Maulid Nabi dan Isra Miraj, Dua Peristiwa Penting untuk Pondasi Muslim

Kisah Maulid Nabi dan Isra Miraj adalah peristiwa penting bagi semua umat Islam. Keduanya membawa dua dari lima poin rukun Islam yang merupakan pondasi bagi tiap muslim.
Maulid Nabi ditandai kelahiran Rasulullah SAW yang membawa risalah Islam dari Allah SWT. Tiap muslim wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, yang merupakan persaksian atas keesaan Allah SWT sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai utusanNya.

Sedangkan Isra Miraj merupakan perjalanan yang membawa perintah sholat lima waktu. Isra Miraj dianggap sebagai mu’jizat karena tidak mungkin dilakukan manusia di masa itu.

Pakar astronomis Prof Thomas Djamaluddin menjelaskan lebih detail peristiwa Maulid Nabi dan Isra Miraj. Penjelasan disampaikan dalam Pengajian Cangkrukan ITB 81, yang berawal dari sebuah WhatsApp Grup.

A. Kisah Maulid Nabi
Maulid Nabi adalah perayaan kelahiran Rasulullah SAW untuk meningkatkan rasa cinta padanya. Kecintaan inilah yang bisa menjadi motivasi untuk hidup berdasarkan sunnah dan ketentuan Al Quran.

Dalam hadits dijelaskan Nabi Muhammad lahir pada 12 Rabiul Awal pada hari Senin yang tenang. Berikut hadits yang menjelaskan peristiwa tersebut diriwayatkan Imam Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas,

وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، لِاثْنَتَيْ عَشْرَةَ لَيْلَةً خَلَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيع الْأَوَّلِ، عَام الْفِيلِ

Artinya: “Rasulullah dilahirkan di hari Senin, tanggal dua belas di malam yang tenang pada bulan Rabiul Awwal, Tahun Gajah.”

Tahun Gajah terjadi 53 tahun sebelum Hijriah yang bisa ditulis sebagai -53 H. Jika dikonversi dalam penanggalan masehi, maka Nabi Muhammad SAW lahir pada 5 Mei 570.

Setelah berusia 41 tahun, Nabi Muhammad SAW mulai menerima wahyu dari Allah SWT. Manusia yang meyakini kebenarannya wajib mengucapkan dua kalimat syahadat, seperti dijelaskan dalam hadits ini,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوْا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذٰلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى

Artinya: “Aku diperintah memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melaksanakan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab (perhitungan) mereka diserahkan kepada Allâh.” (HR Bukhari).

B. Cerita Isra Miraj
Selain Maulid Nabi, peristiwa Isra Miraj yang diperingati tiap 27 Rajab juga sangat penting bagi muslim. Peristiwa ini membawa perintah sholat wajib yang harus dilaksanakan para muslim.

ثُمَّ فُرِضَتْ عَلَيَّ الصَّلَوَاتُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَمَرَرْتُ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قَالَ: أُمِرْتُ بِخَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسِينَ صَلاَةً كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي وَاللَّهِ قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ، وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَوَضَعَ عَنِّي عَشْرًا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِعَشْرِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ فَقَالَ مِثْلَهُ، فَرَجَعْتُ فَأُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: بِمَ أُمِرْتَ؟ قُلْتُ: أُمِرْتُ بِخَمْسِ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ. قَالَ: إِنَّ أُمَّتَكَ لاَ تَسْتَطِيعُ خَمْسَ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ، وَإِنِّي قَدْ جَرَّبْتُ النَّاسَ قَبْلَكَ وَعَالَجْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَشَدَّ المُعَالَجَةِ، فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ لأُمَّتِكَ. قَالَ: سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ، وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ. قَالَ: فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ: أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي، وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي”.

Artinya: “Kemudian diwajibkan padaku shalat lima puluh kali setiap hari. Aku kembali, dan lewat di hadapan Musa. Musa bertanya, ‘Apa yang telah diperintahkan padamu?’ Kujawab, ‘Aku diperintahkan shalat lima puluh kali setiap hari’. Musa berkata, “Sungguh ummatmu tak akan sanggup melaksanakan lima puluh kali shalat dalam sehari. Dan aku -demi Allah-, telah mencoba menerapkannya kepada manusia sebelummu, aku telah berusaha keras membenahi Bani Israil dengan sungguh-sungguh. Kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk umatmu’. Aku pun kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat. Lalu aku kembali bertemu Musa. Musa bertanya seperti pertanyaan sebelumnya. Lalu aku kembali dan Allah memberiku keringanan dengan mengurangi sepuluh shalat.” (HR Bukhari).

Isra Mi’raj adalah mukjizat yang membuktikan kebesaran Allah SWT. Saat itu, Allah SWT menjalankan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dalam Isra, serta menuju Sidratul Muntahan dalam Miraj.

“Isra Miraj bukan penerbangan biasa, antar negara, atau luar angkasa. Perjalanan Isra Miraj keluar dari dimensi ruang dan waktu yang biasa terjadi pada manusia,” ujar Prof Thomas.

