Hijab bukan berarti melepaskan kepercayaan diri perempuan, tetapi merupakan suatu jalan menuju penjagaan yang wajib bagi mereka, berupa kehormatan dan rasa malu.
SEBAGIAN orang bodoh mengira bahwa hijab merupakan suatu pengekang bagi perempuan, dan aturan berat serta tradisi kuno yang menjadi sebab kemunduran, sebagaimana dikeluhkan oleh para pemikir Islam. Mereka juga mengira bahwa hijab menjauhkan perempuan dan mengasingkannya dari dunia serta mengurangi kehormatan dan kepribadiannya.
Di antara pengakuan dan klaim itu telah melahirkan bencana, sehingga banyak orang yang hanyut di belakangnya, walau banyak pula orang yang dijaga Allah. Namun banyak pula orang yang ragu dan bingung.
Namun, pada kenyataannya, Islamlah yang membebaskan perempuan, dan Islamlah yang memiliki keutamaan yang sangat agung dan harapan yang sangat besar. Karena perempuan pada masa jahiliyah berada dalam kemiskinan, kerendahan dan kehinaan; orang-orang memperlakukan perempuan seperti binatang yang tidak memiliki hak dalam kehidupan dan tidak pula memiliki kehormatan.
Mereka menjadikan perempuan sebagai warisan sebagaimana barang, di mana satu sama lain saling mewarisi dan memperjual-belikannya di pasar-pasar. Islam menyebutnya sebagai kekejian dan perbuatan setan.
Mereka juga mengharamkan bagi perempuan segala sesuatu selain mengurus rumah dan mendidik anak. Sementara dalam ajaran agama Hindu, segala bencana, kematian, neraka jahanam, racun, ular dan api adalah lebih baik daripada perempuan, karena ia merupakan kekejian yang seharusnya tidak memakan daging dan tidak tertawa, bahkan tidak boleh berbicara. Lalu mereka menimpakan hukuman yang banyak kepadanya, baik jasmani maupun ruhani, karena ia dianggap sebagai alat godaan yang dimanfaatkan setan untuk merusak hati.
Di Prancis, para ilmuwan telah mengadakan seminar pada abad ke-6 Masehi untuk membahas apakah perempuan itu seorang manusia atau bukan? Lalu mereka sepakat bahwa perempuan adalah seorang manusia, tetapi hanya diciptakan untuk melayani laki-laki.
Sedangkan di Inggris, Raja Henry VIII telah mengeluarkan suatu perintah tentang pelarangan membaca kitab suci bagi wanita dan ia tidak diakui sebagai penghuni rumah sehingga tidak memiliki hak dalam kekuasaan, pakaian, dan harta yang diusahakannya sendiri dengan keringatnya.
Hanya Islamlah yang telah mengangkat perempuan dari tindakan sewenang-wenang dan kezaliman, dan mengangkatnya kepada kedudukan yang tinggi yang tidak pernah dicapai pada akhir perkembangan peradaban. Islamlah yang menginformasikan bahwa perempuan adalah salah satu unsur yang darinya manusia menjadi banyak dan menjadikan hal itu sebagai suatu nikmat dan harapan, seperti firman-Nya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS 4: 1).
Islamlah yang menginformasikan dan menetapkan bahwa perempuan memiliki hak untuk mengajak kepada kebenaran dan mencegah dari kemungkaran (al-amr bi al-ma`ruf wa annahy `an al-munkar) dalam batasannya yang khusus, dan untuk melakukan segala amal saleh, seperti firman-Nya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS 9: 71).
Islamlah yang memerintahkan berbuat baik kepada istri-istri, menyampaikan kebaikan kepadanya, menolongnya dari tindakan penjauhan diri dan pencegahan dari kebebasan manusia yang bersifat pribadi, dan menjadikan baginya hak yang banyak dalam kitab fikih dan syariat, seperti sabda Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, “Nasihatilah kebaikan kepada para wanita.”
Dan sabdanya lagi, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik kepada keluarga di antara kalian.”
Dan suatu kehormatan yang paling besar yang ditunjukkan Islam kepada perempuan bahwa Dia telah memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang menjaganya dari kejatuhan dan penipuan, seperti sesuatu yang menjaga para wanitanya dan menjauhkannya dari tempat-tempat fitnah serta menjadikannya berada dalam benteng yang kokoh demi kesuciannya. Sesuatu itu adalah hijab yang disyariatkan, yang tidak ada kaitannya dengan kemunduran yang dituduhkan.
Anda bisa lihat apakah ada perempuan yang sakit karena hijab itu atau para tentara Muslim menjadi kalah di hadapan para musuhnya, apakah akal yang cerdas menjadi lambat berpikir, atau apakah sumber-sumber kebaikan menjadi berhenti dari umat dan jalan kehidupan?
Hijab bukanlah suatu penyakit bagi perempuan, tetapi merupakan suatu keindahan. Dan bila pujian terhadapnya terlambat, maka hal ini karena keterlambatan peradaban orang-orang bodoh dan fitnah orang-orang sesat.
Semua etika Islam dan hukum yang kuat lagi kokoh itu telah diakui keutamaannya oleh sebagian ilmuwan Barat yang sadar. Mereka berkata, “Hijab dalam pandangan Islam bukan berarti melepaskan kepercayaan diri perempuan, tetapi merupakan suatu jalan menuju penjagaan yang wajib bagi mereka, berupa kehormatan dan rasa malu. Maka, sebenarnya kedudukan perempuan dalam Islam adalah kepantasan untuk menutup dirinya (dengan hijab).
*Sayyid Muhammad bin ‘Alawi al-Maliki, dari bukunya Surga Bernama Keluarga.
HIDAYATULLAH