Makkah Madinah Mulai Ramai Jemaah Umrah

Madinah (PHU)—Kebijakan Kerajaan Arab Saudi memajukan waktu umrah selepas musim haji membuat keramaian di dua kota suci Makkah dan Madinah tetap terjaga. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya, hampir tak ada waktu sela antara musim haji dan kedatangan jemaah umrah dari berbagai negara.

Di Masjid al-Haram, Makkah, kepadatan sudah nampak sejak pekan lalu. Pada Jumat (21/9), misalnya, suasana di Masjid al-Haram tak sedemikian berbeda dengan musim haji. Warga yang tiba untuk berumrah dan sisa jemaah haji berbaur.

Nampak jemaah umrah dari Asia Selatan, Turki, Malaysia, dan Indonesia memadati kawasan tawaf sejak pagi hari. Ritual mencium Hajar Aswad yang biasanya tergolong mudah pada masa-masa selepas haji tetap sukar sehubungan padatnya jemaah yang berebut.

Pelataran Masjid al-Haram juga dipenuhi jemaah yang bersantai menanti masuk waktu shalat. Wilayah pelaksanaan tawaf di sekeliling Ka’bah, juga jalur sa’i ramai dipenuhi jemaah dengan tingkat kepadatan seperti akhir-akhir musim haji.

Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Hery Saripuddin menuturkan, Kerajaan Saudi tahun ini memajukan masa kedatangan jemaah umrah sebulan. Biasanya mulai dibuka pada bulan Safar, saat ini tepat 1 Muharram jemaah sudah mulai tiba untuk berumrah.

“Ini untuk menggenjot devisa negara mereka,” kata Hery saat ditemui di Jeddah akhir pekan lalu.

Hal tersebut yang membuat keramaian di Tanah Suci tak punya jeda. Terlebih, Kerajaan Saudi memang menargetkan peningkatan jemaah umrah pada tahun ini guna mencapai target 30 juta jamaah umrah dan haji per tahun. Tahun depan, mereka menargetkan 8,5 juta jemaah umrah per tahun. Jumlah itu meningkat dari target tahun ini sebanyak 6,5 juta orang.

Keramaian juga masih terjadi di Masjid Nabawi, Madinah. Meski jemaah haji berangsur dipulangkan dan tinggal sebagian kecil di Madinah, keramaian Masjid Nabawi juga terjaga. Pada Ahad (24/9) hingga Senin (24/9), upaya mengunjungi wilayah Raudhah di dekat lokasi makam Rasulullah di Masjid Nabawi tetap menimbulkan antrean panjang nyaris sepanjang hari.

Hotel-hotel yang masih ditinggali jemaah Indonesia juga mulai diisi jemaah umrah dari berbagai negara. “Jadi memang tahun ini semacam tidak ada jeda. Jemaah umrahnya sudah mulai banyak,” kata Kasi Perlindungan Jemaah Daker Madinah, Maskat Ali Jasmun di Madinah.

Yang sedikit berbeda dengan musim haji, lokasi-lokasi perbelanjaan tak lagi sedemikian ramai. Beberapa toko di wilayah Daudiyah, Madinah, misalnya, nampak tutup sejak pagi hari karena sepinya pembeli. (mch/ab).

KEMENAG RI

Menag Lepas Kloter Terakhir di Bandara Madinah

Madinah (PHU) — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hari ini, Selasa, (25/09) secara resmi melepas kloter akhir jemaah haji Indonesia. Sebanyak 4 ribuan dari 63 kloter embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG) melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, Arab Saudi.

Kloter 63 JKG tersebut akan mengangkut sebanyak 381 penumpang yang terdiri dari jemaah dan lima petugas pendamping kloter. Rombongan tersebut didorong dari hotel pada tengah hari dan tiba di Bandara Madinah sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Di bandara, mereka mengikuti seremonial pelepasan yang langsung dipimpin Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pukul 17.00 waktu Saudi, sebelum diarahkan ke dalam bandara untuk menjalani pemeriksaan keimigrasian dan pemindaian barang bawaan, untuk selanjutnya diterbangkan ke Tanah Air pada malam hari.

Menag dalam sambutannya mengatakan, patut disyukuri pelaksanaan haji tahun ini berjalan lancar. Dia pun menyampaikan permohonan maaf dihadapan jamaah Indonesia, bila dalam pelayanan yang kurang berkenan.

“Kami hanya manusia biasa, dan semoga kedepan ini bisa menjadi landasan bagi kami petugas untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan di masa yang akan datang,” ujar Menag saat melepas jemaah terakhir di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah.

Sementara, Nasihin salah seorang jamaah mengaku puas dan mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada petugas PPIH.

“Semuanya terlayani dengan baik, terutama pada saat di Armina semuanya lancar. Mudah-mudahan ke depan pelayanan pemerintah bisa ditingkatkan lagi. Semoga petugas mendapatkan ganjaran pahala dan keberkahan dari Allah,” ucap Nasihin dari JKG 63 Banten.

Seperti diketahui, jamaah Indonesia tiba di Tanah Suci pada 17 Juli lalu. Gelombang kedatangan pertama dimulai di Bandara Madinah kemudian dilanjutkan di Bandara King Abdulaziz Jeddah.

Sementara gelombang pertama pemulangan dari Bandara Jeddah dimulai pada 27 Agustus hingga 9 September lalu. Sebanyak 218 kloter yang mengangkut 88.944 penumpang dipulangkan pada gelombang pertama tersebut. Rinciannya, jamaah haji sebanyak 87.853 orang dan petugas kloter 1.091 orang.

Pada dua hari terakhir pemulangan gelombang, menurut Kepala Seksi Siskohat PPIH Arab Saudi, Nurhanuddin, masih ada 23 kloter yang tersisa. “Garuda masih 17 kloter dan Saudi Air masih 6 kloter,” kata Nurhan di Jeddah.

Informasi tersebut sesuai dengan pendataan Bagian Siskohat pukul 10.00 waktu Arab Saudi. Debarkasi yang menyisakan 1 kloter adalah Banjarmasin (BDJ), Balikpapan (BPN), Lombok (LOP), Medan (MES), Padang (PDG), dan Makassar (UPG). Sedangkan debarkasi Aceh (BTJ), Batam (BTH), Jakarta-Bekasi (JKS), dan Surabaya (SUB). Sementara debarkasi Jakarta Pondok Gede (JKG) tersisa 4 kloter dan Solo (SOC) menyisakan 5 kloter.

Sejak pemulangan gelombang dua dari Bandara Madinah pada 9 September lalu, telah 488 kloter kembali ke Tanah Air. Sebanyak 195.884 jamaah bersama 2.439 petugas yang menyertai jemaah sehingga total keseluruhan telah kembali 198.323 orang.(mch/ha)

Berita Kemenag RI

 

Adab Berbeda Pendapat

Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan karena manusia dianugerahi akal pikiran oleh Allah SWT. Alkisah, Rasulullah SAW menyuruh dua sahabat untuk pergi ke perkampungan bani Quraizhah. Nabi memerintahkan keduanya untuk tidak shalat Ashar kecuali telah sampai di tempat tujuan. Dalam perjalanan, waktu Ashar hampir habis, tetapi tempat tujuan masih jauh.

Keduanya lalu berbeda pendapat. Salah seorang di antara mereka me lakukan shalat Ashar sebelum habis waktunya walaupun menyalahi perin tah Rasulullah SAW yang menyuruh shalat Ashar di perkampungan bani Quraizhah. Sahabat satunya lagi melakukan shalat Ashar di tempat bani Quraizhah sesuai dengan instruksi Rasulullah SAW walaupun tidak pada waktu Ashar.

Setelah kembali dari misinya, dua orang sahabat tersebut menemui Rasulullah SAW dan menceritakan perbedaan pendapat yang mereka alami. Rasulullah SAW diam pertanda membenarkan keduanya. Beliau tahu bahwa kedua sahabat ini walaupun punya perbedaan pandangan tetapi niatnya adalah ingin mengikuti perintahnya. Hal itu dibenarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Jika pada masa Nabi masih hidup saja terjadi perbedaan pendapat, maka terlebih sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Terbukti dengan kemunculan banyak firqah dan mazhab dalam khazanah pemikiran Islam. Alquran dan hadis mengajarkan kita tentang adab-adab dalam berbeda pendapat.

Dalam surah an-Nahl ayat 125, Allah SWT berfirman, “Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdialoglah dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang tersesat, dan Dia lebih mengetahui siapa yang mendapatkan petunjuk.”

Pada prinsipnya, Alquran membolehkan dialog, tetapi harus dengan cara yang baik dan beradab. Sebuah dialog tidak jarang melahirkan perbe da an pendapat. Perdebatan yang dilakukan dengan cara-cara tidak beradab akan mela hir kan debat kusir.

Hal ini diingatkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis, “Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Saya memberi kan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud, no 4.800; disahihkan an-Nawawi dalam Riyadhus Shalihin, no 630).

Hadis di atas berlaku bagi orang-orang yang melakukan debat kusir tan pa ilmu dan buang-buang waktu. Sayangnya, sering kita temukan fe no mena ini dalam media sosial. Terakhir, adab berbeda pendapat adalah kita mesti punya pendirian atau keyakinan, tetapi tidak boleh memutlakkan keyakinan kita.

Kita harus tetap mendengarkan pendapat yang berbeda, mengambil sisi baiknya, dan membuang yang buruk. Seperti ungkapan, “Pendapatku benar tetapi bisa jadi mengandung kesalahan, pendapatmu salah tetapi boleh jadi mengandung kebenaran.”

 

Oleh: Robby Karman

REPUBLIKA

Arti dan Makna Ulama Menurut Ketua PBNU

Ketua PBNU Robikin Emhas mengatakan, sebutan ulama pada orang tidak sekadar yang bersangkutan menguasai disiplin ilmu tertentu. Ulama juga mempraktikkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

“Penguasaan ilmu agama, konsisten, kredibel, dan panutan adalah kata kuncinya. Tidak semua orang yang menguasai ilmu agama layak disebut alim atau ulama,” katanya, Rabu (19/9).

Dalam perjalanan kebudayaan, kata Robikin, predikat alim atau ulama dilekatkan kepada orang yang menguasai di bidang ilmu agama dan secara sosial layak menjadi panutan masyarakat. Ia dinilai kredibel dan konsisten dalam mengamalkan ilmu agamanya.

Robikin lantas mencontohkan Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda dan ahli politik imperialis pada era kolonial yang dikenal sebagai pembelajar dan menguasai Alquran. “Kalau dasarnya hanya penguasaan ilmu, Snouck Hurgronje pun layak disebut ulama,” ujar Robikin.

Namun, lanjut dia, tak seorang pun yang menyebut Snouck Hurgronje sebagai pribadi yang alim sebagai ulama. Apalagi, menjadikannya sebagai panutan.

“Karena ia tidak mengamalkan ilmu yang dipelajarinya. Bahkan, mempelajari Alquran untuk maksud dan tujuan yang berbeda sehingga tidak menunjukkan adanya konsistensi pada dirinya,” katanya.

Hal lain yang tak kalah penting, kata Robikin, predikat alim atau ulama dalam sejarahnya tidak lahir dari rekayasa sosial, apalagi dimaksudkan demi kepentingan duniawi berupa pencitraan politik.

Selain itu, predikat alim atau ulama adalah status sosial, bukan jabatan politik atau gelar akademik produk lembaga atau forum tertentu.

“Predikat alim atau ulama secara alamiah lahir dari rahim sosial, bukan dilahirkan atas dasar kesepakatan bersama dalam suatu forum permusyawaratan,” ujar Robikin.

 

REPUBLIKA

Menakar Sukses Haji 2018 (2-Habis)

PEMERINTAH terus memaksimalkan pelayanan penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun. Berbagai masalah sudah diatasi dengan baik, termasuk hal-hal teknis yang sebelumnya dikeluhkan jamaah. Salah satu di antaranya masalah katering.

Bila pada 2017, Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong melihat ada tiga persoalan utama ibadah haji yang harus segera diatasi, yakni masalah katering, pemondokan, transportasi. Kini pada 2018, tiga hal tersebut mulai diperbaiki Kementerian Agama.

Salah satu yang paling nyata adalah pengadaan katering jamaah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, seluruh makanan yang disajikan bercita rasa Nusantara dan bahkan juru masaknya menghadirkan para koki asli Indonesia.

Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, soal makanan adalah hal krusial, karena jika jamaah tidak bernafsu makan bisa saja mempengaruhi kesehatannya karena kurang asupan nutrisi yang berkecukupan.

“Karena itu tahun ini dihadirkan makanan bercita rasa Nusantara, dan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah,” kata Lukman.

Boleh dikatakan, tahun ini pengadaan katering berhasil. Hasil penelusuran Okezone di sejumlah hotel, jarang makanan jamaah yang tersisa. Mereka pun mengaku puas dengan makanan yang disajikan.

“Cocok makanannya. Ada tempe, sambal, sayur, dan ikan yang biasa saya makan di kampung,” ujar Jajang, jamaah asal Soreang Bandung.

Bukan hanya makanan, Jajang mengaku pelayanan hotel di Madinah bagus, terlebih jarak antara hotel ke Masjid Nabawi sangat dekat. “Ya, kelihatan dari sini (Masjid Nabawi). Jalan cuma 5 menit,” tuturnya.

Hal lain yang menjadi trobosan baru di musim haji 2018 adalah sistem fast track atau jalur cepat yang dirasakan langsung oleh jamaah karena tidak perlu lagi antre berjam-jam saat proses imigrasi, baik di Bandara Jeddah maupun Madinah, karena sejak di Tanah Air, jamaah sudah dipindai sidik jari dan foto wajah seperti jamaah-jamaah di embarkasi lain.

Bedanya, jamaah dari kedua embarkasi tersebut mendapatkan predeparture clearance alias telah diloloskan pihak Imigrasi Arab Saudi di lokasi pemberangkatan. Setiba di bandara Saudi, jamaah tinggal melewati pemeriksaan bea dan cukai untuk diperiksa isi tas koper tenteng mereka untuk kemudian langsung menuju bus.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengapresiasi terobosan bagus pemerintah di tahun haji ini. Menurut Fahri, fast track ini jauh lebih aman dan cepat yang bisa dirasakan langsung oleh jamaah.

“Harus diakui, ini adalah hasil kerja keras kita. Ini merupakan peningkatan yang kita capai melalui jalur diplomasi antara Pemerintah Arab Saudi dan Indonesia,” ujar Fahri.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pun terkesan terobosan yang dilakukan anak buahnya ini. “Jalur fast track ini memang sangat cepat,” jelasnya.

Sayangnya, jalur cepat ini masih uji coba dan baru dirasakan jamaah dari Embarkasi Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Pondok Gede. Tahun depan, kata Menag, diharapkan sudah bisa berlaku untuk seluruh embarkasi di Indonesia.

Jamaah Meninggal Menurun

Kasus terbanyak yang dialami oleh jamaah haji selama ini adalah kelelahan, batuk dan pilek, nyeri lambung, lemas, kaki bengkak dan nyeri. Jamaah terserang penyakit tahun ini juga meningkat karena terlalu banyak beraktivitas, terutama di luar ruangan karena udara panas.

Merujuk dari data itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di Tanah Suci musim haji tahun ini sudah melampaui jumlah pada 2016. Meski begitu, secara prosentase jamaah, jumlah proporsional kematian masih lebih sedikit, dibandingkan pada 2017 berjumlah 657 orang.

Dengan jumlah kematian tersebut, jamaah wafat sepanjang musim haji tahun ini sudah lebih banyak dari total jamaah wafat pada 2016. “Tapi secara persentase masih lebih sedikit,” kata Kepala Seksi Media Center Haji Daker Bandara, Abdul Basir, di Madinah.

Perbandingannya, pada 2016, jumlah jamaah wafat sebanyak 342 orang. Angka itu setara dengan 0,20 persen dari total 168 jamaah. Sementara pada 2017, yang wafat sebanyak 657 jamaah, atau 0,32 persen dari total 203.065 jamaah.

Pada tahun ini, jumlah sementara sampai Jumat (21/9/2018) jamaah yang meninggal 366 (tersisa 5 hari akhir pemulangan seluruh jamaah) meliputi 0,17 persen dari jumlah total 203.351 jamaah yang berangkat.

PR yang Tertunda

Meski dikatakan sukses, bukan berarti tidak ada persoalan dalam pelaksanaan haji 2018 ini. Berbagai kendala ditemukan di lapangan. Salah satu yang menjadi hal paling krusial hingga kini adalah masalah Mina di Jamarat (tempat lempar jumrah).

Dari tahun ke tahun, masalah Jamarat selalu menjadi sorotan Pemerintah Indonesia. Jamaah haji Indonesia banyak “tumbang” karena kelelahan saat melakukan kegiatan melempar batu (jumrah) di Jamarat yang berbatasan dengan area Makkah.

