Kesabaran, Bekal Perjalanan Menuju Surga

SETIAP kita pasti memimpikan, mencita-citakan untuk masuk ke dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala, tempat yang penuh dengan kenikmatan.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Aku telah menyiapkan sesuatu (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata manusia, belum pernah terdengar oleh telinga manusia dan belum terlintas dalam benak manusia.” (HR Bukhari nomor 3005 versi Fathul Bari nomor 3244 dan Muslim nomor 5050 versi Syarh Muslim nomor 2824)

Sungguh luar biasa kenikmatan di surga (kita mohon kepada Allah supaya kita dimasukkan ke dalam surga-Nya).

Namun tidak semudah yang dibayangkan, perlu perjuangan, perlu pengorbanan untuk bisa masuk ke dalam kenikmatan tersebut, untuk bisa kita meraih surga Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pun pernah bersabda:

“Surga di kelilingi dengan hal-hal yang sangat amat menyusahkan manusia.” (HR Muslim nomor 5049 versi Syarh Muslim nomor 2822)

Penuh dengan onak dan duri, penuh dengan krikil-krikil tajam, penuh dengan halangan dan rintangan, penuh dengan cobaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Apakah kalian mengira kalian akan masuk surga? Sedangkan belum sampai kepada kalian, belum menimpa kalian apa-apa yang menimpa orang-orang yang sebelum kalian dari cobaan, dari ujian sampai Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan orang-orang beriman bersama beliau mengatakan kapan datangnya pertolongan Allah? Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” (QS al-Baqarah: 214)

Ini lah yang wajib kita yakini perjalanan menuju surga itu dipenuhi dengan duri-duri yang tajam, dipenuhi dengan krikil-krikil yang sangat tajam yang jika kaum muslimin mau mengharapkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib untuk dia melewatinya dengan penuh kesabaran.

Oleh karena itulah tidak akan mungkin orang itu bisa meraih surga Allah kecuali dengan perjuangan, pengorbanan dan betul-betul kesabaran yang sangat amat luar biasa, oleh karena itulah Allah berfirman:

“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS al Baqarah: 155)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al ‘Ashr: 1-3)

Bahkan Imam Ahmad rahimahullah mengatakan karena sangat pentingnya kesabaran ini Allah pun menyebutkannya di dalam lebih 90 ayat di dalam alquran. Perjalanan menuju surga itu harus ditempuh dengan kesabaran karena surga dikelilingi duri-duri yang tajam, dipenuhi dengan halangan dan rintangan.

Kita wajib untuk bersabar, bersabar dalam mentaati Allah, bersabar dalam meninggalkan maksiat kepada Allah dan bersabar dalam menghadapi musibah-musibah yang Allah timpakan kepada kita.

[Ustadz Abdurrahman Thoyib, Lc]

 

INILAH OZAIK

Hukum Mewakilkan Haji dan Umrah

Haji, secara harfiah berarti sengaja melakukan sesuatu. Secara istilah berarti sengaja datang ke Mekah, mengunjungi Ka’bah dan tempat-tempat lain untuk melakukan serangkaian ibadah tertentu seperti wukuf, tawaf, sa’i, dan amalan lain pada masa tertentu dan dengan syarat yang telah ditatapkan. Haji termasuk rukun Islam (kelima) yang wajib dilakukan kaum muslim apabila mampu (fisik dan materi).

Sementara umrah, tidak jauh beda dengan haji. Secara harfiah berarti ziarah. Secara istilah berarti menziarahi Ka’bah untuk melakukan rangkaian ibadah tertentu, seperti tawaf dan sa’i dengan syarat-syarat yang telah ditentukan dan waktunya tidak ditentukan. Hanya saja ada waktu-waktu yang dimakruhkan, seperti hari Arafah, hari Nahar, dan hari Tasyrik.

Haji dan umrah adalah di antara ibadah fisik yang boleh diwakilkan. Siapa yang tidak mampu haji atau umrah karena uzur, seperti karena usia lanjut atau sakit yang tidak bisa diharap kesembuhannya, dia boleh mewakilkan kepada orang yang memenuhi syarat.

Laki-laki boleh menggantikan haji untuk wanita, wanita pun boleh menggantikan haji untuk laki-laki. Ini sebagaimana hadits Al-Khats’amiyyah yang bertanya kepada Rasulullah SAW.

“Sesungguhnya, ayahku telah tua untuk melaksanakan haji, dia tidak mampu menempuh perjalanannya. Apakah aku boleh menghajikannya?” Rasulullah menjawab, ”Hajikanlah untuknya.”‘ (HR. Bukhari)

Orang yang hendak menghajikan orang lain, dia disyaratkan sudah pemah haji untuk dirinya sendiri, sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

”Hajilah terlebih dahulu untukmu kemudian hajikanah untuk Syubrumah.” (HR. Abu Dawud dan disahihkan oleh Albani)

Siapa yang meninggal sebelum melaksanakan haji maka kerabatnya boleh menghajikannya. Jika tidak, ambillah dari harta peninggalannya sebelum pembagian waris, sesuai biaya orang naik haji pada masa itu. Sebab haji termasuk utang dan sebagai hak-hak yang berhubungan dengan harta benda peninggalannya.

Wallahua’lam

Oleh  M. Sholich Mubarok

BERSAMA DAKWAH

Jemaah Haji Bertato?

Badan bertato tidak bisa menghalangi keinginan seseorang untuk berhaji. Siapapun yang telah terpenuhi syaratnya wajib menunaikan rukun Islam kelima, meskipun badannya dipenuhi gambar tato.

Kejadian Jemaah haji Indonesia yang badannya bertato bukan hanya sekali ini terjadi, seperti banyak diberitakan dalam berbagai media setelah kedatangan kloter UPG-20 beberapa waktu lalu. Namanya Tajuddin asli Kendari umurnya hampir genap 60 tahun. Nampak bagian atas lengan tangan kanannya tato jaring laba-laba dan motif tribal di situ. Penuh dan baru berhenti menjelang tiba di siku.

“Waktu bikinnya saya belum kepikiran bakal ke sini,” kata pria tersebut terkait tatonya sembari tertawa saat ditanyai Tim MCH Daker Airport.

Motif serupa juga memenuhi bagian atas tangan kirinya. Di kampungnya, ia mendaku, banyak yang kenal. “Boleh dibilang saya dulu memang preman,” kata dia.

Tahun 2011 silam juga terdapat Jemaah haji asal Madura bernama Syaiun badannya diselimuti berbagai gambar permanen yang didapatkan saat mendekam dalam penjara. Tragisnya dia sering ditolak saat hendak masuk ke dalam beberapa masjid, karena dikira non muslim. Melalui penjelasan rekannya yang satu rombongan Syaiun tetap diizinkan beribadah di dalam masjid.

Konsultan Pembimbing Ibadah Haji, Ahmad Kartono menjelaskan keabsahan orang bertato dalam berhaji. Menurutnya boleh-boleh saja orang bertato berhaji.

“Ngga apa-apa secara hukum sah ibadah hajinya selagi yang bersangkutan memenuhi ketentuan syarat haji, wajib haji, dan rukun haji,” kata Kartono melalui sambungan telepon, Sabtu (11/8/2018).

Ibadah haji memang untuk siapapun yang mampu melaksanakan. Selagi syarat berhaji dipenuhi maka dia wajib berhaji. Beragama Islam, baligh, sehat jasmani/rohani, merdeka, dan mampu. (ab/ab).

 

KEMENAG RI

Ingin Tarwiyah? Ini Pesan Kadaker Makkah

Jemaah Haji Indonesia yang melaksanakan tarwiyah setiap tahunnya selalu terjadi. Tarwiyah sendiri memang tidak dilarang, namun jemaah harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Tarwiyah merupakan melakukan napak tilas perjalanan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Tarwiyah sendiri dilaksanakan pada 8 Dzulhijjah, jemaah tarwiyah akan melakukan perjalanan dari Makkah ke Mina sejauh 14 kilometer. Lalu, setelah itu perjalanan berlanjut keesokan harinya dari Mina ke Arafah untuk bergabung dengan jemaah lainnya yang berangkat dari Makkah, langsung ke Arafah untuk menjalani wukuf.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi telah membuat ketentuan mengenai pelaksanaan ibadah ini. Kepala Daerah Kerja Makkah Endang Jumali pun mengeluarkan surat edaran mengenai ketentuan ibadah tarwiyah. Ada 4 poin dalam edaran itu.

Poin pertama disebutkan, pada prinsipnya pemerintah Indonesia tidak melaksanakan program Tarwiyah. Bagi jemaah haji yang melaksanakannya agar mempertimbangkan faktor kesiapan fisik dan risiko keselamatan diri mengingat masih banyaknya rangkaian ibadah haji yang bersifat wajib dan rukun haji yang belum dilaksanakan.

Kemudian di poin kedua, Endang meminta jemaah yang ingin melaksanakan tarwiyah untuk berkoordinasi dengan maktab. Selanjutnya, maktab harus berkoordinasi lebih lanjut dengan muasasah.

Lalu di poin tiga, jemaah tarwiyah diminta untuk mengajukan permohonan kepada ketua kloter dengan persetujuan dari kepala sektor. Dan laporan mengenai izin ini disampaikan ke Kadaker Mekah.

Di poin keempat atau terakhir, disebutkan pelaksana tarwiyah diminta untuk membuat surat pernyataan bahwa segala aktivitas yang berakibat pada keselamatan dan kerugian material, menjadi tanggung jawab diri sendiri.

“Saya sudah membuat surat edarannya. Sudah disampaikan ke jemaah melalui sektor-sektor,” ujar Endang di kantornya, di Syisyah, Makkah, beberapa waktu lalu.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

H-5 Closing Date 448 Kloter Mendarat, 57 Jemaah Wafat

Jeddah (PHU)—Jumlah kedatangan jemaah haji pada 12 Agustus telah sampai dengan pukul 10.00 WAS sebanyak 11 kloter. Jemaah yang tergabung dalam kloter-kloter tersebut sebanyak 4.439 orang terdiri dari jemaah haji sebanyak 4.383 orang dan petugas kloter 56 orang.

Total kloter yang tiba di Arab Saudi melalui airport Madinah dan Jeddah Arab sebanyak 448 kloter. Rincian dari 182.547 penumpang terdiri dari jemaah haji 180.306 orang dan petugas kloter 2.241 orang. Sedangkan jemaah gelombang dua yang landing di airport Jeddah sampai dengan hari ini sebanyak 230 kloter. Terdapat 93.594 orang tiba di Jeddah yang berasal dari unsur jemaah haji 92.443 orang dan petugas kloter 1.151 orang.

Sedangkan jumlah jemaah wafat sampai dengan Ahad (12/8) telah mencapai 57 orang dari hari sebelumnya dilaporkan 52 jemaah wafat. Berikut daftar nama 5 jemaah yang wafat dari Sabtu (11/8) sampai dengan Ahad (12/8) pukul 11.30 waktu Arab Saudi.

1. Mariso Bakri Mat Busri (56), kloter BPN 07, wafat pada Sabtu (11/8).

2. Aty Yuliana Kasmidi (62), kloter UPG 14, wafat pada Sabtu (11/8).

3. Sara Basiru Duke (70), kloter UPG 39, wafat pada Ahad (12/8).

4. Manyuzar Young Mansyur (69), kloter MES 10, wafat pada Ahad (12/8).

5. Utin Risnarti Idris (55), kloter BTH 26, wafat pada Ahad (12/8).

 

KEMENAG RI

Inilah Kisah Menyentuh 3 Tukang Becak Naik Haji

Bisa mengunjungi Tanah Suci Mekah tentu merupakan harapan terbesar bagi seluruh umat Muslim di dunia. Tak terkecuali bagi 3 tukang becak yang kisahnya ada di bawah ini.

Biaya naik haji yang mencapai puluhan juta rupiah, jika dipikir-pikir memang cukup berat dan nyaris mustahil dicapai dengan penghasilan sehari-hari mereka.

Namun, Tuhan selalu merawat doa-doa umatnya yang dipanjatkan dengan niat tulus dan membantu agar harapan mereka terkabul.

1. Maksum, penghasilan sehari Rp 20 ribu dan menabung 21 tahun untuk biaya naik haji

“Mustahil”, begitu yang dipikirkan Maksum saat terlintas keinginannya menunaikan ibadah haji. Apalagi penghasilannya hanya berkisar Rp 20 ribu per hari.

Tukang becak yang kerap mangkal di depan ITC Surabaya itu awalnya tidak yakin keinginannya akan terwujud.

Namun pada tahun 1996, setelah istrinya meninggal, Maksum bertekad harus mulai menabung untuk naik haji. Dan sejak saat itu, Maksum mengayuh becaknya lebih rajin dari sebelumnya.

Setoran pertamanya ke bank kala itu Rp 800 ribu dan dia selalu menabung setiap bulan.

Baru tahun 2010, Maksum membuka rekening Ongkos Naik Haji (ONH) dan mulai mendaftarkan namanya sebagai jemaah haji Indonesia.

“Tidak hanya bekerja saja, tapi juga berdoa,” ungkap Maksum. Selama belasan tahun, Maksum menyisihkan pendapatan kecilnya ke rekening tabungan haji.

Niat tulusnya terjawab saat dia akhirnya berhasil terdaftar sebagai anggota kloter 6 jamaah haji yang diberangkatkan melalui Surabaya tahun 2017 lalu.

Maksum tak henti-hentinya bersyukur karena di usianya yang kala itu 79 tahun, dia berhasil mewujudkan mimpinya.

 

2. Mashuri, menabung selama 40 tahun untuk biaya naik haji

Pasangan suami istri asal Grobogan, Jawa Tengah, Mashuri (62 tahun) dan Siti Patimah (59 tahun) menyisihkan uang hasil menarik becak selama 40 tahun.

Sejak masih muda, mereka memang punya cita-cita harus bisa pergi ke Tanah Suci untuk beribadah haji. Mashuri berusaha mewujudkan janji serta mimpinya bersama istri tercinta.

Mashuri sadar, sebagai tukang becak, dia tak punya banyak uang untuk biaya naik haji berdua. Mashuri mencari cara agar uangnya bisa bertambah dengan cepat.

Bapak 4 anak ini awalnya menabung uang hasil menarik becak, lalu digunakan untuk beternak sapi.

Mashuri dan Siti merawat sapi-sapinya dengan penuh perhatian dan memperlakukan hewan ternaknya dengan baik.

Setelah beranak pinak, Mashuri menjual 6 ekor sapinya untuk ongkos haji bersama istri.

Mashuri dan Siti Patimah akhirnya berhasil mewujudkan mimpinya. Mereka akan berangkat ke Mekah pada 7 Agustus 2018 ini melalui Embarkasi Donohudan, Solo.

 

3. Santuso, menabung selama 10 tahun untuk biaya haji

Santuso (55 tahun), warga Gili Ketapang, Probolinggo ini tak pernah menyangka dia akan bisa melaksanakan ibadah haji tahun 2018 ini.

Sehari-hari, kerjanya hanya sebagai tukang becak yang mengangkut ikan dari dermaga ke rumah nelayan di Gili Ketapang.

Pendapatan hariannya berkisar Rp 100 – 150 ribu saja, itu juga harus dikurangi lagi untuk biaya makan dan kebutuhan keluarga sehari-hari.

Sisanya tak banyak, paling Santuso hanya bisa menyisihkan Rp 500 -1.000 saja untuk tabungan hajinya.

Selama 10 tahun Santuso menabung sedikit demi sedikit dan disertai pula dengan doa yang tak henti.

“Selain bekerja keras, saya juga selalu sholat. Sholat tahajud juga tidak pernah ketinggalan,” kata Santuso.

Doanya kini terkabul, tahun 2018 ini Santuso akan berangkat haji meski tak ditemani sang istri.

“Sebenarnya saya juga ingin pergi bersama istri. Tapi uangnya tidak cukup. Disyukuri saja, istri saya juga ikhlas,” lanjutnya.

Belajar dari kisah 3 tukang becak yang berhasil mewujudkan mimpinya pergi ke Tanah Suci, kita akan sadar bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. (*)

 

TRIBUN JATENG

Teladan Umar Bangunkan Keluarga untuk Salat Malam

WAHAI anak yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Taala! Apabila Allah memuliakanmu dengan memberikan kepadamu orangtua yang selalu memberikan perhatian kepadamu dalam permasalahan salat, menganjurkan, serta memotivasimu, maka hati-hatilah jangan sampai kamu merasa direpotkan oleh orang tuamu. Janganlah engkau merasa marah karena pengawasannya padamu!

Demi Allah sesungguhnya orangtuamu itu sedang berusaha untuk menjauhkanmu dari murka Allah Azza wa Jalla, dan berusaha untuk menghantarkan kamu kepada keridaan Allah Subhanahu wa Taala. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan rida denganmu sampai kamu termasuk dari orang-orang yang melaksanakan dan menjaga salatnya.

Perhatikanlah pujian Allah yang sangat harum kepada Nabi-Nya Ismail Alaihissallam. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Rabbnya.” (QS Maryam: 55)

Nabi Ismail Alaihissallam orang yang diridai oleh Allah Subhanahu wa Taala, karena dia melakukan segala sebab yang bisa mendatangkan keridaan Allah Azza wa Jalla, dan diantara sebab yang paling agung adalah memerhatikan salat dengan menjaga dan terus menjaganya, serta mengajarkan kepada keluarga kebiasaan menjaga salat.

Imam Malik rahimahullah meriwayatkan dalam kitabnya Muwattha dari Zaid bin Aslam Radhiyallahu anhu dari bapaknya, bahwasanya Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu melakukan qiyamul lail (salat malam) sebanyak bilangan yang Allah Azza wa Jalla kehendaki. Tatkala berada di akhir malam, beliau Radhiyallahu anhu membangunkan keluarganya untuk melakukan salat. Beliau Radhiyallahu anhu membacakan kepada mereka firman Allah Subhanahu wa Taala:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 132)

Kaum Muslimin, perhatikanlah dan renungilah keadaan dan sikap para assalafus shalih Radhiyallahu anhum terhadap arahan agung dari Allah Azza wa Jalla ini! Kemudian, bandingkanlah realita keadaan umat manusia yang cenderung melalaikan, menyia-nyiakan arahan ini, serta keengganan mereka untuk menunaikan kewajiban yang agung ini.

Alangkah perlunya kita dalam permasalahan ini untuk menjadi pribadi-pribadi yang menjaga salatnya, kemudian mengawasi anak-anak kita dalam melaksanakannya! Alangkah butuhnya kita untuk selalu memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan kita dan anak-anak kita termasuk orang-orang yang melaksanakan dan selalu menjaga salatnya.

Di antara doa yang paling agung dalam permasalah ini adalah doa Nabi Ibrahim Alaihissallam, “Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat! Ya Rabb kami, perkenankanlah doaku.” (QS Ibrahim: 40)

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan taufiq kepada kita dalam menjaga salat, dan memperbaiki keadaan anak-anak kita, serta menjadikan kita dan mereka termasuk dari orang-orang yang mendirikan salat. [Majalah As-Sunnah/Syaikh Abdur Razzaq]

 

INILAH MOZAIK

Pasutri Jemaah Haji di Imbau Tidak Bercampur Dalam Satu kamar

Makkah (PHU)—Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi meminta pasangan suami istri jemaah haji untuk tidak bergabung satu kamar hotel. Pasutri itu harus menempati kamar-kamar yang sudah ditentukan PPIH Arab Saudi.

Imbauan itu disampaikan Kepala Seksi Akomodasi PPIH Daerah Kerja Makkah Ihsan Faisal saat ditemui di Daker Syisyah pada Kamis (09/08).

“Jamaah haji dilarang bercampur dengan lain jenis di kamar pemondokan. Mereka harus menempati kamar-kamar yang sudah ditentukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi,” tegas Ihsan.

Kebijakan ini, kata ihsan bukan dibuat oleh pemerintah Indonesia saja, tapi juga termasuk dalam Ta’limatul Haj (peraturan) dari Pemerintah Arab Saudi. Ihsan juga meminta kepada seluruh jemaah haji mengindahkan peraturan tersebut.

“Kebijakan itu bukan hanya dari pemerintah Indonesia, tapi juga Pemerintah Saudi. Ta’limatul Hajj mengatakan demikian,” katanya.

Pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan laporan jemaah lelaki dan perempuan yang bercampur dalam satu kamar. Jika jemaah melanggarnya, maka petugas haji akan memberikan teguran dan mengarahkan mereka ke kamar masing-masing. Hal sama juga dilakukan pengawas haji dari Pemerintah Arab Saudi dan Muassasah ketika meninjau hotel jemaah.

Larangan bercampur ini dimaksudkan untuk menjaga muruah (harga diri) jemaah haji selama berada di Tanah Suci. Lagi pula, kata Ihsan, satu kamar terdiri dari empat sampai enam orang. PPIH tidak mungkin menempatkan enam orang berbeda jenis kelamin dalam satu kamar.

Keterbatasan tempat juga menjadi alasan lainnya. Banyak jamaah haji dari berbagai negara berdatangan ke Tanah Suci. Mereka tinggal di berbagai hotel dengan menaati taklimatul hajj yang dikeluarkan Pemerintah Saudi.

“Taklimatul hajj menjadi rujukan penyelenggara haji dari berbagai negara. Pemerintah Saudi membuatnya untuk kemaslahatan dan kelancaran pelaksanaan haji di Tanah Suci,” imbuhnya.

Meski dilarang bercampur, jemaah tak kehilangan akal. Ada sepasang jamaah haji yang izin kepada petugas sektor untuk menginap di sejumlah hotel mewah dekat Masjid al-Haram. Di sana mereka beristirahat beberapa malam. Setelah itu kembali ke hotel yang sudah ditentukan PPIH untuk bersiap menghadapi puncak haji.

Kementerian Agama (Kemenag) telah menyiapkan 165 hotel dengan 54 ribu kamar bagi jamaah Indonesia selama di Makkah pada musim haji 1439H/2018M. Semuanya tersebar di tujuh wilayah: Jarwal, Misfalah, Raudhah, Mahbas Jin, Syisyah, Aziziah, Rei Bakhsy. Jarak terjauh mencapai 4.390 meter dan yang terdekat 900 meter.

Sebanyak 16 hotel di antaranya disewa secara tahun jamak (multiyears) selama tiga tahun. Tidak banyak pemilik yang menawarkan hotel untuk disewa multi years. Sebab, mereka ingin mendapat keuntungan lebih.(mch/ha)

Hukum Tasyakuran Makan-Makan Sepulang Haji

TERDAPAT beberapa dalil yang menunjukkan bahwa para sahabat menyambut kedatangan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dari safar atau ketika masuk ke sebuah kota. Diantaranya,

Hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, beliau menceritakan, “Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam datang di Mekah, anak-anak kecil bani Abdul Muthalib menyambut kedatangan beliau. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menggendong salah satu dari mereka dan yang lain mengikuti dari belakang.” (HR. Bukhari 1798)

Dalam shahihnya, Imam Bukhari membuat judul bab, “Bab, menyambut kedatangan jamaah haji yang baru pulang.” Kemudian Bukhari menyebutkan hadis di atas.

Abdullah bin Jafar mengatakan, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila pulang dari safar, kami menyambutnya. Beliau menghampiriku, Hasan, dan Husain, lalu beliau menggendong salah satu diantara kami di depan, dan yang lain mengikuti di belakang beliau, hingga kami masuk kota Madinah.” (HR. Muslim 6422).

Acara makan-makan dalam rangka penyambutan orang yang baru pulang haji disebut an-Naqiah. Ini tidak hanya berlaku untuk hji saja, namun semua kegiatan safar. Sebagian ulama mengajurkan untuk mengadakan acara makan-makan, dalam rangka tasyakuran pulangnya seorang musafir.

An-Nawawi mengatakan, “Diadakan untuk mengadakan naqiah, yaitu hidangan makanan yang digelar sepulang safar. Baik yang menyediakan makanan itu orang yang baru pulang safar atau disediakan orang lain diantara yang menjadi dalil hal ini adalah hadis Jabir Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ketika tiba dari Madinah sepulang safar, beliau menyembelih onta atau sapi.” (HR. Bukhari). (al-Majmu, 4/400)

Fatwa Imam Ibnu Utsaimin

Pertanyaan: Ada tradisi yang terebar di beberapa kampung, mereka mengadakan makan-makan sepulang haji dari Mekah. Itu diadakan setiap tahun. Mereka sebut salamah hujjaj selametan haji. Bisa dagingnya diambilkan dari daging qurban yang tersimpan, bisa juga menyembelih hewan baru.

Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin: Semacam ini tidak masalah. Boleh menyambut jamaah haji ketika mereka datang, karena ini menjadi pesta penyambutan mereka, dan memotivasi lainnya untuk berhaji mungkin ini hanya ada di kampung. Kalau di kota, semacam ini sudah tidak ada. Saya melihat banyak orang yang pulang haji, dan tidak ada acara makan-makan. Beda dengan di kampung, semacam ini masih ada. Dan tidak masalah. Penduduk kampung biasanya lebih dermawan, dan mereka tidak ingin bersikap pelit dengan orang lain. (Liqaat Bab al-Maftuh, volume 154, no 12).

Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

 

INILAH MOZAIK

Hikmah Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail AS

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Dzat Yang Maha Menciptakan segala sesuatu. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur yang cukup) berusaha bersama-sama Ibrohim, Ibrohim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash Shoffaat [37] : 102)

Ayat ini menjadi tonggak pelaksanaan ibadah kurban. Nabi Ibrohim AS yang sudah sekian lama mendambakan hadirnya keturunan, akhirnya dikaruniai seorang putra bernama Ismail. Namun, setelah sang putra mencapai usia remaja, Allah Swt memerintahkan nabi Ibrahim untuk menyembelihnya. Dan, maasyaa Allah, kedua hamba Allah ini patuh kepada Robb mereka.

Kedua hamba Allah ini memperlihatkan kepatuhan total kepada-Nya. Ayah dan anak ini yakin bahwa setiap perintah Allah pastilah kebaikan, dan Allah mustahil zholim kepada hamba-Nya. Sampai akhirnya, sebelum perintah tersebut dilaksanakan oleh nabi Ibrahim, Allah menurunkan tanda kebesaran-Nya dengan menggantikan nabi Ismail dengan seekor kibas yang besar. Dan, Allah telah menyaksikan ketaatan dan kesabaran kedua nabi agung ini.

Saudaraku, jika kita menemukan perintah Allah Swt, maka sadarilah bahwa Allah yang menciptakan kita, Allah yang paling mengerti komposisi diri kita, Allah yang paling mengetahui kebutuhan kita dan Allah yang kuasa mencukupi segala kebutuhan kita. Juga Allah yang mengetahui bagaimana cara untuk meraih kebahagiaan. Dan cara-cara itu terdapat pada setiap perintah Allah Swt.

Oleh karena itu, kalau kita menemukan perintah Allah untuk shalat tepat pada waktunya, maka patuhlah. Dan senantiasalah berpikir bahwa sholat tepat waktu ini pasti untuk kebaikan kita, pasti untuk kebahagiaan kita dan kemuliaan kita. Kita berkorban waktu dan kegiatan lainnya demi menunaikan shalat di awal waktu, pasti pengorbanan kita ini diketahui oleh Allah dan pasti berbuah kebaikan bagi kita.

Demikian pula pada perintah ibadah lainnya. Pada ibadah haji misalnya. Kita berkorban harta, tenaga, waktu, semua itu tiada lain kebaikannya adalah untuk diri kita sendiri. Rasululloh Saw. bersabda, “Dan tidak ada ganjaran lain bagi haji mabrur (haji yang baik) selain surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Semakin besar suatu amal ibadah, semakin banyak pengorbanannya, berarti semakin besar pula kebaikan yang akan kembali kepada diri kita sendiri. Semoga kisah nabi Ibrahim dan nabi Ismail benar-benar menjadi pelajaran untuk kita sehingga kita menjadi hamba Allah yang memiliki tauhiid yang lurus, bersih dan kuat. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

 

INILAH MOZAIK