Dalam Musibah Allah Memberi Ketakwaan dan Istiqamah

Habib Geys Abdurrahman Assegaf mengatakan musibah gempa dan tsunami yang menimpa Sulawesi Tengah merupakan cara Allah SWT menyayangi umatnya. Dia mengatakan ketika Allah secara lahir memberikan musibah, pada hakikatnya Allah memberikan ketakwaan dan istiqamah pada umatnya.

“Bisa jadi secara zahir Allah memberikan bencana, tetapi pada akhirnya Allah memberikan ketaqwaan, memberikan istiqamah dalam kehidupan,” ucap Habib Geys dalam acara doa bersama untuk Palu dan Donggala di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat, Kamis (4/10).

Ia mengatakan, apabila secara lahir Allah memberikan kesehatan, keselamatan, rumah mewah, istri yang cantik, dan suami yang sukses, maka Allah sedang memberikan umat-Nya ujian, menghalangi mereka dari kesyukuran, keimanan, dan ketakutan pada azab Allah. “Sesunguhnya azab Allah berbanding lurus dengan amal yang dilakukan manusia,” kata Geys.

Ia juga menambahkan, orang-orang yang diberikan musibah bukan berarti mereka melakukan dosa. Tetapi sesungguhnya Allah menyayangi orang-orang yang sabar.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) KH Masdar Mas’udi mengatakan bencana yang melanda Sulawesi Tengah merupakan kehendak Allah SWT. Bencana tersebut telah ditetapkan Allah pasti yang terbaik bagi umat-Nya.

“Kita percaya tak ada sesuatu di dunia tanpa rencana Allah. Meskipun kita tidak tahu, apa yang ditetapkan pasti yang terbaik,” ujar Kiai Masdar

Ia mengajak masyarakat husnuzan (berbaik sangka) terhadap bencana yang menimpa Sulawesi Tengah. Ia meyakini akan ada hal baik di balik bencana tersebut. Menurut dia, bencana mempunyai sisi positif, baik bagi mereka yang tertimpa bencana maupun yang selamat.

Hikmah bagi yang terkena musibah adalah momentum untuk berhenti berbuat kesalahan. Sedangkan, bencana tersebut juga menjadi hikmah bagi yang selamat, yaitu agar manusia selalu waspada.

“Allah punya segala-galanya. Itu artinya kita setiap saat harus siap menghadapi kematian. Nggak tahu kita kapan akan tiba,” kata Kiai Masdar.

 

REPUBLIKA

Sabar dalam Ikhtiar

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah dan hanya kembali kepada-Nya. Semoga Allah Yang Maha Menatap, senantiasa memberikan taufik dan hidayah kepada kita sehingga kita senantiasa berjalan pada jalan yang lurus. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada sang kekasih Allah, baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman,“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rosul-Nya serta orang-orang mumin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At Taubah [9] : 105)

Saudaraku, Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk berikhtiar secara maksimal dan sempurna. Namun, sayangnya kita seringkali tergesa-gesa. Kita selalu ingin segera keinginan kita terwujud. Padahal keinginan manusia itu seringkali didorong hawa nafsu, dan belum tentu baik menurut Allah untuk kita.

Kalau kita ingin menikmati hasil, ketahuilah bahwa hasil itu hanya sebentar, dan belum tentu ada setelah kita berusaha. Adapun yang semestinya lebih kita nikmati adalah proses ikhtiarnya ketika kita berusaha mendapatkan hasil yang kita tuju. Sebagai contoh, seorang ibu yang tengah hamil. Jikalau ia tidak sabar, ingin segera bayinya lahir padahal usia kandungannya baru tiga bulan, maka tentu itu keinginannya itu bukanlah sesuatu yang baik dan benar.

