Pemulangan Jemaah Haji Gelombang Dua Dimulai

Jemaah haji Indonesia mulai menjalani fase pemulangan gelombang II dari Bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah pada Ahad (9/9/2019) dini hari. Kloter 41 Debarkasi Jakarta-Bekasi jadi yang pertama terbang ke Tanah Air.

Sebanyak 410 jemaah berangkat dalam rombongan tersebut. Menurut Kepala Seksi Pelayanan Kedatangan dan Pemulangan Daker Airport Muhammad Syarif, rombongan tersebut diberangkatkan dari dua hotel di Madinah secara bersamaan pada Sabtu (8/9) pukul 20.30 waktu setempat. Mereka akan bertolak ke Tanah Air pada Ahad (9/9) pukul 4.30 dini hari dengan penerbangan Saudia Airlines.

Setelah kloter tersebut, akan dipulangkan Kloter 38 Debarkasi Surabaya (450 jemaah) dengan pesawat yang berangkat setengah jam kemudian. Lalu menyusul Kloter 30 Debarkasi Jakarta-Pondok Gede (376 jemaah) pada pukul 5.30.

Sebanyak 17 kloter dipulangkan pada hari pertama pemulangan gelombang pertama tersebut. Sedikitnya 7.000 jemaah akan dipulangkan dari Bandara Madinah pada hari ini.

Pada waktu bersamaan, di Bandara King Abdulaziz Jeddah juga berangkat kloter terakhir pemulangan gelombang pertama pada Ahad (9/9) dini hari. Sampai dengan pukul 01.30 WAS sebanyak 5 kloter.

“Ada 1.916 orang terdiri dari jemaah haji 1.891 orang dan petugas kloter 25 orang,” ujar Syarif.

Secara keseluruhan pemulangan jemaah haji gelombang satu dari Jeddah telah melayani 218 kloter. Total ada 88.944 penumpang dengan rincian jemaah haji 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang. (mch/ab).

KEMENAG RI

Ini Cara Menurunkan Angka Kematian Jemaah Haji

Angka kematian jamaah haji asal Indonesia sejauh ini bisa ditekan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Selain kerja petugas haji Indonesia, Kerajaan Arab Saudi ternyata juga menerapkan strategi khusus terkait hal itu.

“Masya Allah, tabarakallah,  karena kebaikan Allah untuk tahun ini terutama di Masyair (waktu wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, serta melontar jumrah), dan Makkah bisa kita turunkan angka kematiannya,” kata Kepala Pelayanan Kesehatan Komite Haji Arab Saudi untuk Asia Tenggara, Ehsan A Bouges di Jeddah, Rabu (5/9).

Ehsan mengepalai badan yang menjalankan operasional pelayanan kesehatan di Makkah, Arafah, dan Masyair. Dia melayani sekitar 300 ribu jemaah Asia Tenggara dan Cina. Sebanyak 120 petugas ia komandoi guna menjalankan ambulans serta menangani operasional klinik kesehatan di wilayah tersebut.

Pria keturunan Bugis-Sunda itu menuturkan, sepanjang fase wukuf dan mabit di Muzdalifah dan Mina serta melontar jumrah dan penempatan jamaah di Makkah, angka kematian jemaah Indonesia sejauh ini tercatat sebanyak 234 orang. Jumlah itu tak sampai separuh dari angka kematian tahun lalu yang mencapai 600 orang lebih.

Ehsan menuturkan, sebelum musim haji dimulai, mula-mula mereka memetakan dahulu sejumlah faktor-faktor terkait kesehatan jemaah. Di antaranya, jumlah jemaah Indonesia yang 60 persennya berusia di atas 60 tahun. Selain itu, berangkat juga sebanyak 147 ribu jemaah berisiko tinggi terkena penyakit di Tanah Suci. Kebiasaan-kebiasaan jemaah Indonesia juga mereka petakan.

Setelah itu, insinyur teknik industri dari Universitas King Abdulaziz Jeddah itu bersama koleganya merancang sistem pelayanan di Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Makkah.

“Jadi kami melakukan restrukturisasi dan reorganisasi tahun ini belajar dari pengalaman sebelumnya,” kata dia.

Diantara terobosan tahun ini adalah penempatan klinik yang lebih banyak dengan sistem pendingin ruangan yang lebih baik di lokasi-lokasi tersebut. Tak kalah penting, Arab Saudi mengoperasikan 28 ambulans yang dibagi di tiga wilayah berbeda.

Hal itu memungkinkan penjemputan jemaah sakit di klinik-klinik yang perlu dirujuk lebih cepat. Ia juga menempatkan perwakilan di rumah sakit untuk mempercepat pengurusan perawatan jemaah.

Pengerahan sumber daya manusia juga disesuaikan dengan kepadatan lokasi. Pada saat wukuf, tenaga pelayanan kesehatan dikonsentrasikan di Arafah, kemudian dipindahkan ke Muzdalifah, Mina, dan Makkah berturut-turut sesuai waktu-waktu padat masing-masing lokasi.

“Jadi pusing kepalanya berpindah-pindah,” kata dia berkelakar.

Tak hanya soal pelayanan kesehatan, Ehsan mengatakan, pelayanan katering juga punya peran krusial menyokong kesehatan jemaah. Menurutnya, Saudi setuju menyesuaikan cita rasa makanan dengan lidah jemaah Indonesia agar jemaah banyak makan dan terjaga kesehatannya.

