Berikut penjelasan terkait hikmah ibadah haji, merajut kebersamaan dan raih kesehatan. Saat ini pemerintah telah merilis nama-nama jamaah haji yang akan berangkat pada tahun 2022. Ibadah haji sejatinya penuh hikmah yang agung.
Ibadah puasa sudah berlalu. Saat ini, kebiasaan masyarakat yang saat ini sedang terjadi, termasuk di Madura sendiri, adalah nuansa halal bihalal. Meskipun lebaran ketupat telah berhasil dirayakan, tetapi masyarakat masih saja terlihat bermain ke sanak saudara yang belum sempat dikunjungi.
Terkait dengan tradisi halal bihalal di Madura memang berbeda dengan beberapa wilayah sebagaimana Situbondo, Bondowoso, Gresik dan Banyuwangi. Dalam laporan Prof. Salman Harun (2012: 131) masih tetap mempertahankan cara lama dalam mengekspresikan tradisi halal bihalal ini, yaitu melakukan pertemuan dengan cara bersama-sama atau pertemuan massal dari rumah ke rumah, meskipun hanya sebentar karena jemaah yang ikut begitu banyak, sehingga secara merata rumah mereka harus dikunjungi semuanya.
Pada kebiasaan di Madura tersebut seperti tidak mengenal batas awal maupun akhir di dalam melabuhkan budaya silaturahmi yang menurut orang Madura, bahwa tradisi tersebut merupakan sebuah kebiasaan yang baik. Melakukan silaturahmi dalam Islam merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan Rasulullah, seperti sabda Nabi, yang artinya:
“Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturahim” (HR. Bukhari).
Setelah ibadah puasa, kita akan mengenal sebuah ibadah, yang dalam Islam juga termasuk dalam salah satu rukun Islam yang terakhir, yaitu ritual ibadah Haji. Karena hal tersebut termasuk rukun, maka sudah menjadi sesuatu yang tidak boleh tidak untuk dilakukan oleh umat muslim.
Sahabat Nabi SAW pernah mempertanyakan hadist Nabi SAW. Beliau bersabda: “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan atas kalian ibadah haji. Maka, tunaikanlah ibadah haji“.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW terkait kewajiban ibadah haji. Apakah ibadah tersebut menjadi sesuatu yang diwajibkan, sehingga di setiap tahunnya harus ditunaikan? Para sahabat menanyakan hal ini kepada Rasulullah langsung. Saat itu, di pertanyaan pertama belum dijawab.
Selanjutnya, pada pertanyaan ke dua Nabi SAW masih sama, belum memberikan jawaban. Baru di pertanyaan ketiga, Nabi SAW kemudian menjawab, “Seandainya kujawab benar, tentu itu akan menjadi kewajiban, dan kalian tidak akan mampu melakukannya” (HR. Muttafaq Alaihi: al-Bukhari dalam kitab al-imam, 1/92, nomor 8; Muslim dalam kitab al-imam, ban arkan al-islam wa da’aimuhu al-‘izham, 1/45, nomor 16).
Nabi menggambarkan betapa keutamaan ibadah haji tersebut begitu besar. Seandainya umatnya dapat diperlihatkan dari pahala yang akan ia terima, niscaya mereka akan rela untuk menunaikan setiap tahunnya. Sesungguhnya, ibadah Haji memiliki keutamaan yang luar biasa. Namun umat Nabi Muhammad tidak akan mampu melakukannya (tiap tahun). Karena itu, Nabi tidak mewajibkannya.
Ibadah Haji Meniadakan Sistem Kelas
Dalam menunaikan ibadah haji, setiap orang berkumpul di satu tempat yang bernama Makkah al-Mukarramah. Mereka dipertemukan dalam satu ikatan batin yang sama, yaitu sama-sama untuk meraih ridha Allah. Apalah arti ibadah haji jika bukan karena untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya?
Jika seandainya kalau bukan karena rahmat-Nya, sehingga dengan ikhlas rela mengorbankan sesuatu harta yang dimilikinya, tentu umat muslim tidak bakal melakukannya.
Sebagai salah satu penyakit hati setiap orang adalah salah satunya memiliki rasa untuk memiliki. Sehingga, kalau bukan karena dorongan hidayah Allah, untuk menunaikan ibadah seperti shalat, zakat dan haji, niscaya akan selalu melakukan sesuatu yang menurutnya benar.
Padahal keliru, ibadah haji memiliki manfaat mampu memberikan perekat ikan solidaritas dan dari aspek medis mampu menyehatkan tubuh. (Baca juga: Pelaksanaan Ibadah Haji Sebelum Islam Datang )
Pertama, dari aspek ikatan solidaritas. Sejak disyariatkannya ibadah haji ini, ibadah haji telah berhasil menyatukannya umat muslim di seluruh penjuru dunia. Mereka datang dari latar belakang kelas yang berbeda-beda. Mulai dari kelas ekonomi tinggi hingga ekonomi terendah sekalipun. Mereka semua datang dalam menunaikan manasik haji.
Sejak menunaikan ibadah haji tersebut, setiap manusia membentuk ikat persatu yang kuat. Mereka membangun hubungan satu sama lainnya. Mereka menggunakan baju yang sama, yaitu baju ihram tanpa sedikitpun ada perbedaan; tidak ada istilah yang kaya maupun yang miskin; tidak ada lagi perbedaan suku maupun budaya dan kelompok tertentu. Sejak menunaikan ibadah haji tersebut mereka menempuh perjalanan ke suatu tempat yang sama untuk menunaikan ibadah yang sama pula.
Hikmah Ibadah Haji dari Aspek Medis
Syekh Ali Al-Jurjawi dalam Hikmah al-Tasyri’, menulis terkait faidah manasik haji. Menurutnya, saat seseorang melakukan manasik haji, tubuh jemaah bersentuhan langsung dengan oksigen sehingga mereka menjadi lebih kuat, sehat, kebal dan prima. Di suatu sisi, salah satu penyebab dari timbulnya penyakit adalah dari pola pikir. Sebagimana ada ungkapan, “Akal sehat terletak pada jiwa yang sehat”.
Dengan demikian, orang yang melakukan ibadah haji adalah untuk melakukan pengabdian kepada Allah, yang mengharapkan kesucian jiwa dan jasadnya. Melalui praktek cinta yang tersirat dalam ritual ibadah haji, seperti menyayangi sesama, saling memaafkan, saling berbagi, melepaskan sistem kelas, dapat menghilangkan segala hambatan yang dapat merusak terhadap kesehatan mental.
BINCANG SYARIAH