Sedangkan jika sang ibu menjalani dengan penuh sabar usia kandungan hingga waktu kelahiran tiba, maka ikhtiar sang ibu akan menjadi ladang amal sholeh baginya. Dan pada waktu yang Allah kehendaki, bayinya akan lahir dan menjadi pelipur lara baginya yang telah sekian lama menunggu.Maa syaa Allah.

Bersabarlah dalam menjalani proses ikhtiar. Bersabarlah dalam setiap langkah, tetesan keringat, dan rasa lelah. Bersabarlah pula ketika hasil yang kita temui ternyata tidak sesuai dengan pengharapan kita ketika menjalani ikhtiar, karena sesungguhnya amal sholeh kita ada dalam kesungguhan ikhtiar kita, terlepas dari apapun hasilnya nanti.

Lantas bagaimana ikhtiar yang sungguh-sungguh itu? Kesungguhan berikhtiar ditandai dengan kerelaan untuk berkorban. Seorang pelajar yang ingin meraih prestasi tinggi di sekolahnya, harus rela mengorbankan keinginannya lebih banyak main atau nongkrong. Ia pun harus rela mengorbankan sebagian dari waktu tidur malamnya untuk bangun dan menunaikan sholat Tahajud sebagai kesungguhan doa kepada Allah Swt.

Allah Swt. berfirman,“(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rosul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(QS. Ash Shoff [61] : 11)

Semoga kita tergolong orang-orang yang bersabar dalam memaksimalkan ikhtiar. Yakinilah bahwa hasil hanyalah bonus dari Allah setelah kesungguhan menjalani ikhtiar sebagai bentuk ibadah kepada-Nya. Dan, Allah pasti mengetahui setiap niat dan kesungguhan kita dalam berikhtiar, tidak ada yang sia-sia di hadapan-Nya.WAllahualam bishowab. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (28): Tak ada Rotan, Akarpun Jadi

POPULARITAS Mat Kelor memang sudah melampaui keterkenalan saya. Di manapun saya berada, ada saja yang bertanya kabar Mat Kelor, di mana dia dan bagaimana kisahnya. Di Palu Sulawesi Tengah sudah ada 5 orang yang bertanya tentang dia. Saya telpon dia mengabarkan keterkenalannya ini, dia cuma tersenyum menjawab ringan: “Semoga itu bagian tanda-tanda haji mabrur.”

Mat Kelor bercerita bahwa semalam ada kasus menghebohkan di kampungnya dan dia menanyakan pandangan hukum Islam kepada saya. Ada orang meninggal yang tadi malam harus dikuburkan. Kebetulan Pak Kiainya sedang keluar kota, jadi tak ada yang bisa membaca talkin di atas kuburan, tradisi yang hidup di masyarakatnya Mat Kelor. Banyak orang yang sepakat bahwa Mat Kelorlah satu-satunya yang paling layak mewakili kiai membaca talkin.

Mat Kelor tetap tak mau. Dia geleng kepala. Bukannya karena tak bisa baca tulisan Arab. Tapi ternyata Mat Kelor sangat phobia kuburan malam hari. Takut sekali dia untuk lewat kuburan malam hari. Apalagi cuaca mendung terlihat akan turun hujan. Masyarakat memaksanya dan siap mengawalnya. Akhirnya Mat Kelor berangkat ke kuburan. Surban terbaru dipasangnya, dia dikawal lelaki yang membawa lampu tepat di belakang kereta jenazah.

Saat tiba di kuburan, Mat Kelor mulai gelisah. Penguburan selesai, tiba giliran Mat Kelor membaca talkin. Hujan rintik mulai turun. Saat pembacaan dimulai, sebagian pengunjung mulai mundur dan pulang. Saat pembacaan talkin sudah separuh hujan mulai lebih terasa. Konsentrasi Mat Kelor mulai memudar, lalu dia tolah toleh ternyata hanya tinggal pembawa lampu yang masih bertahan. Mat Kelor gemetar takut, tak kuasa melanjutkan talkin itu. Buku talkinnya dimasukkan ke dalam tumpukan tanah kuburan baru itu sambil teriak dan pergi: “Lanjut baca sendiri ya.”

Mat Kelor lari, pembawa lampu juga. Lalu dia bertanya bagaimana hukumnya? Saya tak kuasa menjawab karena masih tertawa sampai sekarang. Salam, AIM [*]

INILAH MOZAIK

Sportivitas Berdagang: Hindari Kebohongan

Dalam buku Ensiklopedi Adab Islam diuraikan, sikap mutlak yang penting ditekankan seorang pedagang ialah tidak berbohong dengan kondisi barang dagangannya. Termasuk keharusan para penjual ialah memberikan informasi valid dan akurat perihal jualannya tersebut kepada pembeli.

Rasulullah pernah bersabda kepada pedagang yang menyembunyikan makanan yang basah. Konon, tindakan tersebut dilakukan sebagian oknum pedagang sebagai modus penipuan, terutama memperberat timbangan.

Riwayat yang dinukil Bukhari Muslim dari Abu Hurairah menyebutkan Rasulullah bersabda, “Mengapa engkau tidak meletakkan di bagian atas agar orang orang dapat melihatnya. Barang siapa yang melakukan penipuan, ia tidak termasuk golonganku.” Bila dengan sengaja melakukannya, ia berkewajiban memberikan ganti rugi atas tindakannya tersebut.

Sikap sportif pedagang juga harus dibuktikan dengan tidak memanipulasi berat timbangan. Tak diperbolehkan mengurangi seberat apapun barang yang tengah ditimbang. Biasanya, tindakan tidak sportif oleh oknum pedagang berupa pengurangan berat timbangan sehingga barang yang diserahkan ke konsumen akan berkurang, tetapi harganya tidak berubah.

Modus seperti ini atau serupa sangat dikecam oleh Allah Swt. Dalam surah al-Muthaffifin ayat 1-3, Allah menegaskan, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”

Oleh karena itu, agar terhindar dari sikap ketidaksportifan itu, Rasulullah memberikan alternatif cara, yaitu melebihkan timbangan. “Timbanglah dan lebihkanlah,” demikianlh sabda Rasulullah dalam hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud dari Suwaid bin Qais.

Bukti sportivitas juga bisa berupa tidak bersumpah tentang kualitas barang dagangan agar bisa laris manis. Rasulullah Saw melarang menjual barang dagangan yang disertai dengan sumpah, apalagi sumpah palsu karena termasuk salah satu dosa besar.

Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim dari Abu Qatadah, Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian banyak bersumpah ketika berdagang, sebab cara seperti itu melariskan dagangan lalu menghilangkan keberkahannya.”

Hak memilih

Konsumen adalah raja, berhak memutuskan transaksi perdagangan diteruskan atau tidaknya. Bagi pedagang, ia harus tetap sportif memberikan hak tersebut dan tidak memaksakan transaksi harus diteruskan.

Hak yang sama, di satu sisi juga dimiliki oleh pedagang, membatalkan atau melanjutkan transaksi. De ngan catatan, selama kedua belah pihak masih berada di lokasi transaksi. Dengan demikian, bila keduanya sepakat untuk barang tertentu, lalu berpisah maka barang yang telah berpindah tangan itu tak boleh dikembalikan.

Diriwayatkan Bukhari Muslim dari Hakim bin Hizam, Rasulullah bersabda, “Jual beli masih diberi pilihan (untuk meneruskan atau membatalkan) selama mereka belum berpisah. Apa bila mereka berdua jujur dan memperjelas jual belinya, jual beli mereka akan diberkahi. Namun, apabila mereka berdua menyembunyikan sesuatu dalam jual belinya dan berbohong, keberkahan tersebut dihapuskan.”

Total Jamaah Meninggal pada Musim Haji 2018 Sebanyak 385 Orang

Seluruh jamaah haji Indonesia telah meninggalkan Tanah Suci pada Selasa, (25/9/2018). Secara resmi pemulangan mereka dilepas oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Arab Saudi.