Sejak tiga tahun lalu pemerintah meminta kepada Arab Saudi bisa memperluas kemah di Mina, mengingat persoalan jamaah yakni ketika puncak haji, banyak jamaah yang kelelahan dan itu berada di Arafah dan Mina untuk bermalam.

Oleh karena itu, perlu penambahan perluasan fasilitas istirahat dan juga toilet. Puncak kelelahan tersebut ada di Arafah dan Mina. Apalagi, mereka harus menempuh jamarat yang berkilo-kilo.

Berbeda ketika di Makkah dan Madinah mereka tinggal di hotel setara bintang 3. Tapi di Arafah dan Mina, jamaah harus tinggal di tenda, ditambah lagi suhu udaranya juga jauh lebih panas daripada di Tanah Air dan fasilitas terbatas.

Belum lagi persoalan tenda di Mina yang masih sulit dan jauh dari kata sempurna, seperti kondisi tidur yang jauh dari nyaman, saling berdesakan, dan yang mengkhawatirkan bercampurnya jamaah laki-laki dan perempuan.

Terkait itu, aturan Pemerintah Arab Saudi sesuai regulasi, ukuran tenda 0,9 meter dari lahan yang tersedia. Upaya Pemerintah Indonesia melobi Kerajaan Saudi agar ditambah menjadi 1,6 meter, terus dilakukan dan hingga kini belum terkabulkan.

Selain juga masalah bawaan jamaah ketika pulang ke Indonesia, tahun ini relatif lebih tertib meski ada beberapa yang tertangkap razia karena mencoba mengelabui petugas membawa air zamzam dengan berbagai cara. (Habis)

OKEZONE

Menakar Sukses Haji 2018 (1)

MASIH kuat dalam ingatan, ketika itu hari pertama tiba di Tanah Haram, tepatnya di Madinah Al Munawarah, sebuah kota mungil yang begitu dicintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Waktu itu kalender jam tangan menunjukkan 17 Juli yang menjadi hari pertama petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) melancarkan aksinya di Madinah. Hari tersebut adalah gelombang 1 jamaah tiba di Arab Saudi.

Di hari pertama itu petugas tidak menemukan hal yang berarti, hanya wajah-wajah ceria tampak dari para jamaah ketika mereka menginjakkan kakinya untuk kali pertama di Tanah Haram.

Bagi mereka, ini mungkin sebuah mimpi yang menjadi nyata. Bertahun-tahun masa penantian, menabung sedikit demi sedikit, kini mereka ditemukan pada kenyataan, yakni berhaji di Baitullah.

Ketika tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdulaziz, Madinah, ada yang sujud syukur, ada yang mengangkat tangan seraya berdoa, ada juga yang sibuk dengan ponselnya mengabarkan sanak famili di kampung halaman.

Terpancar sebuah kebahagian yang sulit terbayarkan, raya syukur dan salawat nabi tak henti-hentinya mereka panjatkan. Tidak lama menunggu, jamaah pun beranjak menuju bus dan selanjutnya diantar ke tempat penginapan di Madinah.

Petugas lega di hari pertama semua berjalan lancar, tidak ditemukan jamaah yang mengalami kendala. Hanya ada beberapa orang yang sakit karena jetlag saat turun dari pesawat.

Diludahi hingga Dipukul Jamaah

Baru keesokan harinya, petugas dihadapkan pada satu pemandangan yang menurut sebagian orang katakan bahwa ketika menjadi petugas haji akan banyak menemukan hal unik dan menarik seputar jamaah.

Seperti dialami Dede Rohali, petugas MCH, ketika itu waktu menunjukkan pukul 15.00 WAS, dia berniat salat berjamaah di Masjid Nabawi. Hanya berjarak 100 meter menuju gerbang masjid, Dede dihadapkan pada kenyataan di mana jamaah seperti kebingungan.

Seorang pria yang mengenakan batik khas jamaah haji Indonesia terlihat berjalan sendirian di Jalan King Fahd, Madinah, sesekali dia menggaruk-garuk kepala. Sesekali dia duduk termenung, pandangan matanya selalu mengarah ke Gunung Uhud.

Tidak lama berselang, pria itu bangkit dan berjalan ke arah Gunung Uhud sambil tangannya menunjuk-nunjuk gunung tersebut.

Dia lalu melangkahkan kaki ke arah gunung itu. Tapi, hanya tiga langkah. Berhenti, lalu duduk, minum, melangkah lagi, dan berhenti lagi.

Gerak-geriknya yang mirip orang kebingungan diketahui empat petugas haji yang sedang melintas. Dede bersama petugas MCH lainnya yang dibantu satu petugas Linjam, menghampiri jamaah yang rambutnya sudah memutih itu.

Diketahui jamaah tersebut bernama Bapen Kiyam asal Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. “Bapak mau apa disini,” tanya petugas.

Bapen pun menjawab dengan kata yang terbata-bata. Ternyata, dia tidak lancar berbahasa Indonesia, bahasa daerahnya pun sulit dipahami.

“Saya mau ketemu teman-teman. Mereka menunggu di gunung itu, mau panen padi,” ujar Bapen dengan bahasa Indonesia terbata-bata.

Mendengar jawaban kakek itu, sontak petugas kaget. Sebab, tidak ada pemondokan haji di Gunung Uhud. Apalagi, jarak gunung itu dengan area pemondokan terdekat dengan Masjid Nabawi sekira 7 kilometer.

Petugas lantas mengajak Bapen kembali ke area pemondokan. Di luar dugaan, Bapen malah marah-marah. Dia menolak pulang. Sambil mengomel tidak jelas, Bapen berlari menjauhi para petugas haji.

Meski usianya sudah 80 tahun, langkah kaki Bapen ternyata kencang. Tidak ingin terjadi hal-hal terburuk, petugas mengejarnya hingga perkampungan yang asing bagi petugas, maklum karena baru dua hari di Madinah.

Tidak ingin kakek tua itu lepas dari genggaman, petugas lantas mendekap tubuh Bapen. Namun, Bapen makin marah.

Dia meludah, memukul, dan mencakari wajah petugas. Bahkan, petugas lain yang datang membantu harus kena bogem mentah di bibirnya hingga terluka. Bahkan tak segan-segan ia menggedor dan membuka mobil warga setempat sambil berteriak-teriak.

Melihat kondisi semakin tak kondusif, petugas akhirnya bertindak tegas. Bapen dipiting hingga tak berkutik. Seorang petugas haji lantas mendatangkan mobil untuk mengangkut Bapen secara paksa. Di dalam mobil, pria bertubuh kurus itu masih mengamuk.

Bapen lantas dibawa ke Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah. Dia dimasukkan ke bagian psikiatri. Dokter Muhammad Yanuar, direktur KKHI Madinah, mengatakan bahwa beberapa jamaah, termasuk Bapen, memang mengalami gejala gangguan kejiwaan karena dehidrasi.

”Jadi seolah-olah seperti gangguan kejiwaan, ternyata dehidrasi. Setelah kami infus dan diberi obat, dia bisa pulang,” katanya. Bukan hanya itu, seorang petugas meyakini pria tua itu semasa hidup adalah jawara yang memiliki ilmu bela diri tinggi.

Itulah sekelumit cerita dari sebagian kecil yang terjadi di lapangan dialami jamaah. Petugas kerap menghadapi jamaah dengan kategori status risiko tinggi (risti) dan rata-rata usia di atas 60 tahun, sehingga kehadiran petugas dirasakan betul oleh mereka.

Salah satu yang menjadi faktor tingginya angka jamaah risti adalah lamanya daftar tunggu calon jamaah haji di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda. Mulai dari kisaran belasan hingga 20 tahun lebih.

Bahkan di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, daftar tunggu calon jamaah haji sudah mencapai 33 tahun. Sehingga pada saatnya tiba untuk melaksanakan haji, usia jamaah haji sudah lanjut, di atas 60 tahun.

Pada 2018 ini saja angkanya di atas 60 persen, dan memang mendominasi. Ini salah satu masalah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depannya.

“Kalau dilihat sekilas ini memang seperti beban. Tapi sebenarnya tidak, ini adalah peluang untuk ibadah (bagi para petugas),” ungkap Direktur Bina Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Khoirizi H Dasir.

Menurut dia, tingginya jumlah jamaah lansia pada 2018 menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenag untuk mempersiapkan segala fasilitas haji semaksimal mungkin.

Karakteristik jamaah haji lansia pun diketahui lebih rentan terhadap berbagai penyakit. Hal tersebut lantaran kondisi daya tahan tubuhnya yang sudah menurun sehingga mudah terserang penyakit dibandingkan jamaah haji pada umumnya.

Tak hanya itu, latar belakang pendidikan para jamaah haji lansia pun cenderung lebih rendah dibandingkan jamaah haji pada umumnya. Bahkan, tidak sedikit juga para jamaah haji lansia sudah mulai mengalami gejala pelupa atau pikun hingga lupa arah jalan pulang saat sedang menunaikan ibadah haji.

Hal tersebut pun mengakibatkan petugas haji harus bekerja ekstra dalam melayani para jamaah haji lansia. “Karena itulah, adanya tim baru bernama P3JH yang kehadirannya sudah sangat nyata sekali dirasakan jamaah kita,” ungkap Khoirizi kepada Okezone. (Bersambung…)

OKEZONE

Serba-serbi Haji (24): Keliling Akhirat Jetlag?

JETLAG adalah istilah yang sangat populer di kalangan para pelancong dunia, mereka yang terbiasa terbang melintasi beberapa zona waktu. Biasanya diterjemahkan dengan gangguan ritme tidur, ngantuk berat di saat manusia normal masih segar melek dan segar melek saat kebanyakan orang ngantuk. Ternyata, jetlag itu bukan hanya gangguan ritme tidur, melainkan juga ritme rasa kenyang lapar. Ritme sirkadian yang terganggu, hormon yang melatonin yang tak lagi normal.

Rata-rata jamaah haji mengalami ini, termasuk saya dan Mat Kelor. Tak jarang saat menerima kunjungan tamu sambil menguap ngantuk. Biasanya Mat Kelor beralibi: “Jam ngantuk di Arab ini. Mohon dimaklumi. Ngantuknya jamaah haji itu dijaga malaikat.” Para tamu biasanya senyum-senyum sambil menghabiskan kurma dan jajanan Arab yang dibawa dari tanah suci. Namun bagaimanapun kita tetap melayani mereka dengan kisah indahnya haji, suka duka di tanah suci.

Orang yang tak terbang kemana-mana tak mengalami jetlag. Terbang di wilayah satu zona waktu saja tak mengalami jetlag. Guru alif ba ta tsa Mat Kelor berkata: “Manusia yang pikiran dan hatinya tak anteng atau tak istiqamah dalam urusan akhirat biasanya akan mengalami jetlag kehidupan, ritme hidup yang tak normal. Normalnya, manusia itu adalah makhluk langit, binatang beragama. Saat manusia menjauh pergi dari zona agama, dia pasti mengalami jetlag berupa kebingungan tak berujung.”

Saya senang sekali dengan kesimpulan sang guru. Setelah saya amati ritme hidup ahli ibadah, begitu tenangnya mereka dalam menjalani hidup walau dalam keterbatasan. Sebaliknya, saat melihat orang yang selalu terbang urusan dunia dengan melalaikan akhirat, begitu kacaunya rasa dan hormon kebahagiaan mereka, terus sedih dan menangis di tangah zona yang harusnya bahagia dan tertawa.

Saya coba intip penjelasan ulama tentang hakikat hidup menurut al-Qur’an. Ternyata jaminan bahagia hakiki itu diberikan Allah hanya bagi orang yang beriman, hatinya terikat kuat dengan nilai-nilai keakhiratan. Mat Kelor menyebut potongan ayat: “Alladziina yu’minuuna biLLAHI wal yawmil aakhir.” Guru huruf hijaiyah Mat Kelor tersenyum sambil berkata: “Sejak kapan kamu hapal potongan ayat?” Mat Kelor menjawab: “Sejak mengistiqamahkan diri shalat tepat di belakang imam masjidil haram.” Pantas, pikir saya, Mat Kelor sangat awal kalau berangkat ke masjid. Bagaimana dengan kita?

Ingin tak jetlag dalam kehidupan? Jangan muter-muter urusan isi dompet terus. Fokuslah pada urusan isi hati dan kotak amal kehidupan akhirat. Salam, AIM. [*]

KH Ahmad Imam Mawardi

Delapan Jamaah Haji Indonesia Masih di Saudi

Delapan jamaah haji masih tinggal di Arab Saudi untuk menjalani perawatan karena sakit.

“Dari keseluruhan jamaah haji di berbagai kloter Debarkasi Surabaya yang telah dipulangkan ke Tanah Air, masih menyisakan delapan orang di Arab Saudi karena sakit,” ujar Sekretaris PPIH Debarkasi Surabaya Jamal kepada wartawan di Surabaya, Selasa (25/9).