Isra adalah perjalanan menembus ruang, sehingga Rasulullah bisa menempuh jarak Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Palestina dalam waktu singkat. Sedangkan Miraj adalah perjalanan menuju sidratul muntaha, tempat diterimanya perintah sholat.

Sebagai muslim, semoga kita bisa mengambil hikmah dari Maulid Nabi dan kisah Isra Miraj. Tentunya hikmah dan pelajaran dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

DETIK HIKMAH

Metode Beriman kepada Malaikat (Bag. 3)

Baca pembahasan sebelumnya Metode Beriman kepada Malaikat (Bag. 2)

Beberapa Bentuk Terlarang yang Terkait dengan Melekatkan Sifat Tertentu kepada Malaikat (lanjutan)

Bentuk terlarang selanjutnya yang terkait dengan melekatkan sifat tertentu kepada malaikat adalah:

Ketiga, keyakinan bahwa malaikat itu mengetahui hal yang gaib secara mutlak yang merupakan sifat khusus milik Allah Ta’ala

Malaikat tidaklah mengetahui ilmu gaib, kecuali yang Allah Ta’ala tunjukkan kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ؛ قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat, lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 31-32)

Allah Ta’ala mengabarkan bahwa malaikat tidaklah memiliki ilmu, kecuali yang Allah Ta’ala ajarkan kepada mereka. Dan di antara perkara yang tidak Allah ajarkan kepada mereka, namun hanya khusus Allah ajarkan kepada Adam adalah pengetahuan tentang nama-nama sesuatu. Di dalam ayat ini terdapat dalil yang jelas bahwa malaikat itu tidak mengetahui ilmu gaib.

Dalil lain yang menunjukkan hal ini adalah hadis panjang berkaitan dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Di dalamnya diceritakan,

فَانْطَلَقْتُ مَعَ جِبْرِيلَ حَتَّى أَتَيْنَا السَّمَاءَ الدُّنْيَا قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ أُرْسِلَ إِلَيْهِ قَالَ نَعَمْ قِيلَ مَرْحَبًا بِهِ وَلَنِعْمَ الْمَجِيءُ جَاءَ

Maka aku berangkat bersama Jibril ‘alaihis salam, hingga sampai di langit dunia. Lalu ditanyakan, ‘Siapakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Jibril.’ Ditanyakan lagi, ‘Siapa orang yang bersamamu?’ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Ditanyakan lagi, ‘Apakah dia telah diutus?’ Jibril menjawab, ‘Ya.’ Maka dikatakan, ‘Selamat datang, sebaik-baik orang yang datang telah tiba.’” (HR. Bukhari no. 3207)

Hadis ini menunjukkan bahwa malaikat tidak mengetahui tentang apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah diutus ataukah belum. Padahal, Allah telah mengutus beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang rasul. Sekali lagi, hal ini menunjukkan ketidaktahuan mereka terhadap ilmu yang gaib.

Abul ‘Abbas Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Pertanyaan dari malaikat tentang diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan pengangkatan beliau sebagai Rasul bagi umat manusia, ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki ilmu tentang hal itu tentang waktu (kapan) diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Al-Mufhim, 1: 389)

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا ، يَقُولُ: يَا رَبِّ نُطْفَةٌ، يَا رَبِّ عَلَقَةٌ، يَا رَبِّ مُضْغَةٌ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهُ قَالَ: أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى، شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ، فَمَا الرِّزْقُ وَالأَجَلُ، فَيُكْتَبُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ

Sesungguhnya Allah Ta’ala menugaskan satu malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, ‘Ya Rabb, (sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah. Ya Rabb, segumpal daging.’ Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya, malaikat itu bertanya, ‘Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rizki dan ajalnya?’ Maka ditetapkanlah ketentuan takdirnya selagi berada dalam perut ibunya.” (HR. Bukhari no. 318)

Keempat, menghina dan mencela malaikat, dan juga meremehkan mereka

Menghina dan mencela malaikat adalah perkara yang bisa merusak iman, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Allah Ta’ala befirman,

قُلْ مَن كَانَ عَدُوّاً لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللّهِ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ؛ مَن كَانَ عَدُوّاً لِّلّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللّهَ عَدُوٌّ لِّلْكَافِرِينَ

Katakanlah, ‘Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. Membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjadi petunjuk, serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 97-98)

Ayat ini turun sebagai bantahan kepada orang-orang Yahudi yang menyangka bahwa Jibril ‘alaihis salam adalah musuh mereka. Maka Allah Ta’ala jelaskan kepada mereka tentang kafirnya orang yang menjadikan malaikat sebagai musuh dan Allah akan menjadi musuh baginya.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Firman Allah Ta’ala,

قُلْ مَن كَانَ عَدُوّاً لِّجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللّهِ

Katakanlah, ‘Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah”

Maksudnya adalah siapa saja yang menjadikan Jibril sebagai musuh, maka ketahuilah bahwa Jibril adalah Ar-Ruh Al-Amin, yang turun membawa peringatan ke dalam hatimu sesuai dengan izin Allah Ta’ala. Maka Jibril adalah rasul dari kalangan malaikat yang diutus kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga (diutus kepada) malaikat seluruhnya.

