Pentingnya Penggunaan Masker Selama Menunaikan Ibadah Haji

IBADAH haji tahun 2018 sudah mulai berlangsung di bulan Juli. Kurang lebih sebanyak 221.000 jamaah haji Indonesia akan diberangkatkan untuk menunaikan ibadah di Tanah Suci. Sama seperti tahun sebelumnya, ibadah haji tahun ini bertepatan dengan musim panas yang cukup ekstrem di Arab Saudi.

Suhu udara di sana diprediksi dapat mencapai 53°C. Perbedaan suhu yang cukup signifikan membuat jamaah diimbau untuk menjaga kondisi kesehatannya. Sebab, bila kondisi kesehatan kurang baik maka penularan penyakit terutama yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat dengan mudah terjadi. Data dari Kementerian Agama menyebutkan kasus penyakit yang paling sering dialami jamaah adalah sakit saluran pernapasan. Mulai dari radang tenggorokan hingga gejala batuk.

“Keadaan udara panas, kering, berdebu, serta dehidrasi rentan menyebabkan timbulnya berbagai gangguan pernapasan termasuk Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Setiap tahun banyak jemaah yang mengalami gangguan flu akut, kekambuhan asma hingga radang paru akibat daya tahan yang turun. Oleh karena itu disarankan menggunakan masker, terutama bila berada di luar ruangan,” ucap Dr. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS, FIRS selaku Ketua Kelompok Kerja Kesehatan Haji, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dalam rilis yang diterima Okezone dari Nexcare, Minggu (27/7/2018).

Adapun kiat-kiat persiapan untuk melaksanakan ibadah haji sebagai berikut :

1.Konsultasi ke dokter

Hal pertama yang perlu dilakukan para calon jamaah haji dalam mempersiapkan kesehatan adalah lakukan vaksinasi serta membawa obat-obatan pribadi.

2. Tetap menjaga cairan tubuh

Cuaca yang panas dan kering seringkali menyebabkan gangguan pernapasan. Oleh karenanya selama menunaikan ibadah haji, jangan lupa untuk minum air putih yang cukup dan konsumsi buah sebagai sumber energi dan mineral tambahan.

3. Kebersihan dan sirkulasi udara kamar

Usahakan membersihkan kamar serta membuka jendela kamar/pondok di pagi hari untuk membuat sirkulasi udara menjadi baik.

4. Hindari paparan polusi

Sebisa mungkin hindari menghirup polusi seperti debu pasir, bulu unta, dan asap kendaraan bermotor serta asap rokok untuk meminimalkan paparan polusi tersebut. Dengan kondisi suhu udara panas dan paparan debu, jamaah haji perlu melakukan upaya pencegahan guna menyiasati penyakit menular. Terlebih di sana angka kasus penyebaran virus MERS-coV (Middle East Respiratory Syndrome coronavirus) dari unta cukup tinggi.

Tindakan pencegahan bisa dilakukan dengan cara menggunakan masker yang menutupi wajah dan hidung. Penggunaan masker sangatlah penting untuk membantu menghindari penularan penyakit pernapasan melalui udara yang relatif cepat. Pihak pemerintah saat ini memberikan anjuran untuk menggunakan masker setiap saat selama ibadah haji melalui Gerakan Memakai Masker (GEMMAS).

OKEZONE

 

TERBARU:

Aplikasi Cek Porsi Haji, kini dilengkapi Infomasi Akomodasi Haji di Tanah Suci!
Silakan Download dan instal bagi Calon Jamaah Haji yang belum menginstalnya di smartphone Android!  Klik di sini!

Ini Dia Keutamaan Dzikir Pagi dan Sore

PERLU diketahui bahwa di antara dzikir dan doa yang disyariatkan bagi seorang muslim dalam sehari semalam adalah dzikir pagi dan sore, bahkan dzikir jenis ini merupakan dzikir yang terikat dengan waktu yang paling banyak disebutkan dalam dalil-dalil, baik konteks dalil tersebut adalah mendorong seorang muslim mengucapkannya maupun konteksnya menyebutkan macam-macam dzikir yang diucapkan pada dua waktu yang utama ini (pagi dan sore).

Allah Ta’ala berfirman, “Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan sore.”

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS. Al-Ahzab: 42-43). Makna Al-Ashiil dalam ayat yang agung ini adalah waktu antara ashar sampai sebelum tenggelamnya matahari.

“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu sore dan pagi” (QS. Ghafir: 55).

Makna Al-Ibkaar dalam ayat yang agung ini adalah awal hari (pagi), sedangkan makna Al-‘Asiyiyy adalah akhir hari (sore).

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)” (QS. Qaf: 39).

“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di sore hari dan waktu kamu berada di waktu pagi hari” (QS. Ar-Rum:17).

Waktu Dzikir Pagi dan Sore
Kapankah dzikir pagi dan sore dilaksanakan? Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Aku duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala mulai dari (waktu) sholat shubuh hingga terbit matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak dari putra Nabi Isma’il. Dan aku duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah mulai dari (waktu) sholat Ashar sampai terbenam matahari lebih aku cintai daripada memerdekakan empat orang budak” (HR. Abu Dawud: 3667, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).

Dari hadits yang agung di atas menunjukkan keutamaan orang yang duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala dari shalat shubuh hingga terbit matahari lebih dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam daripada memerdekakan empat orang budak dari putra Nabi Isma’il alaihis salam, demikian pula disebutkan keutamaan orang yang duduk bersama orang-orang yang berdzikrullah Ta’ala dari shalat Ashar sampai terbenam matahari.

Dalam hadits di atas, nampak petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terkait dengan waktu dzikir pagi dan sore, yaitu pagi hari dimulai dari shalat shubuh hingga terbit matahari, sedangkan sore hari dimulai dari shalat Ashar sampai terbenam matahari.

Sumber: muslim.or.id

Puasa Daud, Puasa Sunah Terbaik dan Paling Utama

PUASA sunah yang paling utama adalah puasa Daud. Tidak ada puasa sunah yang keutamaannya melebihi puasa Daud. Jadi jika kita berkeinginan dan merasa sudah mampu untuk mengamalkan puasa ini, maka lakukanlah, karena inilah puasa sunah yang terbaik dan yang paling utama.

Tetapi, jika kita merasa belum sanggup untuk mengamalkannya, maka lebih baik mengamalkan dari yang ringan dan mudah terlebih dahulu, yakni puasa Senin-Kamis. Jangan memaksakan diri, sehingga kita merasa berat dan akhirnya malah terputus di tengah jalan. Prinsipnya, dalam urusan ibadah kita disuruh untuk melakukan yang semampu kita.

“Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR.Bukhari, Muslim dan lainnya)

“Kerjakanlah amal seberapa yang kamu mampu. Demi Allah, Tuhan tidak akan bosan hingga kamulah yang bosan.” (HR.Muslim, Ahmad, dan Thabrani)

“Sesungguhnya agama itu mudah. Janganlah seorang pun memberatkan agama kecuali menguasainya. Maka luruskanlah, berlakulah wajar dan bergembiralah.” (HR. Bukhari,NasaI dan Ahmad)

Dalam hadis ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan arahan tahapan dalam berpuasa sunah, sebagaimana yang pernah beliau sampaikan kepada sahabat Abdulah bin Amru:

“Berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun.”

Aku berkata (Abdulah bin Amru), “Sungguh aku mampu lebih dari itu, waahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari.” Aku berkata lagi, “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu.”

Beliau berkata, ” Kalau begitu berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa Nabi Allah Daud ‘alaihi salam yang merupakan puasa yang paling utama.”

Dengan tahapan semua ini, maka puasa yang kita lakukan akan terasa enteng dan mudah. Badan tidak terasa berat, pikiran tidak ngoyo, dan keikhlasan pun bisa didapat dengan mudah.

Ingat, amal apapun itu, yang terpenting adalah bukan banyak atau sedikitnya, tapi istiqamahnya. Amalan yang rutin dan istiqamah itulah yang akan mendatangkan pahala dan kecintaan Allah.

“Amalan yang paling dicintai Allah Taala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR.Muslim)

Sesungguhnya sebaik-baik amal adalah yang paling kontinu meski ia sedikit.” ( HR.Ibnu Majah)

[Chairunnisa Dhiee]

INILAH MOZAIK

 

Agar Nyaman Beriktikaf

Saat musim haji, Masjidil Haram akan dipenuhi oleh para jamaah yang beriktikaf dan menginap di sana. Jika mereka datang untuk shalat Zhuhur, biasanya beriktikaf menunggu Ashar. Jika datang Maghrib, mereka sekalian beriktikaf menunggu Isya. Bahkan, ada juga yang menginap hingga subuh. Menginap di Masjidil Haram menjadi pilihan yang efektif daripada harus pulang ke pemondokan yang jaraknya jauh.

Nah, bagi jamaah yang ingin beriktikaf, ada beberapa tips agar lebih nyaman dan aman. Pertama, pastikan kondisi kesehatan fisik jamaah berada da lam keadaan prima. Bagi jamaah yang kurang sehat atau memiliki daya tahan fisik lemah, disarankan tidak menginap di Masjidil Haram.

Lagipula, menginap di Masjidil Haram seyogianya bukanlah untuk tidur, tapi lebih sibuk dengan ibadah. Sehingga, jamaah akan kurang tidur. Ditambah lagi, suara jamaah yang sedang tawaf dan deru mesin dari alatalat berat yang tengah merenovasi Mas jidil Haram membuat jamaah akan kesulitan untuk terlelap. Padahal, Jamaah yang kurang sehat dianjurkan untuk banyak istirahat dan tidak kelelahan.

Selanjutnya, ketika beriktikaf sebaik nya tidak pergi sendirian. Pergilah dengan ketua regu atau ketua rombongan. Atau, dengan mereka yang masih muda dan bisa mengawasi jamaah sehingga bisa saling menjaga. Selain itu, sebaik nya jamaah beriktikaf di lantai bawah tanah Masjidil Haram karena relatif lebih hangat dibanding lokasi yang lain.

Namun, bila jamaah ingin beriktikaf sambil memandangi Ka’bah, jamaah bisa memilih untuk tidur di pelataran tempat berwudhu karena hawanya yang hangat dibanding di udara ter buka. Jangan khawatir, tempat wudhu di masjid besar ini sangat bersih dan nyaman.

Sebelum renovasi, biasanya jamaah yang beriktikaf terkonsentrasi di lantai dua dan tiga masjid. Karpet Masjidil Haram yang tebal membuat jamaah lebih nyaman untuk tidur dan aman dari hawa dingin marmer. Selain itu, air zamzam untuk minum selalu tersedia di beberapa sudut masjid.

Carilah tempat yang tidak terlalu jauh dari kamar mandi, sehingga lebih mudah kalau ada keperluan ke kamar mandi. Jamaah tidak perlu menunggu atau mengantre lama. Selanjutnya, alaslah tempat untuk tidur dengan sajadah dan serban agar hawa dingin lantai marmer tidak langsung merasuk ke tubuh.

Bawalah barang bawaan secukupnya dalam satu tas berukuran sedang. Membawa barang bawaan dalam jumlah banyak selain tidak efektif, juga dapat memancing perhatian orang lain atau orang jahat.

Makanan dan minuman cukup mudah diperoleh di luar Masjidil Haram. Hanya untuk makan pagi, pastikan tidak terlambat atau kesiangan. Terkadang, persediaan makanan pagi yang dijajakan cepat sekali habis karena diserbu jamaah yang kelaparan setelah shalat Subuh.

Pedagang kaki lima di luar Masjidil Haram juga berasal dari Indone sia. Kebanyakan mereka me nye diakan nasi bungkus, mulai dari na si rames sampai nasi goreng. Air zam zam disediakan dalam termos-termos besar dengan gelas plastik yang sekali pakai di dalam masjid. Namun, sebaik nya bawalah tempat minum sendiri agar tidak bolakbalik mengambil air zamzam.

Hal terakhir yang perlu diingat adalah perubahan udara Makkah tergolong ekstrem. Cuaca siang dan malam hari terkadang berbeda jauh. Sebaiknya, siapkanlah baju hangat. Untuk mengantisipasi pulang di malam hari.

REPUBLIKA

Menasihati Pemimpin

Siapa pun boleh memberikan kritik dan nasihat terhadap penguasa, terutama seorang alim yang takut terhadap Tuhannya atau orang yang mengerti agama–ulama. Orang alim atau ulama wajib memberikan nasihat dan mengingatkan penguasa agar dirinya tidak melakukan kezaliman kepada rakyatnya atau keluar dari jalan kebenaran Tuhannya.

Jika diibaratkan sebagai obor, ulama dan orang-orang alim bagaikan obor penerang umat–terkhusus bagi penguasa agar tidak lalim akan amanah yang diemban di pundaknya. Amanah, kekuasaan, dan tanggung jawab yang begitu besar yang dipikul seorang pemimpin cukup rentan disalahgunakan. Nasihat kebaikan harus disampaikan kepada penguasa dengan cara-cara yang makruf.

Nasihat yang baik adalah yang disampaikan dengan bahasa lembut, baik, sopan, tegas, dan tidak dibumbui niat ingin mempermalukan si penguasa. Jika nasihat disampaikan menggunakan bahasa kasar, pilihan diksi provokatif, dan semata-mata ingin menjatuhkan wibawa sang penguasa, itu nasihat yang kurang baik.

Di dalam buku Akhlak Ulama Salaf dalam Bergaul buah karya Syekh Abu Abdurrahman Ridha terdapat perkataan Imam an-Nawawi, Adapun menasihati pemimpin kaum Muslimin adalah membantu mereka berjalan di atas kebenaran, menaatinya, memperingati, dan mengoreksi dengan cara lemah lembut, memberitahukan letak-letak kesalahannya, tidak keluar dari perintahnya, serta mendorong manusia untuk menaati mereka.

Suatu hari Atha bin Rabah masuk menemui Khalifah Abdul Malik yang sedang duduk di atas kursi empuk sambil dikelilingi para pembesarnya. Hal itu terjadi di Makkah ketika musim haji pada masa kekhalifahannya.

Ketika melihatnya, Abdul Malik pun memberi salam, lalu berdiri menyambutnya seraya mendudukkannya di atas kursi mewah. Wahai Abu Muhammad, ada perlu apakah? tanya sang Khalifah.

Wahai Amirul Mukminin, bertakwalah kepada Allah ketika berada di tanah yang disucikan Allah dan rasul-Nya, makmurkanlah ia. Bertakwalah kepada Allah pada anak- anak kaum Anshar dan Muhajirin sebab engkau berada di majelis mereka. Bertakwalah kepada Allah di tempat amannya kaum Muslimin sebab itu adalah perisai mereka.

Kontrollah untuk melihat kaum Muslimin sebab engkau akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Bertakwalah kepada Allah terhadap siapa yang berada dihadapan pintumu, janganlah engkau menutup diri dari mereka.

Setelah selesai, Atha pun bangkit dan hendak beranjak. Namun, Atha ditahan oleh Abdul Malik seraya ia berkata, Wahai Abu Muhammad, sungguh engkau telah memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain, lalu apakah kebutuhanmu?Aku tidak punya kebutuhan apa pun kepada makhluk Allah, jawab Atha dengan tegas. Atha pun beranjak keluar. Engkau dan ayahmu orang yang mulia. Engkau dan ayahmu orang yang terhormat, kata Abdul Malik.

Orang-orang alim harus selalu terlibat aktif memberikan nasihat kebaikan. Memberikan kritik dan nasihat kepada pemimpin itu wajib dilakukan. Sebab, jika seorang pemimpin sudah keluar dari jalur semestinya dan tidak amanah, lalu orang-orang saleh membiarkannya, rusaklah semua sendi kehidupan kita.

Sang penguasa bisa tetap konsisten di jalan kebenaran selama orang-orang alim tidak bosan untuk selalu memberikan nasihat kebaikan kepadanya. Jika penguasa suatu negeri sudah baik, otomatis akan memberikan dampak yang baik pula kepada rakyatnya. Wallau a’lam.

OLEH FERI ANUGRAH

REPUBLIKA

Mazhab Hanafi Hukumi Sunah Hapus Air Wudu

DENGAN melihat banyak dalil dari sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagian memandang yang lebih utama setelah wudu adalah dibiarkan saja menetes-netes, tidak usah dilap atau dihanduki. Namun juga dengan menggunaan dalil sunah Rasulullah, sebagian malah memandang lebih utama kalau air sisa bekas wudu itu segera dilap dan dikeringkan.

2. Sunah

Sebaliknya mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa menyeka atau mengeringkan bekas sisa air wudu hukumnya sunnah. Dasarnya karena Rasulullah pernah melakukannya.

Bahwa Nabi berwudu kemudian beliau membalik jubahnya dan mengusapkannya pada wajahnya. (HR. Ibnu Majah).

Selain dalil fi’liyah yang dilakukan langsung oleh Rasulullah di atas, mereka yang mendukung pendapat ini juga memandang bahwa mengusap bekas sisa air wudu itu seperti menghilangkan dosa. Sebab di hadis yang lain disebutkan bahwa wudu itu merontokkan dosa. Logikanya, sisa bekas air wudhu itu dianggap mengandung dosa, sehingga harus segera dibersihkan.

Dalilnya sebagai berikut :

Apabila seorang hamba yang muslim atau mukmin itu berwudu di mana sewaktu ia membasuh mukanya, maka keluarlah semua dosa yang dilihat dengan kedua matanya dari mukanya bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yang terakhir. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah semua dosa yang diperbuat oleh kedua tangannya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air terakhir. Dan jika ia membasuh kedua kakinya, maka keluarlah semua dosa yg diperbuat oleh kedua kakinya itu bersama-sama dengan air itu atau bersama-sama dengan tetesan air yg terakhir, sehingga ia benar-benar bersih dari semua dosa. (HR. Muslim).

Perhatikan lagi sabda Rasulullah berikut ini:

Maukah kamu sekalian aku tunjukkan sesuatu yang mana dengan sesuatu itu Allah akan menghapus dosa-dosa kalian dan dengan sesuatu itu pula Allah akan mengangkat kalian beberapa derajat?” Para sahabat menjawab, “Iya, wahai Rasulullah.” Nabi bersabda, “Yaitu menyempurnakan wudu atas hal-hal yang tidak disukai, memperbanyak langkah ke masjid-masjid dan menantikan salat sehabis salat. Maka itulah yang dinamakan ar-Ribath (mengikatkan diri dalam ketaatan) (HR. Muslim)

Silahkan pakai pendapat yang mana saja yang Anda cenderung untuk memakainya. Toh, semua pendapat itu sama-sama didasari dengan dalil-dalil yang shahih, plus juga merupakan hasil ijtihad para fuqaha dan mujtahidin yang memang ahli dibidangnya serta memiliki otoritas yang tepat.

Sehingga pilihan manapun yang Anda pilih, sudah dijamin tidak akan menjadi dosa atau celaka. Namun terkadang, tetap saja pihak penanya suka penasaran, lalu menyampaikan pertanyaan lagi, “Kalau Ustadz sendiri pilih yang mana?”.

Biasanya kalau sudah sampai disini saya suka menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]

 

INILAH MOZAIK

Mazhab Syafi’i Makruhkan Hapus Air Wudu

DENGAN melihat banyak dalil dari sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagian memandang yang lebih utama setelah wudu adalah dibiarkan saja menetes-netes, tidak usah dilap atau dihanduki. Namun juga dengan menggunaan dalil sunah Rasulullah, sebagian malah memandang lebih utama kalau air sisa bekas wudu itu segera dilap dan dikeringkan.

1. Makruh

Mereka yang berpendapat hukumnya makruh untuk mengeringkan bekas sisa air wudu berhujjah bahwa nanti di hari kiamat, umat Nabi Muhammad dikenali dari bekas sisa air wudu.

Dasarnya adalah hadis berikut ini :

Sungguh umatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudunya. Maka siapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah. (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, dalam pandangan mereka, bekas sisa air wudu hukumnya makruh bila cepat-cepat dikeringkan.

Di antara para ulama yang memakruhkannya adalah mazhab Asy-Syafiiyah dan Al-Hanabilah. Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa meninggalkan bekas sisa air wudu pada badan merupakan keutamaan.

Al-Imam Ibnu Hajar hadis ini terdapat dua makna. Makna yang pertama bahwa yang dimaksud “ghurran muhajjilin” orang yang dibangkitkan dengan wajah yang terang benderang di hari kiamat adalah yang melebihkan air dalam membasuh anggota wudu.

[baca lanjutan]

INILAH MOZAIK

Rasulullah Larang Buka Telapak Tangan Ketika Salam

FENOMENA salam dengan membuka tangan. Salam ke kanan, membuka tangan kanan, salam ke kiri dengan membuka tangan kiri. Ada juga salam ke kanan membuka tangan kanan, namun ketika salam ke kiri, telapak tangan tidak dibuka.

Saya pernah bertemu dengan orang yang mempraktikkan semacam ini, dan ketika saya tanya, beliau menjawab,

“Ketika salam ke kanan, tangan kanan dibuka, dengan harapan terbukalah pintu surga. Salam kiri tetap ditutup, tertutuplah pintu neraka.” Itu alasannya, dan beliau sama sekali tidak menyebutkan dalil.

Sebenarnya kebiasaan semacam ini pernah dilakukan sebagian sahabat di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian beliau ingatkan dan beliau melarangnya.

Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu,

“Ketika kami salat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kami mengucapkan “Assalamu alaikum wa rahmatullah Assalamu alaikum wa rahmatullah” sambil berisyarat dengan kedua kanan ke samping masing-masing. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan,

“Mengapa kalian mengangkat tangan kalian, seperti keledai yang suka lari? Kalian cukup letakkan tangan kalian di pahanya kemudian salam menoleh ke saudaranya yang di samping kanan dan kirinya. (HR. Muslim 430, Nasai 1185, dan yang lainnya).

Larangan ini menunjukkan bahwa membuka telapak tangan ketika salam, termasuk kesalahan dalam salat. Jika ini telah ditegaskan salah oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, layakkah dilestarikan dan dipraktikkan?

Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Al Haasib

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Menatap, menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang istiqomah di jalan-Nya dan kelak menjadi penghuni surga. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Salah satu asma Allah Swt adalah Al Haasib, Allah Yang Maha Menghitung. Allah Swt sangat cermat penghitungan-Nya. Allah ciptakan bumi dan semua bintang-bintang dengan penghitungan yang cermat sehingga semua beredar teratur tanpa meleset sedikitpun. Allah juga sangat cermat penghitungannya sehingga seluruh makhluk di alam semesta ini mendapatkan segala yang dibutuhkannya. Oksigen tercukupi, tempat hidup tercukupi. Alhamdulillah.

Demikian juga Allah sangat cermat penghitungan-Nya dalam menghitung amal-amal kita, tidak ada yang terlewat sedikitpun sekecil apapun. Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah [99] : 7-8)

Di akhirat kelak akan ada sebuah pengadilan, ada timbangan yang sangat adil dan presisi yang akan menimbang seluruh amal perbuatan kita selama hidup di dunia, amal baik maupun alam buruk.

Suatu ketika di sebuah toko swalayan, sebuah kamera CCTV tersembunyi merekam sebuah peristiwa pencurian. Ketika pencuri itu ditangkap, dia berkelit tidak mengakuinya. Namun, oleh petugas keamanan ia dibawa ke sebuah ruangan tempat komputer berada, kemudian diperlihatkan kepada rekaman perbuatannya, sehingga dia tidak bisa mengelak dan dia pun mengakuinya.

Hidup kita pun demikian. Setiap perkataan, perbuatan bahkan niat kita ini terekam dan akan diperlihatkan kepada kita kelak di pengadilan Allah Swt. Mungkin orang lain tidak tahu keburukan kita, tapi Allah Maha Mengetahui. Mungkin juga orang lain tidak tahu pada amal kebaikan yang kita lakukan diam-diam, namun Allah Maha Mengetahui dan pasti akan memberikan ganjarannya.

Allah Maha Menghitung. Allah telah siapkan malaikat pencatat amal perbuatan kita. Dan, kelak di akhirat Allah akan berikan kesempatan pada tangan dan kaki kita untuk bersaksi tentang apa saja yang telah ia lakukan dan kemana saja ia telah berjalan. Semua akan berkata jujur, tak ada satupun yang dirahasiakan. Dan, setiap perbuatan itu akan mendapatkan balasannya dengan sangat adil.

Allah Swt berfirman, “Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.” (QS. Al Mumin [40] : 17)

Sesungguhnya Allah sangat cermat penghitungan-Nya, adil dan bijaksana. Tidak ada hamba-Nya yang akan terzholimi sebagaimana banyak terjadi di dunia manusia yang terzholimi karena penghitungan yang tidak adil yang dilakukan oleh sesama manusia.

Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang husnul khotimah, mendapatkan hasil penghitungan yang selamat. Dan, semoga Allah Swt. menyelamatkan kita dari kehidupan yang sengsara di akhirat kelak. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

INILAH MOZAIK

Jilat Garam Sebelum & Sesudah Makan Hadis Palsu

TERDAPAT sebuah hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, dinyatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi nasihat beliau,

“Jika kamu makan, mulailah dengan mencicipi garam dan akhiri dengan makan garam. Karena dalam garam terdapat obat bagi 70 penyakit, yang pertama lepra, gila, dan kusta”

Dan ada hadis lain yang semisal, yang paling dikenal adalah hadis Ali bin Abi Thalib di atas.

Hadis ini disebutkan oleh al-Harits bin Abi Usamah dalam al-Musnad, dari Abdurrahim bin Waqid, dari Hammad bin Amr, dari As-Suri bin Khalid bin Syadad. Hadisnya cukup panjang, yang disebutkan di atas adalah salah satu cuplikannya.

Dalam al-Fatawa al-Haditsiyah ketika pembahasan hadis ini dijelaskan,

Hadis ini sanadnya gugur, penuh rentetan perawi yang dinilai cacat. Syaikh al-Harits bin Abi Usamah, dikatakan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya (11/85), Dalam hadisnya terdapat banyak yang munkar. Karena hadis-hadisnya diriwayatkan dari para perawi dhaif dan majhul (tak dikenal). (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaeni, 1/497).

Sementara perawi berikutnya yang bernama Hammad bin Amr, dinilai pendusta oleh al-Juzajani. Abu Zurah menilainya sebagai orang lemah hadisnya. Ibnu Hibban menilai orang ini dengan mengatakan, Dia telah memalsukan hadis.

Hammad juga ditinggalkan oleh an-Nasai, dan Bukhari menyebutnya, Munkar hadisnya.

Kemudian, as-Suri bin Khalid, dinyatakan oleh al-Azdi, Tidak dianggap. Sementara ad-Dzahabi dalam al-Mizan menyatakan, Tidak dikenal. (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaeni, 1/497).

Ibnul Jauzi juga menyebutkan hadis ini dalam karyanya al-Maudhuat (kumpulan hadis dhaif). Ketika sampai pada pembahasan hadis ini, beliau mengatakan, “Hadis ini tidak sah sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (al-Maudhuat, 2/289).

Kemudian, as-Suyuthi (w. 911 H) juga membawakan hadis di atas, dari jalur lain, yaitu dari jalur Abdullah bin Ahmad, dari ayahnya Ahmad bin Amir, dari Ali bin Musa ar-Ridha. Selanjutnya, as-Suyuthi menegaskan,

“Tidak shahih. Yang tertuduh di sini adalah Abdullah bin Ahmad bin Amir dan ayahnya. Kedua orang ini mengumpulkan tulisan hadis dari ahlul bait, namun semuanya dusta (atas nama ahlul bait).” (al-Lali al-Mashnuah, 2/179).

As-Syaukani (w. 1250 H) juga memberikan penilaian yang sama. Bahkan beliau dengan tegas menyatakan, Hadis palsu. (al-Fawaid al-Majmuah, 1/78).

Dari semua keterangan di atas, tidak halal bagi kita untuk menyatakan bahwa mencicipi garam sebelum atau sesudah makan termasuk sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Karena semua hadis tentang masalah ini adalah hshirt polo muslimadis dusta atas nama beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]

INILAH MOZAIK