Angka Kematian Jemaah Haji Turun, Buah Pengetatan Seleksi Haji

Angka kematian jemaah haji Indonesia di tahun ini berkurang signifikan dibanding tahun lalu. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan ini merupakan buah dari pengetatan seleksi haji di tahun ini.

Data per Rabu (22/8/2018) sore waktu Arab Saudi, jumlah jemaah haji meninggal di Arab Saudi ada 130 orang. Dari jumlah tersebut 33 di antaranya meninggal pada fase Arafah, Muzdalifah Mina atau Armina.

Pada fase yang sama pada tahun 2017 lalu, jumlah jemaah haji meninggal mencapai angka 54 pada fase Armina saja. Adapun total jemaah meninggal pada tahun lalu berjumlah 657 jemaah.

“Ya tentu kita sangat bersyukur bahwa tahun ini Angka jemaah haji kita yang wafat itu jauh menurun berkurang angkanya lebih rendah dibanding hari yang sama dengan tahun lalu,” ujar Lukman di Kantor Misi Haji Indonesia di Mina, Arab Saudi, Rabu (22/8/2018) malam.

Lukman mengatakan menurunnya angka kematian jemaah tersebut merupakan hasil dari makin ketatnya seleksi untuk jemaah haji yang memiliki risiko tinggi.

“Ini adalah hasil ikhtiar kita sejak beberapa waktu yang lalu, beberapa bulan yang lalu untuk lebih ketat menyeleksi jemaah jemaah kita, khususnya yang berisiko tinggi atau risti agar memenuhi istitho’ah,” kata Lukman.

Tak hanya itu saja, pria yang juga merupakan amirul hajj Indonesia ini mengatakan menurunnya jumlah jemaah haji meninggal itu juga disebabkan gesitnya petugas haji di bidang kesehatan.

“Kedua adalah ini adalah buah keberhasilan para petugas yang senantiasa memberikan sosialisasi penyuluhan di bidang kesehatan terhadap jemaah haji kita sehingga pola hidup sehat dan seterusnya itu bisa sesuai dengan ketentuan,” ujar Lukman.

Setelah fase Armina jemaah haji akan mengikuti fase yang jauh lebih ringan yakni tinggal menunggu antrean kepulangan ke Indonesia. Selama menunggu kepulangan, jemaah haji menginap di hotel setara bintang tiga.

Jemaah haji gelombang pertama akan pulang dari Mekah langsung ke tanah air via bandara Jeddah. Sedangkan jemaah gelombang kedua, akan bertolak dari Mekah ke Madinah sebelum terbang pulang.

 

DETIK

Astuti dan Jasanya Bagi Jemaah Haji

Mina (PHU)—Astuti, itulah nama yang memberikan jasa besarnya buat jemaah haji Indonesia, tidak sedikit jasa yang diberikannya saat jemaah yang kelelahan pasca lontar jamarat, dengan usia yang tidak muda lagi Astuti dengan setia mengantarkan jemaah dari Kantor Misi Haji Indonesia di Mina sampai maktabnya masing-masing.

Tapi jangan berharap Astuti ini adalah nama seorang wanita, Astuti adalah sepeda motor lawas keluaran negeri sakura ini diberi nama Astuti. Astuti merupakan kepanjangan dari astrea tujuh tiga.

Motor yang hanya beroperasi selama 4 hari dalam setahun ini berjasa besar bagi jemaah haji asal Indonesia. Motor inilah satu-satunya angkutan yang bisa digunakan petugas untuk mengangkut jemaah yang sakit atau tersesat. Meski dilarang pemerintah Arab Saudi keberadaan Astuti masih sangat diperlukan lantaran medan di Mina yang sempit dan sangat sulit dilalui dengan mobil.

Jemaah haji asal Indonesia yang tersesat atau kelelahan di Mina tak perlu khawatir. Saat kelelahan atau tersesat, silakan menepi ke Kantor Misi Haji Indonesia, setal didata jemaahnya selanjutnya petugas yang mengendarai Astuti akan melipir dan membawa mereka kembali ke maktabnya.

Pantauan Media Center Haji, tidak sedikit jemaah yang tersesat dan tertinggal rombongan, mereka memilih menepi menunggu motor berwarna merah tersebut.

Rofiq salah satu petugas yang mengantarkan jemaah haji dengan motor Astuti mengatakan dirinya bisa mengantarkan puluhan jemaah haji pada malam pertama (mabit) di Mina.