Jamaah yang terakhir pulang yakni dari Kloter 63 JKG Banten sebanyak 381 penumpang yang terdiri dari jamaah dan lima petugas pendamping kloter. Sebelumnya pemulangan gelombang pertama dari Bandara Jeddah yang dimulai pada 27 Agustus hingga 9 September lalu, sebanyak 218 kloter yang mengangkut 88.944. Rinciannya, jamaah haji sebanyak 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang.

Sedangkan untuk gelombang kedua, sejak pemulangan awal dari Bandara Madinah pada 9 September lalu, telah kembali ke Tanah Air sebanyak 488 kloter. Terdiri 195.884 jamaah bersama 2.439 petugas yang menyertai jamaah sehingga total keseluruhan gelombang dua yang telah kembali 198.323 orang.

Sementara itu, dari keseluruhan jamaah yang diberangkatkan ke Tanah Suci sejak 17 Juli 2018, tercatat total jamaah Indonesia yang meninggal dunia pada musim haji tahun 2018 ini sebanyak 385 orang. Terdiri dari 363 haji reguler dan 22 haji khusus.

Dari angka tersebut, jamaah yang meninggal di Makkah berjumlah 265, Madinah 75, Arafah 8, dan Mina 24.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kesehatan Untung Suseno menyatakan, bersyukur penyelenggaraan haji 2018 berjalan sukses. Hal itu ditandai dari hasil evaluasi angka kematian jamaah menurun dari tahun-tahun sebelumnya.

“Alhamdulillah hasil evaluasi memang menunjukkan angka-angka yang lumayan baik. Kalau dihitung specific death rate-nya malah ini yang paling rendah,” kata Untung di KKHI Madinah.

Untung mengatakan, kalau dilihat dari jumlah kematian saja angkanya hampir sama dengan dua tahun lalu, padahal saat itu jumlah jamaahnya 160 ribu orang sedangkan saat ini 221 ribu.

Jadi menurutnya, bahwa perbaikan sistem dan perbaikan sarana prasarana berhasil menurunkan angka kematian. Untung menjelaskan, penyebab kematian yang paling tinggi tahun ini bukan penyakit jantung, tapi paru-paru.

Menurut catatan Siskohat Dirjen PHU Kementerian Agama, pada 2016 jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Jumlah itu setara dengan 0,20 persen dri total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Tahun 2018 ini, total jamaah meninggal sebanyak 381 jamaah wafat. Jumlah itu setara 0,18 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat tahun ini. Merujuk prosentase tersebut, kematian jamaah tahun ini secara proporsional memang masih lebih sedikit ketimbang dua tahun lalu.

OKEZONE

Visa Umrah Gunakan Biometrik, Calon Jemaah Umrah Datangi Kemenag

Jakarta (PHU)—Sejumlah orang yang mengatasnamakan Jemaah Umrah dan Masyarakat (Jumrat) mendatangi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama. Kedatangan perwakilan Jumrat itu langsung disambut Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim di Ruang Sidang Ditjen PHU lantai 5 Gedung Kemenag Jakarta. Rabu (03/10)

Menurut perwakilan dari Jumrat, Fuad Hasan Mahsyur, tujuan pihaknya beraudiensi dengan Ditjen PHU Kemenag adalah untuk mempertanyakan kejelasan kebijakan VFS (Visa Fasilitating Service) Tasheel dalam pemberlakuan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan pengurusan visa bagi jemaah umrah.

“Tujuan kita ke Kemenag terkait kebijakan VFS Tasheel dalam pemberlakuan rekam biometrik sebagai syarat pengajuan pengurusan visa bagi jemaah umrah,” kata Fuad.