Mereka yang masih menjalani perawatan medis di Arab Saudi adalah Kadi Paijo Sonto Kromo dari Kloter 52 asal Kabupaten Trenggalek, Sumardi Kasbi Karto dari kloter 62 asal Kabupaten Nganjuk, Bambang Irianto Misin dari kloter 66 asal Kota Surabaya, Marsini Sumarto Tokarso dari kloter 74 asal Kabupaten Sidoarjo.

Selain itu Sampini Sardjo Syahlan dari kloter 76 asal Kabupaten Mojokerto, Mochamad Asik Ali dari kloter 76 asal Kabupaten Mojokerto, serta Matojah Sumodihardjo Ibrahim dan Dewi Chamidah Samsul Romli, keduanya dari kloter 80 asal Kabupaten Jombang.

“Kita doakan bersama, mudah-mudahan jamaah haji yang masih dirawat di Tanah Suci cepat sembuh dan segera kembali ke Tanah Air,” ucap Jamal.

Ia menyatakan, pihaknya telah merampungkan pemulangan seluruh jamaah haji setelah kloter 83 asal Kota Surabaya telah tiba di tanah air dan petang tadi memasuki Asrama Haji Sukolilo Surabaya.

Dia merinci seluruh jamaah dari kloter 1 hingga 83 dari Debarkasi Surabaya yang sudah tiba di tanah air berjumlah 36.973 orang, terdiri dari 36.558 jamaah haji dan 415 petugas haji.

Jamal mengungkapkan jamaah haji dari Debarkasi Surabaya yang meninggal dunia pada penyelenggaraan haji tahun ini sebanyak 68 orang.

Jamaah yang meninggal di Tanah Suci terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Timur, yaitu 61 orang, Empat jamaah haji lainnya dari Debarkasi Surabaya yang meninggal di Tanah Suci berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur dan seorang dari Bali.

“Selain itu dua jamaah meninggal dunia di ambulans saat perjalanan dari Bandara Internasional Surabaya di Juanda, Sidoarjo, menuju Asrama Haji Sukolilo Surabaya,” katanya.

REPUBLIKA

Semua Terjadi Atas Kehendak Allah

SAHABAT, pokok pangkal dalam hidup ini adalah mengandalkan Allah SWT dalam segala keadaan. Karena yang menentukan segala-galanya hanyalah Allah SWT. Tidak ada satupun kejadian sekecil apapun yang bisa terjadi kecuali atas izin Allah SWT.

Jika Allah SWT mengizinkan sesuatu terjadi, maka terjadilah. Sedangkan jika Allah SWT tidak menghendaki sesuatu terjadi, maka pasti tidak akan terjadi.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.” (QS. Yaasin [36] : 82)

Jadi, kejadian apapun, baik kita sukai maupun yang tidak kita sukai, pasti terjadi atas izin Alloh SWT. Semoga kita senantiasa bisa menafakuri setiap kejadian apapun dan menjadi ladang amal bagi kita untuk mencapai derajat yang lebih tinggi di hadapan Allah SWT. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*]

 

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar |

Ciri Buta Hati

SAUDARAKU, kita sering merasa prihatin, kasihan, kepada orang yang matanya tidak bisa melihat (tuna netra). Padahal tidak bisa melihat dunia sebenarnya bukan masalah besar. Masalah yang besar itu adalah ketika hati yang buta. Apa hati yang buta itu? Yakni hati yang tidak bisa melihat kebenaran.

Salah satu ciri hati yang buta adalah tidak bisa membedakan mana yang kekal, dan mana yang fana. Kebutaan hati akan membuat seseorang tidak mengenal Allah SWT. Yang dikenalnya hanyalah dunia. Sehingga, orang yang mata hatinya buta, dia lebih sibuk mencari duniawi dibanding kedudukan di sisi Allah SWT.

Hati yang buta adalah disebabkan kemaksiatan dan dosa-dosa yang terus-menerus kita lakukan. Hati yang buta adalah akibat dari dosa yang tidak kita taubati dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dampaknya, ia tidak bisa melihat cahaya kebenaran, ia akan tersesat dalam kehidupan dan celaka pada hari kemudian.

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang buta hati. Kita memohon kepada Allah SWT agar senantiasa diberi petunjuk untuk selalu menjaga diri kita dari berbagai perbuatan yang bisa membutakan mata hati.

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK