Kakek 75 Tahun Pergi Haji Berjalan Kaki 3 Bulan

KISAH seorang kakek asal Yaman yang berusia 75 tahun pergi haji dengan berjalan kaki selama tiga bulan, layak diambil pelajaran setiap musim penyelanggaraan haji.

Kecintaannya terhadap Allah Swt, Muhammad Ali al-Mirfa, mampu melasanakan ibadah hajinya tersebut.

Ia berjalan kaki dari rumahnya menuju Baitullah di al-Haram, Mekah, untuk menunaikan ibadah haji. Perjalanan spiritual itu ia tempuh hampir tiga bulan mulai dari rumahnya di Yaman pada hari ketiga Idul Fitri.

Ia menceritakan bahwa perjalanannya sangat melelahkan tapi tekadnya untuk bertamu ke Rumah Allah membuat rasa lelahnya tak berarti. “Aku sudah bertekad untuk menempuh perjalanan ini dan mengabaikan setiap kesulitan yang kutemui”, Katanya.

Sebelum berangkat, ia telah meminta izin (pamit) kepada istri, 12 anaknya, dan juga kerabat-kerabatnya. Perjalanan hidup-mati itu pun dimulai.

Kemiskinan bukanlah penghalang bagi kakek ini. Ia mengubah kemiskinan menjadi sebuah pemikiran positif. Biasanya orang-orang mengatakan, “Saya miskin tak akan mampu berangkat haji” tapi Muhammad Ali al-Mirfa berpandangan berbeda, “Saya miskin, tidaka ada sesuatu yang membuat saya khawatir untuk saya tinggalkan”.

Motivasi terkuat yang membantunya dalam perjalanan ini adalah tekad yang kuat dan cita-cita yang telah ia simpan bertahun-tahun namun belum berhasil diwujudkan. Berangkat menuju Tanah Suci Mekah.

Pada 29 September 2014, kakek tangguh ini pun tiba di tanah suci. Saat diwawancarai ia sedang makan roti dan menikmati secangkir teh yang disediakan petugas kebersihan. Ia berkata, “Ini sarapanku. Aku benar-benar bahagia bisa menginjakkan kaki di tempat suci ini”, katanya.

Saat itu, ia tidak berpikir bagaimana ia akan tinggal di Mina, Mekah, dan Arafah. Sampai ke tanah suci pun telah membuatnya bahagia. Padahal tubuhnya yang tua akan berhadapan dengan dinginnya udara malam di luar ruangan dan teriknya matahari di kala siang.

Ia juga tidak menceritakan bagaimana nanti ia bisa pulang. Rasa rindu tak tertahan telah menundanya untuk berpikir panjang. Yang hanya ia pikirkan adalah menghadapi satu per satu rintangan di hadapannya dan menyelesaikan itu semua.

Inilah jiwa yang telah diselimuti rasa cinta yang bergejolak. Cinta terkadang tidak membuat orang memikirkan “Nanti bagaimana?” Ia hanya mengajarkan menghadapi permasalahan yang ada di hadapannya satu per satu untuk diselesaikan. [saudigazette.com.sa]

INILAH MOZAIK

Buta, CJH Asal Mojokerto Ini Tetap Semangat

Meski mengalami kebutaan sejak empat tahun lalu, Sukamat (65), Calon Jemaah Haji (CJH) asal Desa Kepuhpandak, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto ini tetap semangat berangkat ke Tanah Suci Makkah dan Madinah.

Sukamat akan berangkat bersama istrinya, Jumaning bersama CJH asal Kabupaten Mojokerto yang tergabung dalam kloter 75. Sukamat akan berangkat ke Tanah Suci untuk menjalankan rukun Islam ke 5 tanggal 11 Agustus 2018 mendatang.

Sukamat bersama istrinya sudah mendaftarkan sebagai CJH asal Kabupaten Mojokerto sejak 9 tahun lalu. Ia menabung dari hasil menjual batu bata karena Sukamat dan istrinya, Jumaning merupakan perajin batu bata merah di desanya.