Faktor lain, kata Ehsan, adalah anggapan keliru jemaah mereka harus berumrah tujuh kali sebelum wukuf. Menurut dia, hal ini menguras tenaga jemaah higga akhirnya mereka kelelahan di Arafah dan saat melempar jamarat. Ia mengatakan, pengelola haji dari Cina, Thailand, dan Malaysia sudah melarang sama sekali praktik tersebut.

Sementara Indonesia mulai juga menyerukan imbauan itu. Upaya-upaya tersebut, didukung kerja sama yang baik Arab Saudi dengan petugas Indonesia ia harapkan mampu lebih menjaga keselamatan jemaah.

Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama Sri Ilhami Lubis sebelumnya mengakui peningkatan pelayanan Arab Saudi. Menurutnya, ada peningkatan kerja sama antara pihak Saudi dan Indonesia yang berujung pada peningkatan pelayanan tahun ini. (fz/ab).

Ditulis oleh Abdul Basyir

 

KEMENAG RI

Pemerintah Waspadai Penyakit yang Terbawa Jamaah Pasca-Haji

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dr. Anung Sugihantono, menyambut kedatangan jemaah haji kloter 16 JKG di Asrama Haji Pondok Gede, 4 September lalu.

Pada kesempatan tersebut, Dirjen P2P didampingi Kakanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Kepala KKP Kelas I Soekarno Hatta, Direksi RS Haji Jakarta dan Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Haji JKG.

Anung mengatakan, pemerintah telah memberikan pelayanan, pembinaan dan perlindungan yang sebaik-sebaiknya kepada jamaah haji, semua itu dilakukan agar jamaah haji Indonesia terjamin kebutuhannya dari semua bidang, termasuk bidang kesehatan.

Anung menegaskan bahwa petugas kesehatan telah membagikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jamaah Haji (K3JH), agar apabila jemaah haji mengalami sakit demam, batuk, dan sesak dalam 14 sejak kedatangan di tanah air, segera berobat ke puskesmas terdekat dengan membawa K3JH tersebut.

Dalam hal ini, pemerintah mewaspadai berbagai penyakit dialami jamaah akibat terbawa pascahaji.

“Pemerintah mewaspadai berbagai penyakit yang kemungkinan terbawa oleh jamaah haji antara lain MERSCoV, Meningitis, Kolera, dan lain lain,” jelas Anung.

Setiap jamaah haji Indonesia telah dibekali Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah Haji (K3JH) sejak di Tanah Air yang berfungsi sebagai alat deteksi dini kesehatan.

Setelah yang bersangkutan tiba di Tanah Air dari Arab Saudi melaksanakan ibadah haji, sesampainya di Bandara, satu lembar dokumen K3JH diambil oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Embarkasi, kemudian satu lembar lagi dipegang jamaah.

Menurutnya, bila ada tanda-tanda pernapasan yang berat, batuk, demam di atas 38 derajat celcius, jamaah haji diimbau segara menghubungi Puskesmas terdekat untuk memeriksakan diri.

Bila tidak ada tanda-tanda gejala penyakit menular seperti di atas, jamaah haji kembali ke rumah dengan dinyatakan sehat. Namun, jika terbukti melalui pemeriksaan terdapat gejala penyakit menular di atas, seperti Mers-COV, akan dilakukan pengambilan sampel dahak.

‘Apabila hasilnya positif akan dilakukan isolasi, selanjutnya dilakukan penyelidikan epidemiologi di lingkungan keluarga bersangkutan dan teman selama perjalanan untuk mengetahui penularan kepada pihak lain dan mengetahui penyebabnya.

Selanjutnya, bila hasil laboratorium negatif, jamaah diperbolehkan kembali ke rumah. Masa deteksi dini K3JH berlaku selama 14 hari sejak kepulangan dari Tanah Suci.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan bahwa fase Armina pasca-Armina ini perlu diwaspadai.

“Biasanya jamaah yang sudah selesai berhaji mengalami penurunan daya tahan tubuh karena malas makan,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek melalui keterangan yang diterima Okezone, Senin (27/8/2018).

Guna menekan risiko sakit pada jamaah haji pasca-Armina, tugas tim medis, khususnya di kloter (TKHI) dan pada jamaah, harus lebih ditingkatkan.

Terkait hal ini, Menkes Nila Moeloek menyampaikan tiga pesan kepada TKHI dan jamaah haji.

Pertama, TKHI diminta meningkatkan early diagnostic terhadap jamaah di pondokan kloter masing-masing, terutama usai puncak ibadah haji.

“Waspada terhadap jamaah pascarawat di KKHI atau RSAS, terutama yang mengidap penyakit kardiovaskuler dan memastikan intake yang cukup pada jamaah sakit karena pasca armina kondisi ini menjadi risiko yang dapat menyumbang angka kematian tinggi,” kata Menkes Nila.

Kedua, jamaah gelombang 1 diimbau menjaga kesehatan dan kebugaran karena akan kembali ke Tanah Air. Begitu juga dengan jamaah gelombang 2 yang masih akan ke Madinah untuk beribadah di sana.

Ketiga, jamaah haji diimbau mengatur aktivitas, jangan berlebihan dan sesuai prioritas. “Tetap menjaga waktu istirahat dan menjaga asupan makannya,” pesan Menkes Nila.

Ia berharap perilaku hidup sehat yang sudah dijaga sebelum Armina tetap dipertahankan. Caranya dengan menjaga pola makan, rajin minum, dan cukup istirahat.

OKEZONE

Hujan Besar di Makkah, Badai Debu Landa Jeddah

Setelah kota Makkah dikabarkan hujan besar pada Rabu (5/9/2018) malam, badai debu kini melanda kota Jeddah, termasuk kawasan Bandara King Abdul Aziz (KAA). Debu pekat berwarna kecoklatan cukup mengganggu pandangan dan pernafasan.

Di jalanan kota Jeddah jarak pandang mulai berkurang. Akibat debu, nyala lampu penerangan jalan yang biasanya terang benderang, kini terkihat cukup redup. Laju kendaraan juga harus berkurang karena jarak pandang.

Kepala Daerah Kerja Airport Arsyad Hidayat memberikan beberapa pesan khusus atas cuaca terkini di Jeddah.

“Kepada jmh haji yang baru tiba di bandara Jeddah dan akan meninggalkan Arab Saudi harus tetap waspada terhadap badai debu yang menyerang kota Jeddah dengan selalu memakai masker,” kata Asryad di Bandara KAA Jeddah, Rabu (5/9) jelang tengah malam.

Arsyad juga meminta jemaah memeriksakan diri ke Pos Pelayanan Kesehatan bandara jika terjadi gangguan kesehatan.

“Bila jemaah merasakan keluhan seperti gangguan pernapasan dan lain-lain segera minta perawatan,” imbuhnya.

Karena faktor cuaca sangat gelap dan jarak pandang sangat pendek, Arsyad meminta para pengemudi bus tetap berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya.

“Harus lebih hati-hati supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan,” pinta Arsyad.

Dia juga meminta para petugas Daker Airport membantu membagikan masker kepada jemaah yang baru tiba. Selain itu para petugas juga tetap diminta menjaga kondisi fisik agar tetap bisa bertugas sampai akhir.

“Semua harus menjaga kebugaran, masa tugas kita masih 21 hari lagi,” pungkasnya. (ab/ab).

 

KEMENAG RI

Kegalauan Jemaah Haji Khusus: Antara Harapan dan Realita

Keputusan untuk mendaftar haji khusus, dulu kerap disebut Ongkos Naik Haji (ONH) Plus, masih terbayang kuat di benak Sugiyanto, warga Bantul, DIY. Pada 2013, ia dan istrinya, Endang, mendaftar melalui sebuah agen travel. Yang ada di benaknya cuma satu: ia ingin bersegera mungkin naik haji mengingat kondisi sang istri kerap sakit.

Alhasil, keberangkatan tahun ini, kendati merogoh kocek cukup dalam Rp 137 juta/orang, sungguh ia syukuri. “Jika mendaftar reguler sangat lama waiting list-nya,” ujarnya, Kamis (30/08) siang, saat ditemui di apartemen transit. Lokasi apartemen yang dihuni bersama ratusan jemaah lainnya merupakan wilayah perumahan di kawasan Khalidiyah, berjarak sekira lima kilometer dari Masjidil Haram.

Dugaan Pelanggaran

Kepada tim Media Center Haji (MCH) Daerah Kerja Makkah, Sugiyanto pun berbagi kisah. “Kami tinggal di sini (apartemen transit) sudah sepuluh hari,” katanya. Baru sampai bagian ini saja, agaknya Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memberangkatkannya melanggar aturan main.

Berdasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) PIHK yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 22 Tahun 2011, Pasal 14 ayat (2) menegaskan bahwa akomodasi berupa apartemen transit di Makkah digunakan maksimal 5 (lima) hari. Itu pun terbatas maksimal sampai tanggal 15 Dzulhijjah atau tahun ini bertepatan dengan tanggal 26 Agustus 2018. “Akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan paling lama 5 (lima) hari antara tanggal 3 sampai dengan 15 Dzulhijjah,” begitu klausul lengkapnya.

Pelanggaran kedua, Pasal 14 ayat (3) menyebutkan akomodasi transit harus memiliki akses yang mudah ke Masjidil Haram. Fakta di lapangan, kawasan Khalidiyah yang digunakan untuk akomodasi transit relatif sepi. Tak ada sarana angkutan umum, bahkan taksi jarang terlihat. Berbeda misalnya dengan kawasan Syisyah—di mana 21 hotel digunakan jemaah reguler—yang selain bus salat lima waktu (salawat) juga taksi kerap berlalu lalang.

Pelanggaran ketiga, Pasal 14 ayat (4): setiap kamar diisi paling banyak 4 (empat) orang. “Kami kemarin berenam, kini tinggal 4 karena satu meninggal, satu pindah kamar,” terang Sugiyanto. Yang mengagetkan, jemaah meninggal di kamar mandi kamar tersebut. Teman sekamar Sugiyanto bahkan sempat memfoto jenazah ditemukan dalam kondisi duduk terkulai lemas. “Kami menunggu di depan kamar mandi, dan terpaksa didobrak oleh petugas apartemen,” terang Sugiyanto.

