Gareth Bryant, merasa begitu beruntung menerima cahaya Islam ketika masih belia. Dia menyatakan diri sebagai seorang Muslim pada usia 15 tahun. Bryant masih ingat betul momentum paling berharga baginya itu terjadi, tepat pada 27 Desember 1996 atau 16 Sya’ban 1416 Hijiriah. “Saya masih duduk di bangku kelas satu SMA,” ujar Bryant membuka kembali kisah perjalanan rohaninya.
Kini dia begitu yakin, hidayah Islam tidak mengenal batasan umur. Jika Allah SWT berkehendak, dia bisa menghampiri seseorang kapan pun, baik saat muda maupun tua. Karenanya, Bryant merasa begitu beruntung menerima cahaya Islam ketika masih belia.
Sebelum menjadi mualaf, Bryant dididik dan dibesarkan sebagai seorang Kristen oleh keluarganya. Kendati demikian, dia mengaku tidak pernah memercayai Yesus (Isa AS) sebagai anak Allah. Akal dan hatinya tidak pernah dapat menerima konsep keyakinan semacam itu. Setiap kali Bryant menanyakan landasan teologis Yesus dalam ajaran trinitas, dia selalu memperoleh jawaban yang “tumpul”. Pada akhirnya, dia meninggalkan agama Kristen sama sekali.
Lalu, dia mulai melakukan pencarian sendiri dan mempelajari konsep keimanan dalam agama-agama lain. “Misinya untuk melihat mana jalan yang benar sesungguhnya,” katanya.
Meninggalkan konsep ketuhanan yang diterima sejak kecil, tak lantas membuat Bryant menjadi ateis. Dia tetap meyakini keberadaan Sang Pencipta. Adapun yang dia butuhkan ketika itu hanyalah pengetahuan yang benar tentang Tuhan itu sendiri. Bryant terus membaca lebih banyak lagi referensi mengenai berbagai macam agama. Sampai akhirnya dia memperoleh informasi tentang Islam.
Ironisnya, kata Bryant, ini merupakan agama yang terakhir yang dia selidiki. Bryant mengaku semakin banyak membaca literatur tentang Islam, dia menemukan bahwa agama ini berisi semua jawaban atas semua pertanyaannya selama ini. “Setelah rasa dahaga intelektual saya terpuaskan, saya pun memutuskan untuk menerima Islam dan menjadi Muslim sejak saat itu,” ujarnya mengenang.
Ketika memutuskan menjadi mualaf, Bryant mengaku menghadapi pertentangan keras dari orang-orang di sekelilingnya.Terutama, dari keluarganya yang tidak siap menerima keislamannya tersebut. Bahkan, ibunya sempat mengancam akan mengusir Bryant dari rumah dan mengirimnya ke panti rehabilitasi sosial.
Tidak sampai di situ saja, Bryant terus-menerus diejek oleh teman-teman sekelasnya. Dia juga kerap dibully oleh orang-orang di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Akan tetapi, Bryant benar-benar tidak memedulikan semua itu.
Keyakinannya terhadap Islam justru semakin kokoh. Dia tetap dalam pendirian bahwa Islam bentuk kasih sayang paling sempurna dari Sang Pencipta. Allah SWT yang memandu langkahnya untuk menjadi seorang Muslim. “Saya sudah membuat keputusan, Islam adalah kebenaran dan saya perlu memilikinya,” ujar pria yang juga sarjana ilmu politik lulusan Touro College, New York, AS, itu. n ed: nashih nashrullah
Kisah Bryant menemukan hidayah itu sudah 18 tahun berlalu. Hari ini, dia telah terbiasa menjalani hidup dalam Islam. Sejak 2007 sampai sekarang, Bryant terlibat aktif sebagai anggota komunitas Islamic Center di New York University.
Bryant juga merupakan salah satu pendiri Da’wah Unlimited Alliance (DUA), sebuah organisasi nonprofit yang didirikan di Brooklyn, New York, pada 2000 silam. “Organisasi ini memiliki komitmen untuk memberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Muslim kepada masyarakat umum,” ujarnya.
Selain itu, Bryant juga dipercaya menjadi juru bicara Muslims Giving Back, sebuah komunitas nirlaba yang didedikasikan untuk mengatasi kelaparan di Amerika Serikat. Pria keturunan Afro-Amerika ini pun terdaftar sebagai anggota eksekutif Young Muslims USA, salah satu organisasi pemuda Islam AS yang berdiri sejak 1995.
Meski sudah menjadi Muslim sejak usia remaja, keinginan Bryant untuk terus mendalami Islam tidak pernah pudar. Sejak 2000-2006, dia mempelajari studi-studi Islam dan bahasa Arab di bawah bimbingan Siraj Wahhaj—yang merupakan pimpinan Aliansi Muslim Amerika Utara (MANA).
Bryant juga memperoleh pengetahuan tentang Ushul Fikih dari ulama AS sekaligus pendiri Foundation for Knowledge and Development (FKAD), Shakiel Humayun. Di bidang sirah dan sabda Nabi Muhammad SAW, dia berguru kepada Abdul-Rahman Khan, anggota eksekutif Dewan Fiqih Amerika Utara.
Di samping bergelut dengan segudang kegiatan tersebut, Bryant juga bekerja sebagai staf pengajar di almamaternya, Touro College. Lelaki yang kini berusia 34 tahun itu pun dipercaya menjadi instruktur studi-studi Islam dan Arab di Islamic Learning Foundation (ILF), Queens, New York. Gareth Bryant menaruh minat yang besar terhadap sastra dan puisi. Di laman blog pribadinya, garethbryant. wordpress.com, dia aktif menulis syairsyair Islami tentang alam, perjalanan, kesadaran, dan cinta.
Sebagai manusia biasa Briyant sadar bahwa dia merupakan seorang Muslim, penyair, penulis, pecinta, dan juga pejuang yang tak jarang disalahpahami seperti orang-orang lainnya di dunia ini. “Namun, saya masih terus berusaha untuk menikmati hidup,” tulis Bryant memberikan gambaran tentang dirinya.
REPUBLIKA
—————————————————————-
Download-lah Aplikasi CEK PORSI HAJI dari Smartphone Android Anda agar Anda juga bisa menerima artikel keislaman ( termasuk bisa cek Porsi Haji dan Status Visa Umrah Anda) setiap hari!