Namun berselang lima tahun setelah mendaftarkan diri sebagai CJH, Sukamat tiba-tiba merasa pandangannya semakin kabur. Hingga akhirnya Sukamat mengalami kebutaan hingga saat ini. Namun hal tersebut tak menyurutkan semangatnya pergi haji.

“Sebelum berangkat ke Tanah Suci, saya biasa belajar jalan-jalan di sekitar rumah. Nanti di sana (Tanah Suci, red), ada istri saya yang membantu. Karena nanti rencananya saya pakai kursi roda biar mudah,” ungkapnya, Sabtu (28/7/2018). [beritajatim]

INILAH.com

Kegigihan Tukang Becak Menabung 20 Tahun untuk Naik Haji

Ibadah haji merupakan panggilan Tuhan. Setidaknya itulah yang tergambar dari keadaan pasangan suami istri (pasutri) asal Dusun Kasuruan, Desa Rejoso Utara, Kabupaten Pasuruan, Asmari (60) dan Misani (51).

Pasutri ini akhirnya akan berangkat haji setelah menunggu selama 20 tahun. Bukan pedagang, pegawai atau karyawan, Asmari merupakan seorang tukang becak. Meski demikian, ia bisa menyisihkan penghasilannya sehingga bisa melunasi biaya naik haji.

“Kami nabung selama 20 tahun, Alhamdulillah tahun ini berangkat,” kata Asmari saat ditemui di rumahnya, Rabu (24/8/2016).

Kehidupan Asmari sangat sederhana. Penghasilan sebagai tukang becak yang tak seberapa menuntutnya untuk berhemat. Meski demikian keluarga ini tampak sangat bahagia.

Setiap hari, Asmari menarik becak dengan perhasilan rata-rata Rp 70 ribu. Karena tekadnya yang kuat ingin berhaji, ia pun sangat rajin menabung. Ia menyisihkan penghasilan setiap hari.

“Setiap hari nabung agar bisa haji,” ujar Asmari.

Bukan hanya mampu berhaji, karena kerja kerasnya Asmari juga mampu menyekolahkan 4 anaknya sampai jenjang sekolah menengah atas. Asmari dan Misani tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 61 Kabupaten Pasuruan dan akan berangkat 2 September nanti.

“Saya minta doanya,” tutup Asmari.

Salah seorang tetangga menuturkan, keluarga Asmari selama ini dikenal keluarga yang saleh. Meski bekerja sebagai tukang becak, keluarga ini tak pernah terlibat masalah.

“Keluarganya seperti tentram, gak pernah ada apa-apa,” ujar Anisatur Rohma, salah seorang tetangga.

 

DETIK

Bikin Haru, Kakek Penambal Ban di Semarang Ini Akhirnya Naik Haji

Semarang – Asal ada niat pasti akan tercapai. Barangkali itu menggambarkan perjuangan Safuan Aziz (64), seorang kakek penambal ban yang akhirnya akan berangkat haji 7 hari lagi.

Di bengkel tambal bannya yang sederhana di depan rumah, Safuan terlihat sibuk menambal ban pelanggannya. Pria beralamat di Mangunharjo RT 02 RW 02 Kecamatan Tugu, Kota Semarang itu memang masih bersemangat bekerja meski usia sudah senja.

“Saya dulu tukang batu, terus tidak boleh lagi sama anak-anak, istri tidak mengijinkan, ya nambal-nambal ban,” kata Safuan saat ditemui di bengkelnya beberapa waktu lalu.

Senyum sering tersungging di wajahnya ketika mengingat tanggal 6 Agustus 2018 mendatang ia akan berangkat ke Tanah Suci.

Ia pun bercerita, niatnya ke tanah suci ada sejak tahun 2008 silam. Dengan niat kuat itu, Safuan selalu menyisihkan uang hasil tambal ban dan menjual bensin eceran kemudian diberikan ke istri untuk di simpan.

“Seger gitu hawanya tahu mau berangkat, pesiapannya ya iman dan taqwa sama bekal,” tandasnya.

DETIK

 

Cek Keberangkatan Haji sudah bisa via Android, Download Aplikasi ini! Sebarkan info ini ke teman, kerabat dan lainnya!

Berbagi Singkong Goreng Berbuah Pergi Haji

SEKITAR tahun 1980, seorang pedagang gorengan di Jakarta, selama tiga hari berturut-turut melihat seorang bocah laki-laki lusuh berlalu lalang dengan wajah sedih di depan gerobak dagangannya. Ia tahu, anak itu menginginkan satu dua potong gorengannya secara gratis.

Karena tidak berani meminta, ia hanya memandang gerobak gorengan itu dari kejauhan. Pada hari keempat, pedagang gorengan itu menyisakan sepotong singkong buntut yang biasanya tidak laku dijual. Dipanggilnya bocah itu sambil mengacung-acungkan singkong kecil itu.

Tak menunggu lama, si bocah itu langsung berlari menyambar singkong itu sambil berucap, “Terima kasih, bang.” Matanya berbinar, senyumnya terkembang. Dua puluh empat tahun kemudian, tukang gorengan itu masih berjualan di tempat yang sama.

Suatu hari, sebuah mobil mewah berhenti di depan gerobaknya yang parkir di tengah perkampungan kumuh. Penumpangnya, seorang pria muda berpenampilan mewah, menghampiri pedagang gorengan itu. Saat saling berhadapan, si pedagang gorengan seperti tidak peduli. Tapi ia bingung ketika si pemuda perlente itu mendadak berucap, “Bang, ada singkong buntut?” Kagak ada, Mas! Singkong buntut mah dibuang. Kenapa tidak beli yang lain saja? Nih, ada pisang sama singkong goreng,” ujar si pedagang gorengan itu.

“Saya kangen singkong buntutnya, Bang. Dulu, abang kan yang pernah memberi saya singkong goreng buntut? Dulu, ketika saya masih kecil, dan ayah saya baru saja wafat tidak ada yang membiayai hidup saya. Teman-teman mengejek karena saya tidak bisa jajan. Selama empat hari saya berlalu-lalang di depan gerobak abang, sampai abang memanggil saya dan memberi sepotong singkong goreng buntut yang langsung saya sambar,” tuturnya.

Si pedagang gorengan terperangah. Dia tidak mengira sepotong singkong buntut, yang biasanya dia buang, bisa membuat pemuda itu mendatangi dengan keadaan yang benar-benar berbeda. Si pedagang akhirnya ingat wajah yang pernah dikenalnya 24 tahun silam.

Melihat pedagang gorengan masih terperangah menatapnya, pemuda itu kemudian bercerita bahwa sesaat setelah menyambar singkong itu dulu, ia langsung memamerkan kepada teman-temannya. Ia ingin membuktikan bahwa dia masih bisa jajan. Sesuatu yang dianggap remeh, tapi baginya itu membuatnya sangat bahagia, sehingga dia berjanji suatu saat akan membalas budi baik pedagang gorengan itu. “Abang tidak sekadar memberi saya singkong buntut, tapi juga memberikan saya kebahagiaan,” papar si pemuda itu.

“Saya mungkin tidak bisa membalas budi baik Abang. Tapi saya ingin memberangkatkan Abang berhaji, semoga Abang bahagia dan menerimanya,” ujar si pemuda lagi.

Pedagang gorengan hampir-hampir tidak percaya. Dua puluh empat tahun silam, ia telah membahagiakan seorang anak yatim, maka Allah swt membalas amal salehnya itu. Subhanallah.

INILAH MOZAIK

Jamaah Harus Waspadai Waktu Zuhur dan Ashar

amaah haji diimbau mewaspadai waktu Zuhur hingga Ashar di Tanah Suci yang menjadi puncak terik matahari. Ketika itu suhu panas sangat menyengat setiap orang yang beraktivitas di luar ruangan.

Wartawan Republika.co.id, Erdy Nasrul yang berada di Makkah melaporkan, sejak 19 Juli hingga hari ini, panas di Makkah mencapai lebih dari 40 derajat celcius. Meski sudah mengenakan kaca mata gelap, panas masih menyilaukan mata. Bahkan batang kaca mata berbahan besi ikut memanas. Gelang jamaah mendadak ikut memanas.

“Pada Zuhur hingga Ashar, panas mentari begitu terasa. Tolong jamaah menjaga diri,” ujar Kepala Daerah Kerja Makkah Dr Endang Jumali, di tempat kerjanya pada Sabtu (21/7).

Dia mengimbau petugas haji sigap memberikan bantuan dan layanan kepada jamaah di lapangan. Mereka yang berada di sektor-sektor, seperti sekitar Masjidil Haram harus memantau pergerakan para calon jamaah haji yang berada di sekitar sana.

Mengapa Masjidil Haram? Kadaker Makkah menjelaskan, biasanya ada saja jamaah yang berjalan meninggalkan masjid suci itu tanpa alas kaki. Sebagian area tersebut memang berlantaikan batu alam semacam marmer. Namun, pada siang hari, area lantai di sana terasa begitu panas.

Dengan suhu di atas 40 derajat, apa yang terjadi bila seseorang berjalan tanpa sandal? Dia menjelaskan, kaki seseorang bisa melepuh. Hal tersebut sudah dialami seorang jamaah haji Indonesia di Madinah. Kakinya harus menjalani perawatan.

Jika menemukan jamaah haji Indonesia tanpa alas kaki, dia mengatakan, petugas haji harus sigap memberikan bantuan. Bisa dengan memberikan alas kaki. Opsi lainnya adalah membawa yang bersangkutan ke kantor sektor untuk beristirahat. Kemudian mengantarkannya ke hotel.

Endang juga mengimbau jamaah tidak memaksakan diri ke Masjidil Haram pada siang hari. Pada saat itu, lebih baik jamaah beristirahat terlebih dahulu di kamar masing-masing. Setelah Ashar, ketika panas mentari sedikit lebih bersahabat, mereka bisa ke Masjidil Haram kembali untuk beribadah.

Kisah Penjual Mi Ayam Menabung 22 Tahun untuk Pergi Haji

Kegigihan Linda Syafitri dalam mengumpulkan uang dengan berjualan makanan, membuat dia akhirnya mampu berangkat haji. Perempuan 32 tahun itu akan menunaikan rukun Islam kelima pada Agustus mendatang.

Sehari-harinya, Linda menjual mi ayam dan bakso di depan Gedung DPRD Sumut, Jl Imam Bonjol, Medan. Sejak kecil, dia memang terbiasa membantu ayahnya berjualan. Tahun ini, perempuan berkerudung itu terhitung telah berdagang selama 22 tahun. “Sudah lama juga ngumpulinnya (modal naik haji). Dari mulai uang jajan yang dikasih ayah dulu,” kata Linda saat ditemui wartawan, Kamis (19/7).

Linda mengaku memang dekat dengan ayahnya. Ibunya telah lama meninggal. Ini jugalah yang membuat dia akhirnya berniat memberangkatkan sang ayah ke Tanah Suci. Namun, ayahnya menolak.

“Pas terkumpul di tahun 2011, bulan puasa, saya bilang ke ayah saya, Ayah, yuk ke bank. Ayah mau saya berangkatin haji. Rupanya ayah saya enggak mau. Saya ajak tetap enggakmau juga. Ya sudahlah, saya aja yang berangkat,” ujar Linda.

Tujuh tahun menunggu, Linda akhirnya mendapatkan gilirannya. Warga Jl Sumarsono, Gang Masjid, Medan Helvetia, ini akan diberangkatkan pada 8 Agustus 2018. Dia tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 17 embarkasi Medan.

“Semoga setelah naik haji, saya menjadi manusia yang lebih baik lagi,” kata Linda.

 

REPUBLIKA

Bekal Terbaik Ibadah Haji

Memperoleh kesempatan berhaji adalah hal yang patut disyukuri. Banyak orang yang telah mendaftarkan diri untuk beribadah haji tetapi harus menunggu dalam daftar antre cukup panjang dan setelah beberapa tahun baru bisa berangkat.

Ada juga yang telah memiliki kemampuan untuk berhaji, tetapi masih belum berencana melaksanakannya. “Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran [3]: 97).

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah SWT.” (QS al-Baqarah [2]: 196).Ayat tersebut, selain berisi perintah kepada kita untuk berhaji secara ikhlas karena Allah SWT, juga perintah untuk menyempurnakannya.Untuk itu, diperlukan pemahaman manasik haji secara benar sesuai syariat.

Ada dua kriteria amal yang harus diperhatikan agar diterima Allah SWT. Pertama, amal dilakukan dengan ikhlas, semata mengha rap ridha-Nya. Kedua, amal dilakukan dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dua hal di atas bersifat mutlak, harus dipenuhi ke duanya. Jika hanya satu yang dipenuhi, menjadikan amal tidak berarti di sisi-Nya.

Ibadah haji harus dilakukan secara ikhlas semata-mata mencari ridha Allah SWT dan untuk ber-taqarrubkepada-Nya. Ibadah ini tidak didorong oleh motivasi yang lain, seperti mendapatkan sanjungan dari orang, mencari popularitas, berbangga diri atau sekadar ikutan karena tetangga, rekan kerja, dan kerabat telah berhaji.

Kita harus memahami dengan baik dan benar tata cara pelaksan aan ibadah haji sesuai tuntunan syariat. Lebih baik lagi jika bisa mengerti makna yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji.

Berbagai macam makna simbolis yang terkandung dalam pakaian ihram, thawaf mengelilingi Ka’bah, sa’i antara Bukit Safa dan Bukit Marwah, wukuf di Padang Arafah, melempar jumrah, harus dipelajari dan dimengerti. Dengan demikian, ibadah haji dapat dilakukan dengan penuh penghayatan secara mendalam, bukan sekadar gerak fisik ritual tanpa makna.

“Musim haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.Barang siapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Bawalah bekal, kareana sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” (QS al-Baqarah [2]: 197).

Di samping perbekalan materi dan kesiapan secara fisik, bekal terbaik untuk berhaji adalah takwa, seperti yang diterangkan pada ayat di atas. Ayat di atas juga berisikan larangan selama berhaji, yaitu berkata jorok, berbuat maksiat, dan bertengkar. Sabar, syukur, istighfar, dan banyak berbuat kebajikan sebagai indikator takwa merupakan kunci-kunci kenikmatan selama beribadah di Tanah Suci. Semoga menjadi haji yang mabrur.

OLEH SIGIT INDRIJONO

 

REPUBLIKA

20 Tahun Nabung, Mimpi Nenek Penjual Bunga Kenanga Naik Haji Kesampaian

Setelah menabung selama 20 tahun lebih, niat Marsiyem untuk naik haji akhirnya bisa terlaksana. Ini tak lain hasil keringatnya sendiri sebagai penjual bunga kenanga di usianya yang sudah menginjak 90 tahun.

Namun siapa sangka, saat ditemui di rumahnya Dusun Domot, Desa Purwokerto, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, nenek Marsiyem masih terlihat sangat sehat. Senyumnya sumringah walaupun jalannya sudah mulai kelihatan lelah.

“Woo… Saya masih kuat naik sepeda lho. Tiap hari cari bunga kenanga itu keliling desa. Dari Purwokerto, Karanggayam sampai Dusun Lempung Pakisrejo,” kisahnya sambil tertawa, saat berbincang dengan detikcom, Senin (16/7/2018).

Ketiga desa yang disebutkan nenek Marsiyem itu memiliki jarak sekitar 20 km dari rumahnya. Namun setiap pagi, nenek Marsiyem mengayuh sepeda tuanya mencari bunga kenanga. Bunga yang telah dikumpulkan dari tiga desa tersebut lalu disetorkan ke pengepul.

“Saya nunggu di pos terus telepon pengepul buat disetor ke penyulingan. Saya beli dari yang punya pohon kenanga itu Rp 18 ribu/kg. Lalu saya jual ke pengepulnya Rp 19 ribu/kg,” ujarnya.

Dari uang seribu per kilogram keuntungan jual bunga kenanga inilah, Nenek Marsiyem mulai merajut mimpinya untuk naik haji. Jika bunga kenanga sedang musim, ia bisa mengumpulkan sebanyak 2 kuintal bunga kenanga. Namun jika musim hujan tiba, ia hanya bisa menyetorkan sekitar 10 kg bunga kenanga kepada pengepul.

“Sedikit-sedikit saya kumpulkan di bawah karpet. Kalau bisa nabung Rp 20 ribu yang ditabung tiap hari. Kalau nggak bisa segitu, ya seadanya. Pokok harus ada yang disisihkan,” jelasnya.

Ketika uang itu telah terkumpul seharga satu gram emas, maka uang tabungan itu dibelikan perhiasan. Begitu seterusnya hingga berat perhiasan yang dimilikinya senilai Rp 35 juta. Uang inilah yang digunakan untuk membayar uang muka pendaftaran haji.

“Saya didaftarkan cucu saya. Tahun 2010 itu bayar Rp 25 juta. Sekarang tinggal melunasi yang Rp 11,1 juta,” katanya penuh syukur.

Namun karena ketekunan nenek Marsiyem, ia tak perlu menjual seluruh perhiasan yang dimilikinya untuk melunasi biaya perjalanan haji. Ia masih memiliki sisa tabungan untuk digunakan membiayai keperluan lainnya.

Delapan tahun berselang, nenek Marsiyem akhirnya mendengar kabar gembira. Tanggal 4 Agustus nanti, ia dijadwalkan masuk asrama haji untuk persiapan berangkat ke tanah suci. Ia berangkat Bersama dengan anak menantunya, nenek Marsiyem tergabung di kloter 56 embarkasi Juanda.

“Sudah persiapan. Yang penting sehat dan semangat naik haji,” pungkasnya.

 

DETIK.com

 

MAU cek JadwlHAji Anda? Atau Visa Umrah? Download aplikasinya, klik di sini!
Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

Tukang Tambal Ban Ini Menginspirasi Ketua MPR

Dalam perjalanannya ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan secara mengejutkan bertemu dengan sosok inspiratif bernama Ismail. Dia adalah tukang tambal ban yang menabung selama 10 tahun untuk bisa berangkat haji dan menghajikan ibunya.

Zulkifli menemui Ismail di pangkalan tambal bannya, di Jalan Cempaka Djok Mentaya, Kota Banjarmasin, Jumat, 3 November 2017. Ismail bercerita bagaimana ia berjuang mengumpulkan uang selama 10 tahun untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah bersama ibunya.

“Kalau dapat Rp 50 ribu, saya tabung Rp 30 ribu. Kalau dapatnya kurang dari itu, yang bisa disisihkan cuma Rp 10 ribu. Jadi, saya kerja hampir 24 jam sehari dan semua hasilnya saya tabung di bawah bantal, Pak,” ujarnya.

Zulkifli serius mendengarkan cerita Ismail. “Akhirnya pada 2012, saya bisa bayar setoran awal dan ternyata bisa cepat prosesnya oleh Kementerian Agama karena mendampingi ibu sebagai manula,” katanya.

Ismail juga menceritakan kalau ia merasakan banyak kemudahan dalam melunasi pembayaran hajinya, mulai usaha istrinya yang berkembang, semangat kerja 24 jam, hingga kerabat yang tiba-tiba datang membayar utang pada ibunya.

“Alhamdulillah pada 2017 saya dipanggil Allah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Saat itu, satu kloter dengan Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina,” ucapnya.

Zulkifli yang mendengar cerita Ismail mengaku terinspirasi dengan kerja kerasnya agar bisa berangkat naik haji. “Inspirasi itu ada di sekitar kita, dekat dengan kita. Ismail memang tukang tambal ban, tapi perjuangannya untuk naik haji telah mengajarkan hasil tak akan khianati kerja keras,” tuturnya.

Sebagai Ketua MPR, ia akan terus berusaha menemukan inspirasi baru di setiap perjalanannya. “Negeri ini butuh lebih banyak optimisme daripada pesimisme. Inspirasi adalah jawabannya,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli menghadiahkan satu buah kompresor terbaru untuk membantu usaha tambal ban Ismail. “Semoga dengan kompresor ini, tambal ban Ismail semakin berkah,” katanya. (*)

 

TEMPO