Dokter PIHK ikut tercengang saat menemukan jemaah dalam kondisi tak bernyawa. Semakin ironis, masih menurut penuturan Sugiyanto, jenazah digeletakkan begitu saja di atas lantai dengan ditutupi selimut seadanya dari pukul 14.00 hingga 20.00 WAS.

“Baru kemudian datang direktur agen travel dan membawa jenazah untuk dimakamkan,” tuturnya. Tim MCH yang mendapat Certificate of Death(COD) menyebutkan jika penyebab kematian jemaah berusia 75 tahun itu adalah Endocrine, nutritional and metabolic diseases.

Sugiyanto juga mengeluhkan hanya ada 1 dokter yang menangani seluruh jemaah. Padahal, menurut Pasal 17 ayat (3) pelayanan kesehatan haji khusus dilakukan dengan menyediakan satu orang tenaga dokter untuk paling banyak 90 jemaah.

Pelanggaraan keempat, kualitas akomodasi transit yang jauh dari level bintang 4 sebagaimana klausul Pasal 14 ayat (5). Tim MCH yang melongok ke dalam kamar, mendapati fasilitas tempat tidur yang kurang layak. “Memang springbed, tapi ya seperti ini,” ungkap Sugiyanto. Tim melihat sendiri kondisi kasur yang sudah mulai melengkung, tanda keusangan.

Pelanggaran kelima, jumlah jemaah. Menurut penuturan Sugiyanto, ia berangkat bersama sedikitnya 350 orang. Padahal, Pasal 6 ayat (1) regulasi di atas menyebutkan, “Setiap PIHK dapat memberangkatkan jemaah haji khusus paling sedikit 45 (empat puluh lima) jemaah dan paling banyak 200 (dua ratus) jemaah.” Klausul ini diperjelas pada ayat (3) pasal yang sama, “Dalam hal jumlah jemaah haji khusus yang dapat diberangkatkan lebih dari 200 (dua ratus) sebagaimana dimaksud ayat (1), PIHK dapat melimpahkan kelebihannya kepada PIHK lain.”

Mencermati Daftar Riil Jemaah PIHK yang salinannya diterima MCH dari Seksi Pengawas PIHK Daker Makkah, perusahaan yang memberangkatkan Sugiyanto membawa 359 jemaah.

Fasilitas yang Didapat

Namun di sisi lain, Sugiyanto juga mengakui, ia dan istri merasakan fasilitas haji khusus. “Makanan berlimpah termasuk buah-buahan, disajikan prasmanan,” ujarnya.

Saat tinggal di fase Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), kata Sugiyanto, jemaah tinggal di tenda yang cukup longgar. Usai melontar jumrah tidak perlu jalan jauh seperti jemaah reguler. Sugiyanto dan jemaah haji khusus cukup ke maktab 114 yang jaraknya relatif dekat dengan Jamarat.

Begitu tiba dari Madinah, tutur Sugiyanto, ia juga tinggal di Hotel Safwa yang masuk di komplek Masjidil Haram. “Tinggal turun sudah di pelataran masjid,” kata Endang sang istri. Namun kenyamanan menginap di hotel yang tinggal turun langsung Masjidil Haram ini hanya 5 hari. Selebihnya mereka tinggal di apartemen transit tanpa pernah merasakan city tour Makkah atau semacamnya.

Pengawasan PIHK

Berdasarkan data Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag RI, jumlah PIHK yang diberangkatkan pada tahun ini sebanyak 254 PIHK, yang tergabung dalam 158 konsorsium PIHK. Sementara jumlah jemaah yang berangkat 16.840 orang.

Kepala Bidang Pengawasan PIHK Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Mulyo Widodo, menjelaskan pihaknya telah melakukan survei langsung ke sejumlah apartemen transit haji khusus. “Dari pantauan kami mendapati ada penempatan di apartemen transit lebih dari lima hari,” terangnya.

Dari sisi jamuan makan tetap dilakukan secara prasmanan. “Kami menemukan pula satu kamar dihuni enam orang, tetapi memang ruangannya besar,” ungkapnya kepada MCH, Kamis (30/08) malam. Keluhan lain jemaah, sambungnya, adalah lift yang terbatas.

“Jika ada unsur pelanggaran yang ditemukan, kami akan melakukan klarifikasi dan tindakan, dengan dasar aduan jemaah dan fakta di lapangan,” imbuh Widodo. Minimnya pengawasan menurutnya disebabkan jumlah personil yang terbatas.

Keterbatasan ini pula yang diungkap Sholihin, pelaksana Seksi Pengawasan PIHK Daker Makkah. Menurutnya, pihaknya mesti berbagi mobil dengan Seksi Pelayanan dan Kepulangan. “Pernah kami survei apartemen transit dari pagi sampai malam hanya dapat empat lokasi,” tandasnya. Pihaknya juga mengakui tim pengawasan minim sehingga belum mampu menjangkau seluruh permasalahan yang ada.

“Jika ada jemaah haji khusus yang mendapat fasilitas tidak memadai bisa adukan ke kami di Kantor Daker Makkah, akan kami tindaklanjuti,” janji Sholihin. Namun apabila jemaah sudah kembali ke Tanah Air, pihaknya siap mengklarifikasi langsung ke PIHK bersangkutan.

