Kuliah Merakyat Khoirizi: Yuk Dakwah Haji

Ciawi (PHU)–Musim haji telah usai, bukan berarti persiapan penyelenggaraan terhenti, justru sebaliknya dilakukan lebih dini. Bahkan, jemaah haji yang telah kembali ke Tanah Air dilakukan pembekalan untuk berperan dalam kesalehan sosial.

Menyinggung soal jemaah paska haji, Direktur Bina Haji Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi menyampaikan hal penting. Pertama, menjaga kemabruran haji untuk diri sendiri. Kedua, menjaga kemabruran haji untuk sosial. Ketiga, menjaga kemabruran haji dalam informasi.

“Jemaah haji diharapkan mampu menjadi agen informasi tentang perhajian. Baik pada keluarga, tetangga, sanak, kerabat dan saudara. Ini bagian dari dakwah tentang haji. Yuk dakwah haji,” himbau Khoirizi saat memberikan kuliah merakyatnya pada para jemaah paska haji di Wisma Ciawi Bogor, Rabu (07/11).

Tahun ini dan boleh jadi tahun-tahun mendatang masyarakat dihadapkan pada sentimen-sentimen negatif melalui info yang kurang bertanggungjawab, hoaks misalnya.

“Hoaks tentang perhajian juga terjadi. Penting bagi kita sebagai jemaah haji, jemaah paska haji, umat Islam dan publik secara umum untuk bertabayyun,” ujar putra  hafiz Alquran ini.

Khoirizi juga menekankan agar bertanya tentang haji pada orang yang tepat. Agar hoaks tak menjadi fitnah dan merugikan bukan hanya bagi negara, Kementerian Agama, namun juga pada Islam itu sendiri.

“Tanyalah pada pegawai Kepala Kantor Kementerian Agama, pada Majelis Ulama Indonesia, pada pembimbing haji yang sudah bersertifikat, pada KUA, Penyuluh Agama Islam domisili dan lainnya,” ungkapnya.

Sebelum mengakhiri kuliah merakyatnya, Khorizi berpesan bahwa musuh haji terbesar saat ini adalah penyempitan arus informasi atau distorsi dan enggan bertanya. “Jadilah agen dakwah haji,” tutupnya.

Hadir dalam kuliah haji merakyat para alim, ulama, ustaz, dai, pembimbing haji, penyuluh haji dan Kasi Haji Kemenag Kabupaten Bogor Syamsudin sebagai penggagas acara.(ar/ha)

KEMENAG RI

Ternyata Ada 161 Penerima Pelimpahan Nomor Porsi Telah Berangkat Haji

Jakarta (PHU)—Salah satu perubahan regulasi pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2018 adalah pelimpahan nomor porsi jemaah wafat. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 174 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelimpahan Nomor Porsi Jemaah Haji yang Meninggal Dunia, jemaah yang meninggal dunia setelah diumumkan sebagai jemaah yang berhak melunasi BPIH tahun 2018 dapat melimpahkan nomor porsi untuk anggota keluarganya.

Menurut Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Muhajirin Yanis, regulasi ini sangat diapresiasi masyarakat.

“Pelimpahan nomor porsi ini mendapatkan sambutan positif dari masyarakat karena dianggap memenuhi rasa keadilan bagi jemaah yang sudah lama menunggu dan wafat saat menjelang keberangkatan ,” kata Muhajirin Yanis beberapa waktu lalu saat menjadi narasumber pada kegiatan Rapat Teknis Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler di Bogor.

Sejak sebelum keberangkatan jemaah haji pada tahun ini sudah banyak jemaah yang mengurus pelimpahan nomor porsi di Kementerian Agama. Proses pelimpahan nomor porsi bagi jemaah haji wafat sampai dengan saat ini berjumlah 474 orang.

Proses tersebut masih akan terus bertambah seiring dengan pengajuan adanya jemaah yang wafat yang belum dilaporkan Kemenag. Hal itu seperti disampaikan oleh Kepala Sub Direktorat Pendaftaran dan Pembatalan Haji Reguler, Noer Alya Fitra.

“Dari 474 jemaah yang menerima pelimpahan nomor porsi, 161 orang diantaranya sudah berangkat haji tahun ini. Proses pelimpahan nomor porsi mengedepankan aspek kemudahan dalam pelayanan dan tidak dipungut biaya apapun,” ujar pria yang biasa disapa Nafit di ruang kerjanya, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Proses pengajuan pelimpahan nomor porsi jemaah wafat, memang cukup mudah. Pihak keluarga hanya perlu melayangkan surat pengajuan secara tertulis kepada Kankemenag Kabupaten/Kota. Menurut Nafit, dasar pengajuannya dari daftar nama sudah diumumkan berhak berangkat tahun 2018, namun wafat antara tanggal 12 Maret sampai dengan 15 Agustus 2018.

“Penerima pelimpahan nomor porsi jemaah wafat dapat suami atau istri atau anak kandung atau menantu dari jemaah yang wafat. Sesuai hasil musyawarah yang dituangkan dalam berita acara pelimpahan,” imbuh Nafit.

Pihak keluarga mengirimkan surat permohonan dilampiri berkas-berkasi berupa berita acara pelimpahan nomor porsi, surat pernyataan tanggung jawab mutlak, bukti identitas yang relevan dengan jemaah wafat, surat rekomendasi dari Kankemenag Kabupaten/Kota dan Kanwil Kemenag Provinsi.

“Berkas tersebut akan diverifikasi oleh Kankemenag Kab/Kota, Kanwil, dan Direktorat Jenderal PHU. Proses pengambilan foto dan sidik jari di Direktorat Jenderal PHU,” kata Nafit menjelaskan.

Sedangkan keberangkatan jemaah yang menerima pelimpahan dapat pada tahun berjalan atau tahun berikutnya, bergantung pada ketercukupan waktu penyelesaian dokumen. Namun Nafit menandaskan bahwa pelimpahan nomor porsi hanya berlaku satu kali. (ab/ab).

Kesan Menag Lukman saat Masuk Ruangan Dalam Kakbah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini, Selasa (25/09), mendapat kehormatan untuk memasuki ruang bagian dalam Kakbah. Kehormatan itu diberikan oleh Pemerintah Saudi kepada Menag bersamaan dengan momen pencucian Kakbah.

“Alhamdulillah pagi hari ini, saya selaku Menag yang juga amirul hajj pada penyelenggaraan haji tahun ini, merasa bersyukur berkesempatan untuk memenuhi undangan Menteri Haji untuk ikut masuk ke dalam Kakbah,” terang Menag.

Moment pencucian Kakbah dilakukan pagi hari, jelang memasuki waktu Dluha. Dipimpin Gubernur Makkah Prince Kholid Al Faishal, sejumlah tokoh, termasuk Menag Lukman diberi kesempatan untuk melihat bagian dalam bangunan yang menjadi kiblat umat muslim dunia.

Lukman mengaku beberapa saat diperkenankan masuk Kakbah, selanjutnya menunaikan salat dua rakaat sebanyak empat kali karena di setiap bidang, di setiap sudut dia melakukan salat dua rakaat.

“Kami juga memanjatkan doa terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia tercinta agar ke depan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia senantiasa mampu meningkatkan kualitas hidupnya, meningkatkan kesejahteraannya,” tutur Menag.

Berkesempatan memasuki Kakbah, menurut putra mantan Menag KH Saifuddin Zuhri (alm) tidak semata kehormatan bagi dirinya, tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. “Kami sampaikan terima kasih kepada Pemerintah Saudi Arabia yang sudah memberikan kesempatan sekaligus kehormatan ini,” ujarnya.

Dijelaskan Menag, bagian dalam Kakbah sangat bersih dengan lapisan marmer pada dinding dan lantai. Aroma ruangannya juga sangat wangi. Pengalaman pertama memasuki Baitullah ini memberi kesan mendalam yang menurut Menag tidak mudah diungkapkan.

“Kiblat semua Muslim di dunia itu adalah Kakbah. Ketika kita memasuki, tentu kita memiliki kesan tersendiri yang luar biasa,” kenangnya.

Menag dijadwalkan akan berada di Saudi hingga 26 September mendatang. Setelah dari Makkah, Menag akan menuju Kota Nabawi, Madinah. Menag akan melepas kepulangan kloter terakhir jemaah haji Indonesia dari Madinah menuju Tanah Air.

OKEZONE

Kedepan Pendaftaran dan Pelunasan Haji Bisa Gunakan ATM

Yogyakarta (PHU)—Kementerian Agama terus berkomitmen untuk melakukan inovasi-inovasi untuk mempermudah pelayanan kepada jemaah haji, termasuk rencana untuk mengembangkan sistem pendaftaran dan pelunasan haji melalui non teller.

Hal ini disampaikan langsung Direktur Pengelolaan Dana Haji Ramadhan Harisman saat menjadi pembicara pada Evaluasi Pelayanan Akomodasi, Konsumsi, dan Transportasi Darat Jemaah Haji di Arab Saudi 1439H/2018M di Yogyakarta. Sabtu (29/09).

Menurut Ramadhan, kedapannya jemaah saat membayar pendaftaran dan pelunasan biaya haji di Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tidak perlu lagi antri, tapi sudah bisa melakukan pembayaran melalui ATM, SMS Banking atau Internet Banking.

“Dengan sistem ini, kami berharap ke depan, jemaah saat membayar pendaftaran dan pelunasan biaya haji, tidak perlu antri di bank, tapi bisa melalui atm, sms banking, atau internet banking,” ujarnya di Yogyakarta.

Nantinya, Lanjut Ramadhan, struknya bisa dijadikan bukti bayar atau lunas untuk selanjutnya dibawa ke Kantor Kemenang Kabupaten/Kota terdekat untuk diverifikasi.

“Struk pembayarannya, bisa jadi bukti bayar atau lunas untuk dibawa ke Kankemenag. Di Kankemeng akan kita siapkan alat verifikasinya,” jelasnya.

Jika sistem ini sudah berjalan, maka waktu pembayaran dan pelunasan biaya haji tidak harus mengikuti jadwal buka layanan di bank. Terobosan ini akan mempermudah akses jemaah, termasuk di daerah yang belum ada layanan syariahnya.

