5 Hari Pasca Armina, Total 201 Jemaah Haji Wafat di Arab Saudi

Mekah – Jumlah jemaah haji dari Indonesia yang meninggal dunia di Arab Saudi bertambah. Sampai lima hari pasca Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina), total 201 jemaah haji meninggal di Tanah Suci.

Hal tersebut berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) yang diakses per pukul 07.30 Rabu (29/8/2018). Total jemaah haji Indonesia yang berada di Arab Saudi sebanyak 203.351 orang.

Untuk diketahui, jumlah jemaah haji meninggal pada tahun 2017 lalu sebanyak 657. Turunnya angka meninggal jemaah haji pada tahun ini disebabkan pengetatan seleksi haji yang dilakukan oleh tim kesehatan.

Dari jumlah itu, jemaah haji yang masih menjalani perawatan sebanyak 246 orang. Perawatan dilakukan di klinik kesehatan yang ada di Mekah maupun di rumah sakit-rumah sakit di sekitar Mekah yang menjadi tempat rujukan.

Kepala Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekah Nirwan Satria mengatakan, jemaah haji tak boleh efuoria meski sudah melaksanakan seluruh prosesi ibadah haji. Saat ini jemaah harus fokus dengan pemulangan, tak boleh memforsir energi.

“Ada kencenderungan, jemaah itu merasa karena sudah haji lalu melakukan umrah terus. Lalu tidak menjaga kesehatan. Seharusnya sudah fokus saja pada pemulangan,” ujar Nirwan.

Saat ini tahapan penyelenggaraan ibadah haji sudah sampai ke tahap pemulangan jemaah. Jemaah gelombang pertama diberangkatkan dari Mekah langsung ke Indonesia via bandara Jeddah. Adapun gelombang kedua akan mulai meninggalkan Mekah mulai 31 Agustus, ke Madinah delapan hari baru kemudian bertolak pulang ke tanah air.

DETIK

Mencari Haji Mabrur

Berbagai fasilitas dan kemudahan bagi jamaah Indonesia di Tanah Suci barangkali membuat kesan pelaksanaan ibadah haji adalah perkara mudah tahun ini. Selepas pelaksanaan wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, kemudian melontar Jamarat dan bertawaf ifadhah, nyatanya ritual itu masih mendorong batas terjauh ketahanan fisik jamaah.

Nurjanah seorang jamaah asal Kampung Duri, Jembatan Besi, Jakarta Barat, punya kisah soal itu. Bukan muda lagi, ia sudah berusia 65 tahun, Nurjanah bergerak dari maktabnya di Mina Jadid menuju pemondokan di Hotel Al Wehdah selepas tengah malam Senin (20/8) dan langsung berjalan menuju Jamarat. Jarak lokasi itu bisa mencapai tujuh kilometer.

Keesokan harinya, pada Rabu (22/8) malam hingga Kamis (23/8) fajar, ia melakukan mabit di pelataran Mina sehubungan letak maktab yang jauh dari Jamarat. Dari Jamarat, selepas melontar jumrah, ia dan Abdullah (70 tahun) sang suami langsung diajak rekan satu kampungnya ke Masjid al-Haram untuk melaksanakan tawaf ifadhah meski kondisi badan masih kelelahan.

“Katanya waktu itu biar mabrur hajinye,” kata Nurjannah dengan logat betawi kental saat saya temui di Masjid al-Haram, Jumat (24/8).

Apesnya, Nurjanah dan suaminya ditinggal rekan sekampungnya di Masjid al-Haram. Jadilah sejak Kamis siang itu hingga Jumat (24/8) pagi mereka telantar di Masjid al-Haram. Saat itu, ia belum sekalipun kemasukan makanan sejak dari hotel.

“Minum zamzam saja terus biar kuat,” kata dia.

Bagaimanapun, tubuh manusia tetap punya batasnya. Nurjanah sudah lunglai pagi itu. Jalannya harus dipapah, sesekali ia muntah. Sedangkan Abdullah yang dengan sayang ia panggil “engkong” seperti panggilan dari enam cucu mereka, juga sedikit linglung. “Dia mahbegitu orangnye. Suka ngilang kaga bilang-bilang,” kata Nurjanah.

