. “Dari mereka ada juga dari kalangan media. Mereka harus membayar 15 ribu riyal per orang, baru bisa pulang,” ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin.

Karena itu, Konjen Hery mengimbau masyarakat agar menunaikan ibadah haji sesuai prosedur yang telah diatur Pemerintah Arab Saudi. “Tidak baik juga beribadah tapi dengan melanggar hukum negara setempat,” kata Konjen.

 

REPUBLIKA

Banyak Calhaj Dirawat karena Malas Minum

Terdapat banyak calon haji yang dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia Mekkah karena malas minum air sehingga mengalami kendala kesehatan. “Mayoritas yang dirawat adalah karena sesak nafas, kurang minum dan malas makan. Ketika datang ke UGD, jamaah dalam keadaan lemah dan kami tangani,” kata Direktur KKHI Makkah Nirwan Satria, Kamis (2/8).

Dia mengatakan calhaj Indonesia banyak yang berisiko kesehatan tinggi (risti) sehingga harus bisa menjaga kesehatannya. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah dengan rajin minum, makan tepat waktu dan mengurangi aktivitas yang tidak penting.

Khusus untuk minum, dia mengatakan calhaj membutuhkan banyak cairan karena di Arab Saudi memiliki cuaca yang panas dan kering sehingga hidrasi diri menjadi penting. Dengan kebugaran yang baik, kata dia, calhaj bisa mempersiapkan fisik untuk amalan ibadah haji berdiam diri atau wukuf di Arafah.

Amalan tersebut tergolong berat karena JCH harus tinggal di tenda dengan bentang alam padang tandus yang panas dan kering. “Karena haji itu wukuf di Padang Arafah maka kita siapkan fisik untuk menyambut wukuf pada saatnya nanti,” kata dia.

Suhu yang tergolong ekstrim di Saudi, Nirwan mengingatkan jamaah untuk juga menggunakan alat pelindung diri (APD) standar. “Siang hari bisa 46 derajat Celcius. Sehingga kita melindungi jamaah dengan membagikan alat pelindung diri.

“Tim promotif preventif (TPP) kita ada di garda depan untuk mengingatkan jamaah gunakan alat-alat seperti masker, payung, semprotan wajah sehingga jamaah kita tidak kekurangan cairan,” katanya.

Temperatur panas, kata dia, bisa memicu jamaah terkena dehidrasi sehingga bisa mengalami kejang panas atau heatstroke, kesadaran berkurang, berbicara sendiri bahkan kehilangan kesadaran.

Untuk menangani itu, Nirwan mengatakan rekan calhaj lain bisa membantu penderita membaringkan jamaah, melonggarkan pakaian dan menyiram tubuh korban dengan air dingin sebanyak-banyaknya. Penting juga untuk menghindarkan calhaj bersangkutan dari sengatan matahari secara langsung dan membawanya ke tempat teduh.

IHRAM

Kegigihan Tukang Becak Menabung 20 Tahun untuk Naik Haji

Ibadah haji merupakan panggilan Tuhan. Setidaknya itulah yang tergambar dari keadaan pasangan suami istri (pasutri) asal Dusun Kasuruan, Desa Rejoso Utara, Kabupaten Pasuruan, Asmari (60) dan Misani (51).

Pasutri ini akhirnya akan berangkat haji setelah menunggu selama 20 tahun. Bukan pedagang, pegawai atau karyawan, Asmari merupakan seorang tukang becak. Meski demikian, ia bisa menyisihkan penghasilannya sehingga bisa melunasi biaya naik haji.

“Kami nabung selama 20 tahun, Alhamdulillah tahun ini berangkat,” kata Asmari saat ditemui di rumahnya, Rabu (24/8/2016).

Kehidupan Asmari sangat sederhana. Penghasilan sebagai tukang becak yang tak seberapa menuntutnya untuk berhemat. Meski demikian keluarga ini tampak sangat bahagia.

Setiap hari, Asmari menarik becak dengan perhasilan rata-rata Rp 70 ribu. Karena tekadnya yang kuat ingin berhaji, ia pun sangat rajin menabung. Ia menyisihkan penghasilan setiap hari.

“Setiap hari nabung agar bisa haji,” ujar Asmari.

Bukan hanya mampu berhaji, karena kerja kerasnya Asmari juga mampu menyekolahkan 4 anaknya sampai jenjang sekolah menengah atas. Asmari dan Misani tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 61 Kabupaten Pasuruan dan akan berangkat 2 September nanti.

“Saya minta doanya,” tutup Asmari.

Salah seorang tetangga menuturkan, keluarga Asmari selama ini dikenal keluarga yang saleh. Meski bekerja sebagai tukang becak, keluarga ini tak pernah terlibat masalah.

“Keluarganya seperti tentram, gak pernah ada apa-apa,” ujar Anisatur Rohma, salah seorang tetangga.

 

DETIK

Kesejukan dari Lantai Masjid al-Haram

Area Makkah selalu dihujani panas menyengat. Suhunya mencapai 40 hingga 50 derajat celsius. Bahkan pada musim haji kali ini, panas diprediksi lebih tinggi lagi.

Namun demikian, cuaca ekstrem itu tak mematahkan semangat petawaf beraksi di Masjid al-Haram. Langkah mereka tetap tegap mengitari Ka’bah, menapaki lantai marmer al-Haram yang berwarna putih keruh.

Jika merasakan lelah, mereka akan sejenak meninggalkan area tawaf menuju tempat zamzam untuk rehat sambil meneguk tetesannya. Setelah segar, mereka kembali masuk kedalam kerumunan petawaf menyelesaikan ibadah tersebut.

Masjid al-Haram juga memiliki area yang sangat sejuk, seperti yang berada dekat tempat sa’i. tempat berlari kecil sepanjang 700 meter itu tak membuat orang-orang di dalamnya berkeringat. Sangat adem. Begitu juga area masjid al-Haram yang ada di atasnya. Ratusan ribu jamaah di sana terlihat begitu nyaman beribadah.

Area masjid suci dekat pintu King Abdul Aziz juga demikian. Dinginnya lantai begitu terasa di kaki. Jamaah berada di sana membentuk shaf sambil berzikir. Ada juga yang bersandar di dinding sana beristirahat sambil membaca Alquran. Jamaah perempuan di sana banyak mengenakan kaos kaki agar kulit kaki tak langsung merasakan dinginnya lantai.

Para petugas keamanan berseragam tersebar di setiap seratus meter area masjid suci. Ada yang berseragam. Ada pula yang mengenakan gamis putih dengan udeng-udeng khas Arab menutupi kepala.

Pilar-pilar tinggi penopang langit masjid saling berhubungan, membentuk ornamen cekung khas Timur Tengah. Barisan lampu kristal bulat terpasang di atasnya, bersinar terang bagai mentari.

Anggota kelompok terbang (kloter) dua Padang Jurmawati (68 tahun) merasakan dinginnya lantai al-Haram. “Terasa betul. Suami saya tak tolok dah di dalam masjid,” katanya di Hotel 111 Al Ghazi pada Rabu (1/8).

Kantor Berita Al-Arabiya, beberapa  waktu lalau memberitakan, pengurus dua masjid suci di Arab Saudi menjelaskan fenomena hawa dingin di al-Haram. Sumbernya ada di batu marmer menjadi lantai masjid. Pemerintah Arab Saudi mengimpor lantai marmer langka dari Yunani yang dapat memantulkan sinar matahari pada siang hari.

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam ini juga dilengkapi sistem pendingin udara. Sumbernya ada di bangunan sentral di Ajyad, berjarak 600 meter dari masjid suci.

Sentral itu adalah gedung enam tingkat yang dilengkapi dengan sistem pendingin udara canggih. Udara dingin disalurkan lewat lorong yang menghubungkan sentral dengan unit pendingin udara pada bangunan perluasan dan disalurkan pula ke satuan-satuan pendingin udara yang terdapat pada tiang-tiang masjid.

Al-Haram adalah masjid kebanggaan umat Islam. Masjid ini menjadi tempat ibadah haji yang selalu mengalami renovasi dari masa ke masa. Kini masjid itu diperkirakan dapat menampung hingga jutaan jamaah dari berbagai belahan dunia yang kini melaksanakan ibadah haji.

Di dalamnya terdapat Ka’bah, bangunan yang menjadi arah setiap Muslim melaksanakan shalat. Masjid lain mempunyai garis shaf yang lurus mengarah pada Ka’bah. Tapi tidak di al-Haram. Di sini garis shaf melingkar, mengitari bangunan tua itu yang ada di dalam area masjid suci.

 

Oleh: Erdi Nasrul, Jurnalis Republika dari Makkah

REPUBLIKA

Jamaah Haji, Jangan Lupa Bayar Dam Paling Lambat 31 Agustus!

Kebanyakan jamaah haji Indonesia menjanlakan haji tamattu. Karenanya, jamaah diwajibkan untuk membayar dam atau denda. Namun para jamaah perlu mencermati waktu pelaksanaan pembayarannya.

Haji Tamattu adalah ibadah haji dengan melaksanakan ibadah umrah dahulu kemudian ibadah haji dan diselingi tahlul. Pembayaran dam karena haji tamattu ini termasuk dam nusuk, karena melaksanakan haji berdasarkan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah bagi seluruh jamaah Indonesia.

Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Kepala Daerah Kerja Makkah Nasrullah Jasam mengingatkan, agar jamaah tidak lupa membayar dam karena bagian dari keabsahan pelaksanaan haji. Batas akhir pembayaran dam, lanjutnya, dilakukan sebelum hari nahr pada 10 Dzuhijjah 1438Hijriah atau 31 Agustus 2017.

“Tentu bisa di sela-sela itu. Tamatu itu kan menikmati tanpa ihram. Sedangkan kalau ifrad tidak terkena dam, tetapi harus jumrah hingga aqobah. Perbedaannya, tamattu melepas ihram dan dilakukan tahalul. Nah, itu bisa dilakukan pembayaran di sela-sela itu,” ujar Nasrullah, Minggu (21/8/2017).

Sesuai dengan saran Muasassah Perhajian Asia Tenggara, pembayaran dam bisa dilakukan melalui pembelian kupon senilai 450 real atau Rp1,575 juta (kurs Rp3.500 per real) yang tersebar di sejumlah titik Majsidil Haram. Selain itu, juga bisa dilakukan transfer pada bank tertentu.

Cara lainnya, jamaah bisa melakukan pembelian kambing sebagai dam di pasar legal, seperti Pasar Induk Kakiyah. Harga bervariasi dari 210 real hingga 370 real atau Rp735 ribu atau Rp1,295 juta. Di sana jamaah juga bisa menyaksikan penyembelihan kambing, karena terdapat tempat khusus pemotongan hewan yang lokasinya tidak jauh dari penjualan kambing.

OKEZONE

Slamet Budiono Rela Gendong Jamaah Haji untuk Ibadah di Masjidil Haram Sampai Antar ke Hotel

Menjadi petugas haji bagi Slamet Budiono merupakan pekerjaan yang mulia. Tahun ini merupakan yang kelima kalinya Slamet dipercaya menjadi petugas haji setelah Kementerian Agama mendapuknya kembali menjadi Kepala Sektor Khusus Masjidil Haram.

“Menjadi petugas haji kali ini adalah tahun kelima saya menjadi petugas haji,” kata Slamet usai ditemui di Hotel Al Wihdah Tower, wilayah Jarwal Makkah, sebagaimana Okezone kutip dari situs resmi resmi Kementerian Agama, Selasa (31/7/2018).

Slamet bangga dengan kepercayaan yang diberikan pemerintah kepadanya. Suka dan duka pasti dirasakan petugas haji yang bertugas di Tanah Suci. Namun, Slamet selalu merasa bahagia dan senang melayani jamaah haji.

“Apalagi memegang komando di Sektor Khusus Masjidil Haram yang langsung berhubungan dengan jamaah haji,” ucap Slamet.

Menjadi petugas haji sudah barang tentu mempunyai kenangan tersendiri bagi Slamet. Dirinya masih teringat sosok nenek yang digendongnya selama beribadah di Masjidil Haram sampai kembali ke hotel tempat menginap.

“Saya menggendong nenek itu di Masjidil Haram dan sampai balik lagi ke hotel. Saya gendong nenek itu seperti saya gendong ibu saya. Saya tuntun Beliau membaca talbiyah lalu saya menangis,” ucap Slamet sambil meneteskan air mata.

Slamet mengungkapkan, usia nenek tersebut sekira 85 tahun, dan nenek yang didampingi suaminya hanya bisa mendoakannya agar selalu sehat.

“Sang nenek langsung memegang kepala saya. Sehat-sehat ya, nak,” begitu doa sang nenek kepada Slamet.

Slamet mengaku selama melakukan tugasnya sebagai petugas haji tak pernah merasa lelah. Dirinya juga merasa selalu prima kalau melayani jamaah haji.

“Saya juga bingung merasa prima sekali kalau bekerja di sini,” ucap Slamet.

Slamet adalah bagian dari 800 petugas haji yang bertugas di musim haji tahun ini. Dia berharap petugas haji lainnya bisa menjalankan tugasnya dengan baik melayani jamaah. (Han)

OKEZONE

Jemaah Haji, Jangan Sentuh dan Selfie dengan Unta

Madinah – Badan Layanan Haji (Mutawif) untuk Asia Tenggara mengeluarkan larangan keberadaan unta dan larangan menjual susu unta di Mekah, Masyair, dan sekitarnya, selama musim haji. Ini penjelasannya.

Konjen RI Jeddah, M Hery Saripuddin, mengatakan imbauan yang beredar itu menyangkut higienitas dan keamanan jemaah haji. Sebab, unta dikenal menjadi inang dari virus MERS-CoV.

“Imbauan dari pemerintah agar yang untuk yang beribadah, jangan deket-dekat lah dengan unta. Jangan minum susu unta menyangkut kebersihannya,” ujar Hery dihubungi melalui sambungan telepon beberapa hari lalu.

Hery menilai jemaah harus menahan diri untuk tidak menyentuh unta. Meski, hewan khas padang pasir yang menjadi ikon Negeri Petro Dollar ini tidak dapat ditemui di Indonesia.

“Kalau nggak penting-penting amat ngapain sih,” ujar dia.

Hery menambahkan memegang unta bukan merupakan rukun ibadah haji. “Tidak mengganggu kemabruran seseorang jika tak menyentuh unta,” ucap dia.

Imbauan untuk menjauhi unta telah disosialisasikan kepada jemaah haji. Selain mendekati, jemaah diimbau agar tak berswafoto dengan unta.

“TKHI harus memantau jangan ada yang selfie dengan unta karena kami masih cukup harus waspada. Saya harap datang 392 dan pulang 392 juga, sehat dan insyaallah ibadah hajinya mabrur,” kata Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Kuwat Hudoyo, Rabu, (18/7/2018)

DETIK

Jemaah Haji, Barang Berharga Simpan Saja di Safety Box Hotel

Mekah – Untuk menghindari kerawanan selama di luar hotel, jemaah haji diminta untuk membawa uang seperlunya saja. Jemaah haji bisa memanfaatkan safety box yang ada di tiap-tiap kamar hotel.

“Setiap kamar ada safety box. Ada. Satu kamar satu. Jadi dipakai bersama,” ujar Direktur Layanan Luar Negeri Kemenag, Sri Ilham Lubis, dalam perbincangan di wilayah Syisyah, Mekah, Selasa (31/7/2018).

Safety box dalam kamar hotel tersebut merupakan bagian dari fasilitas yang disediakan hotel ke jemaah haji. Jemaah haji bisa berkoordinasi atau janjian dengan jemaah lainnya yang tinggal sekamar mengenai penggunaan safety box tersebut, termasuk nomor pin yang digunakan.

Begitu juga dengan saat di pelaksanaan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, Mina. Jemaah tak perlu membawa uang dan barang berharga agar bisa fokus melaksanakan ibadah.

“Atau untuk di Mekah kalau tidak mau menyimpan di safety box, bisa ke maktab. Jadi kami anjurkan kalau ada uang barang Arafah, nggak usah dibawa ke Arafah dan Armina, barang berharga titipkan ke Maktab pakai tanda terima. Ini paling aman,” kata Sri.

Jemaah haji memang selalu diimbau untuk bisa menjaga diri. Di Madinah, call center Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menerima aduan ada dua jemaah haji Indonesia yang menjadi korban penjambretan. Namun dua perempuan yang di dalam aduan itu disebut sebagai korban, belum memberikan laporan resmi.

DETIK