Siapa saja yang memusuhi satu orang rasul, maka dia telah memusuhi semua rasul. Sebagaimana siapa saja yang beriman kepada salah seorang rasul, maka konsekuensinya, dia beriman kepada seluruh rasul. Sebagaimana orang yang ingkar (kafir) kepada salah seorang rasul, maka konsekuensinya, dia telah kafir kepada seluruh rasul. Demikian juga, siapa saja yang memusuhi Jibril, berarti dia adalah musuh Allah. Karena Jibril tidaklah menurunkan suatu perkara (wahyu) dari dirinya sendiri, melainkan sesuai dengan perintah Rabbnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1: 341)

Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

سَمِعَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ، بِقُدُومِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهْوَ فِي أَرْضٍ يَخْتَرِفُ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنِّي سَائِلُكَ عَنْ ثَلاَثٍ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلَّا نَبِيٌّ: فَمَا أَوَّلُ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ؟، وَمَا أَوَّلُ طَعَامِ أَهْلِ الجَنَّةِ؟، وَمَا يَنْزِعُ الوَلَدُ إِلَى أَبِيهِ أَوْ إِلَى أُمِّهِ؟

“’Abdullah bin Salam mendengar kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ia langsung menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku bertanya kepadamu tentang tiga perkara. Tidak ada yang dapat menjawabnya kecuali seorang Nabi. Apakah tanda-tanda hari kiamat yang pertama kali terjadi? Apa yang pertama kali dimakan oleh penduduk surga? Dari mana seseorang dapat menyerupai bapaknya atau ibunya?’

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَخْبَرَنِي بِهِنَّ جِبْرِيلُ آنِفًا

“Jibril ‘alaihis salam baru saja memberiku kabar.”

‘Abdullah bertanya,

جِبْرِيلُ؟

“Jibril?”

Beliau menjawab,

نَعَمْ ، قَالَ: ذَاكَ عَدُوُّ اليَهُودِ مِنَ المَلاَئِكَةِ، فَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ: {مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ}

Iya, dia adalah malaikat yang dimusuhi Yahudi.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat (yang artinya), ”Katakanlah, ‘Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah.’” (HR. Bukhari no. 4480)

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Haqiqatul Malaikat karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najarhal. 38-42. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui parantaraan kitab tersebut.

Sumber: https://muslim.or.id/69546-metode-beriman-kepada-malaikat-bag-3.html

Beda Pola Makan Muslim dan Kafir Serta Akibat di Baliknya

Muslim adalah sosok yang sederhana dan tak berlebihan dalam makan

Seyogianya tentang apa dan cara makan orang Muslim mengacu pada tuntunan Rasulullah SAW. Tuntunan dalam hal makan yang diberikan Nabi selain menyehatkan, juga merupakan bagian dari akhlak yang baik.

Agus Rahmadi Dkk dalam buku “Hikmah Puasa Perspektif Hadis dan Medis” menjelaskan sejumlah perbedaan mencolok antara makannya orang mukmin dengan orang kafir. Dalam Islam, salah satu cara mengatur pola makan adalah dengan berpuasa.

Hal ini sebagaimana hadis Nabi, “Shumu tashihu” Yang artinya, “Berpuasalah karena itu menyehatkan.” Dalam hadits lain, Nabi juga bersabda:

 لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْجَسَدِ الصَّوْمُ “Likulli syai’in zakaatan, wa zakatul-jasadi as-shaumu.” Artinya: “Segala sesuatu mempunyai zakatnya, dan zakat jasad adalah puasa.”https://71a12d48712875955097ff2018c0d693.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-38/html/container.html

Nabi Muhammad SAW menjelaskan perbedaan orang Mukmin dengan kafir dalam proporsionalitasnya mengkonsumsi makanan untuk kebutuhan hidupnya.

Abu Hurairah pernah menceritakan tentang orang kafir yang makan sangat banyak melebihi porsinya. Setelah masuk Islam, orang itu justru makan sedikit sekali. Lalu hal tersebut pun disampaikan kepada Rasulullah. Rasulullah SAW bersabda:

المؤمن يأكل في معي واحد، والكافر يأكل في سبعة أمعاء “Innal-mukmina ya’kulu fi mi’an waahidin, wal-kaafira ya’kulu fi sab’ati am’aa’in.”

Yang artinya, “Orang beriman makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dalam tujuh usus.”

Menurut para ulama hadis, perkataan Rasulullah SAW tersebut merupakan kiasan bahwa sifat orang Mukmin itu tidak rakus dalam makan. Sebaliknya, sifat orang kafir itu rakus dan memakan apa pun melebihi porsinya.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengapa Sesuatu yang Najis Itu Haram untuk Dikonsumsi?

 Allah memerintahkan manusia agar mengkonsumsi makanan yang halal serta thayyib. Halal dalam arti tidak dilarang oleh syariat, serta thayyib dalam arti tidak mengandung keburukan, aman dikonsumsi, serta tidak memudaratkan terhadap diri.  Lalu mengapa sesuatu najis itu haram untuk dikonsumsi?

Dalam Al-Qur’an Allah menghalalkan segala yang baik, dan mengharamkan segala hal yang buruk. Sebagaimana berikut,

يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

Dia (Nabi Muhammad) memerintah mereka kepada yang ma’ruf serta mencegah mereka dari yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan atas mereka segala yang buruk. (QS. Al-A’raf: 157)

Pada ayat di atas, hal yang buruk disebut dengan istilah al-khabaits. Lafadz khabits sendiri dalam ilmu Sharraf merupakan sifat musyabbihat yang diambil dari fiil madi lafadz khabutsa – yakhbutsu – khubtsan, yang bermakna sesuatu yang rusak, menjijikkan, buruk, atau tidak menyenangkan. Rupanya kata al-khabits juga mencakup makna barang yang najis. Sebagaimana dalam hadis Nabi yang berbunyi,

   إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلِ الْخَبَثَ

Tatkala air telah mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis. (HR. Bukhari & Muslim)

Lafadz khabats dalam hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama dengan makna najis. Sebab, najis merupakan sesuatu yang buruk dan khabats (menjijikan), maka ia diharamkan.

Pada suatu ketika Imam Zuhri pernah ditanya perihal hukum minum air kencing sebagai cara berobat. Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri ini merupakan ulama yang mempelopori kodifikasi hadis-hadis Nabi. Imam Zuhri lantas menjawab bahwa air kencing bukanlah sesuatu yang thayyibat. Karena tidak thayyib, maka air kencing merupakan sesuatu yang buruk. Dan kita telah mengetahui bahwa air kencing hukumnya najis.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,

   حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

Diharamkan atas kalian, yaitu; bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih atas berhala-berhala. (QS. Al-Maidah: 3)

Ayat di atas mengindikasikan bahwa bangkai, darah dan hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam, kesemuanya diharamkan oleh agama. Syaikh Khotib Al-Syirbini dalam kitabnya Mughnil Muhtaj menjelaskan bahwa keharaman yang tidak sebab pemuliaan atau kondisi yang menjijikkan, menunjukkan statusnya ialah najis.

Contoh kasusnya adalah status keharaman bangkai. Bangkai tidak dimuliakan, dan jika belum membusuk, bagi sebagian orang ia belum dinilai sesuatu yang menjijikkan. Sedangkan dalam kajian Fikih, bangkai tidak hanya dipahami sebagai makhluk mati. Bangkai didefinisikan sebagaimana berikut,

  وَالْميتَة مَا زَالَت حَيَاتهَا بِغَيْر ذَكَاة شَرْعِيَّة

Bangkai ialah makhluk yang hilang nyawanya dengan cara penyembelihan yang tidak syar’i. (Al Iqna’, juz 1, hal. 24).

Pengertian “bangkai” ini tidak hanya mencakup kepada hewan yang tidak disembelih secara syar’i, namun juga hewan yang haram dimakan dagingnya meski disembelih sesuai ketentuan Islam. Karena keharaman bangkai ini karena ia najis. Beberapa benda najis lain yang kita ketahui antara lain adalah babi dan anjing, benda cair yang memabukkan, air kencing, nanah, darah dan muntahan. Status benda-benda najis ini hukumnya haram untuk dikonsumsi.

Setelah kita mengetahui bahwa benda najis itu haram untuk dikonsumsi (selain dalam kondisi darurat dan mendesak), bagaimana dengan benda dengan yang terkena najis (mutanajjis)? Pertanyaannya apakah barang yang mutanajjis ini juga haram untuk dikonsumsi?

Di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah pernah ditanya tentang adanya bangkai tikus yang jatuh di permukaan mentega (sementara ulama mengartikannya dengan lemak) yang padat. Kemudian Nabi menjawab, “Apabila mentega itu padat, maka buanglah tikus itu dan buang juga mentega di sekitar daerah yang kejatuhan tikus itu. Dan bila mentega itu cair, maka jangan digunakan.” (HR. Bukhari)

Bangkai tikus itu sendiri adalah najis. Permukaan mentega yang terkena bangkai tersebut, adalah barang yang mutanajjis (terkena najis). Dari situ dapat kita ketahui bahwa benda padat yang terkena najis, selama masih bisa dihilangkan wujudnya maka ia bisa dikonsumsi kembali. Akan tetapi jika ia bercampur, maka bangkai itu menjadikan seluruh bagian dari benda cair itu menjadi najis. Wallahua’lam.

BINCANG MUSLIMAH

Teladan Rasulullah ﷺ kepada Istri

BAGINDA Nabi ﷺ adalah suri teladan yang terbaik buat semua suami di dunia. Berikut adalah beberapa kisah dan hadits tentang akhlak Rasulullah ﷺ sebagai seorang suami:

Rasulullah ﷺ membantu istri di rumah. Al-Aswad pernah bertanya kepada Aisyah terkait kegiatan Nabi ﷺ di rumah. Aisyah lalu menjawab:

عن الأسود قال سألت عائشة ما كان النبي صلى الله عليه وسلم يصنع في أهله قالتكان في مهنة أهله فإذا حضرت الصلاة قام إلى الصلاة

Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab,  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu salat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR: Bukhari).

Dalam hadits lain disebutkan;

عن عمرة عن عائشة بلفظ ” ما كان إلا بشرا من البشر ، كان يفلي ثوبه ، ويحلب شاته ، ويخدم نفسه. أخرجه الترمذي . ولأحمد من رواية الزهري عن عروة عن عائشة بزيادة ويرقع دلو

“Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri. (HR: Tirmidzi).

Membelikan hadiah buat isteri juga dianggap sebagai perilaku baik seorang suami. Amru ibn Umayyah pernah menghadiahkan buat isterinya pakaian.

Saat ditanya oleh sahabat Nabi yang lain, beliau menjawab aku hadiahkan pakaian buat isteriku dan hal ini sama seperti pahala sedekah. Saat diceritakan perkara ini kepada Rasulullah, Baginda ﷺ membenarkan tindakan Amru.

Ini menggambarkan sumbangan atau perbelanjaan kita buat istri dan keluarga, jika diniatkan dengan tujuan yang betul ia mengandung pahala yang sangat besar.

Sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا سَقَى امْرَأَتَهُ الْمَاءَ أُجِرَ

Sesungguhnya seorang laki-laki jika memberikan air minum kepada istrinya, ia akan mendapatkan pahala.” (HR: at-Thabarany dari al-Irbadh bin Sariyyah)

Rasulullah ﷺ melindungi para isterinya

Ketika Safiyyah diejek karena berketurunan Yahudi, Rasulullah ﷺ membujuk Safiyyah dengan berkata:

إِنَّكِ ابْنَةُ نَبِيٍّ، وَإِنَّ عَمَّكِ لَنَبِيٌّ، وَإِنَّكِ لَتَحْتَ نَبِيٍّ

Sesungguhnya kamu adalah anak (cucu) Nabi, pamanmu juga Nabi dan suamimu juga Nabi.” (HR Ahmad).

Bujukan ini diberikan kepada Sofiyyah karena dia adalah keturunan Nabi Harun, dan pamannya adalah Nabi Musa.

Rasulullah ﷺ menyantuni isteri-isteri Baginda

Menurut Anas bin Malik, beliau pernah melihat Rasulullah menyediakan tempat duduk buat Sofiyyah supaya beliau dapat duduk dalam keadaan yang nyaman. Baginda juga duduk sedikit supaya Sofiyyah dapat memijak lutut (kaki) Baginda untuk naik ke atas tunggangannya.

Dalam suatu perjalanan, Rasulullah pernah membawa Anjasyah sebagai penuntun unta bagi istri-istri Nabi. Ketika melihat Anjasha membawa unta dengan cepat, Rasulullah memerintahkan Anjashah untuk memperlambat unta karena khawatir keadaan tersebut dapat melukai istri Nabi yang sedang di tunggangi. Sabda Rasulullah ﷺ:

رُوَيْدَكَ يَا أَنْجَشَةُ، سَوْقَكَ بِالْقَوَارِيرِ

“Pelankan sedikit wahai Anjashah, sesungguhnya (di atas tunggangan itu adalah wanita yang seperti) kaca-kaca (yang dimaksudkan adalah para isteri Baginda).”

Begitulah beberapa tauladan dan akhlak Rasulullah sebagai seorang suami.*/AS Azmi, MUIS

HIDAYATULLAH

Kemenag Luncurkan Buku Manasik Haji dan Umrah Masa Pandemi

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah pada Masa Pandemi. Kehadiran buku  ini merupakan respon Kemenag menjawab kebutuhan umat di masa pandemi.

Peluncuran dilakukan Dirjen PHU Hilman Latief, didampingi Direktur Bina Haji (Dirbina Haji) Khoirizi H. Dasir, dan Kasubdit Bimbingan Jemaah Arsyad Hidayat, di Yogyakarta. “Apresiasi saya berikan kepada Dirbina dan tim yang telah menyusun buku ini, semoga dapat menjadi rujukan masyarakat luas,” ungkap Hilman, Selasa (19/10/2021). 

Selanjutnya, Hilman berharap  buku dapat diperbanyak dan sejak dini bisa diberikan kepada jemaah haji. “Sebab saat ini perlu edukasi manasik di masa pandemi sebagai antisipasi. Kita tingkatkan profesionalisme layani jemaah,” ajaknya.

Di sisi lain Hilman juga menyinggung pelonggaran social distancing yang dilakukan Saudi. “Saudi bisa setenang itu karena sebagian besar penduduknya sudah divaksin. Mudah-mudahan ini menjadi angin segar bagi kita,” urai Hilman.

“Kita perlu meyakinkan ke pemerintah Saudi bahwa jemaah kita clearsecure,” sambungnya lagi. Untuk itu, lanjut Hilman, kebijakan pemberangkatan haji dan umrah harus berbasis data.

Sebelumnya, Kasubdit Bimbingan Jemaah Arsyad Hidayat menyebutkan peluncuran buku panduan ini merupakan bagian dari kegiatan sosialisasi penyelenggaraan haji dan umrah di masa pandemi. Kegiatan yang berlangsung hingga Kamis, 21 Oktober 2021 ini diikuti 70 peserta yang terdiri dari pejabat dan pelaksana Ditjen PHU, Kasi pada Bidang PHU Kanwil Kemenag DIY dan Jateng, serta pimpinan KBIHU Jateng dan DIY. 

“Tujuan kegiatan ini untuk menyosialisasikan penyelenggaraan haji dan umrah di masa pandemi. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan dan menyamakan persepsi manasik haji dan umrah,”ujar Arsyad menerangkan. (Bram)

KEMENAG RI

Hukum Menghadiri Acara Maulid

Setiap bulan Rabiul Awal, hampir seluruh kaum muslimin di seluruh dunia memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw, dan kemudian dikenal dengan acara maulid. Setiap ada acara maulid di suatu tempat, hampir dipastikan banyak kaum muslimin yang menghadiri perayaan maulid secara ramai-ramai dengan penuh suka cita. Bagaimana hukum menghadiri acara maulid ini?

Hukum menghadiri acara maulid dan mengadakannya merupakan perkara yang sangat dianjurkan dalam Islam. Hal ini dengan menghadiri acara maulid Nabi Saw, kita bisa membaca shalawat secara bersama-sama, mengagungkan Nabi Saw, mendengarkan kisah perjuangan beliau dalam berdakwah, mendengarkan keagungan akhlak beliau dan lain sebagainya. Ini merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan menurut kesepakatan para ulama.

Ini sebagaimana disebutkan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Al-Tanbihat Al-Wajibat berikut;

اَلتَّنْبِيْهُ الْأَوَّلُ يُؤْخَذُ مِنْ كَلَامِ الْعُلَمَاءِ الْآتِيْ ذِكْرُهُ أَنَّ الْمَوْلِدَ الَّذِيْ يَسْتَحِبُّهُ الْأَئِمَّةُ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ وَرِوَايَةِ الْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِيْ حَمْلِهِ وَمَوْلِدِهِ مِنَ الْإِرْهَاصَاتِ وَمَا بَعْدَهُ مِنْ سِيَرِهِ الْمُبَارَكَاتِ ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُمْ طَعَامٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ وَإِنْ زَادُوْا عَلَى ذَلِكَ ضَرْبَ الدُّفُوْفِ مَعَ مُرَاعَاةِ الْأَدَبِ فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ

Peringatan pertama. Disadur dari perkataan ulama yang akan disebutkan nanti, bahwa maulid yang dianjurkan para imam adalah berkumpulnya manusia, membaca sedikit Al-Quran, membaca riwayat tentang permulaan perkara Nabi saw, kejadian istimewa sejak dalam kandungan dan kelahirannya, dan sejarah yang penuh berkah setelah dilahirkan. Kemudian disajikan beberapa hidangan untuk mereka. Mereka menyantapnya, dan selanjutnya mereka bubar. Jika mereka menambahkan atas perkara di atas dengan memukul rebana dengan menjaga adab, maka hal itu tidak apa-apa.

Bahkan menurut Imam Al-Suyuthi, jika kita menghadiri tempat, rumah, atau masjid yang mengadakan acara maulid, maka para malaikat mengelilingi kita dengan doa istighfar mereka, dan Allah akan menurunkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita. Beliau berkata dalam kitab Al-Wasa-il fi Syarh Al-Masa-il berikut;

ما من بيت، أو محلّ، أو مسجد قُرِئ فيه مولد النبيّ صلّى الله عليه وآله وصحبه وسلّم، إلا حفّت الملائكة أهل ذلك المكان وعمهم الله تعالى بالرحمة والرضوان

Tak satupun rumah, tempat atau masjid yang di dalamnya dibacakan maulid Nabi Saw melainkan para malaikat mengelilingi penghuni tempat itu, dan Allah menurunkan rahmat dan ridha-Nya kepada mereka.

BINCANG SYARIAH

Skema Pelaksanaan Umroh Indonesia Disepakati, Ini Rinciannya

Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) hari ini menggelar focus group discussion (FGD) dengan asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU). FGD membahas tentang skema penyelenggaraan ibadah umroh di masa pandemi 

Hadir, Dirjen PHU Hilman Latief beserta jajarannya, Kapuskes Haji Kemenkes bersama Koordinator pada Direktorat Surveilance dan Karantina Kesehatan. Dari Asosiasi, hadir perwakilan Himpuh, Asphurindo, Amphuri, Kesthuri, Sapuhi, Ampuh, Gapura, dan Asphuri. 

Menurut Hilman, penyelenggaran ibadah umroh selama ini diselenggarakan oleh PPIU. Untuk itu, pihaknya perlu berdiskusi dengan mereka dalam merumuskan skema penyelenggaraan ibadah umroh di masa pandemi. 

“Pertemuan ini menyepakati bahwa gelombang awal ibadah umroh di masa pandemi akan memberangkatkan para petugas PPIU dengan syarat sudah divaksin dosis lengkap dengan vaksin yang diterima otoritas kesehatan Arab Saudi,” terang Hilman di Jakarta, Selasa (19/10). 

“Kesepakatan lainnya, PPIU yang berencana memberangkatkan, agar segera menyerahkan data jamaahhnya kepada Ditjen PHU,” sambungnya. 

Berikut kesepakatan yang dirumuskan dalam FGD antara Ditjen PHU Kemenag dengan Asosiasi PPIU: 

1. Untuk pemberangkatan gelombang awal ibadah umroh, dilaksanakan dengan memberangkatkan para petugas PPIU dengan syarat sudah divaksinasi dosis lengkap dengan vaksin yang diterima otoritas kesehatan Arab Saudi  

2. PPIU yang berencana memberangkatkan, segera menyerahkan data jamaahh umroh kepada Ditjen PHU 

3. Untuk pemberangkatan dan pemulangan jamaahh umroh dilakukan satu pintu melalui Asrama Haji Pondok Gede atau Bekasi  

4. Skema keberangkatan:

a. Jamaahh umroh melakukan skrining kesehatan 1×24 jam sebelum berangkat;

b. Pelaksanaan skrining kesehatan meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan vaksinasi covid-19, meningitis, dan pemeriksaan swab PCR 

c. Asrama haji menyediakan akomodasi, konsumsi, dan transportasi untuk memfasilitasi keberangkatan jamaahh 

d. Pengawasan pelaksanaan screening kesehatan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan

e. Boarding, pemeriksaan imigrasi, dan pemeriksaan ICV dilaksanakan di Asrama Haji.

5. Skema kepulangan:

a. Melakukan pemeriksaan PCR di Arab Saudi maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan kepulangan

b. Saat kedatangan di Indonesia, jamaahh dilakukan PCR (entry test

c. Pelaksanaan karantina dilaksanakan di asrama haji selama 5×24 jam 

d. Asrama haji menyediakan akomodasi, konsumsi, dan transportasi bagi jamaahh umroh saat kepulangan 

e. Saat hari ke-4 jamaahh dilakukan PCR (exit test), dan bila hasilnya negatif, jamaahh dapat pulang kembali ke rumah masing-masing. 

IHRAM

Maulid Nabi dan Mendidik Anak Cinta Rasul

Bagi masyarakat di kampung bulan maulid layaknya hari raya. Tidak hanya sekali diperingati tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal, tetapi hampir sebulan penuh, bahkan bisa melewati batas bulan tersebut. Dari rumah ke rumah setiap hari ada undangan membaca shalawat dan sirah nabawi. Itulah bulan keceriaan bukan hanya bagi orang tua, lebih-lebih bagi anak-anak.

Orang tua dan anak kecil berdatangan dari rumah ke rumah membaca shalawat. Dari rumah pengusaha kaya raya hingga rakyat jelata. Semua merayakan tanpa mempedulikan sudah keluar biaya berapa. Tentu karena cinta tidak bisa dinilai dengan harta. Apalagi ungkapan cinta bagi Nabi tercinta.

Dalam perayaan Maulid di kampung, anak-anak dengan suka cita berdatangan. Tentu bukan sekedar ingin membaca shalawat, tetapi terpatri di pikirannya akan mendapat apa dari rumah tetangga. Dari rumah ke rumah mendapat makanan gratis. Akan luar biasa jika sang tuan rumah memberikan amplop. Target memperoleh amplop sebagai sedekah dari hamba yang mencintai Rasulnya adalah kebahagiaan bagi para bocah cilik.

Menarik sekali fenomena Maulid Nabi. Sebuah momentum yang tidak hanya perayaan tetapi ajang mendidik anak memiliki cinta dan idola. Tentu perayaan seperti itu akan membekas dalam diri anak. Ada sebuah perayaan yang menyenangkan waktu kecil yang baginya adalah proses memperoleh makanan dan sedekah. Sebuah perayaan yang kelak akan menanamkan keyakinan dalam dirinya seberapa agung Sang Rasul sebagai idola dalam hidupnya.

Anak dengan ingatan masa kecil seperti itu akan lebih lekat dalam kehidupan dewasanya dibandingkan dengan pembelajaran sirah Nabi di bangku sekolah. Sirah Nabi untuk mencintai Nabi jelas diperlukan. Tetapi budaya dan tradisi yang membungkus nilai cinta Nabi lebih masuk ke relung hati dan jiwa anak. Rasa cinta itu lebih mendalam dan tidak mudah dibuang dengan doktrin palsu.

Model pendidikan anak untuk cinta Rasul melalui budaya dan tradisi Maulid ini adalah bagian kecil dari manfaat perayaan Maulid Nabi. Anak tidak akan pernah kehilangan idola dalam dirinya. Ketika lupa ia diingatkan kembali dengan momentum Maulid Nabi. Ingatannya diikat dengan perayaan yang selalu diulang-ulang setiap tahun. Pengikat cinta kadang memerlukan pengingat. Karena ikatan cinta yang kuat adalah dengan ingatan terhadap orang yang dicintai.

Perayaan Maulid Nabi sebuah perayaan yang tidak hanya memiliki pijakan kuat dalam aspek keagamaan sebagai ekspresi cinta Rasul, tetapi juga sebagai media mendidik anak untuk mencintai sang idola dunia dan akhirat. Anda sebagai orang tua cukup mengenalkan dan mengajak  anak menghadiri perayaan Maulid. Itu pembelajaran yang luar biasa membekas dari pada Anda setiap hari harus berkoar-koar bela Rasul untuk mendidik buah hati.

Sungguh harus memikirkan ulang seribu dan berjuta kali untuk mengatakan perayaan Maulid itu tidak ada manfaatnya, apalagi dianggap bid’ah sesat. Tradisi agung ini telah memberikan semangat besar untuk cinta Rasul yang harus dipertahankan hingga akhir zaman.

ISLAM KAFFAH

Tak Tersentuh Api Neraka

Semua orang Islam pasti ingin masuk surga dan terhindar dari neraka.

Allah SWT menyediakan surga dan neraka. Yang pertama itu merupakan tempat kembali bagi mereka yang diridhai-Nya. Adapun yang terakhir itu merupakan balasan bagi siapa saja yang dimurkai-Nya. Termasuk dalam golongan ini ialah kaum kafir dan munafik.

Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan langkah awal untuk menggapai ridha Illahi. Di samping itu, perbuatan seseorang selama di dunia juga harus selaras dengan perintah-Nya. Itulah yang disebut sebagai takwa. Di atas itu, terdapat level ihsan, yakni melakukan berbagai amalan dengan sebaik-baiknya.

Nabi SAW bersabda, “Ihsan itu adalah kalian menyembah kepada Allah seolah-olah kalian melihat-Nya. Kalaupun kalian tidak bisa melihat-Nya, ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Melihat (apa-apa yang kalian kerjakan).”

Hayyin

Semua orang Islam pasti ingin masuk surga dan terhindar dari neraka. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ada empat golongan yang Allah haramkan untuknya tersentuh api neraka.

Hadis yang diriwayatkan at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban itu memaparkan keempat kelompok itu. Mereka masing-masing adalah orang yang memiliki hayyin, layyin, qarib atau sahl.

Hayyin berarti ketenangan lahir dan batin. Ciri-ciri golongan ini antara lain ialah kata-katanya meneduhkan dan sikapnya jauh dari amarah. Mereka mampu dan sigap mengontrol pikiran, perasaan, dan perbuatannya.

Karakteristik hayyin bermula dari hati. Seperti diisyaratkan dalam Alquran surah ar-Rad ayat 28. Artinya, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Layyin

Kelompok kedua adalah mereka yang bersifat layyin. Karakteristik itu berarti lemah lembut atau sopan santun. Golongan ini dapat dikenali dari kecenderungannya yang enggan melukai orang lain, baik dengan lisan maupun perbuatan.

Sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Beliau selalu menebar kasih sayang di tengah masyarakat. Nabi SAW bersabda, “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut. Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan kepada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras, dan juga akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” (HR Muslim).

Qarib

Golongan ketiga ialah pemilik sifat qarib. Itu bisa diartikan sebagai pribadi yang menyenangkan, hangat, dan akrab. Sikapnya tidak dingin. Seseorang yang qarib biasanya rendah hati dan tawaduk. Sebaliknya, sifat sombong hanya akan menjauhkannya dari orang-orang.

Adapun kelompok terakhir ialah sahl. Sifat itu dapat dimaknai sebagai ‘mudah’ atau ‘memudahkan.’ Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ajarkanlah, permudahlah, dan jangan mempersulit.” Seorang yang sahl tidak akan memperumit persoalan. Semua diperlakukannya secara proporsional. Bagaimanapun, hal itu tidak berarti menyepelekan masalah.

Lagipula, di rumah sang ayah tidak terlalu banyak hal-hal yang memperlihatkan ritual ibadah mereka. Thenny lebih banyak menguatkan pendidikan agama Islam untuk sang anak. Dengan begitu, mereka tak akan mudah terpengaruh.

Demikian juga ketika dia berbagi kisah kepada para mualaf yang baru saja masuk Islam. Kepada mereka, ia menyampaikan bahwa ada banyak hal yang harus dipelajari.

Bersyahadat hanya satu permulaan. Mualaf harus lebih banyak belajar karena tentu ketertinggalan mereka dengan Muslim yang berislam sejak lahir lebih banyak.

“Mualaf tidak harus cepat bangga ketika baru bersyahadat karena banyak ibadah dan ilmu Islam yang harus dipelajari, memang tidak mudah tetapi jika belajar dengan serius dan rutin tentu akan membuahkan hasil,” ujar dia.

OLEH HASANUL RIZQA

REPUBLIKA.ID