“Ini akan terus kita kembangkan dan dibahas bersama regulasi dan SOP-nya dengan pihak perbank-kan,” Pungkasnya.(mkd/ha)

Dari Dalam Kabah, Menag Doakan Kesejahteraan Indonesia

Makkah (PHU)—Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini, Selasa (25/09), mendapat kehormatan untuk memasuki ruang bagian dalam Kabah. Kehormatan itu diberikan oleh Pemerintah Saudi kepada Menag bersamaan dengan momen pencucian Kabah.

“Alhamdulillah pagi hari ini, saya selaku Menag yang juga amirul hajj pada penyelenggaraan haji tahun ini, merasa bersyukur berkesempatan untuk memenuhi undangan Menteri Haji Arab Saudi untuk ikut masuk ke dalam Kabah,” terang Menag.

Moment pencucian Kabah dilakukan pagi hari, jelang memasuki waktu Dluha. Dipimpin Gubernur Makkah Prince Kholid Al Faishal, sejumlah tokoh, termasuk Menag Lukman diberi kesempatan untuk melihat bagian dalam bangunan yang menjadi kiblat umat muslim dunia.

“Kami beberapa saat diperkenankan masuk Kabah. Kami menunaikan salat dua rakaat sebanyak empat kali karena di setiap bidang, di setiap sudut kami melakukan salat dua rakaat. Kami juga memanjatkan doa terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia tercinta agar ke depan bangsa dan seluruh masyarakat Indonesia senantiasa mampu meningkatkan kualitas hidupnya, meningkatkan kesejahteraannya,” tutur Menag.

Berkesempatan memasuki Kabah, menurut putra mantan Menag KH Saifuddin Zuhri (alm) tidak semata kehormatan bagi dirinya, tapi juga bagi seluruh bangsa Indonesia. “Kami sampaikan terima kasih kepada Pemerintah Saudi Arabia yang sudah memberikan kesempatan sekaligus kehormatan ini,” ujarnya.

Dijelaskan Menag, bagian dalam Kabah sangat bersih dengan lapisan marmer pada dinding dan lantai. Aroma ruangannya juga sangat wangi. Pengalaman pertama memasuki Baitullah ini memberi kesan mendalam yang menurut Menag tidak mudah diungkapkan.

“Kiblat semua Muslim di dunia itu adalah Kabah. Ketika kita memasuki, tentu kita memiliki kesan tersendiri yang luar biasa,” kenangnya.

Menag dijadwalkan akan berada di Saudi hingga 26 September mendatang. Setelah dari Makkah, Menag akan menuju Kota Nabawi, Madinah. Menag akan melepas kepulangan kloter terakhir jemaah haji Indonesia dari Madinah menuju Tanah Air. (kd/ab).

Masjid Quba, Masjid yang Pertama Dibangun Rasulullah

Masjid Quba adalah masjid pertama kali yang didirikan Rasulullah SAW, saat beliau hijrah dari Makkah ke Madinah. Beberapa kilometer sebelum memasuki Madinah, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar, membangun masjid di daerah Quba, yang sekarang dinamakan dengan Masjid Quba.

Masjid ini didirikan pada tahun 1 Hijriyah atau sekitar 622 M. Ketika itu, Rasul SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk segera berhijrah dan menghindari kekejaman kafir Quraisy.

Dalam upaya hijrah itu, lokasi pertama yang disinggahi Rasulullah SAW adalah gua Tsur. Di dalam gua ini, Rasulullah SAW bersembunyi bersama Abu Bakar dari kejaran kaum kafir Quraisy.

Setelah kondisinya dirasa aman, Nabi SAW kemudian melanjutkan perjalanan menuju Madinah. rasul memilih jalan yang berbeda dari jalan umum. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pertemuan secara langsung dengan orang-orang kafir Quraisy.

Dan sebelum tiba di Madinah, Rasul sempat singgah di beberapa tempat dan salah satunya adalah Quba. Beliau tinggal di daerah ini selama beberapa hari, sambil menunggu kedatangan Ali bin Abi Thalib RA dari Makkah, bersama rombongan.

Ketika itu, saat akan berhijrah, Ali diperintahkan Rasulullah SAW untuk menggantikannya tidur di tempat tidur Rasul. Ini dimaksudkan untuk mengelabui perhatian kaum kafir Quraisy yang ingin membunuh Nabi SAW.

Quba adalah satu daerah yang terletak di wilayah Madinah. Jaraknya sekitar dua mil atau kurang lebih lima kilometer dari pusat kota Madinah.

Hanafi al-Malawi dalam bukunya Tempat Bersejarah yang dikunjungi Rasulullah SAW, menjelaskan, Nabi SAW tinggal di Desa Quba selama empat hari dan kemudian membangun sebuah masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Quba.

Inilah masjid yang dibangun dengan dasar ketaatan dan ketaqwaan Rasulullah SAW kepada Allah SWT.

”Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS At-Taubah [9]: 108).

Menurut hadis yang diriwayatkan Tirmidzi RA, orang yang melakukan shalat di Masjid Quba sama pahalanya dengan melaksanakan umrah. Seperti disebutkan dalam Sahih Bukhari, Nabi SAW terbiasa mengunjungi Masjid Quba dengan berjalan kaki atau jika tidak seminggu sekali. Abdullah bin Umar biasa mengikuti sunnah ini.

Dalam riwayat lain disebutkan, masjid Quba ini adalah salah satu masjid yang paling disucikan (dimuliakan) oleh Allah setelah Masjid al-Haram (Makkah), Masjid Nabawi (Madinah), dan Masjid al-Aqsha (Palestina).

Selama berada di Quba, jelas Al-Mahlawi, Rasul SAW tinggal di rumah Kultsum bin al-Hadam bin Amr al-Qais, seorang lelaki tua yang masuk Islam sebelum Rasul hijrah ke Yatsrib (sekarang Madinah).

Para sejarawan menyebutkan, tanah yang menjadi lahan pembangunan Masjid ini mulanya adalah lapangan milik Kultsum bin Hadam, yang biasa digunakan untuk menjemur kurma.

Masjid Quba adalah masjid yang dibangun dengan penuh pengorbanan dan perjuangan. Allah SWT menyebutnya dengan dasar takwa, sebagaimana diterangkan dalam ayat 108 diatas.

Hal ini dikarenakan perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan agama Allah yang harus dilalui dengan penuh rintangan dan halangan. Kaum kafir quraisy hampir setiap saat selalu memantau dan mengawasi aktifitas Nabi SAW.

Dan ketika kesempatan berhijrah datang, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan mendirikan masjid sebagai pusat perjuangan dan dakwah Islam. Ini pulalah yang dilakukan Rasulullah SAW begitu tiba di Madinah dengan mendirikan Masjid Nabawi, setelah sebelumnya membangun Masjid Quba.

Menakar Sukses Haji 2018 (2-Habis)

PEMERINTAH terus memaksimalkan pelayanan penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun. Berbagai masalah sudah diatasi dengan baik, termasuk hal-hal teknis yang sebelumnya dikeluhkan jamaah. Salah satu di antaranya masalah katering.

Bila pada 2017, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong melihat ada tiga persoalan utama ibadah haji yang harus segera diatasi, yakni masalah katering, pemondokan, transportasi. Kini pada 2018, tiga hal tersebut mulai diperbaiki Kementerian Agama.

Salah satu yang paling nyata adalah pengadaan katering jamaah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, seluruh makanan yang disajikan bercita rasa Nusantara dan bahkan juru masaknya menghadirkan para koki asli Indonesia.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, soal makanan adalah hal krusial, karena jika jamaah tidak bernafsu makan bisa saja mempengaruhi kesehatannya karena kurang asupan nutrisi yang berkecukupan.

“Karena itu tahun ini dihadirkan makanan bercita rasa Nusantara, dan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah,” kata Lukman.

Boleh dikatakan, tahun ini pengadaan katering berhasil. Hasil penelusuran Okezone di sejumlah hotel, jarang makanan jamaah yang tersisa. Mereka pun mengaku puas dengan makanan yang disajikan.

“Cocok makanannya. Ada tempe, sambal, sayur, dan ikan yang biasa saya makan di kampung,” ujar Jajang, jamaah asal Soreang Bandung.

Bukan hanya makanan, Jajang mengaku pelayanan hotel di Madinah bagus, terlebih jarak antara hotel ke Masjid Nabawi sangat dekat. “Ya, kelihatan dari sini (Masjid Nabawi). Jalan cuma 5 menit,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi trobosan baru di musim haji 2018 adalah sistem fast track atau jalur cepat yang dirasakan langsung oleh jamaah karena tidak perlu lagi antre berjam-jam saat proses imigrasi, baik di Bandara Jeddah maupun Madinah, karena sejak di Tanah Air, jamaah sudah dipindai sidik jari dan foto wajah seperti jamaah-jamaah di embarkasi lain.

Bedanya, jamaah dari kedua embarkasi tersebut mendapatkan predeparture clearance alias telah diloloskan pihak Imigrasi Arab Saudi di lokasi pemberangkatan. Setiba di bandara Saudi, jamaah tinggal melewati pemeriksaan bea dan cukai untuk diperiksa isi tas koper tenteng mereka untuk kemudian langsung menuju bus.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi terobosan bagus pemerintah di tahun haji ini. Menurut Fahri, fast track ini jauh lebih aman dan cepat yang bisa dirasakan langsung oleh jamaah.

“Harus diakui, ini adalah hasil kerja keras kita. Ini merupakan peningkatan yang kita capai melalui jalur diplomasi antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia,” ujar Fahri.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun terkesan terobosan yang dilakukan anak buahnya ini. “Jalur fast track ini memang sangat cepat,” jelasnya.

Sayangnya, jalur cepat ini masih uji coba dan baru dirasakan jamaah dari Embarkasi Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Pondok Gede. Tahun depan, kata Menag, diharapkan sudah bisa berlaku untuk seluruh embarkasi di Indonesia.

Jamaah Meninggal Menurun

Kasus terbanyak yang dialami oleh jamaah haji selama ini adalah kelelahan, batuk dan pilek, nyeri lambung, lemas, kaki bengkak dan nyeri. Jamaah terserang penyakit tahun ini juga meningkat karena terlalu banyak beraktivitas, terutama di luar ruangan karena udara panas.

Merujuk dari data itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci musim haji tahun ini sudah melampaui jumlah pada 2016. Meski begitu, secara prosentase jamaah, jumlah proporsional kematian masih lebih sedikit, dibandingkan pada 2017 berjumlah 657 orang.

Dengan jumlah kematian tersebut, jamaah wafat sepanjang musim haji tahun ini sudah lebih banyak dari total jamaah wafat pada 2016. “Tapi secara persentase masih lebih sedikit,” kata Kepala Seksi Media Center Haji Daker Bandara, Abdul Basir, di Madinah.

Perbandingannya, pada 2016, jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Angka itu setara dengan 0,20 persen dari total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Pada tahun ini, jumlah sementara sampai Jumat (21/9/2018) jamaah yang meninggal 366 (tersisa 5 hari akhir pemulangan seluruh jamaah) meliputi 0,17 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat.

PR yang Tertunda

Meski dikatakan sukses, bukan berarti tidak ada persoalan dalam pelaksanaan haji 2018 ini. Berbagai kendala ditemukan di lapangan. Salah satu yang menjadi hal paling krusial hingga kini adalah masalah Mina di Jamarat (tempat lempar jumrah).

Dari tahun ke tahun, masalah Jamarat selalu menjadi sorotan Pemerintah Indonesia. Jamaah haji Indonesia banyak “tumbang” karena kelelahan saat melakukan kegiatan melempar batu (jumrah) di Jamarat yang berbatasan dengan area Makkah.

Sejak tiga tahun lalu pemerintah meminta kepada Arab Saudi bisa memperluas kemah di Mina, mengingat persoalan jamaah yakni ketika puncak haji, banyak jamaah yang kelelahan dan itu berada di Arafah dan Mina untuk bermalam.

Oleh karena itu, perlu penambahan perluasan fasilitas istirahat dan juga toilet. Puncak kelelahan tersebut ada di Arafah dan Mina. Apalagi, mereka harus menempuh jamarat yang berkilo-kilo.

Berbeda ketika di Makkah dan Madinah mereka tinggal di hotel setara bintang 3. Tapi di Arafah dan Mina, jamaah harus tinggal di tenda, ditambah lagi suhu udaranya juga jauh lebih panas daripada di Tanah Air dan fasilitas terbatas.

Belum lagi persoalan tenda di Mina yang masih sulit dan jauh dari kata sempurna, seperti kondisi tidur yang jauh dari nyaman, saling berdesakan, dan yang mengkhawatirkan bercampurnya jamaah laki-laki dan perempuan.

Terkait itu, aturan Pemerintah Arab Saudi sesuai regulasi, ukuran tenda 0,9 meter dari lahan yang tersedia. Upaya Pemerintah Indonesia melobi Kerajaan Saudi agar ditambah menjadi 1,6 meter, terus dilakukan dan hingga kini belum terkabulkan.

Selain juga masalah bawaan jamaah ketika pulang ke Indonesia, tahun ini relatif lebih tertib meski ada beberapa yang tertangkap razia karena mencoba mengelabui petugas membawa air zamzam dengan berbagai cara. (Habis)

OKEZONE

Menakar Sukses Haji 2018 (1)

MASIH kuat dalam ingatan, ketika itu hari pertama tiba di Tanah Haram, tepatnya di Madinah Al Munawarah, sebuah kota mungil yang begitu dicintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Waktu itu kalender jam tangan menunjukkan 17 Juli yang menjadi hari pertama petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) melancarkan aksinya di Madinah. Hari tersebut adalah gelombang 1 jamaah tiba di Arab Saudi.

Di hari pertama itu petugas tidak menemukan hal yang berarti, hanya wajah-wajah ceria tampak dari para jamaah ketika mereka menginjakkan kakinya untuk kali pertama di Tanah Haram.

Bagi mereka, ini mungkin sebuah mimpi yang menjadi nyata. Bertahun-tahun masa penantian, menabung sedikit demi sedikit, kini mereka ditemukan pada kenyataan, yakni berhaji di Baitullah.

Ketika tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, ada yang sujud syukur, ada yang mengangkat tangan seraya berdoa, ada juga yang sibuk dengan ponselnya mengabarkan sanak famili di kampung halaman.

Terpancar sebuah kebahagian yang sulit terbayarkan, raya syukur dan salawat nabi tak henti-hentinya mereka panjatkan. Tidak lama menunggu, jamaah pun beranjak menuju bus dan selanjutnya diantar ke tempat penginapan di Madinah.

Petugas lega di hari pertama semua berjalan lancar, tidak ditemukan jamaah yang mengalami kendala. Hanya ada beberapa orang yang sakit karena jetlag saat turun dari pesawat.

Diludahi hingga Dipukul Jamaah

Baru keesokan harinya, petugas dihadapkan pada satu pemandangan yang menurut sebagian orang katakan bahwa ketika menjadi petugas haji akan banyak menemukan hal unik dan menarik seputar jamaah.

Seperti dialami Dede Rohali, petugas MCH, ketika itu waktu menunjukkan pukul 15.00 WAS, dia berniat salat berjamaah di Masjid Nabawi. Hanya berjarak 100 meter menuju gerbang masjid, Dede dihadapkan pada kenyataan di mana jamaah seperti kebingungan.

Seorang pria yang mengenakan batik khas jamaah haji Indonesia terlihat berjalan sendirian di Jalan King Fahd, Madinah, sesekali dia menggaruk-garuk kepala. Sesekali dia duduk termenung, pandangan matanya selalu mengarah ke Gunung Uhud.

Tidak lama berselang, pria itu bangkit dan berjalan ke arah Gunung Uhud sambil tangannya menunjuk-nunjuk gunung tersebut.

Dia lalu melangkahkan kaki ke arah gunung itu. Tapi, hanya tiga langkah. Berhenti, lalu duduk, minum, melangkah lagi, dan berhenti lagi.

Gerak-geriknya yang mirip orang kebingungan diketahui empat petugas haji yang sedang melintas. Dede bersama petugas MCH lainnya yang dibantu satu petugas Linjam, menghampiri jamaah yang rambutnya sudah memutih itu.

Diketahui jamaah tersebut bernama Bapen Kiyam asal Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. “Bapak mau apa disini,” tanya petugas.

Bapen pun menjawab dengan kata yang terbata-bata. Ternyata, dia tidak lancar berbahasa Indonesia, bahasa daerahnya pun sulit dipahami.

“Saya mau ketemu teman-teman. Mereka menunggu di gunung itu, mau panen padi,” ujar Bapen dengan bahasa Indonesia terbata-bata.

Mendengar jawaban kakek itu, sontak petugas kaget. Sebab, tidak ada pemondokan haji di Gunung Uhud. Apalagi, jarak gunung itu dengan area pemondokan terdekat dengan Masjid Nabawi sekira 7 kilometer.

Petugas lantas mengajak Bapen kembali ke area pemondokan. Di luar dugaan, Bapen malah marah-marah. Dia menolak pulang. Sambil mengomel tidak jelas, Bapen berlari menjauhi para petugas haji.

Meski usianya sudah 80 tahun, langkah kaki Bapen ternyata kencang. Tidak ingin terjadi hal-hal terburuk, petugas mengejarnya hingga perkampungan yang asing bagi petugas, maklum karena baru dua hari di Madinah.

Tidak ingin kakek tua itu lepas dari genggaman, petugas lantas mendekap tubuh Bapen. Namun, Bapen makin marah.

Dia meludah, memukul, dan mencakari wajah petugas. Bahkan, petugas lain yang datang membantu harus kena bogem mentah di bibirnya hingga terluka. Bahkan tak segan-segan ia menggedor dan membuka mobil warga setempat sambil berteriak-teriak.

Melihat kondisi semakin tak kondusif, petugas akhirnya bertindak tegas. Bapen dipiting hingga tak berkutik. Seorang petugas haji lantas mendatangkan mobil untuk mengangkut Bapen secara paksa. Di dalam mobil, pria bertubuh kurus itu masih mengamuk.

Bapen lantas dibawa ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah. Dia dimasukkan ke bagian psikiatri. Dokter Muhammad Yanuar, direktur KKHI Madinah, mengatakan bahwa beberapa jamaah, termasuk Bapen, memang mengalami gejala gangguan kejiwaan karena dehidrasi.

”Jadi seolah-olah seperti gangguan kejiwaan, ternyata dehidrasi. Setelah kami infus dan diberi obat, dia bisa pulang,” katanya. Bukan hanya itu, seorang petugas meyakini pria tua itu semasa hidup adalah jawara yang memiliki ilmu bela diri tinggi.

Itulah sekelumit cerita dari sebagian kecil yang terjadi di lapangan dialami jamaah. Petugas kerap menghadapi jamaah dengan kategori status risiko tinggi (risti) dan rata-rata usia di atas 60 tahun, sehingga kehadiran petugas dirasakan betul oleh mereka.

Salah satu yang menjadi faktor tingginya angka jamaah risti adalah lamanya daftar tunggu calon jamaah haji di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda. Mulai dari kisaran belasan hingga 20 tahun lebih.

Bahkan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, daftar tunggu calon jamaah haji sudah mencapai 33 tahun. Sehingga pada saatnya tiba untuk melaksanakan haji, usia jamaah haji sudah lanjut, di atas 60 tahun.

Pada 2018 ini saja angkanya di atas 60 persen, dan memang mendominasi. Ini salah satu masalah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depannya.

“Kalau dilihat sekilas ini memang seperti beban. Tapi sebenarnya tidak, ini adalah peluang untuk ibadah (bagi para petugas),” ungkap Direktur Bina Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi H Dasir.

Menurut dia, tingginya jumlah jamaah lansia pada 2018 menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenag untuk mempersiapkan segala fasilitas haji semaksimal mungkin.

Karakteristik jamaah haji lansia pun diketahui lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Hal tersebut lantaran kondisi daya tahan tubuhnya yang sudah menurun sehingga mudah terserang penyakit dibandingkan jamaah haji pada umumnya.

Tak hanya itu, latar belakang pendidikan para jamaah haji lansia pun cenderung lebih rendah dibandingkan jamaah haji pada umumnya. Bahkan, tidak sedikit juga para jamaah haji lansia sudah mulai mengalami gejala pelupa atau pikun hingga lupa arah jalan pulang saat sedang menunaikan ibadah haji.

Hal tersebut pun mengakibatkan petugas haji harus bekerja ekstra dalam melayani para jamaah haji lansia. “Karena itulah, adanya tim baru bernama P3JH yang kehadirannya sudah sangat nyata sekali dirasakan jamaah kita,” ungkap Khoirizi kepada Okezone. (Bersambung…)

OKEZONE

Perjuangan Menggapai Taman Surga di Raudhah dengan Kursi Roda

MADINAH – Bunyi kursi roda berderit karena terdorong jarak pendek. Tampak wajah Ernaini (70) asal Cirebon tidak lelah mengantre panjang sekira 40 meter. Sepanjang itu pula ratusan kursi roda mengantre berkelok-kelok menuju Raudhah.

Ernaini dibantu tetangganya, Emi, sudah mengantre hingga 1 jam lebih. “Saya di Raudhah ingin baca doa untuk anak cucu saya supaya bisa ke sini, menunaikan ibadah haji dan umrah,” ujarnya dengan wajah berbinar. Selain Ernaini, banyak jamaah lain yang tampak sabar menanti giliran masuk. “Kita sudah dari tadi tapi belum dapat giliran,” keluh jamaah lainnya.

Raudhah adalah salah satu tempat mustajab bagi umat muslim yang terletak di bagian dalam Masjid Nabawi. Berbeda dengan jamaah laki-laki, bagi jamaah wanita untuk bisa masuk ke Raudhah membutuhkan perjuangan ekstra. Apalagi yang menggunakan kursi roda.

Raudhah merupakan area di sekitar mimbar yang biasa digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk berkhutbah. “Antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudhah) dari taman-taman surga”. Demikian hadist mengisahkan penyataan Rasulullah. Area itu merupakan area mustajab, sehingga banyak yang berlomba-lomba untuk bisa bermunajat di sana.

Bagi kaum Hawa, dibutuhkan kesabaran. Karena untuk bisa masuk sekaligus ziarah ke makam Rasulullah hanya di waktu-waktu tertentu, yakni setelah Salat Subuh dan setelah Isya. Dengan area yang terbatas sekira 5 x 15 meter, ribuan jamaah wanita harus berdesak-desakan bahkan kerap terjadi adu mulut dengan jamaah berbeda negara dengan postur yang lebih besar dari jamaah Asia Tenggara. Saling langkah dan dorong menjadi pemandangan yang lumrah. Namun pada dasarnya tujuan mereka sama, ingin berada di Raudhah dengan waktu yang lama.

Mengantisipasi terjadi cek-cok, pengurus Masjid Nabawi telah mengaturnya. Pada waktu yang telah ditentukan, jamaah wanita bisa menuju pintu nomor 25. Di sana jamaah wanita tidak bisa langsung masuk. Namun harus mengikuti kelompok berdasarkan negara yang telah ditentukan.

Para Askar akan mengelompokkan dengan membawa tiang berpapan bertuliskan nama negara, antara lain Afrika, Pakistan, Turki dan India. Bagi jamaah Indonesia masuk ke dalam kelompok Melayu. Pengelompokan ini wajib dipatuhi karena Jamaan non Melayu memiliki fisik yang besar, bertenaga kuat dan kebudayaan yang berbeda.

Setelah itu, para Askar akan memberikan aba-aba kelompok mana yang akan dibolehkan masuk. Namun sebelum masuk ke Raudhah, jamaah akan kembali diminta mengantre di sekitar depan rumah Nabi Muhammad SAW. Begitu nama negara disebutkan jamaah sudah saling berlari dan berebut hingga menimbulkan kegelisahan kelompok negara lain.

“Ibu duduk, ibu duduk, sabar.. sabar,” teriak pada Askar wanita yang menggunakan cadar hitam. Setelah dipekikan nama Melayu, semua pun berlari. Namun lagi-lagi jamaah wanita harus sabar. Karena meski Raudhah di depan mata, jamaah harus menunggu Jamaah yang di dalam selesai beribadah.

Bisa dibayangkan bagaimana nasib jamaah kursi roda harus berlomba kecepatan dan saling lomba. Namun, ternyata Masjid Nabawi telah mengantisipasinya, khusus bagi jamaah kursi roda.

Salah satu Askar Melayu Adilla, jamaah bisa masuk jalur khusus sehingga tidak perlu berdesakkan dengan jamaah lainya. “Jamaah tinggal datang dan bilang akan menggunakan kursi roda,” ujarnya.

Nanti jamaah akan ditempatkan pada ruang khusus berwana terpal putih. Di sana jamaah akan diatur secara tertib. “Kami tidak mengenakan biaya untuk masuk jalur khusus ini, tapi jamaah harus membawa kursi rodanya sendiri,” ujar Adilla.

OKEZONE

Bukit Surga dan Torehan Sejarah Gugurnya 70 Sahabat Rasulullah

MADINAH – Siang itu matahari di Kota Madinah begitu terik. Suhunya mencapai 41 derajat celcius. Seperti biasa masyarakat Madinah tidak terlalu menunjukkan aktivitasnya untuk menghindari matahari langsung.

Namun tidak untuk musim haji seperti sekarang ini. Ratusan bahkan ribuan jamaah haji justru memadati salah satu tempat paling bersejarah, yakni Jabal Uhud. Gunung atau bukit yang dikenal sebagai salah satu tempat istimewa dan menonjol di Kota Madinah itu, terletak di bagian utara dari Masjid Nabawi berjarak 4,5 kilometer.

Menurut sejarah, kedudukan gunung Uhud teramat istimewa di hati kaum Muslimin karena namanya terkait pertempuran besar, yakni peperangan Uhud antara kaum muslimin dan musyrikin pada tahun 3 hijriah.

Jabal Uhud adalah gunung yang dijanjikan di Surga. Tak seperti umumnya gunung di Madinah, Jabal Uhud seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung yang lain. Karena itulah penduduk Madinah menyebutnya dengan sebutan Jabal Uhud yang artinya ‘gunung menyendiri’.

“Jika kita ingin melihat gunung yang ada di surga, maka ziarahlah ke gunung Uhud. Nabi SAW bersabda, ‘Gunung Uhud adalah salah satu dari gunung-gunung yang ada di surga’,” demikian hadis yang dirawayatkan HR Bukhari.

Ketika Okezone mengunjungi tempat itu, banyak jamaah haji yang menyempatkan untuk ziarah, diantara jamaah Indonesia yang memadati tempat itu adalah jamaah asal India, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan Afrika.

Jamaah Indonesia dan jamaah lintas benua sangat antusias dan mendalami peristiwa di Jabal Uhud itu. Puluhan bahkan ribuan jamaah selalu menyemut di tempat yang menyimpan torehan tetesan darah dan pengorbanan perjuangan permulaan sejarah Islam.

Jabal Uhud memang menjadi saksi bisu atas peristiwa peperangan yang dahsyat dan tak seimbang pada 15 Syawal Tahun Ke-3 H atau 625 M. Kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sebanyak 1.000 orang melawan kaum quraisy yang terdiri dari 3.000 pasukan berkuda dan unta.

Kekalahan terjadi menimpa kaum muslimin. Meski kemenangan sebenarnya diperoleh, namun akibat ketidak-patuhan regu pemanah di atas bukit membuat pasukan kaum muslimin dapat didesak mundur oleh pasukan kafir. Dalam perang ini, sekitar 70 kaum muslimin gugur sebagai suhada termasuk paman nabi Hamzah bin Abdul Mutholib.

Saat ini, Jabal Uhud telah menjadi tonggak sejarah yang hidup sepanjang masa di hati umat Islam. Para peziarah dan kaum muslimin seluruh dunia terus mengenang peristiwa yang terjadi di Jabal Uhud. Bagi para peziarah yang datang, mereka tampak khusu’ memberikan doa kepada para suhada yang tewas dalam peperangan di Uhud. Tak jarang dari mereka meneteskan air mata dan merasa terharu atas perjuangan para suhada.

Namun, berdasarkan saksi para peziarah yang telah mengunjungi, Jabal Uhud terus mengalami perubahan. Erosi akibat gugurnya bebatuan membuat Bukit Ar Rumah, ditempatkannya pasukan pemanah semakin rendah. Di bukit Ar Rumah, masih dapat terlihat jelas, pemandangan tempat peperangan termasuk makam para suhada Uhud.

Untuk makam para suhada Uhud, juga sudah dipagari oleh Pemerintah Arab Saudi pada 1383 H dengan ketinggian mencapai 3 meter. Namun peziarah dapat melihat melalui celah pagar jeruji, sekumpulan batu yang menjadi simbol atau nisan makam para suhada.

Di luar pagar kuburan suhada itu, berdiri papan pengumuman ukuran besar, bertuliskan tata cara berziarah, yang intinya sebagai peringatan atau larangan mencari berkah di makam tersebut dan mengusap-usap pagar karena perbuatan bid’ah. Ada sejumlah bahasa yang terpampang, diantaranya bahasa Arab, Inggris, Turki dan Melayu/Indonesia.

Selain itu, perubahan juga terjadi di sekitar bukit Uhud. Selain sudah dicor dengan semen, saat ini juga sudah di penuhi para pedagang. Mereka menjajakan barang dagangannya sebagai oleh-oleh dari tasbih hingga buah kurma dan pakaian. Disampingnya terdapat masjid megah bernama Sayyid al-Syuhada.

Para peziarah umumnya tak melepaskan begitu saja ke Jabal Uhud dengan tangan hampa. Mereka tentu membeli buah tangan atau oleh-oleh. (fid)

OKEZONE