“Motor ini mengantarkan jemaah haji yang terlihat sendiri karena tersesat atau nyasar. Biasanya mereka terpisah dari rombongan,” ujar Rofiq.

Namun Rofiq mengatakan Astuti bukan kendaraan untuk mengantarkan jemaah yang sakit. Sebab ia khawatir jemaah bisa jatuh jika dibawa menggunakan motor.

“Kalau yang sakit di jalan, kita langsung menghubungi ambulans. Kalau misal kecapekan Astuti masih bisa mengantarkan,” ujar Rofiq.

Astuti mulai ada di Mina dan sekitarnya sejak tahun 1990 dan tahun ini Astuti hanya diturunkan 4 unit.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

Fisik Tidak Fit, PPIH Imbau Jemaah Jangan Paksakan Diri Lontar Jamarat

Mina (PHU)—Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengimbau jemaah haji jika fisiknya tidak mampu agar tidak dipaksakan untuk lontar jamarat. Hal ini didorong karena keinginan yang kuat dari jemaahnya sendiri karena ingin merasakan lontar jamarat.

“Perlu diketahui bahwa jemaah haji memaksakan pergi melontar Jumroh terutama dihari pertama, semua karena keinginan yang kuat untuk merasakannya,” kata Kepala Satuan Operasional (Kasatop) Arafah-Mina-Mudzalifah Jaetul Mukhlis melalui pesan singkatnya. Rabu (22/08)

Jaetul mengakui, edukasi ke jemaah saat ini hanya melalui perlindungan jemaah (linjam), seharusnya yang memberikan edukasi berasal dari Tim Promotif dan Preventif (TPP) bidang kesehatan terkait informasi cuaca yang menyebabkan heatstroke maupun dari sisi ibadah tentang status.

“Info ini bukan tidak sampai tapi suasana kebatinan yang kuat dari keberadaan psikis jamaah tadi (rasa ingin tahu ingin mencoba karena sudah jauh-jauh dari tanah air ingin menyempurnakan ibadahnya) semua mengalahkan akal sehatnya sehingga kalah dalam mengukur kemampuan dirinya ,” kata Jaetul.

Jaetul juga meminta khususnya jemaah sepuh dan mempunyai kemempuan fisik yang terbatas tidak memaksakan diri ke Jamarat dan dapat diwakilkan.

“Iimbauan saya orang tua sepuh dan kemapuan fisik terbatas jangan memaksakan diri ke Jamarot cukup diwakilkan dan istirahar saja di tendanya masing-masing,” imbaunya.(mch/ha)

KEMENAG RI

Alhamdulillah, Terimakasih, Hari Ini Hari Indah

TERIMAKASIH Abah dan Ummi, panjenengan berdua sepanjang hidup tak pernah lalai memperhatikan dan mendoakanku. Senyum Abah Ummi, nasehat dan bimbingan serta usapan tangan di kepalaku tak akan pernah aku lupakan.

Usiaku kini sudah 48 tahun. Hari ini adalah hari ulang tahunku. Hari ini ku berada di padang Arafah. Wajah Abah Ummilah yang senantiasa muncul dalam ingatan. Semoga panjenengan damai selalu di alam barzakh. Doa ananda senantiasa untuk panjenengan karena tak ada yang bisa kubalaskan atas jasa-jasa panjenengan.

Abah dan Ummi, ananda tahu persis bangga dan bahagia panjenengan saat ada prestasi sekecil apapun yang ananda dapatkan. Pun pula ananda paham betul kesedihan Abah Ummi saat ananda sakit atau disakiti. Entah dengan apa ananda bisa membalas ketulusan panjenengan. Kalaulah ada amal yang ananda lakukan berbuah pahala, pahala iti adalah untukmu. Salam ta’dzim ananda selalu untuk panjenengan.

20 Agustus 1970, di sebuah desa kecil di kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, saya dilahirkan dari keluarga sederhana. Sepanjang yang saya ingat dari masa kecilku adalah rajinnya Abah membawaku ke pengajian-pengajian, mengajariku membaca al-Qur’an dan kitab kuning, menyampaikan kepadaku semua ungkapan kiai yang pengajiannya diikuti Abahku. Sementara itu, yang paling kuingat dari ummiku, adalah kebiasaan beliau menyisir rambutku dan menyuapiku makan dengan senyuman khasnya. Cinta dan kasih orang tua tak pernah tergantikan.

Akhirnya, dalam ULTAHku ini, terimakasihku untuk istriku yang sabar dan pengertian dan untuk anak-anakku yang manja dan lucu. Kalian semua adalah energiku. Maafkan segala kekuranganku ya. I love you, poll. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

 

INILAH MOZAIK

 

Pembagian Hewan Kurban sesuai Hadis

JUMHUR ulama menyampaikan bahwa pembagian kurban sebaiknya adalah sebagai berikut:

1/3 untuk dimakan yang melakukan kurban.
1/3 untuk disedekahkan.
1/3 untuk disimpan oleh yang melakukan kurban.

Dasarnya dari hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dalam sahih beliau.

“Makanlah, sedekahkanlah, dan simpanlah.” (HR Muslim No.1562)

Panitia Kurban bisa saja dimasukkan sebagai penerima sedekah walaupun penerima sedekah diutamakan fakir miskin di lingkungan dipotongnya hewan kurban.

Wallahua’lam. [Ustadz Noorahmat]

INILAHMOZAIK

2 Syarat Hewan Kurban

SYAIKH Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan ada dua syarat:

Pertama, hendaknya yang sudah besar, jika selain jenis Adh Dhanu (benggala, biri-biri, kibasy, dan domba). Jika termasuk Adh Dhanu maka cukup jadza atau lebih. Jadza adalah enam bulan penuh dan gemuk badannya. Unta dikatakan besar jika sudah mencapai umur lima tahun. Sapi jika sudah dua tahun. Kambing jika sudah setahun penuh.

Bila hewan-hewan ini telah mencapai umurnya masing-masing maka sudah boleh dijadikan hewan kurban.

Kedua, hendaklah sehat dan tidak cacat. Maka tidak boleh ada pincang, buta sebelah, kurap (penyakit kulit), dan kurus. Dari Al Hasan: bahwa mereka berkata jika seorang membeli Unta atau hewan kurban lainnya dan kondisinya sehat-sehat saja, namun sehari sebelum hari H mengalami pincang, buta sebelah, atau kurus kering, maka hendaklah diteruskan penyembelihannya, karena yang demikian telah cukup memadai. (HR. Said bin Manshur).[6] Demikian dari Syaikh Sayyid Sabiq.

Jadi, bisa diringkas, jika hewan kurbannya adalah jenis kibas, biri-biri, dan domba, maka minimal adalah setengah tahun penuh. Jika selain itu maka hendaknya yang sudah cukup besar, biasanya ukuran besar bagi kambing biasa adalah setahun penuh. Sapi adalah dua tahun penuh, dan Unta adalah lima tahun.

Jantan dan Betina Sama Saja. Tidak sedikit yang bingung tentang ini, padahal keduanya boleh dan sah sebagai qurban.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

Syarat pertama, dan ini disepakati mazhab-mazhab, bahwa hewan qurban adalah dari golongan hewan ternak. Yaitu Unta, Sapi peliharaan termasuk jawamis (sejenis banteng), dan juga kambing baik yang benggala atau biasa. Dan semua itu sah baik jantan dan betina. (Al Mausu’ah, 5/81-82)

 

INILAH MOZAIK

Jangan Lupa Niat Jika akan Berkurban!

BERKURBAN adalah termasuk amal ibadah, dan amal ibadah mestilah didahulukan dengan niat untuk membedakannya dengan adat (kebiasaan). Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah menerangkan:

Qurban tidaklah sah tanpa niat, karena sembelihan yang akan menjadi daging akan menjadi qurban (sarana mendekatkan diri kepada Allah Taala), dan perbuatan tidaklah dinilai sebagai qurbah tanpa dengan niat, sesuai sabdanya:

“(sesungguhnya amal perbuatan hanyalah dengan niat dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa-apa yang sesuai yang diniatkannya). Al Kisani mengatakan: “maksudnya adalah amal perbuatan untuk qurban, maka berqurban tidaklah memiliki nilai kecuali dengan niat.”

Beliau meneruskan:

Kalangan Syafiiyah dan Hanabilah mensyaratkan: hendaknya berniat sebelum menyembelih, karena menyembelih (hewan qurban) merupakan qurbah. Telah mencukupi bahwa niat adalah di hati. Tidak disyaratkan melafazkan niat dengan lisan, karena niat adalah amalan hati, dan pengucapan di lisan merupakan petunjuk bagi amalan di hati.

 

INILAH MOZAIK

Berkurban Wujud Ketakwaan kepada Allah SWT

Berkurban dalam konsep Islam bukan penebus dosa atau memohon bangunan menjadi kukuh. Khatib shalat Idul Adha di Lapangan Caprina Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur Insan L S Mokoginta mengatakan kurban adalah wujud ketakwaan manusia kepada Allah SWT.

“Berkurban sudah ada sejak zaman Nabi Adam ketika kedua anaknya diminta memberikan persembahan kepada Allah,” katanya, Selasa (21/8).

Ia menceritakan tentang kisah Nabi Adam bahwa salah seorang anaknya memberi yang terbaik lalu diterima. Sedangkan saudara yang lain memberi bukan yang terbaik sehingga ditolak. Lalu muncul tragedi kemanusiaan pertama dalam sejarah, yakni terbunuhnya seorang anak manusia oleh saudaranya sendiri.

Dalam agama pagan, kata Insan, berkurban juga dilakukan, tetapi bukan dengan darah dan nyawa hewan. Bedanya berkurban dengan darah dan nyawa manusia sebagai persembahan kepada dewa agar kehidupan mereka diselamatkan atau lebih baik.

Mantan pendeta yang kemudian memeluk Islam itu lalu menjelaskan sejarah panjang praktik berkurban yang dilakukan umat manusia, termasuk yang masih dipraktikkan masyarakat Indonesia saat ini. Praktik itu yakni menyembelih kerbau atau sapi lalu kepalanya ditanam di fondasi bangunan atau proyek infrastruktur agar menjadi kukuh.

Selain itu, ada pula praktik menggantung buah-buahan dan bendera di rumah yang sedang dibangun dengan harapan dewa atau Tuhan memberkati rumah dan isinya. Islam memerintahkan Muslimin berkurban bukan sebagai penebus dosa atau persembahan, atau sesaji kepada dewa atau Tuhan.

Akan tetapi sebagai bentuk ketakwaan umat kepada Allah, Sang Pencipta. Pada kesempatan itu, dia mengutip ayat Alquran, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”. (QS. Al Hajj: 37)

Dia juga menyoroti kehidupan umat manusia yang makin terpuruk, antara lain ditandai dengan bencana di mana-mana baik, karena manusia maupun alam. Insan mengingatkan umat Islam kembali kepada Alquran, tidak sekadar membaca tetapi juga memahami arti dan kandungan di dalamnya.

“Jadikan Alquran sebagai pedoman, acuan, dan dasar hukum dalam kehidupan agar selamat hidup di dunia dan akhirat,” ujarnya.

Takmir Masjid Al Kasim yang menjadi panitia shalat Idul Adha di Lapangan Caprina itu, mengatakan shalat Idul Adha dilakukan pada Selasa ini karena pada Senin (20/8) sudah dilakukan wukuf di Arafah.

Jemaah Wajib Patuhi Waktu Lontar Jumrah

Mina (PHU)—Jemaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jemaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8/2018) dini hari, jemaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jemaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jemaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jemaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jemaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan.
Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jemaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia pada Selasa, 21 Agustus 2018 atau 10 Dzulhijah, pukul 06.00-10.30 WAS.
Larangan waktu lontar hari kedua Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS. Sedangkan Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), waktu terlaranh pukul 10.30-14.00 WAS.

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jemaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jemaah Indonesia yang terpisah dari rombongannya juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jemaah asal Medan salah satu yang terpisah rombongan.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jemaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jemaah terpisah sudah kesulitan berjalan, mereka diantarkan menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang disediakan oleh Misi Haji Indonesia. (mch/ab).

 

KEMENAG RI

Jamaah Haji Menyemut di Mina

Jamaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jamaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8) dini hari, jamaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jamaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jamaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jamaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jamaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan

Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jamaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia
– Selasa, 21 Agustus 2018 (10 Dzulhijah), pukul 06.00-10.30 WAS
– Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS
– Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), pukul 10.30-14.00 WAS

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jamaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jamaah Indonesia yang tersesat juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jamaah asal Medan salah satu yang tersesat itu hari.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jamaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jamaah tersesat sudah kesulitan berjalan, sebuah kendaraan roda dua merek Honda keluaran lama digunakan untuk mengantar jamaah tersebut.

Oleh: Fitriyan Zamzami dari Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA