MADINAH – Siang itu matahari di Kota Madinah begitu terik. Suhunya mencapai 41 derajat celcius. Seperti biasa masyarakat Madinah tidak terlalu menunjukkan aktivitasnya untuk menghindari matahari langsung.
Namun tidak untuk musim haji seperti sekarang ini. Ratusan bahkan ribuan jamaah haji justru memadati salah satu tempat paling bersejarah, yakni Jabal Uhud. Gunung atau bukit yang dikenal sebagai salah satu tempat istimewa dan menonjol di Kota Madinah itu, terletak di bagian utara dari Masjid Nabawi berjarak 4,5 kilometer.
Menurut sejarah, kedudukan gunung Uhud teramat istimewa di hati kaum Muslimin karena namanya terkait pertempuran besar, yakni peperangan Uhud antara kaum muslimin dan musyrikin pada tahun 3 hijriah.
Jabal Uhud adalah gunung yang dijanjikan di Surga. Tak seperti umumnya gunung di Madinah, Jabal Uhud seperti sekelompok gunung yang tidak bersambungan dengan gunung yang lain. Karena itulah penduduk Madinah menyebutnya dengan sebutan Jabal Uhud yang artinya ‘gunung menyendiri’.
“Jika kita ingin melihat gunung yang ada di surga, maka ziarahlah ke gunung Uhud. Nabi SAW bersabda, ‘Gunung Uhud adalah salah satu dari gunung-gunung yang ada di surga’,” demikian hadis yang dirawayatkan HR Bukhari.
Ketika Okezone mengunjungi tempat itu, banyak jamaah haji yang menyempatkan untuk ziarah, diantara jamaah Indonesia yang memadati tempat itu adalah jamaah asal India, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan Afrika.
Jamaah Indonesia dan jamaah lintas benua sangat antusias dan mendalami peristiwa di Jabal Uhud itu. Puluhan bahkan ribuan jamaah selalu menyemut di tempat yang menyimpan torehan tetesan darah dan pengorbanan perjuangan permulaan sejarah Islam.
Jabal Uhud memang menjadi saksi bisu atas peristiwa peperangan yang dahsyat dan tak seimbang pada 15 Syawal Tahun Ke-3 H atau 625 M. Kaum muslimin yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW sebanyak 1.000 orang melawan kaum quraisy yang terdiri dari 3.000 pasukan berkuda dan unta.
Kekalahan terjadi menimpa kaum muslimin. Meski kemenangan sebenarnya diperoleh, namun akibat ketidak-patuhan regu pemanah di atas bukit membuat pasukan kaum muslimin dapat didesak mundur oleh pasukan kafir. Dalam perang ini, sekitar 70 kaum muslimin gugur sebagai suhada termasuk paman nabi Hamzah bin Abdul Mutholib.
Saat ini, Jabal Uhud telah menjadi tonggak sejarah yang hidup sepanjang masa di hati umat Islam. Para peziarah dan kaum muslimin seluruh dunia terus mengenang peristiwa yang terjadi di Jabal Uhud. Bagi para peziarah yang datang, mereka tampak khusu’ memberikan doa kepada para suhada yang tewas dalam peperangan di Uhud. Tak jarang dari mereka meneteskan air mata dan merasa terharu atas perjuangan para suhada.
Namun, berdasarkan saksi para peziarah yang telah mengunjungi, Jabal Uhud terus mengalami perubahan. Erosi akibat gugurnya bebatuan membuat Bukit Ar Rumah, ditempatkannya pasukan pemanah semakin rendah. Di bukit Ar Rumah, masih dapat terlihat jelas, pemandangan tempat peperangan termasuk makam para suhada Uhud.
Untuk makam para suhada Uhud, juga sudah dipagari oleh Pemerintah Arab Saudi pada 1383 H dengan ketinggian mencapai 3 meter. Namun peziarah dapat melihat melalui celah pagar jeruji, sekumpulan batu yang menjadi simbol atau nisan makam para suhada.
Di luar pagar kuburan suhada itu, berdiri papan pengumuman ukuran besar, bertuliskan tata cara berziarah, yang intinya sebagai peringatan atau larangan mencari berkah di makam tersebut dan mengusap-usap pagar karena perbuatan bid’ah. Ada sejumlah bahasa yang terpampang, diantaranya bahasa Arab, Inggris, Turki dan Melayu/Indonesia.
Selain itu, perubahan juga terjadi di sekitar bukit Uhud. Selain sudah dicor dengan semen, saat ini juga sudah di penuhi para pedagang. Mereka menjajakan barang dagangannya sebagai oleh-oleh dari tasbih hingga buah kurma dan pakaian. Disampingnya terdapat masjid megah bernama Sayyid al-Syuhada.
Para peziarah umumnya tak melepaskan begitu saja ke Jabal Uhud dengan tangan hampa. Mereka tentu membeli buah tangan atau oleh-oleh. (fid)
OKEZONE