Fuad meminta Kemenag untuk melakukan peninjauan kembali kebijakan tersebut karena akan menyulitkan masyarakat atau calon jemaah umrah, karena setiap jemaah harus melakukan rekam biometrik sebelum mengurus visa dan tempat untuk rekam biometrik itu rencananya hanya berpusat pada 34 Ibukota Provinsi.

“Kebijakan tersebut saya kira sangat menyulitkan masyarakat atau calon jemaah umrah dimana setiap jemaah harus melakukan rekam biometric sebelum mengurus visa,” ujarnya

“Apalagi nantinya akan tersedia hanya di Ibukota Provinsi saja, kasihan mereka yang tinggal di pelosok-pelosok daerah, Apalagi kebanyakan dari calon jemaah umrah didominasi usia yang tergolong tidak muda lagi” sambung Fuad.

Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan legalitas VFS Tasheel terkait kerjasama diplomatik dengan Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri.

Sementara itu, Direktur Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim Arfi menyambut baik pertemuan ini, menurutnya, Kemenag sampai saat ini Kemenag belum dilibatkan sama sekali terkait pemberlakuan rekan biometric yang dilakukan VFS Tsheel kepada calon jemaah umrah. Pihaknya juga berjanji akan mengagendakan masalah ini dan akan mencari jalan keluarnya.

“Kami tidak pernah diajak bicara sama sekali, kami tidak tahu menahu oleh karena itu kenapa kami tidak ada pernyataan yang disampaikan, secara teknis harusnya pihak VFS Tasheel berkoordinasi terkait hal ini, kami terima apa yang kawan-kawan sampaikan atas nama masyarakat dan jemaah umrah, kami dan pihak-pihak yang terkait akan mengagendakan masalah ini dalam waktu dekat”, kata Arfi.

Lebih lanjut dia juga menyampaikan, pihaknya masih akan mempelajari mekanisme penerapan biometrik ini dengan pihak-pihak yang terkait, apakah nantinya akan dibangun di Kantor Kabupaten/Kota sampai dengan Kecamatan, karena untuk memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Menag Lukman Hakim Saifuddin mengakui dirinya belum menerima surat resmi dari Kedutaan Besar Arab Saudi terkait regulasi dan ketentuan terbaru itu, karena menurutnya ibadah umrah baru saja di buka.

“Kita belum mendapatkan informasi resmi hitam diatas putih secara tertulis atau melalui email atau apa yang terkait dengan regulasi baru ketentuan baru itu jadi kita belum bisa menyikapi tentang hal ini,” kata Menag usai membuka Rapat Kerja Nasional Evaluasi Haji di Jakarta. Selasa (02/10).

VFS Tasheel merupakan penyedia resmi layanan visa dari Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, VFS Tasheel mengumumkan telah meluncurkan layanan biometrik visa untuk jemaah umrah di Indonesia termasuk sidik jari, rekam wajah serta pengurusan paspor.(nit/ha)

Hati-hati, Ucapan Bisa Pengaruhi Datangnya Bencana

LIDAH adalah juru bicara hati dan kata-kata adalah pengungkap niat, maka orang-orang beriman diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Taala untuk selalu menjaga perkataannya, kapan dan di mana pun mereka berada.

Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” (al-Ahzab: 70).

Dalam situasi apa pun, ada ungkapan-ungkapan baik yang diajarkan oleh Islam kepada orang-orang Mukmin. Misalnya, ketika bencana terjadi, musibah datang, dan malapetaka menimpa, maka hendaklah kita mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilahi rodjiun Sesungguhnya kita hanyalah milik Allah, dan sesungguhnya kita kepada-Nya akan kembali.”

Ketika rasa takut datang menghantui, atau datang suatu berita yang mengagetkan, maka hendaklah kita mengucapkan, “Hasbunallahu wa nimal wakil Cukuplah Allah menjadi pelindung kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”

Jika tidak sanggup memikul suatu beban, atau melaksanakan suatu pekerjaan, maka hendaklah kita mengucapkan, “La haula wa la quwwata illa billah Tiada daya dan tiada upaya melainkan dengan izin Allah.”