Ia kebingungan mencari jalan pulang ke hotelnya dari Masjid al-Haram. Air mata menggenang di matanya mengharapkan bantuan. “Ya Allah, susah amat ya mau nyari hani mabrur,” kata dia.

Abdullah dan Nurjanah menuturkan, mereka berangkat haji dengan uang hasil menjual tanah di kampung halaman. Selain itu, delapan tahun mereka menabung untuk melunasi biaya naik haji dari hasil mengontrakkan rumah.

Pada Jumat pagi, mereka akhirnya mendapatkan bantuan kembali ke Hotel Al Wehdah, tempat mereka tinggal. Setibanya di hotel setelah diantarkan mobil dari Daker Makkah, keduanya nampak menangis penuh haru. Berulang kali, mereka berangkulan dengan rekan-rekan serombongan yang sudah dua hari kebingungan juga mencari mereka. Meski lewat jalan yang sedemikian berat, Nurjanah akhirnya memungkasi ibadah hajinya.

Masing-masing jamaah selain Nurjanah dan Abdullah pada puncak ibadah haji juga punya kesusahan masing-masing. Ada Uher (55), dari Rangkas Bitung, Banten yang juga harus menghabiskan malam di lantai pelataran kompleks Jamarat karena lokasi maktabnya jauh dari jamarat.

“Nggak apa-apa, memang ibadah haji harus susah begini biar ada ceritanya,” saat ditemui di Jamarat, Kamis (23/8).

Ia mengatakan, berangkat haji bersama istri dengan hasil panen padi di kampung halaman. Menabung tujuh tahun, akhirnya ia bisa menggenapi pelunasan ibadah haji dan berangkat tahun ini. Kesusahan di Tanah Suci, menurutnya sebanding dengan pahala yang mereka harapkan.

“Kalau masih boleh sama Allah, saya mau banget kembali lagi ke Tanah Suci,” kata dia.

Pada puncak ibadah haji, fisik masing-masing jamaah memang seperti didorong hingga batas-batas paling ujung kemampuan mereka. Jangan kata yang berusia lanjut, buat yang muda pun berjalan belasan kilometer bukan perkara mudah.

Itu masih ditingkahi lagi dengan nelangsa lainnya seperti pemondokan yang terbatas ruangnya, makanan yang tak ramah dengan lidah masing-masing, cuaca panas yang menyengat, serta kebingungan soal lokasi.

Namun pada akhirnya, seperti yang disampaikan Pak Uher, hal-hal itulah yang membuat ibadah haji jadi penuh makna dan penuh kisah. Bukan sekadar wisata keagamaan, tapi sebenar-benarnya pengabdian hamba-hamba pada Tuhan mereka. Ia adalah bukti tak terbantahkan soal bagaimana keimanan punya daya gerak yang luar biasa pada umat manusia.

REPUBLIKA

Pasca Armina, Jemaah di Minta Lebih Peduli dengan Kesehatannya

Makkah (PHU)—Pasca prosesi Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina) yang menguras energi. Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) meminta kepada jemaah haji untuk lebih peduli dengan kesehatannya, karena merasa sudah menunaikan rukun dan wajib hajinya, jemaah terkadang lupa dengan kesehatannya yang membuat jemaah kelelahan karena terlalu bersenang-senang membeli oleh-oleh.

“Pasca Armina jemaah haji kita euforia karena merasa sudah Haji sehingga tidak peduli lagi dengan kesehatannya, mereka bersenang-senang beli oleh-oleh umroh itu membuat para jemaah kelelahan,” kata Kepala KKHI Makkah Nirwan Satria di Makkah. Senin (27/08).

Nirwan mengakui, pasca Armina banyak jemaah yang dirawat karena kelelahan, mereka terbawa suasana ingin membelikan oleh-oleh untuk keluarga di Tanah Air, sehingga lupa akan kesehatannya.

Pihaknya sudah berpesan kepada petugas kloter agar jemaah dapat menjaga kesehatannya untuk persiapan kepulangan ke Tanah Air.

“Kita pesankan kepada teman-teman kita di kloter baik itu ketua kloter mau ketua rombongan bahwa sudahlah setelah kita Haji kita pikirkan pulang ke tanah air,” ujar Nirwan

Menurut Nirwan, sebagian penyebab yang dirawat di sini adalah kebanyakan penyakit paru, gula darah tidak terkontrol, kelainan jantung, yangkesemuanya tercetus awalnya oleh persoalan fisik dan juga suhu yang ekstrem di tanah suci, namun pemicu dasarnya yang utama adalah kelelahan.(mch/ha)

KEMENAG RI

Koper Tidak Mau di Bongkar Paksa Karena Ada Air Zamzam, Ini Solusinya

Makkah (PHU)—Kejadian pembongkaran koper jemaah haji karena terdeteksi membawa air Zamzam yang dimasukkan ke dalam tas kopernya menjadi perhatian serius bagi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Sebagai tindaklanjutnya PPIH memberikan solusi agar pembongkaran koper jemaah tidak terulang lagi.

Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah Endang Jumali mempersilakan Jemaah untuk memanfaatkan jasa kargo, baik yang melalui jalur udara maupun laut untuk pengiriman barang lebih. Hal tersebut merupakan alternatif jemaah yang ingin membawa banyak oleh-oleh dari Tanah Suci.

“Setidaknya dari sepekan sebelum keberangkatan barang-barang sudah dikirim. Jadi ketika jemaah sampai ke kampung halaman, barang kiriman juga sudah sampai,” kata Endang di Syisyah Makkah pada Selasa (28/08).

Kargo akan menerima jasa pengiriman benda padat maupun cair seperti pakaian, makanan, air zamzam, dan barang pecah-belah. Air zamzam merupakan bawaan kesukaan jemaah haji. Sejak awal pemeriksaan koper sebelum dikirim ke bandara untuk dimasukkan bagasi, jemaahbanyak yang nekat membawa muatan berlebih, seperti air zamzam. Ada juga barang yang melebihi muatan lainnya, seperti pakaian, makanan, dan berbagai aksesoris pakaian.

Endang menjelaskan, panitia penyelenggara ibadah haji tidak memfasilitasi pengiriman lebihan barang jemaah. Tahun ini, jelasnya, tidak ada alokasi anggaran untuk pembiayaan pengiriman lebihan muatan jemaah. Jadi, jemaahdisilakan mengirim sendiri segala kelebihan muatan dengan biaya sendiri. Itu pun, katanya, harus dilakukan dengan kargo beberapa hari sebelum keberangkatan.

Berdasarkan aturan penerbangan internasional yang dipertegas surat edaran Kepala Daker Makkah, koper jemaah yang masuk ke bagasi pesawat berbobot maksimal 32 kilogram. Jika melebihi ketentuan, maka muatan koper akan dibongkar untuk dikurangi.

Pihaknya menjelaskan beberapa alasan jemaah nekat membawa air zamzam ke pesawat. Pertama, karena air tersebut hanya ada di Tanah Suci. Kedua, ini adalah oleh-oleh yang ditunggu banyak orang di kampung halaman.

Di sisi lain, jemaah belum banyak mengetahui ada pengiriman kargo. Padahal jasa tersebut dapat menjadi wasilah mereka mengirimkan banyak oleh-oleh ke kampung halaman.(mch/ha)

KEMENAG RI

Barang Berharga Jamaah Tercecer

JEDDAH — Barang-barang berharga jamaah haji yang hendak pulang ke Tanah Air mulai ditemukan tercecer di Bandara King Abdulaziz, Jeddah. Jamaah diingatkan kembali agar membawa bawaan sesuai ketentuan agar tak perlu membongkar di bandara dan berisiko kehilangan benda berharga.

Pada Selasa (28/8), kehilangan benda berharga tersebut dialami jamaah asal Kloter 5 Debarkasi Surabaya. Jamaah perempuan tersebut kehilangan cincin emasnya saat diminta meninggalkan tas jinjingnya dan memindahkan ke koper jinjing yang diperbolehkan dibawa ke kabin.

Saat menuju pesawat, sang jamaah teringat soal cincin tersebut. Jamaah tersebut kemudian mengaduk-aduk tumpukan barang tercecer mencari cincinnya yang hilang.

Barang tersebut akhirnya berhasil ditemukan selepas dibantu mencari oleh petugas Daker Bandara. “Alhamdulillah setelah kita bongkar plastik hitam barang tercecer, cincin dan barang berharganya ditemukan,” kata Febry Lazuardi, pelaksana tugas Sektor 1 Daker Bandara, Selasa (28/8).

Pada hari yang sama, ditemukan juga sebuah emas batangan terbungkus rapi dalam plastik. Emas tersebut memiliki berat sekira 50 gram dan ditemukan di Plaza D4 yang biasa disinggahi jamaah Indonesia.

Saat penemuan itu, plaza masih ditempati jamaah Kloter 2 Debarkasi Makassar dan baru ditinggalkan Kloter 2 Debarkasi Padang. “Sudah kami umumkan di dua kloter itu tapi tidak ada yang mengaku,” kata Ketua Sektor 1 Daker Bandara, Misroni.

Barang itu sempat disimpan Daker Bandara untuk diinventarisasi. Tak berapa lama, jamaah empunya emas tersebut ditemukan. Ia merupakan jamaah Kloter 2 Embarkasi Makassar. Begitu ia bisa menunjukkan kuitansi pembelian emas langsung diserahkan.

Kadaker Bandara Arsyad Hidayat menekankan, PPIH tak punya kewenangan mengangkut barang tercecer jamaah ke Tanah Air. Barang berharga yang ditemukan hanya bisa dikembalikan jika kloter jamaah bersangkutan belum berangkat ke Tanah Air.

Sebab itu, ia mewanti-wanti jamaah agar mematuhi syarat barang bawaan. Jamaah hanya boleh membawa koper besar dengan berat 32 kilogram yang akan diangkut petugas kargo dari hotel untuk masuk bagasi dan koper jinjing seberat tujuh kilogram serta tas selempang berisi dokumen perjalanan di kabin pesawat.

Jamaah yang kedapatan mencoba membawa air zamzam juga akan dibongkar lagi kopernya untuk dikeluarkan bawaan tersebut. Saat itu juga berpotensi kehilangan barang berharga.

“Jamaah harus sadar betul soal hal itu dan jangan coba-coba bawa bawaan lebih. Nanti bisa terkena sweeping di bandara dan barang-barang berharga malah tak terangkut,” kata dia.

Ketentuan oleh-oleh haji juga disebutkan juga dalam Surat Edaran Kepala Daerah Kerja Makkah nomor 402/DK.MAK/8/2018 tanggal 14 Agustus 2018. Dalam Surat Edaran tersebut, ada delapan aturan yang wajib dipatuhi jamaah haji. Di antaranya, penimbangan barang bawaan dilakukan di hotel, kemudian penimbangan bagasi dilakukan 48 jam sebelum pesawat take off.

Jamaah juga hanya boleh membawa tas paspor, tas kabin dengan berat maksimal tujuh kilogram, dan koper di bagasi seberat maksimal 32 kilogram. Selanjutnya, perusahaan penerbangan hanya mengangkut tas tentengan dan koper.

Jamaah juga dilarang memasukkan air zamzam dan parfum melebihi 100 mililiter dalam koper bagasi serta dilarang membawa cairan lain melebihi 100 ml dalam tas tenteng, kecuali obat-obatan atau benda mengandung aerosol, gas, magnet, senjata tajam, dan mainan berbaterai harus dilepas. Yang terakhir, jamaah dilarang memasang pelindung jaring (tali tampar) di koper.

REPUBLIKA

Kemenag Ungkap Usia Ideal Daftar Haji

Umat Islam Indonesia harus menunggu lama untuk bisa berangkat haji, mulai dari belasan tahun hingga puluhan tahun. Kementerian Agama (Kemenag) pun mendorong umat Islam Indonesia mulai mendaftarkan diri sedini mungkin.

Kasubdit Pendaftaran Haji Kemenag, Noer Aliya Fitra (Nafit) menjelaskan sejak berusia 12 tahun Muslim Indonesia sudah memenuhi persyaratan umur untuk mendaftar haji. Sebaiknya masyarakat mulai mendaftarkan diri sejak dini, sehingga setelah akan berangkat tidak menjadi jamaah beresiko tinggi (resti).

“Sejak sekolah, bersiaplah untuk mendaftar haji karena dengan semakin panjangnya antrean maka semakin lama orang itu berangkat,” ujar Nafit saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (5/8).

Nafit mengatakan bahwa selama ini calon jamaah haji yang mendaftar kebanyakan berusia 40-50 tahun. Alhasil, saat berangkat haji banyak yang sudah lansia dan menjadi jamaah resti.

Tak heran jika tidak sedikit jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia di Tanah Suci. Hingga Sabtu (4/8) saja, sudah ada 25 jamaah Indonesia yang wafat.

“Dengan waktu tunggu 20 tahun maka mereka baru bisa berangkat sekitar umur 60 tahun dan ini akan menjadi masalah tersendiri,” ucapnya.

Menurut Nafit, saat ini antrean jamaah Indonesia paling lama itu ada di Sulawesi Selatan, yaitu 39 tahun. Waktu tunggu paling singkat ada di daerah Maluku, yakni 10 tahun.

Antrean haji menjadi semakin lama karena orang yang mendaftar haji lebih banyak dari kuota yang tersedia saat ini, yaitu 221 ribu jamaah. “Di Jakarta, antreannya 20 tahun lamanya karena yang daftar banyak,” ucapnya.

Selain karena banyak yang mendaftar, lamanya antrean juga dipengaruhi oleh kuota tersedia di tiap provinsi. Untuk provinsi DKI Jakarta, kuotanya sekitar tujuh ribuan calon jamaah.

Penetapan kuota berdasarkan satu per seribu dari jumlah penduduk Muslim.  “Yang paling banyak itu di Jawa Barat dengan kuota 38 ribu karena persentase penduduk Muslimnya banyak,” katanya.

Kemenag masih terus berupaya untuk menambah kuota jamaah Indonesia. Namun, Pemerintah Arab Saudi juga mempertimbangkan kondisi di Arafah-Mina.

“Di Mina itu kan tidak bisa diperuas lagi, kecuali di tingkat tendanya. Nah, ini juga menjadi pertimbangan pemerintah Arab Saudi ketika ingin menambah kuota. Jangan sampai ketika ditambah kuota tapi bikin masalah di Minanya,” jelasnya.

REPUBLIKA

 

 

MAU cek Jadwal Keberangkatan Haji dan Visa Umrah?
Download aplikasinya, di sini!
Share Aplikasi Android ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

Menag Imbau Jemaah Haji Ikuti Aturan Penerbangan

Madinah (PHU)–Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau jemaah mematuhi peraturan penerbangan yang melarang membawa zat cair ke dalam pesawat. Tujuannya adalah untuk keselamatan dan kenyamanan bersama.

Di bagian bawah kabin terdapat banyak kabel yang harus selalu kering. Kala terkena air, maka bukan tidak mungkin arus pendek terjadi dan menyebabkan kebakaran.

Jemaah harus memahami bahwa tujuan utama mereka kembali ke kampung halaman dengan selamat tak boleh dihalangi apa pun. Peraturan penerbangan internasional yang sudah disampaikan panitia haji merupakan upaya mendukung keselamatan tadi.

Karena itulah petugas memeriksa kapasitas dan barang bawaan jemaahuntuk memastikan mereka tidak membawa barang berlebih dan aman. Koper jemaah yang dimasukkan ke bagasi steril dari cairan. Sedangkan cairan yang boleh masuk ke kabin penumpang tak lebih dari 100 mililiter.

Menag menyayangkan ulah jemaah yang nekat membawa air zamzam dengan menyembunyikannya di sela-sela tas. Petugas Bandara King Abdul Aziz Jeddah mengetahuinya melalui mesin x-ray dan langsung membongkarnya. Ribuan botol air zamzam dibuang sia-sia.

“Tolong peraturan yang ada dipatuhi, karena mereka pasti akan menyita air zamzam,” katanya di Madinah. Senin (27/08)

Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan air zamzam jemaah haji. Maktab Zamazimah bertanggung jawab atas pembagian air tersebut. Setiap jemaahakan menerima lima liter zamzam yang sudah lebih dulu dikirimkan di debarkasi.

“Air zamzam akan dibagikan setelah jemaah tiba di Tanah Air,” tandasnya.

Beberapa tahun lalu, setiap jemaah mendapatkan 10 liter air zamzam. Namun, kini berkurang menjadi lima liter. Secara keseluruhan, jemaah Indonesia mendapatkan lebih dari sejuta liter air zamzam yang disediakan pihak maktab. Hal ini merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan pihak Arab Saudi yang bertanggung jawab atas pelayanan jemaah haji.(mch/ha)

KEMENAG RI

Nabi Muhamamd Dikira Wafat Saat Sujud Terlalu Lama

ABDURRAHMAN bin Auf mempercepat langkah kakinya. Hari itu gilirannya untuk mendampingi Rasulullah, namun ia terlambat. Akhirnya, terlihatlah olehnya sosok yang mulia itu masuk ke salah satu kebun Al Aswaf lalu menunaikan salat.

Abdurrahman bin Auf mulai panik. Rasulullah tak juga bangkit dari sujudnya. Sangat lama hingga membuat Abdurrahman bin Auf menangis. “Apakah mungkin Allah telah mencabut ruh beliau?” lintasan hati Abdurrahman bin Auf makin membuatnya terisak-isak.

“Ada apa denganmu?” suara itu menyadarkan Abdurrahman bin Auf dari kesedihan yang meliputinya. Tangisnya terhenti, isaknya mereda.

“Ya Rasulullah, engkau sujud lama sekali hingga aku berkata dalam hati Allah telah mencabut roh Rasul-Nya, aku takkan melihatnya lagi selama-lamanya.”

Beliau shallallahu alaihi wasallam lantas bersabda:

“Aku bersujud untuk bersyukur kepada Rabbku karena nikmat yang telah Dia karuniakan kepadaku, barangsiapa di antara umatku yang berselawat satu kali untukku, niscaya Allah mencatat untuknya 10 kebaikan dan menghapus darinya 10 dosa.”

Melalui hadis riwayat Abu Yala dan Abu Syaibah yang dicantumkan dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib ini, kita mendapatkan pelajaran berharga. Betapa besarnya kecintaan para sahabat kepada Rasulullah dan betapa besarnya kecintaan Rasulullah kepada umatnya.

Khawatir sesuatu terjadi pada Rasulullah, Abdurrahman bin Auf tak kuasa menahan tangisnya. Terlebih, ia merasa terlambat dan belum sempat bersua dengan beliau tercinta. Sahabat-sahabat lain juga memiliki kecintaan besar. Misalnya Khabab bin Al Art. Ketika berada di ujung maut oleh siksa kafir Quraisy, ia ditawari bagaimana seandainya Rasulullah menggantikan dirinya. “Bahkan, aku tidak rela seandainya Rasulullah tertusuk duri,” jawab Khabab membuat penyiksanya semakin murka.

Cinta Rasulullah kepada sahabat dan umatnya tak kalah besar. Beliau rela menanggung segala beban dakwah demi umatnya. Asal umatnya menerima hidayah, asal umatnya terselamatkan dari neraka. Dan kali itu, Rasulullah sangat bersyukur kepada Allah. Beliau memperpanjang sujud hingga sahabat sekaliber Abdurrahman bin Auf menyangka beliau wafat karena begitu lamanya beliau bersujud.

Beliau memperpanjang sujud tersebab menerima wahyu; siapa yang mengucapkan salawat kepada beliau, Allah membalasnya dengan 10 kebaikan dan dihapus darinya 10 dosa.

Pertanyaannya, apakah kita juga mencintai Rasulullah? Jika cinta, perbanyaklah membaca salawat. Untuk tiap salawat, Allah menyediakan 10 kebaikan dan penghapusan 10 dosa. []

INILAH MOZAIK

Kloter 1 Jakarta Tiba Dini Hari Tadi

Kelompok terbang (kloter) 1 jamaah haji debarkasi Jakarta (JKS) tiba di Tanah Air melalui Bandara Soekarno-Hatta Tangerang Banten, Selasa pukul 00.30 WIB.

“Selamat datang di Tanah Air. Semoga menjadi haji mabrur. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang membantu lancarnya penyelenggaraan kesehatan haji. Ini adalah wujud nyata dukungan Kemenkes dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Eka Jusuf Singka dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa (28/8).

Eka yang menyambut kedatangan jamaah mengimbau agar tiap jamaah melapor ke Puskesmas apabila mengalami demam atau gangguan kesehatan lain setibanya di Indonesia. “Saya mengingatkan kepada jamaah yang sakit tenggorokan agar segera melapor dan berobat ke Puskesmas terdekat dan mengembalikan kartu kewaspadaan kesehatan jamaah haji yang sudah di bagikan kepada jamaah haji,” katanya.

Hadir bersama Kapuskes Haji, Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta, Anas Maruf bersama dokter dan petugas kesehatan KKP Soekarno-Hatta beserta KKP Bandung. Kloter 1 JKS berasal dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dengan jumlah jamaah haji sebanyak 404 orang didampingi enam petugas.

Eka bersyukur seluruh jamaah haji pulang lengkap. “Alhamdulillah semua lengkap dan sehat sebagaimana waktu berangkat beberapa waktu lalu,” ujar Eka.

Sementara itu Kepala KKP, Anas Ma’ruf mengatakan kedatangan Kloter 1 lancar walaupun ada keterlambatan selama satu jam. “Petugas kesehatan KKP lengkap dan sigap serta proses kekarantinaan berjalan lancar,” katanya.

 

REPUBLIKA

Warna-Warni Haji Bugis Makassar

Selepas musim haji begini, mafhumnya memang jamaah dari masing-masing negara hadir dengan ciri khasnya. Jamaah kini sudah tak lagi seragam berpakaian ihram. Ada semarak warna-warni berbagai budaya di Makkah, Madinah, dan Jeddah yang jadi lokasi kepulangan sebagian jamaah.

Namun di sela-sela keriuhan citra itu, masih ada lagi para jamaah dari Sulawesi Selatan. Jamaah-jamaah perempuan kloter-kloter Debarkasi Makassar tersebut tak sedikit yang satu level lebih meriah ketimbang jamaah lainnya.

Hajjah Le’leng (60 tahun) salah satunya. Ia tiba di Bandara King Abdulaziz Jeddah mengenakan kerudung berornamen keemasan yang menjuntai. Wajahnya sudah penuh riasan. Pipinya merona, bibirnya merah manyala. Di tangan kanannya, gelang-gelang emas yang ia beli di Makkah bergemerincing.

Perempuan yang datang sendirian ke Tanah Suci itu menuturkan, sudah ada acara meriah menantinya di kampung halamannya di Maros, Sulawesi Selatan. Tak ada jeda, ia langsung akan menghadiri acara itu begitu tiba di kampung. “Sudah banyak yang diundang,” kata dia saat ditemui di Plaza D Bandara Jeddah, Senin (27/8).

Ibadah haji agaknya memang bukan perkara main-main buat orang-orang Bugis-Makassar. Bahkan sebelum di Tanah Air, sebagian sudah mengikuti ritual yang dinamai ‘Mapatoppo’ di tenda-tenda maktab dan hotel-hotel penginapan.

Haji Muhammad Nurhalik, ketua Kloter 1 Embarkasi Makassar, menuturkan, selepas menuntaskan wukuf dan melontar jumrah serta melaksanakan tawaf ifadhah, kebanyakan jamaah Bugis-Makassar akan ‘diwisuda’ oleh para ahli agama. Seturut posisinya di Tanah Air sebagai ketua Kantor Kemenang Kota Makassar, Haji Nurhalik jadi salah satu yang ‘mewisuda’ jamaah.

Caranya, jamaah laki-laki akan dipakaikan kopiah dan jubah putih secara simbolik untuk menandakan perubahan status mereka. Sementara yang perempuan akan dipakaikan semacam tali emas di kepala dan leher mereka. “Memang perempuannya paling heboh kalau dari Bugis-Makassar ini,” kata Haji Nurhalik setengah berkelakar.

Ritual sakral yang sudah sejak ratusan tahun lalu dilakukan itu, kata Haji Nurhalik, bukan tanpa alasan. Ia menekankan, ibadah haji memang perkara istimewa untuk suku Bugis-Makassar. Mereka yang pulang dari Tanah Suci semacam diangkat derajatnya di kampung halaman. “Kalau ada pesta nikahan, misalnya, kursi-kursi depan itu hanya untuk haji dan hajjah saja,” ujarnya.

Sebab itu, menurut Haji Nurhalik, masyarakat Sulawesi Selatan kerap bersedia melakukan apapun untuk sampai ke Tanah Suci. Yang punya usaha, kata dia, rela hidup susah untuk mencukupi biaya ke Tanah Suci terlebih dulu.

Saat ini, kata Haji Nurhalik, di Makassar daftar tunggunya sudah mencapai 34 tahun. Untuk kuota 1.143 jamaah pertahun, kata dia, sudah sebanyak 37 ribu yang mendaftar. “Bagi masyarakat Bugis-Makassar, berhaji itu cita-cita luhur. Mereka akan mempertaruhkan segalanya untuk naik haji,” kata dia.

Meskipun begitu, ia tak bisa memastikan bagaimana tradisi meninggikan jamaah haji itu bisa sedemikian meresap dalam kehidupan suku Bugis-Makassar. Hajjah Nurdiana (50 tahun) seorang jamaah perempuan dari Antang, Kota Makassar, paham betul soal perubahan statusnya di kampung halaman. Hari itu, pakaian berlapis-lapis sudah ia kenakan mengabaikan cuaca panas di Jeddah. Sebentar-sebentar, ia memrapikan riasan wajahnya sembari mematut diri di cermin kecil dan bedak yang ia bawa selalu.

Seperti untuk Hajjah Le’leng, sambutan untuk kedatangannya dan sang suami sudah siap di kampung halaman. Namun, Nurdiana memilih tak ikut upacara Mapatoppo di Makkah.

Ia menilai, keyakinan dirinya sendiri sudah cukup untuk meneguhkan statusnya selepas berpayah-payah di Tanah Suci. “Saya mau ‘mewisuda’ diri sendiri. Mendoakan diri saya sendiri dengan orang-orang di rumah,” kata dia. Hajjah Nurdiana juga tak bisa menjelaskan bagaimana tradisi penghargaan terhadap mereka-mereka yang sudah pergi haji sedemikian kuat di kampung halamannya.

Dalam buku Atlas Sejarah Indonesia Masa Silam (Bambang Budi Utomo, 2011) yang diterbitkan Dirjen Sejarah dan Kepurbakalaan Kemendikbud, catatan tertua soal perjalanan haji orang Bugis-Makassar datang dari masa Kerajaan Gowa pada pertengahan abad ke-16 saat mula-mula wilayah Sulawesi bersentuhan dengan Islam. Saat itu, pada masa kekuasaan Raja Gowa XII, Manggorai Daeng Mametta Karaeng Bontolongkasa (1565-1590), pendatang mulai berdatangan dari kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, Melayu, dan Ternate.

Pendatang-pendatang itu, utamanya dari puak Melayu, kemudian menyiarkan Islam di Gowa baik dengan dakwah maupun kawin campur. Saat jumlah Muslim mulai banyak, Raja Gowa XII yang sendirinya belum masuk Islam memerintahkan warganya yang Muslim menunaikan ibadah haji. Orang-orang Melayu di Gowa diminta memfasilitasi kepergian haji warga Bugis-Makassar tersebut.

Kepergian haji warga Bugis-Makassar saat itu kemudian juga jadi semacam misi diplomatis. Mereka jadi perekat persahabatan Gowa dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara seperti Mataram, Johor, Melaka, Pahang, Blambangan, Pattani, Banjar, dan Ternate-Tidore. Artinya, ibadah haji saat itu sudah punya kaitan dengan kebangsawanan buat orang-orang Bugis-Makassar.

Suku Bugis-Makassar juga sudah lama ternama sebagai para pelaut ulung yang sigap mengarungi lautan. Di masyarakat yang sedemikian, apalagi pada masa lalu, keberanian mengarungi lautan hingga ke tempat-tempat jauh seperti ke Arabia sangat mungkin jadi standar keberanian dan ketokohan.

Bagi mereka, ibadah haji bukan sekadar ritual. Ibadah haji juga penanda sudah sejauh mana mereka melangkah, atau berlayar, atau terbang, untuk memenuhi panggilan Tuhan agar jadi Muslim dan Muslimah yang paripurna. Ibadah haji jadi alasan untuk pergi jauh dan akhirnya kembali sebagai manusia-manusia yang baru.

REPUBLIKA