Sementara Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim menjelaskan, beberapa PIHK memilih apartemen transit cenderung dekat dengan Armuzna ketimbang Masjidil Haram. “Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan jemaah secara fisik menghadapi kondisi Armuzna yang berat, serta mengendalikan jemaah agar tidak bolak-balik ke Haram,” ungkap Arfi, Sabtu (01/09) sore.

“Beberapa PIHK memberikan opsi kepada jemaah, jika menghendaki beribadah di Haram misalnya salat jumat, disediakan alat transportasi meski tidak selalu standby di hotel,” ujarnya. Terkait jemaah yang wafat, pihaknya akan menanyakan ke PIHK mengapa penanganan terlalu lama.

“Ada beberapa hal yang memang menjadi penyempurnaan SPM antara lain kriteria dan masa tinggal di apartemen transit serta jumlah hunian tiap kamar,” pungkasnya.

Saat melepas jemaah haji khusus di Bandara Sekarno-Hatta akhir Juli lalu, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Nizar Ali mengingatkan bahwa haji khusus menjadi tanggung jawab PIHK. “Tak seperti haji reguler, penyelenggaraan ibadah haji khusus bukan menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan PIHK,” ungkapnya.

Menurut Dirjen, setiap jemaah memiliki hak untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan kontrak yang telah dibuat dengan pihak PIHK. Oleh karena itu Nizar mengharapkan komitmen dari PIHK untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi jemaah. “Kementerian Agama akan bertindak tegas kepada PIHK apabila tidak memberikan layanan sesuai dengan ketentuan dan standar pelayanan minimal,” tandas Nizar.

Klarifikasi PIHK

Berbekal nomor kontak yang diberikan Pengawas PIHK, MCH berhasil menghubungi dua petugas agen travel bersangkutan. Agus, petugas pertama yang dihubungi, malah meminta MCH untuk mengontak ke Ustadz Chudlori yang menjadi Ketua Rombongan. Pesan MCH yang dikirim sejak Jumat (31/08) hingga kini belum dibalas.

Sementara petugas kedua, Muhammad Fandi Abdillah, saat dimintai klarifikasi, Jumat (31/08) menyebut jika lamanya waktu di apartemen transit dikarenakan ketersediaan tiket kepulangan yang ada. “Untuk sekamar dihuni 6 orang karena memang komposisi kamar dapat diisi 6 orang dengan kamar mandi dalam dan di luar,” ujarnya.

Saat didesak kenapa memilih lokasi apartemen transit yang cukup jauh dari Masjidil Haram, Fandi menjelaskan hal ini merupakan wewenang kantornya. “Pihak kantor yang menentukan lokasi, silahkan menghubungi pihak kantor saja,” katanya. MCH pun menghubungi nomor yang dimaksud. Sayang, hingga berita ini ditulis belum ada konfirmasi jawaban lagi.

Dilema jemaah haji khusus tampaknya belum segera berakhir. Antara asa dan realita kadang terbentang jarak yang tak pernah diduga sebelumnya. Seperti yang dikatakan Sugiyanto, “Sebenarnya banyak yang ingin kami keluhkan tapi kami menganggap haji adalah ibadah sehingga apapun yang kami terima ya harus disyukuri.” (mch/ha)

KEMENAG RI

Serba-serbi Haji (12): Malu Bertanya Sesat Jalan

TERSESAT jalan di tanah suci adalah hal yang wajar. Saking seringnya terjadi, maka dikirimlah petugas-petugas haji yang salah satu fungsinya adalah membantu mengarahkan atau mengantar jamaah yang tersesat itu. Yang menarik adalah jika petugasnya juga tersesat maka bisa kacau. Tapi kasus yang terakhir ini belum pernah saya dengar.

Pagi ini saya menunggu Mat Kelor untuk makan pagi bersama. Namun sedari shalat subuh tadi tak menampakkan hidung. Baru saja saya telpon dia, dia bercerita sambil ketawa cekikikan karena mengalami kejadian lucu bersama jamaah tua yang kesasar. Ada nenek-nenek tua yang terpencar dari rombongannya, tak ada hape tak ada identitas kecuali gigi emas satu biji di bagian depan gigi atasnya. Kata nenek itu, hanya beliaulah yang bergigi seperti itu diantara jamaah haji Indonesia.

Ngomongnya lancar, bahkan tanpa rem, sehingga ada kesan agak stress atau pikun. Mat Kelor berbaik hati mau antar ke hotelnya, ternyata nenek tak hapal nama hotelnya. Beliau cuma berkata bahwa horelnya tinggi dekat gunung dan di depannya ada jalan. Lha, hotel di tanah suci banyak yang begitu.

Mat Kelor berinisiatif mengantarnya ke kantor petugas Indonesia. Nenek itu berkata: “Wah, ternyata Bapak pinter ya tahu kantor petugas. Jangan-jangan Bapak menteri agama ya?” Mat Kelor ketawa sambil menyahut santai: “ya”. Nenek itu sambil ketawa bilang: “Tapi kok gak ganteng?” Wah, Mat Kelor tersinggung tapi ya dibuat santai saja karena yang dihadapi adalah orang stress. Salah satu kaidah hidup: “JANGAN MELAYANI OMONGAN ORANG STRESS KALAU ANDA TAK INGIN IKUTAN STRESS.”

Tiba-tiba nenek itu menangis dan meminta maaf kepada Mat Kelor. Mat Kelor kaget bahwa ternyata nenek itu waras dan normal masih bisa merasa menyesal. Dipeluklah si nenek agar diam. Nenek itu kemudian berkata: “Hanya hanya kamu keponakan saya yang baik. Yang lainnya hanya merampas sawah dan sapiku. Sapiku hanya tinggal sepasang. Sekarang, antarkan aku ke kandang.”

Sekarang Mat Kelor yakin bahwa nenek itu betul-betul stress dan pikun. Syukurlah sudah sampai di kantor petugas. Mat Kelor geleng kepala sambil senyum dan bergumam: “Sepertinya harus ada test stress bagi semua calon jamaah haji biar tidak menjadi masalah di tanah suci.”

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

 

INILAH MOZAIK

Tak sanggup laksanakan Haji dan Umrah? Perbanyaklah Amalan Ini (Bagian 2)

Sesungguhnya harta bagi yang menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah dan menginfakkannya di jalan kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah, merupakan sarana yang dapat mengantarkannya kepada Allah.

Sementara itu, harta bagi orang yang mengeluarkannya di jalan kemaksiatan kepada Allah dan digunakan untuk meraih tujuan-tujuan yang diharamkan atau hal yang melalaikan diri ketaatan kepada Allah, maka ini merupakan sebab pemutus baginya dari Allah.

Sebagaimana ungkapan Abu Sulaiman Ad-Darani,

Allah Ta’ala telah memuji dalam Al-Qur`an kelompok pertama dan mencela kelompok kedua. Allah Ta’ala berfirman dalam memuji kelompok pertama,

الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 274)

Allah Ta’ala berfirman dalam mencela kelompok kedua,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ – وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Munafiquun: 9-10).

bnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan, ”Tidaklah seorang pun yang tidak menunaikan zakat hartanya, kecuali meminta kembali ke dunia saat ajalnya tiba.” Kemudian beliau membaca ayat di atas.

Setelah mengetahui dalil-dalil di atas, maka tidak ada alasan lagi bagi kita sebagai orang muslim untuk bermalas-malas dalam ibadah.

Sebagian tulisan ini disadur dari kitab Latha`if Al-Ma’arif Fima Lil Mawasim Min Wazha`ifkarya Ibnu Rajab Al-Hanbali. Semoga bermanfaat. Aamiin.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Tak Sanggup Laksanakan Haji dan Umrah? Perbanyaklah Amalan Ini

Ibadah haji dan umrah adalah ibadah yang mencakup semua sisi kehidupan seorang muslim, yakni ibadah berupa harta dan diri. Di antara syaratnya adalah seorang yang mampu untuk melaksanakan ibadah tersebut. Tentunya, tidak semua muslim sanggup melakukannnya.

Orang yang melaksanakan haji dan umrah mendapatkan pahala yang besar jika dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat. Bagaimana dengan yang tidak sanggup?

Terkait hal ini, dalam Shahih Bukhari disebutkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia menuturkan, ”Kaum fakir miskin dari golongan shahabat-shahabat Muhajirin mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu mereka berkata, “Orang-orang yang berharta banyak telah pergi (meninggal dunia) dengan membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.”

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, “Mengapa demikian?”

Orang-orang itu menjawab, “Karena mereka shalat sebagaimana kami juga shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Mereka mempunyai kelebihan harta yang mereka pergunakan untuk berhaji, umrah, jihad, dan bersedekah dengannya.” Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Maukah kalian semua aku beri tahukan suatu amalan yang dengannya kalian dapat mengejar pahala orang-orang yang mendahului kalian dan mengungguli orang-orang sesudah kalian, dan tiada seorang pun yang menjadi lebih utama daripada kalian, melainkan orang yang mengerjakan sebagaimana amalan yang kalian kerjakan?”

Para shahabat menjawab, “Tentu saja, ya Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda lagi,

“Bacalah tasbih (Subhanallah), takbir (Allah Akbar), dan tahmid (Alhamdulillah) setiap selesai shalat masing-masing sebanyak 33 kali.”

Selanjutnya kaum fakir miskin dari golongan shahabat Muhajirin itu kembali mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu mereka mengadu, “Saudara-saudara kami yang kaya telah mendengar mengenai apa yang kami lakukan lalu mereka pun mengerjakan sebagaimana apa yang kami lakukan.”

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Itu adalah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki.” (HR. Al-Bukhari).

Diriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu Anhu, ia berkata,

“Suatu hari kami mengadu, ‘Wahai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, orang-orang yang berharta banyak telah meninggal dunia dengan membawa pahala, mereka berhaji, sedangkan kami tidak, mereka berjihad, sedangkan kami tidak, mereka begini dan begitu hingga seterusnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun bersabda, “Tidakkah kalian mau aku beri tahukan tentang sebaik-baiknya amalan, jika kalian lakukan, maka kalian akan menjadi lebih baik daripada mereka?, yaitu kalian bertakbir 34 kali, bertasbih 33 kali, dan bertahmid 33 kali setiap selesai shalat.” (HR. Ahmad dan An-Nasa`i).

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Kisah Perempuan Indonesia 13 Tahun Jadi Pelayan Masjid Nabawi

MADINAH – Murtiah (47) bukan tenaga kerja biasa. Separuh hidupnya dihabiskan untuk bekerja di tempat mulia yang menjadi tujuan umat Islam di dunia ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Sebagai seorang Muslim pasti bangga bila setiap hari bisa berada di Tanah Haram, apalagi bisa menjadi bagian dari pelayan di istana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam itu, yakni Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah, Arab Saudi.

Perempuan kelahiran Kalimantan Selatan ini adalah satu dari ratusan pekerja Indonesia yang mengabdikan dirinya di Masjid Nabawi. Dia begitu tangkas mengatur pasukannya membersihkan salah satu bagian dinding masjid. Bahkan, dia yang pandai berbahasa Arab ini tak canggung ketika seorang Urdu bertanya. Bahasa Arab dan Urdu-nya lumayan bagus.

Ketika Okezone.com menghampiri, mulanya perempuan ini enggan bercerita. Perempuan ini pemalu dan bahkan sulit diajak berbicara. Namun setelah diyakinkan bahwa pengalaman ini bisa mengobati rasa rindu dengan keluarga di Tanah Air, ia pun sontak mengiyakan.

Murtiah mulai menceritakan awalnya bisa berada di Masjid Nabawi 13 tahun silam cukup panjang perjalanannya. Mulanya ia mengaku sulit hidup di negeri orang dengan beragam perbedaan, mulai dari bahasa, budaya, hingga suhu udara.

Bisa dibayangkan masuk ke negeri orang, dengan segala kekurangannya, tapi demi mencari nafkah semua ia lakoni. Tidak semudah yang dibayangkan dan terpikir oleh orang Indonesia bahwa bekerja di negeri orang enak. “Itu salah, mas. Saya harus sabar dan ikhlas menjalani hidup di sini,” ujarnya.

Ia merasakan betul saat tiba di Arab Saudi tidak langsung bekerja di Masjid Nabawi, tetapi serabutan. “Karena memang tidak mudah langsung masuk, ada seleksi khusus untuk bisa menjadi petugas kebersihan di Masjid ini (Nabawi),” ujar Murtiah.

Setelah hampir satu tahun berada di Arab Saudi, baru setelah itu ia bisa bekerja di Masjid Nabawi ini. Murtiah dan teman satu kampung halaman, Nuraini, beruntung bisa menjadi bagian dari petugas Masjid Nabawi, tempat yang selalu dirindukan umat Islam dunia.

Pertama kali bekerja di masjid dengan luas 235 ribu meter persegi ini, ia ditempatkan di toilet dan tempat wudu. Setelah satu tahun berjalan, ia mulai mendapat tugas dan penempatan baru di bagian dalam masjid.

Murtiah mengatakan beruntung sekali ketika berada di dalam masjid. Di tempat itu, ia bisa setiap hari berada di Raudhah dan mengunjungi makam Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang letaknya berhimpitan dengan Masjid Nabawi.

“Ini salah satu kenikmatan bagi saya bisa bekerja di sini, karena bisa ke Raudhah dan makam Rasulullah, dan minum zamzam setiap harinya. Tenang batin saya,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Kini setelah 13 tahun bekerja, ia sudah memiliki jabatan. Murtiah dipercaya sebagai pengawas atau mandor dari para pekerja-pekerja lainnya di masjid tersebut.

Alasan lain yang membuatnya betah yakni pekerjaan yang diemban tidak terlampau berat. Setiap waktu yang ditetapkan bekerja selama 8 jam. Dibagi menjadi tiga sif, pagi pukul 06.00–14.00, siang 14.00–22.00, dan malam 22.00–06.00 pagi.

Para pekerja mendapat jatah libur satu hari dalam seminggu. Gaji yang diterima pun tidak terlalu besar hanya 750 riyal atau sekira Rp3 juta (kurs 1 riyal = Rp4 ribu).

Murtiah mengaku dengan gaji itu ia bisa kirim uang ke kampung halaman, kebutuhan hidup sehari-hari di Saudi, bahkan masih menabung. Apa rahasianya, ia dan teman-temannya banyak menerima uang sedekah atau ceperan (tips) dari para jamaah yang salat di Masjid Nabawi.

“Alhamdulillah, biasanya ada saja yang memberi sedekah berupa uang atau barang, jumlahnya lumayan lah. Pernah saya terima 500 riyal (sekira Rp2 juta) dari orang Arab. Itu sekali-kalinya saya terima uang sebesar itu,” tuturnya mengenang.

Bahkan, kata Murtiah, rata-rata petugas kebersihan di sini bisa mengumpulkan uang sedekah jamaah bisa mencapai 50–100 riyal setiap harinya. “Apalagi kalau musim haji, banyak orang Indonesia yang datang hanya untuk kasih uang ke kami,” papar Murtiah.

Ketika ditanya mau sampai kapan bekerja di Arab Saudi, ia pun menjawab enteng sambil tertawa. “Tidak tahu, mas. Saya nikmati saja. Kalau ditanya kangen, sudah pasti. Tapi mau gimana lagi, saya harus penuhi kebutuhan keluarga, salah satunya biaya sekolah anak,” ujar Murtiah yang enggan menceritakan keberadaan sang suami.

Bukan hanya Murtiah, orang Indonesia lainnya yang bekerja di Masjdi Nabawi adalah Kusno. Pria asal Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur, ini baru 5 tahun bekerja.

Kusno pada awalnya sangat menginginkan sekali bisa bekerja di Masjidil Haram, Makkah. Meski akhirnya ditempatkan di Masjid Nabawi, dia tidak mempersoalkan.

“Dua tempat itu (Masjidil Haram dan Nabawai) adalah wilayah suci, jadi menurut saya sama saja, dan alhamdulillah masih bertahan hingga saat ini,” beber Kusno.

Ia punya cerita sendiri ketika bekerja di negeri orang. Selain untuk pengalaman, juga menambah wawasan bahasa, lantaran setiap hari bergaul dengan pekerja lain yang berbeda bahasa juga, seperti Pakistan, Bangladesh, dan Arab Saudi sendiri.

Kusno menyebut di Masjdi Nabawi terdapat sekira 200 pekerja dari Indonesia, termasuk yang bekerja sebagai office boy dan pembersih toilet.

Masing-masing pekerjaan dan tanggung jawab yang dikerjakan memiliki identitas yang dicirikan melalui seragam berbeda-beda. Ia mencontohkan, petugas kebersihan mengenakan seragam berwana hijau, bagian kelistrikan khusus pengontrol elevator menggunakan biru tua kehitaman, bagian kelistrikan khusus kipas angin dan lampu berseragam biru muda.

Warna merah muda adalah yang biasa ditemukan di halaman masjid, toilet, atau tempat wudu. Pakaian warna hijau adalah mereka yang sering ditemukan membersihkan lantai di sekitar galon misaaki zamzam, warna coklat adalah pembersih pelataran masjid dan lantai.

Mereka yang berbaju abu-abu disebut musahhif, tugasnya menata mushaf Alquran yang jumlahnya setara dengan tampung Masjid Nabawi,yakni 500 ribu mashaf. Kalau coklat muda itu murakkib, pengawas atau mandor. Semua mandor harus bisa berbahasa Urdu dan Arab.

Jenjang karier dan warna baju ini juga berlaku untuk hadimaat atau pelayan masjid di area wanita. “Masjid Nabawi ini sangat ketat menerapkan pemisahan antara laki-laki dan perempuan,” tuturnya.

Gaji memang terbatas, tapi ketika musim haji mereka mendapat rezeki yang tak terkira, dan bahkan setiap bulan ada donatur yang memberikan uang tambahan.

OKEZONE

Waspadai Pungli Pengemudi Berdalih Sedekah Haji

Jeddah (PHU)—Jemaah haji harus tegas menolak permintaan tips para pengemudi. Kadang kala pengemudi yang mengangkut jemaah haji dari Makkah ke Bandara King Abdul Aziz (KAA) Jeddah mengutip sejumlah uang dari jemaah haji yang biasa disebut bahsis.

Meskipun tidak seberapa tapi perilaku itu tidak ditoleransi oleh PPIGlH Arab Saudi dan pengelola transportasi Arab Saudi (naqabah). Bahsis sering diminta pengemudi dengan dalih sedekah haji untuk layanan transportasi antar kota perhajian.

Pada 27 Agustus lalu dilaporkan secara resmi oleh petugas kloter SOC-2 perilaku nakal pengemudi yang mengantar mereka ke Bandara KAA Jeddah. Pengemudi meminta uang secara paksa (pungli) dengan menghentikan bus di jalan dan memintanya lagi setiba di Bandara Jeddah. Total uang yang dimintanya mencapai SAR150.

Kepala Seksi Transportasi Daker Airport, Iskandar menuturkan bahwa dirinya langsung koordinasi untuk proses lebih lanjut laporan tersebut.

“Kami langsung bersurat ke naqabah tentang kejadian tersebut,” ujar Iskandar.

Tidak lama kemudian pengemudi nakal tersebut dilaporkan ke naqabah dan beberapa hari berikutnya bahwa pengemudi tersebut langsung diberhentikan oleh naqabah.

Kejadian serupa berulang pada 30 Agustus dan 1 September dini hari. Pengemudi bus pengangkut Jemaah haji kloter BTH (Batam) dari Makkah ke Jeddah melakukan hal yang sama.

“Sekitar pukul 03.05 WAS, saat petugas menerima laporan kedatangan dari Ketua Rombongan 4 Kloter BTH 04 atas nama M Abdulah. Sopir bus RAWAHIL Nomor 8045 meminta uang kepada jamaah haji,” tutur Petugas Perlindungan Jemaah Ubaidillah di Jeddah, Sabtu (1/9) pagi.

Kata Ubai, sapaan Ubaidillah, setelah petugas memberikan sejumlah uang sopir tidak mau menerima dan ngotot meminta 150 Real untuk 45 Jemaah yang dia angkut.

“Karena Ketua Rombogan tidak memiliki uang lagi dan khawatir terhadap keselamatan jemaah, sehingga dengan terpaksa ketua Rombongan memberikan 50 riyal,” sambung Ubai.

Atas laporan Ketua Rombongan tersebut Ubai lantas membawa sopir Rawahil ke wukala. Oleh petugas wukala uang yang dikutip sopir diminta kembali untuk diserahkan kepada Ketua Rombongan BTH-4. Meskipun uang sudah dikembalikan sopir tersebut tetap dilaporkan kepada naqabah untuk diproses lebih lanjut. (ab/ab).

KEMENAG RI