Sementara orang-orang yang penuh keraguan dan kemunafikan, memiliki kata-kata yang rendah, serendah perasaan mereka. Dan lemah, selemah pendirian mereka. Misalnya, ketika terjadi kekalahan pada pasukan kaum Muslim dalam satu peperangan, mereka berkata, “Kalau mereka tetap bersama-sama kita, tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh,” (Ali `Imran:156). Atau perkataan mereka yang berbunyi, “Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya,” (al-Ahzab: 12), dan perkataan-perkataan rendah lainnya yang seumpama dengan itu.

Ketika anak-anak Nabi Yaqub as minta izin membawa Yusuf ikut mereka bermain, beliau khawatir mereka menyakiti Yusuf. Padahal, seharusnya beliau bertawakkal dan memasrahkan segala urusan kepada Allah, atau beliau bisa melarang mereka membawa Yusuf, toh Yusuf masih ada di sisinya. Tapi, karena sayang anak, beliau berkata kepada mereka, “Aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala.” (Yusuf: 13). Dengan demikian, ia membuka peluang bagi mereka untuk melakukan kesalahan dan memberitahukan caranya. Karena itu, mereka pun pulang dengan mengatakan, “Ia dimakan serigala.” (Yusuf: 17).

Ketika Nabi Yusuf as diajak melakukan perbuatan keji , beliau berkata, “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (Yusuf: 33). Sebagian ahli ilmu mengatakan, “Seharusnya, beliau mengatakan, pengampunan dan keselamatan lebih aku sukai daripada penjara.” Karena perkataan itu, Nabi Yusuf pun dipenjara.

Di dalam gelapnya penjara dan sempitnya sel kurungan, beliau berkata kepada sahabatnya yang akan dibebaskan, “Ceritakanlah keadaanku kepada tuanmu.” (Yusuf: 42). Maksudnya, kepada raja. Padahal, Allah lebih dekat untuk dijadikan tempat pengaduan. Karena itu, jawaban Tuhan adalah, “Karena itu, ia tetap di dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (Yusuf: 42).

Firaun, sang tiran, berkata, “Sungai-sungai ini mengalir di bawahku.” (az-Zukhruf: 51). Maka, Allah membalasnya dengan mengalirkan sungai itu di atasnya, sehingga ia terbenam dan tenggelam.

Seorang munafik yang selalu membangkang berkata, “Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang, dan Allah telah mengunci hati mereka, maka mereka tidak mengetahui akibat perbuatan mereka.” (at-Taubah: 93). Maka, datanglah izin Tuhan, “Ketahuilah, mereka telah terjatuh ke dalam fitnah.” (at-Taubah: 49).

Ucapan dapat mempengaruhi datangnya bencana. Karena itu, waspada dalam berbicara wajib hukumnya seperti wajibnya waspada dalam berbuat. Mewaspadai kata-kata juga sangat penting seperti pentingnya mewaspadai perbuatan.

Di dalam kitab Buzrjemher dikisahkan tentang seorang pemburu mencari burung merpati di hutan. Setelah sekian lama mencari dan tidak juga menemukannya, ia putus asa dan berniat pergi. Pada saat itu, sang merpati, yang merasa sudah selamat, mulai berkicau. Maka, pemburu itu pun berbalik menangkapnya.

Banyak kepala yang celaka karena pemiliknya mengatakan kalimat yang tidak berguna. Banyak leher yang tertebas karena pemiliknya salah lidah yang tidak dapat dibenarkan oleh al-Khalil maupun Sibawaih. Bukankah manusia masuk neraka juga disebabkan oleh lidah mereka? “Tiada satu ucapan pun yang terucap melainkan di dekatnya ada malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18). []

Sumber : Dr. Aid Abdullah al-Qarni, Silakan Terpesona

Sombong Hambat Hidayah

RASULULLAH Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan dalam sebuah hadits bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan.

Beliau Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sahabat Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim, no.91).

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah sampai kepada seseorang, berupa Al Quran dan hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya karena kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu adalah apa yang datang dari Allah Subhanahu wa Taala, berupa Al Quran dan hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran.

Lihatlah iblis laanahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam alaihissalam karena kesombongan yang ada dalam hatinya. Allah Taala berfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Firaun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak bisa mendapatkan hidayah dari Allah Subhaanahu wa Taala.

Dan Subhaanallah dalam hadits ini seorang sahabat bertanya kepada Nabi Shallallahualaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin agar bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Allah itu indah dan mencintai keindahan”.

Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Allah karena menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan adalah bentuk rasa syukur kepada Allah subhanahu wa taala. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah suka melihat tampaknya bekas nikmat Allah pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Akan tetapi kesombongan itu ketika seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik karena orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam masalah ilmu dan amalan shalih. Saudaraku, dalam hadits lain Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “cukuplah bagi seseorang itu keburukan, ia menganggap remeh Muslim yang lain” (HR. Muslim, no.2564).

Terkadang misalnya kita orang yang memiliki kekayaan, dan punya kelebihan. Ketika kita melihat orang miskin yang tidak punya kekayaan, kita pandang dia dengan pandangan yang remeh sekali. Ini lah bentuk meremehkan orang. Atau misalnya orang yang memiliki kedudukan, mungkin Bupati, presiden, atau camat, ketika melihat orang biasa atau rakyat jelata ia merasa dirinya punya kelebihan, lalu ia pun bersombong diri.

Atau misalnya kita diberi kelebihan berupa amalan shalih, terkadang ketika melihat orang yang amalan shalihnya kurang, kita merasa memiliki kelebihan dan melecehkan dia. Terkadang juga kita merasa punya kelebihan ilmu, punya titel yang tinggi, ketika melihat orang yang lebih rendah titelnya, dalam diri kita terasa ada sesuatu perasaan lebih baik dari dia. Inilah sebenarnya benih-benih kesombongan.

Terlebih ketika ada orang yang menasehati kita adalah orang yang lebih muda dari kita atau orang yang tidak lebih berilmu dari kita. Terkadang kesombongan dan keangkuhan muncul di hati kita sehingga kita enggan untuk menerima nasehat-nasehatnya. Ini juga merupakan fenomena kesombongan. Dan bukankah seorang Mukmin yang sejati itu senantiasa menerima nasehat? Allah Taala berfirman (yang artinya): “Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).

Dan subhaanallah, ini sangat menakutkan sekali. Karena Nabi Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Hanya sebesar biji sawi dari kesombongan, ternyata menyebabkan kita tidak masuk surga.

Ikhwati fillah rahimaniy wa rahimakumullah, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari bahwa apa yang Allah berikan kepada kita berupa kelebihan-kelebihan baik itu kekayaan, kedudukan, hakikatnya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa taala. Orang kaya hendaknya sadar, kekayaan itu datangnya dari Allah. Orang yang mempunyai kedudukan hendaknya sadar, bahwa kedudukan itu adalah amanah di sisi Allah yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Bukan untuk disombongkan sama sekali.

Orang yang berilmu segera sadar bahwa ilmunya itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menjadikan ia lebih tawadhu dan lebih takut kepada Allah Subhanahu wa Taala. Orang yang beramal shalih, banyaknya amal shalih, bukan untuk dibanggakan dan disombongkan. Akan tetapi untuk membuat ia lebih dekat kepada Allah.

Maka, saudaraku aazzaniyallah waiyyakum, orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa dia sebenarnya. Bahwa dia hakikatnya adalah seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Allah taala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Kalian adalah fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).

Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana pemberian Allah kepada kita dan kekuasaan Allah yang berikan kepada kita. Allah Subhanahu wa Taala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Allah menciptakan tubuh kita dengan bentuk yang indah, Allah Subhanahu wa Taala sediakan bagi kita berbagai macam harta dan kebutuhan, jika seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu (rendah hati).

Dan tawadhu itu adalah akhlak yang sangat agung. Allah Taala berfirman (yang artinya): “Ibadurrahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63). Dan Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: “tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Allah akan meninggikannya derajatnya” (HR. Muslim, no.2588).

Bahkan manusia sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi ketika kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Allah mengadzabnya sekonyong-konyong, itu adalah orang yang Allah jadikan kecintaan kepada dia di hati-hati para hamba karena sikap tawadhu-nya tersebut.

Maka dari itu saudaraku, jika kita diberi Allah Subhanahu wa Taala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Allah Subhanahu wa Taala memberikan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal shalih, segera periksa hati kita jangan sampai itu menimbulkan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga. [Ustaz Badrusalam, Lc.]

Khutbah Terakhir Rasulullah Dihadiri Para Malaikat

ABU Hurairah dan Ibnu Abbas menceritakan khutbah terakhir Nabi saw yang menyayat hati:

Sebelum wafat, Rasulullah berkhutbah di hadapan kami. Inilah khutbah terakhir yang beliau sampaikan di Madinah.

Ia memberikan nasihat yang menumpahkan air mata kami, menggetarkan hati kami dan mengguncangkan dada kami.

Ia memerintahkan Bilal untuk menyerukan salat jemaah. Selepasnya, ia pun naik ke mimbar.”Hai manusia, mendekatlah dan lapangkanlah tempat bagi orang-orang di belakang kamu,” kata Rasulullah.

Ketika orang-orang melihat ke belakang sudah lapang, Nabi masih menyuruh sahabat untuk melapangkan tempat. Seorang sahabat penasaran dan bertanya, “Kepada siapa lagi kami harus melapangkan tempat ya Rasulullah?”

“Kepada para malaikat,” jawab Nabi.

 

INILAH MOZAIK

Etika Berbeda Pendapat yang Banyak Dilalaikan

KALAU semua orang yang berbeda pendapat dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sesat, begitu banyaknya orang yang Anda putuskan dan tetapkan untuk masuk neraka. Pertanyaannya adalah “Anda itu siapa kok berani-berani menempati posisi Allah sebagai penentu dan pemutus akhir setiap perilaku makhluknya?”

Kalau semua orang yang tidak satu paham dengan Anda kemudian Anda menganggap mereka sebagai musuh, betapa banyak musuh Anda di dunia ini karena jumlah yang berbeda dengan Anda jauh lebih banyak ketimbang jumlah Anda. Bukalah mata dan telinga untuk melihat dan mendengar berita dunia, Anda akan tahu bahwa banyak sekali orang yang bukan saja tidak sepaham dengan Anda tapi juga tidak paham tentang paham Anda.

Kalau semua orang yang tidak sejalan dengan Anda kemudian Anda nyatakan sebagai orang yang suka mengada-ada, betapa banyaknya orang yang Anda lecehkan kemuliaan dan harga dirinya. Di antara mereka yang tidak sejalan dengan Anda sangatlah banyak yang belajar agama jauh lebih lama dan lebih detail ketimbang Anda, yang melayani masyarakat jauh lebih tulus dan sayang ketimbang Anda, yang menghabiskan setiap detiknya beribadah lebih ketimbang Anda.

Rendah hatilah, sopan santunlah, hilangkan egoisme dan kebencian. Yang paling berbahaya dalam pola hubungan keberagamaan adalah kebodohan yang berselingkuh dengan emosi temperamental karena perselingkuhan ini akan melahirkan keangkuhan yang merusak. Jalan menuju surga adalah jalan cinta bukan jalan kebencian, jalan kejujuran bukan kebohongan, jalan keikhlasan bukan jalan pamer diri. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK